Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHALUAN

Latar belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah suatu negara

kepulauan yang terbentang luas dari sabang sampai merauke yang terdiri dari

ribuan pulau dan diapit oleh dua samudra dan dua benua, serta didiami oleh

ratusan juta penduduk. Berdasarkan posisi garis lintang dan garis bujur berada

diantara 6° LU - 11° LS dan 95° BT - 141° BT. Pulau yang paling utara adalah

Pulau Weh yang dilalui 6° LU, pulau paling selatan yaitu Pulau Roti, yang dilalui

oleh garis lintang 11° LS. Selain dilalui oleh garis lintang 0° LU Pulau Weh juga

dilalui oleh garis bujur 95° BT. Adapun garis bujur 141° BT melalui batas Irian

Jaya dengan Negara Papua. (Sudarmi.2017:1).

Menurut Aman dalam bukunya yang dikutip dari (Joedinarto,2001:7)

Dengan dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan 1945, dilihat dari segi

hukum tata negara, berarti bahwa bangsa Indonesia telah memutuskan ikatan

dengan tatanan hukum sebelumnya, baik tatanan Hindia Belanda maupun tatanan

hukum pendudukan Jepang. Dengan lain kata bangsa Indonesia mulai saat itu

telah mendirikan tatanan hukum yang baru yaitu tatanan hukum Indonesia, yang

berisikan hukum Indonesia, yang ditentukan dan dilaksanakan sendiri oleh bangsa

Indonesia.

Republik Indonesia sudah memilih bentuk negara kesatuan, Sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, berbunyi: “Negara Indonesia ialah
Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Bahkan dalam Pasal 37 ayat (5)

UUD Tahun 1945 menegaskan lagi bahwa “Khusus mengenai bentuk Negara

Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”. kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) pasal 1 uud 1945.

Menurut Sirajuddin, Anis ibrahim, sintha hadiyantina,catur wido haruni

dalam bukunya yang dikutip dari (Isjwara,Op,Cit,hlm.212) Dalam perspektif

teori, F. Iswara menyatakan bahwa negara kesatuan (unitary state) merupakan

bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan pada satu badan

legislatif nasionalpusat. Menurutnya, negara kesatuan adalah bentuk kenegaraan

yang paling kukuh jika dibandingkan dengan federasi atau kofederasi, sebab

dalam negara kesatuan terdapat persatuan (union) dan kesatuan (unity).”

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, dimana Presiden

berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan (pasal 4 UUD

Tahun 1945). Pada tanggal 17 Agustus 1945 telah bersepakat menyatukan rakyat

yang berasal dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar diribuan

pulau dari sabang sampai merauke. Dalam menjalankan roda pemerintahan

indonesia memakai konsep Trias Politica, berasal dari bahasa Yunani yang artinya

Politik Tiga Serangkai. Menurut Montesquieu, ajaran Trias Politica dikatakan

bahwa dalam tiap pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yakni

legislatif, eksekutif dan yudikatif.


Sejak kemerdekaan Indonesia pengaturan otonomi daerah yang mengatur

mengenai Pemerintahan Daerah di Indonesia berganti - ganti mulai dari UU

Nomor 1 Tahun 1945 , UU Nomor 22 tahun 1948 , UU Nomor 1 Tahun 1957 ,

UU Nomor 18 Tahun 1965 , UU Nomor 5 Tahun 1974 , UU Nomor 22 Tahun

1999, UU Nomor 25 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 23

Tahun 2014 ( sampai sekarang ).

Penyelenggaraan pemerintahan di daerah didasarkan dari tiga asas, yaitu

asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diatur dalam

Undang-undang No. 5 Tahun 1974, Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan

Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Tetapi, dalam Perubahan UUD 1945 Pasal

18 ayat (2), disebutkan bahwa “pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,

dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan”. Pada pasal ini menegaskan bahwa pemerintahan

daerah adalah suatu pemerintahan otonom yang berada dalam lingkaran NKRI.

Sementara itu dalam lingkup pemerintahan daerah hanya ada tugas pembantuan

saja dalam hal ini berhak mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri. Pemerintah

pusat tidak lagi melakukan sentralisasi di pemerintahan daerah tetapi

penyelenggaraan pemeritah daerah tidak bisa terlepas dari pemerintah pusat.

Mengacu pada UU No 23 Tahun 2014, untuk menjadi daerah otonom baru

(DOB), calon DOB harus menjadi daerah persiapan selama tiga tahun. Pada akhir

masa daerah persiapan, akan ada evaluasi lagi oleh pemerintah bersama DPR Jika

layak, daerah bisa menjadi DOB, tetapi jika sebaliknya, daerah persiapan

dikembalikan ke daerah induk. Menurut Sirajuddin, Anis ibrahim, sintha


hadiyantina, catur wido haruni dalam bukunya yang dikutip dari (kemendagri)

berdasarkan evaluasi, daerah-daerah otonomi baru yang dibiarkan muncul tanpa

benar-benar menelisik kemampuan dari sisi ekonomi dan fiskal ternyata menuai

kegagalan. Yang terjadi selama ini, pemekaran lebih bermotif politik, yaitu

membagi-bagi kekuasaan dan jabatan baru. Kalau pun ada motif ekonomi,

pemekaran hanya dilandasi oleh keinginan daerah bersangkutan untuk

mendaptkan alokasi dana tambahan melalui transfer dana bagi hasil (DBH), dana

alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).

Pembentukan Daerah adalah penetapan status Daerah pada wilayah

tertentu (pasal 1 ayat 20 uu no. 23 tahun 2014). Yang dimaksudkan Menurut Pasal

32 ayat 1 pembentukan daerah dapat berupa: (a) pemekaran daerah, dan (b)

penggabungan daerah (pasal 32 ayat 1 uu no. 23 tahun 2014). Berdasarkan

ketentuan pasal tersebut dapat dipahami bahwa pemekaran daerah merupakan

salah satu aspek dari pembentukan daerah. Lanjut pada Pasal 33 ayat 1

dirumuskan bahwa pemekaran daerah dapat berupa: a. Pemecahan daerah provinsi

atau daerah kabupaten/kota untuk menjadi dua atau lebih daerah baru; atau b.

Penggabungan bagian daerah dari daerah yang bersanding dalam satu daerah

provinsi menjadi satu daerah baru.

Pada sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 dan menjadi awal dari

pemekaran provinsi di indonesia dengan membagi wilayah Republik Indonesia

menjadi delapan provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Kalimantan, Maluku, Sulawesi, Sumatera, dan Sunda Kecil.


Berdasarkan undang-undang pembentukan dan pemekaran daerah yang

kemudian melahirkan Daerah Otonomi Baru (DOB), pembentukan dan

pemekaran daerah di NKRI terus berlangsung hingga moratorium pada tahun

2008. Pada tanggal 26 januari 2022 DPR-RI mengeluarkan surat tentang

pembahasan RUU dari beberapa pengusul DOB. Diantara pengusul sebut saja

DOB papua selatan yang tidak memenuhi cakupan wilayah minimal lima

kabupaten/kota, yakni: kabupaten merauke, kabupaten boven digoel, kabupaten

asmat, dan kabupaten mappi. Ini bertentagan dengan kota uu no. 23 tahun 2014

pasal 35 ayat 4 (a) yang menyebutkan “paling sedikit 5 (lima) Daerah

kabupaten/kota untuk pembentukan Daerah provinsi”.

Sementara itu menurut sekretaris dari SK 354 Aimudin menyebutkan

grand design yang seharusnya pada tahun 2008-2021 terdiri dari 55 usulan

provinsi baru harus dimekarkan termasuk kepulauan buton. Terlebih lagi calon

DOB kepulauan buton telah lengkap secara administrasi dan secara uu no.23

tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Oleh karena itu, penulis melakukan

penelitian tentang “Analisis Kelayakan Calon Daerah Otonomi Baru Provinsi

Kepulauan Buton Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah”

RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan maslah dalam penelitian in adalah:

1. Apa saja syarat-syarat kelayakan menurut undang-undang nomor 23 tahun

2014 ?
2. Mengapa calon daerah otonomi baru kepulauan buton tidak masuk dalam

RUU sesuai isi surat DPR-RI No. B/2147/LG.01.01/1/2022 ?

Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat kelayakan menurut undang-

undang nomor 23 tahun 2014 !

2. Untuk mengetahui apa saja mengapa calon daerah otonomi baru kepulauan

buton tidak masuk dalam RUU sesuai isi surat DPR-RI No.

B/2147/LG.01.01/1/2022 !

Definisi operasional

Untuk menghindari impresi dalam memahami sasaran penelitian ini,

penuis akan menjelaskan apa yang menjadi pembahasan peneliti mengenai

komponen-komponen ini secara operasional.

 Pembentukan daerah

Pembentukan daerah sebagaimana yang dimaksud pasal 32 yaitu: a)

pemekaran daerah, b) penggabungan daerah. Penulis memfokuskan penelitian ini

pada pemekaran daerah otonomi baru. Dimana persyaratan dasar menurut undang-

undang yaitu: persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas

Daerah. Persyaratan inilah yang menjadi tolak ukur dan sebuah dasar hukum

pembentukan daerah otonomi baru. Pemekaran daerah dalam penelitian ini yaitu

menjadi acuan bahwa suatu daerah itu layak atau tidak layak untuk dimekarkan.

Pemekaran yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu:

1. Dasar hukum pembentukan daerah otonomi baru;


2. Syarat minimal pengusulan Calon DOB ke rancangan undang-undang;

3. Persyaratan dasar kewilayahan;

4. Persyaratan dasar kapasiatas daerah;

5. Asas dan tujuan.


Bab II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian relevan menurut para ahli

Dalam membahas penelitian ini, ada beberapa jurnal yang membahas tentang

fenomena yang sama dari segi legitimasi hukum. Diantaranya:

1. Hilal Ramdhani yang berjudul “Realitas Elit Politik Lokal dan Persepsi

Masyarakat dalam Proses Pemekaran Daerah”

Masalah yang diangkat dalam jurnal tersebut masih dalam tahap

persetujuan di tingkat kabupaten dan kota karena menurut Hilal

Ramdhani ada campur tangan kepentingan politik.

Kondisi tersebut menandakan adanya peran elit politik yang

mengakibatkan tidak bisa terwujudnya provinsi Cirebon, hal itu

memicu suatu gagasan baru untuk melakukan pemekaran dua

kabupaten baru, yaitu Kabupaten Indramayu Barat dan Kabupaten

Cirebon Timur. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk provinsi

Cirebon tanpa harus memasukkan Kab. Majalengka dan Kab.

Kuningan ke dalam wilayah Provinsi Cirebon. Berdasarkan kasus

pemekaran provinsi Cirebon, elit politik memiliki peran penting dalam

pengambilan suatu keputusan. Teori elit menjelaskan bahwa elit politik

merupakan realitas yang ada dalam setiap masyarakat ( hilal ramdhani,

jurnal, Magister Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2019 ).

Anda mungkin juga menyukai