Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

ILMU POLITIK

OTONOMI DAERAH NUSA TENGGARA BARAT MULAI DARI

UNDANG-UNDANG DASAR HINGGA PELAKSANAAN

DOSEN PENGAMPU : Delfan Eko Putra, S.Ikom.,M.Ikom

Disusun oleh:

Liling SeptiJayanti

D1C022084

Jurnalistik B
 

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BENGKULU

KATA PENGANTAR

Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah
untuk menyelengarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 UUD 1945 dan
perubahannya menyatakan pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil,
dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik
Indonesia.

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum hal ini secara eksplisit dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) bahwa
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai negara hukum maka sesungguhnya yang
memimpin penyelenggaraan negara adalah hukum dengan berpegang teguh pada prinsip the rule
of law, and not of man, dengan demikian setiap kekuasaan yang dijalankan oleh negara maka
harus berlandaskan hukum.
Sebagai negara hukum yang menitikberatkan pada perundang- undangan, maka perubahan
undang-undang sebagai suatu bentuk pembenahan regulasi bukanlah hal baru. Terkait dengan
perubahan undang-undang, terdapat adagium hukum yakni het recht hinkt achter de faiten aan
yang memiliki arti bahwa hukum senantiasa tertatih-tatih mengejar perubahan zaman.
Adapun hukum yang berlaku secara universal itu pula yang juga dialami oleh Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) yang hingga saat ini masih menggunakan dasar hukum Undang-Undang
Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat,
dan Nusa Tenggara Timur (UU tentang Bali, NTB, dan NTT) sebagai dasar pembentukannya.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) diatur bersama-sama dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan
Bali dikarenakan pada awal kemerdekaan Indonesia, pulau-pulau ini dahulu termasuk dalam
Provinsi Sunda Kecil yang beribukota di Singaraja, dan kini terbagi menjadi tiga provinsi: Bali,
Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Dengan demikian terkait dengan konsep otonomi daerah yang ada saat ini di Provinsi NTB
berdasarkan UU tentang Bali, NTB, dan NTT banyak hal yang sudah tidak sejalan. Sebagai contoh,
dari segi judul UU tentang Bali, NTB, dan NTT masih menggunakan nomenklatur Daerah Tingkat I,
padahal sejak diberlakukannya UU tentang Pemda Tahun 1999 nomenklatur tersebut tidak
digunakan lagi karena diganti dengan istilah Provinsi. Hal ini selaras dengan kondisi saat ini di
mana telah terjadi perubahan paradigma dalam kehidupan politik dan sistem ketatanegaraan di
Indonesia yaitu dari sistem otoritarian kepada sistem demokrasi, dan dari sistem sentralistik ke
sistem desentralisasi. Perubahan paradigma ini sudah tentu berdampak kepada sistem hukum
yang dianut selama ini, yaitu yang menitikberatkan kepada produk hukum yang lebih banyak
kepada kepentingan penguasa daripada kepentingan rakyat, dan juga produk hukum yang lebih
mengedepankan dominasi kepentingan pemerintah pusat daripada kepentingan pemerintah
daerah.
Selain itu, RUU tentang Provinsi NTB perlu disusun sesuai dengan penugasan yang diberikan
oleh Komisi II DPR RI. Saat ini RUU tentang Provinsi NTB termasuk dalam Rancangan Undang-
Undang Kumulatif Terbuka yang masuk dalam Daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
Tahun 2020.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun ruang lingkup pokok permasalahan yang akan dibahas, terdiri atas:

1. Bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia?

2. Apa yang menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia menjadi tidak optimal?

C.TUJUAN
1.Untuk Mengetahui Otonomi Daerah mulai daripelaksanaannya hingga Undang-undang dasar

BAB  II

PEMBAHASAN

1.Otonomi Daerah Nusa Tenggara Barat


Otonomi daerah merupakan esensi pelaksanaan pemerintahan
yang desentralistik, namun dalam perkembangan otonomi daerah, selain mengandung arti
zelfwetgeving (membuat peraturan daerah), juga mencakup zelfbestuur (pemerintahan sendiri).
Kondisi riil pengaturan Provinsi NTB yang terbentuk melalui UU tentang Bali, NTB, dan NTT
terhitung sejak tanggal 14 Agustus 1958 hingga saat ini tahun 2020, menjadikan Provinsi NTB
telah sangat lama dari sisi pengaturannya. Lebih lanjut, UU tentang Bali, NTB, dan NTT yang telah
berusia selama 62 (enam puluh dua) tahun tersebut juga masih berdasarkan pada Undang-
Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS Tahun 1950) dan dalam bentuk Negara Republik
Indonesia Serikat (RIS). Demikian pula pola otonomi daerah yang berlaku pada saat UU tentang
Bali, NTB, dan NTT tersebut terbentuk masih berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (UU tentang Pemda Tahun 1957) .
Keberadaan status provinsi, bagi NTB tidak datang dengan sendirinya. Perjuangan menuntut
terbentuknya Provinsi NTB berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama. Provinsi NTB,
sebelumnya sempat menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur (NIT) dalam konsepsi Negara
Republik Indonesia Serikat (RIS), dan menjadi bagian dari Provinsi Sunda kecil setelah pengakuan
kedaulatan Republik Indonesia.
Terkait dengan konsep otonomi daerah yang ada saat ini di Provinsi NTB berdasarkan UU
tentang Bali, NTB, dan NTT banyak hal yang sudah tidak sejalan. Secara konsep UU tentang Bali,
NTB, dan NTT, jelas sudah sangat berbeda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku saat ini, sehingga ini merupakan momentum yang tepat untuk membentuk undang-
undang yang secara khusus mengatur mengenai Provinsi NTB. Berdasarkan UU tentang Pemda
Tahun 2014 maka sepatutnya pula dilakukan penyesuaian agar pembangunan di Provinsi NTB
dapat meningkatkan perekonomian dan menyejahterakan masyarakat Provinsi NTB.

Penyusunan NA RUU tentang Provinsi NTB dilakukan melalui studi kepustakaan/literatur. Hal ini
dilakukan dengan menelaah berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan
terkait, baik di tingkat undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya dan berbagai
dokumen hukum terkait. Penelaahan terhadap peraturan perundang- undangan terkait dengan
pembentukan Provinsi tentang NTB diantaranya yaitu:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam
Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerinta
Pusat dan Pemerintahan Daerah.
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan.
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Untuk melengkapi studi kepustakaan dan literatur dilakukan pula diskusi kelompok terbatas
keahlian (focus group discussion) dan wawancara serta kegiatan uji konsep dengan berbagai
pihak berkepentingan atau stakeholders terkait penyelenggaraan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Data yang diperoleh dari masukan pakar, maupun data yang berasal dari pencarian dan
pengumpulan data lapangan selanjutnya diolah dan dirumuskan dalam format NA dan draf RUU
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, khususnya Lampiran I mengenai teknik
penyusunan Naskah Akademik dan Lampiran II mengenai perancangan peraturan perundang-
undangan.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan dari uraian bab-bab di atas dapat kita simpulkan sebagai berikut:

 Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali,


Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (UU No. 64 Tahun 1958) masih menyatukan
ketentuan mengenai Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur dalam
satu undang-undang dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, kebutuhan, dan
permasalahanhukum di Provinsi Nusa Tenggara Barat sehingga perlu disesuaikan.

 Selain itu UU No. 64 Tahun 1958 perlu disesuaikan dengan UU No. 12 Tahun 2011 dan
undang-undang terkait lainnya. Provinsi NTB memiliki karakteristik kewilayahan yang terdiri
dari 2 (dua) pulau besar dan (beberapa) pulau kecil, serta memiliki 3 (tiga) karakteristik dan
kekhasan yaitu: kewilayahan; potensi sumber daya alam; dan suku bangsa, nilai kultural,
bahasa, adat istiadat, dan agama/kepercayaan. Berdasarkan hal karakteristik kewilayahan
tersebut muncul beberapa permasalahan, antara lain kesenjangan ekonomi antara
masyarakat di Ibukota dan kabupaten sekitarnya, pengelolaan pembangunan kawasan
taman Nasional Gunung Rinjani, dan pembentukan desa adat dan majelis adat di Priovinsi
NTB.

 Pembuatan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada 3 (tiga) landasan


penting, yaitu landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Landasan filosofis menyangkut
pemikiran mendasar yang berkaitan dengan materi muatan peraturan perundang-undangan
yang akan dibentuk dan menyangkut tujuan bernegara, kewajiban negara melindungi
masyarakat, bangsa, serta hak-hak dasar warga negara sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.Dalam hal ini, peraturan yang sudah ketinggalan (out of
date) dan tidak memadai. Hal tersebut karena selama ini Provinsi Nusa Tenggara Barat masih
diatur dalam UU No. 64 Tahun 1958 tentang Bali, NTB, dan NTT yang mendasarkan
pengaturannya dengan UUDS Tahun 1950 dan UU tentang Pemda Tahun 1957.

 Arah pengaturan RUU tentang Provinsi NTB adalah agar RUU ini mampu menjawab
perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum pemerintah daerah dan
masyarakatnya dalam rangka menjalankan roda pemerintahan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta mengakomodasi karakteristik, memenuhi kebutuhan, dan
mengatasi permasalahan di Provinsi NTB dengan tetap menempatkan Provinsi NTB dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia serta tidak membentuk daerah khusus yang
baru. Materi muatan pengaturan dalam RUU tentang Provinsi NTB antara lain: posisi, batas
wilayah, pembagian wilayah, dan ibu kota Provinsi NTB; karakteristik dan kekhasan Provinsi
NTB; urusan pemerintahan daerah Provinsi NTB; pola dan arah pembangunan Provinsi NTB;
prioritas pembangunan Provinsi NTB; pembangunan Provinsi NTB; perencanaan
pembangunan Provinsi NTB; personel, aset, dan dokumen; Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik; pendapatan dan alokasi dana perimbangan; dan partisipasi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai