Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Provinsi Aceh dikenal sebagai sebuah Provinsi yang memiliki status

Istimewa dalam rangkaian Provinsi yang berada di wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. status istimewa tersebut diraih karena kondisi sosial budaya

masyarakat Aceh yang khas, potensi kekayaan alam di Provinsi Aceh, serta

kiprah masyarakat Aceh yang besar serta berharga dalam sejarah perjuangan

kemerdekaan Indonesia. Adanya status istimewa tersebut, Provinsi Aceh tentunya

memiliki sebuah perbedaan dalam mekanisme Pemerintahan serta peraturan

Daerahnya. sebagai sebuah Provinsi yang terdiri dari mayoritas penduduk

beragama Islam dan di dukung pula oleh adat istiadat masyarakat Aceh yang

memegang teguh prinsip Islam secara mengakar dalam kehidupan

bermasyarakatnya, maka Syariat Islam menjadi sebuah pertimbangan utama

dalam perumusan peraturan di Daerah Provinsi Aceh.1

Perumusan kebijakan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam

dimulai pada sejak berdirinya Negara Islam Indonesia di Aceh yang dipimpin

oleh Tengku Daut Beureueh pada Tahun 1953. Berdirinya Negara Islam

Indonesia ini disebabkan oleh kekecewaan yang dirasakan oleh pimpinan,

pemuka Agama, serta masyarakat Aceh pada umumnya terhadap sikap

Pemerintah pusat Indonesia yang membubarkan keberadaan Provinsi Aceh

1
Abu Bakar Al Yasa, Syariat Islam di Provinsi NAD, Paradigma, Kebijakan, (Banda
Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi NAD, 2005), h.62-63.

1
sehingga diganti menjadi Provinsi Sumatra Timur. Menanggapi kekecewaan

ini, Pemerintah kemudian melakukan berbagai upaya untuk mengakomodasi

kepentingan masyarakat Aceh serta menjaga supaya Aceh tetap menjadi Wilayah

dari Negara kesatuan Republik Indonesia dengan memberikan keistimewaan di

bidang pendidikan, budaya, adat-istiadat, serta peraturan masyarakat (adat)

dengan menghormati serta menjunjung tinggi Kehormatan rakyat dan budaya

Aceh serta Agama Islam di Aceh2.

Reformasi Indonesia telah berdampak terhadap inspirasi masyarakat

Aceh dalam mengimplementasikan syariat Islam secara menyeluruh untuk

masyarakat di Provinsi Aceh. Penerapan Syariat islam di Indonesia telah sesuai

dengan konstitusi negara yaitu Undang-undang 1945 yang tercermin dalam

pasal 29 ayat (1), yaitu; “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing- masing dan beribadah menurut agama

kepercayaannya itu”. 3.

Juga sesuai dengan Undang-undang dasar 1945 tahap kedua yang berlaku

pada tanggal 5 juli 1959, di dalamnya termaktub kalimat; Bahwa piagam Jakarta

tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah

merupakan suatu rangkaiaan kesatuan dengan konstitusi tersebut. Artinya,

dengan demikian piagam jakarta telah diakui kembali secara sah, maka dalam

menjalankan syariat islam tidak ada lagi halangan bagi umat islam di

Indonesia.

Hal tersebut juga sesuai dengan Undang-undang otonomi daerah bahwa

2
Ibid, hal. 66.
3
Undang-undang dasar 1945 pasal 29 ayat (1).

2
suatu daerah diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri dan

membuat peraturan daerah dengan catatan tidak bertentangan dengan Undang-

undang dasar 1945 maupun Undang yang lebih tinggi darinya.

Sebelum tahun 2003 tepatnya sebelum 16 juli 2003, di Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam belum berlaku syariat Islam. Masyarakat Aceh umumnya

melaksanakan syariat agama sama dengan seluruh masyarakat indonesia tidak

ada ketentuan khusus. Kemudian setelah berlaku otonomi secara khusus di

Nanggroe Aceh Darussalam, di dalam pelaksanaannya, syariat islam telah

dimasukkan ke dalam bentuk Undang-Undang daerah khusus di provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam yang di sebut dalam Qanun.4

Perda dan Qanun sudah banyak yang dihasilkan Pemerintah Aceh dalam

rangka pelaksanaan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Seperti Perda

Nomor 3 tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Majelis

Permusyawaratan Ulama Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Perda Nomor 5 Tahun

2000 tentang pelaksanaan Syariat Islam, Perda Nomor 43 Tahun 2001

tentang perubahan atas Perda Nomor 3 Tahun 2000, Qanun Nomor 10 Tahun

2002 tentang Peradilan Syariat Islam, Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang

pelaksanaan syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam, Qanun

Nomor 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar (minuman keras) dan

sejenisnya, Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian), Qanun

Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (mesum), dan Qanun Nomor 7

Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat, serta sejumlah intruksi Gubernur

4
Dinas syariat Islam, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Nanggroe Aceh
Darussalam, 2003). hal.4.

3
pendukung pelaksanaan syariat Islam. Syariat Islam secara Kaffah diartikan

pelaksanaan hukum syariah secara sempurna oleh Pemerintah Daerah. Beberapa

Lembaga yang dibentuk untuk menjalankannya yaitu, Dinas Syariat Islam yang

mempunyai tanggungjawab utama pelaksanaan hukum Syariah, Majelis

Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai Lembaga Independen yang bertugas

memberikan masukan dan kritikan terhadap jalannya hukum Syariah, dan Polisi

Wilayatul Hisbah yang bertugas mensosialisasikan Qanun, menangkap pelanggar

Qanun serta menghukum pelaku yang melanggar Syariat5.

Aceh merupakan Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat

hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan

masyarakatnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem

dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945. 6

Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sejak keluarnya

Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh telah memberi peluang untuk

menyusun struktur Pemerintahan menurut ketentuan adat di dalam

masyarakat Aceh. Begitu pula dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Peraturan

Mengenai Desa telah membuka peluang untuk kembalinya struktur

Pemerintahan Desa berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang

5
Misra A. Muchsin, et al, Buku panduan pelaksanaan Syariat Islam Bagi Birokyat, cet,
Ke-2 (Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Nanggroe Aceh Darussalam 2008), hal.2.
6
Ibid, hal.2.

4
diakui oleh Pemerintahan Nasional dan di dalam wilayah kabupaten. 7

Beberapa Undang-Undang yang lahir pasca reformasi, semakin

membuka peluang bagi otonomi yang lebih besar bagi daerah, antara lain

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi didaerah diganti

dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan

keuangan antara pusat dan daerah. Khusus bagi Aceh, terdapat Undang-

Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan,

Aceh. UU No. 18/2001 tentang otonomi khusus untuk Aceh dengan

nama Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 8

Pengaturan khusus Pemerintahan Gampong merupakan langkah

penting guna tertatanya sistem politik dan mekanisme kekuasaan di

Gampong. Mengingat Pemerintah Gampong merupakan sebuah organisasi,

maka organisasi itu haruslah sederhana dan efektif serta memperhatikan

masyarakat, Gampong atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai organisasi Pemerintahan terendah langsung berada di

bawah Mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu, yang di

pimpin oleh Keuchik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan urusan

rumah tangganya sendiri ( Qanun No. 5 tahun 2003, pasal 1 ) oleh karena itu

Pemerintah Gampong perlu memiliki struktur kepemerintahan yang di


7
Nur Daud,M. 2003. “Pemerintahan Gampong Dalam konteks undang-undang No.18.
Tahun 2001 Terhadap pembangunan masyarakat desa” Fakultas Hukum Unsyiah Darussalam.
Banda Aceh. Jurnal Ilmu Hukum, hal. 635.
8
Sulaiman, 2009, Prospek dan Tantangan Pemerintahan Gampong di Nanggroe Aceh
Darussalam, Jurnal Media Hukum, hal. 55.

5
dalamnya terdapat pula lembaga-lembaga kemasyrakatan Gampong, Salah

satunya Pageu Gampong. 9

Pageu berarti pagar dan gampong berarti desa. Jadi, pageu gampong

adalah pagar desa. Maksud dari istilah tersebut adalah usaha menjaga nama baik

(marwah) dan kredibilitas sebuah gampong dari hal-hal atau perbuatan tidak

baik yang dapat mencemari nama baik gampong. Pageu gampong bertujuan

untuk mengatasi muncul dan berkembangnya hal-hal yang tidak baik (negatif),

baik yang timbul dari dalam gampong sendiri maupun dari luar. 10

Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat di Aceh tidak lepas dari nilai-

nilai adat dan budaya yang menjadi landasan hidup bagi masyarakat. Hal ini

sacara turun-temurun masih dipraktikkan sejak peraturan hukum adat

disistematiskan pada masa pemerintahan sultan iskandar muda. Dari sisi historis,

pelaksanaan hukum adat ini tidak dapat dipisahkan dari hukum agama, kedua

hukum ini saling mengikat dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari

masyarakat Aceh. Pada masa itu muncul istilah “adat bersendi syara’, syara’

bersendi adat” yaitu bahwa agama bersumber dari Al-qur’an dan hadist serta

adat dirumuskan melalui undang-undang dan reusam negeri yang disusun oleh

sultan dengan bermusyawarah bersama orang-orang besarnya apabila agamanya

kuat maka kuat pula adatnya, begitu juga sebaliknya apabila adatnya kuat maka

kuat pula agamanya.

Gampong-Gampong yang terdapat di kota Langsa yang memiliki

9
Ibid, hal. 56.
10
Emk. Alidar mizan.M.Hum, 2003. Pageu gampong (suatu tradisi masyarakat
aceh dalam menjaga lingkungan). PPISB, hal.1.

6
susunan struktur kepemerintahan Gampong yang di dalamnya terdapat

lembaga Pageu Gampong. Dilihat dari beberapa aspek, baik dari aspek

pelaksanaan keamanan, pembinaan masyarakat di segala bidang,

peningkatan pelaksanaan syariat Islam di Gampong tampak adanya

kemajuan maupun lambatnya proses yang berjalan, hal ini terjadi tentulah

disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi di Pemerintah Gampong

khususnya Pageu Gampong dalam menjalankan kedudukan, tugas, fungsi

serta wewenang sebagai mana mestinya.

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi latar belakang masalah,

maka penulis terdorong untuk mengungkap/mengetahui lebih jauh fakta-

fakta tersebut, untuk itu penulis mengangkat penelitian dengan judul :

“Peran Pageu Gampong dalam Menjaga Penegakan Syariat Islam di Kota

Langsa”

B. Rumusan Masalah

7
1. Bagaimana Peran Pageu Gampong dalam Menjaga Penegakan Syariat

Islam di Kota Langsa?

2. Bagaimana Dampak Pageu Gampong dalam Menjaga Penegakan Syariat

Islam di Kota Langsa?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Peran Pageu Gampong dalam Menjaga Pengakan

Syariat Islam di Kota Langsa?

2. Untuk mengetahui dampak Pageu Gampong dalam Menjaga Pengakan

Syariat Islam di Kota Langsa?

D. Manfaat Peneltian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu

ketatanegaraan khususnya yang berfokus pada kajian analisi peran Pageu

Gampong dalam Menjaga Pengakan Syariat Islam.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi lembaga Pageu

Gampong Kota langsa dan Pageu Gampong di daerah aceh lainnya.

E. Kerangka Teori

1. Peranan

Secara umum peranan adalah prilaku yang dilakukan seseorang terkait

kedudukannya dalam struktur social atau kelompok social di masyarakat, artinya

setiap orang memiliki peranan masing-masing sesuai kedudukan yang dimiliki.

Menurut Soerjono Soekanto mengatakan, “Peranan merupakan as-pek dinamis

8
kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai

dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan”.11Menurut Abdul syani

mengatakan “peranan adalah suatu perbuatan seseorang dengan cara tertentu

dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai status yang dimilikinya,

dan seseorang dapat dikatakan berperan jika ia telah melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan status sosialnya dalam masyarakat”12.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah

pola prilaku kolektif yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang

terhadap sebagai wujud dari suatu kedudukan (status) untuk menjalankan hak dan

kewajibannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh anggota-anggota lain dari

masyarakat. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang

melakukan hak dan kewajibannya sesuai kedudukannya maka ia menjalankan

suatu peranan. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur prilaku seseorang.

Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan

perbuatan-perbuatan orang lain. Soekanto menjelaskan peranan dan cakupannya

sebagai berikut13:

a. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi

pergaulan kemasyarakatan, posisi seseorang dalam masyarakat yaitu

(social-position) merupakan unsur statis yang menunjukan tempat

individu pada organisasi masyarakat.


11
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu pengantar, (Jakarta: PT.
Raja
Grafindo Persada, 2013), h. 212
12
Abdul Syani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. (Jakarta : PT. Bumi
Aksara). h. 94
13
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu pengantar, (Jakarta: PT.
Raja
Grafindo Persada, 2013), h. 213

9
b. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan

sebagai suatu proes.

Jadi seseorag menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta

menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin mencakup tiga hal yaitu:14

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi

struktur social masyarakat.

2. Adat dan Lembaga Adat

a. Pengertian Adat dan Lembaga Adat

Setiadi mengatakan “Adat adalah kebiasaan masyarakat, dan kelompok

masyarakat lambat laun menjadikan adat itu sebagai adat yang seharusnya

berlaku bagi semua anggota masyarakat, dengan dilengkapi oleh sanksi sehingga

menjadi hukum adat”15.

Lembaga adat merupakan salah satu bagian dari lembaga sosial yang

memiliki pera untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan adat istiadat di

tempat lembaga itu berada. Lembaga sosial berfungsi sebagai pedoman bagi

manusia dalam bersikap dan bertingkah laku lembaga sosial sebagai unsur

14
Ibid
15
Tolib Setiadi, 2015, Inti Sari Hukum Adat Indonesia, Bandung, Alfabeta. H. 1

10
kendala dalam masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran terhadap norma-

norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dan secara individual

lembaga sosial mempunyai fungsi ganda dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu:


16

a. Mengatur diri pribadi manusia agar bersih dari perasaan-perasaan iri,

dengki, benci dan hal yang menyangkut kesucian hati nurani.

b. Mengatur prilaku manusia dalam masyarakat agar tercipta keselarasan

antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

Dalam hal ini manusia diharapkan dapat berbuat sopan dan ramah

terhadap orang lain agar dapat tercipta pula suatu perdamaian dan kerukunan

hidup bersama. Lembaga adat merupakan kata gabungan dari lembaga dan adat.

Kata lembaga dalam bahasa inggris disebut dengan institution yang berarti

pendirian, lembaga, adat,dan kebiasaan. Dari pengertian literature tersebut

lembaga bisa diartikan sebagai sebuah istilah yang menunjukan kepada pola

prilaku terdiri dari interaksi sosial yang memiliki struktur dalam suatu kerangka

nilai yang relevan, sehingga lembaga adat adalah pola prilaku masyarakat yang

mapan yang terdiri dari interaksi sosial yang memiliki struktur adat yang relevan.

Dalam Undang-undang Desa pasal 95 ayat 1 Pemerintah desa dan

masyarakat desa dapat embentuk lembaga adat. Ayat 2 sebagaimana dimaksud

ayat 1 merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan

menjadi bagian dari susunan asli desa yang tumbuh dan berkembang atas

prakarsa masyarakat desa. Ayat 3 sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Lembaga

desa bertugas membantu pemerintah desa dan sebagai mitra yang


16
Ibid

11
memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat sebagai wujud

pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat desa.

Pengertian lembaga adat menurut peraturan menteri dalam Negeri nomor

5 tahun 2007 tentang pedoman penataan lembaga kemasyarakatan, lembaga adat

adalah lembaga kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara

wajar tumbuh dan berkembang didalam sejarah masyarakat atau didalam suatu

hukum adat masyarakat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta

kekayaan didalam hukum adat tertentu serta berhak dan berwenang untuk

mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permaslahan kehidupan yang

berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga adat

adalah suatu organisasi atau lembaga masyarakat yang dibentuk oleh suatu

masyarakat hokum adat tertentu yang dimaksudkan untuk membantu

pemerintahan daerah dan menjadi mitra pemerintah daerah dalam

memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat yang dapat

membangun pembangunan suatu daerah tersebut.

Pembinaan desa adat dapat dilakukan dengan pola melaksanakan

ceramah-ceramah pembinaan desa adat, penyuluhan, yang ada dasarnya

bertujuan untuk melestarikan kesejahtraan masyarakat, mewujudkan hubungan

manusia dengan manusia sesama makhluk ciptaan tuhan. Selainitu pembinaan

lembaga adat sebagai melestarikan adat istiadat serta memperkaya khasanah

budaya masyarakat, aparat pemerintah pada setiap tingkatan mempunyai

kewajiaban untuk membina dan mengembangkan adat istiadat yang hidup dan

12
bermanfaat dalam pembangunan dan ketahanan nasional.

Dana pengembangan lembaga adat pada setiap tingkatan disediakan

dalam anggaran pendapatan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan

belanja daerah (APBD) provinsi dan kabupaten/kota beserta sumber lainnya yang

tidak mengikat. Lembaga budaya dibutuhkan untuk menaungi kebutuhan

penembangan adat istiadat dalam masyarakat yang beragam. Lembaga budaya

dalam masyarkat berperan untuk pengembangan budaya, ilmu pengetahuan,

lingkungan, seni dan pendidikan pada masyarakat yang bersangkutan.

Seiring pemberlakuan undang-undang Republik Indonesia No 44 tahun

1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan provinsi aceh dan UU Republik

Indonesia No 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam serta Qanun No. 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan

Gampong oleh karena itu Pemerintah Gampong perlu memiliki struktur

kepemerintahan yang di dalamnya terdapat pula lembaga-lembaga

kemasyarakatan Gampong, salah satunya pageu gampong yang

keberadaannya diharapkan untuk menjaga keamanana dan mengawasi

pelaksanaaan syariat islam di Gampong.17

Di bentuk pula P ageu Gampong atau Muhasib-muhasib gampong yang

terdiri dari tuha peut gampong tokoh-tokoh muda sebagai Wilayatul Qura

yang bekerja secara suka rela ditingkat gampong masing-masing, lembaga ini

diharapkan bisa bekerja mengawasi pelaksanaan syariat Islam di tingkat yang

paling rendah dan satu hubungan yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan

17
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah Dan Kecamatan
(Banda Aceh: Peraturan Daerah nomor 5 tahun 2000), hal. 18.

13
komunikatif dengan WH yang bertugas di Kecamatan dan Kabupaten/Kota.

F. Definisi Istilah

Supaya tidak terjadi kesalah pahaman dalam apa yang di maksudkan

dalam pembahasan ini, maka penulis menganggap perlu diberikan batasan

istilah, adapun batasan istilah yang di anggap perlu oleh penulis adalah:

1. Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat.18

2. Pageu gampong menurut masyarakat Aceh Mengatur segala hal yang

berkaitan dengan ketertiban masyarakat Gampong sebagai suatu sistem

tata kehidupan bersama yang bersifat protektif untuk mengantisipasi dan

menyelesaikan persoalan kemasyarakatan.19

3. Penegakan adalah proses, cara, perbuatan menegakkan.20

4. Syariat Islam dalam Bahasa Arab yakni berisi hukum dan aturan Islam

yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik muslim

maupun non- muslim.21

5. Dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benturan,

pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Dampak

dibagi kedalam dua pengertian yaitu: Dampak positif dan dampak negatif22

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

18
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online h t t p s : / / k b b i . w e b . i d / p e n e g a k a n
19
Istilah dalam masyarakat Aceh. h t t p s : / / k b b i . w e b . i d / p e r a n
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online h t t p s : / / k b b i . w e b . i d / p e n e g a k a n
21
Mahmud Syaltut, Al- Islam Aqidah wa Syariah, (Beirut: Dar Ak-Quran, 1966), h. 12.
22
Suharno dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya
Karya,), hal. 243

14
Guna memperoleh data yang berkenaan dengan peran tokoh Gampong

dalam peningkatan kapasitas keagamaan masyarakat di Gampong Serambi Indah,

maka dilakukan dengan penelitian field research, yaitu penelitian yang dilakukan

di lapangan secara langsung untuk memperoleh data yang dibutuhkan serta

menyangkut dengan persoalan-persoalan atau kehidupan nyata.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif yaitu sebuah pendekatan untuk mendapatkan data mendalam

di lapangan, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data sebenarnya,

data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak.23

Bedasarkan pokok permasalahan yang telah dikemukakan, maka penelitian

ini menggunakan metode deskriptif analitis, dimana pada penelitian ini bertujuan

untuk membuat pacandraan (deskriptif), secara sistematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.24

Menurut Nasir Budiman, deskriptif analitis ini penelitian yang berusaha

untuk menuturkan pemecahanmasalah yang ada meliputi, penguraian, penafsiran

dan menganalisis terhadap data-data yang ada, dalam hal ini berusaha

mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa untuk digambarkan sebagaimana

adanya.25

2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Gampong Desa Serambi Indah Kecamatan

23
Sugiono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D, (Bandung:
Alfabet,2010), hal. 9.
24
Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2010), hal. 30.

25
Nasir Budiman, dkk, Pedoman Penulis Karya Ilmiah, (Banda Aeh, Ar-Raniry, 2004),
hal., 23-24.

15
Langsa Baro Kota Langsa.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilapangan, digunakan teknik-teknik berikut,

yaitu:

a. Observasi

Observasi meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek

dengan menggunakan seluruh alat indera.26 Jadi, observasi adalah mengamati

secara langsung terhadap objek penelitian baik melalui penglihatan, penciuman,

pendengaran, peraba, dan pengecap. Menurut Sugiono, dari segi proses

pelaksanaan pengumpulan data, maka metode observasi ini dibagi dalam dua

bagian, yaitu: 27

1. Observasi berperan (participat observation) yakni observer terlibat

langsung dengan objek penelitian.

2. Observasi non partisipan yakni observer tidak terlibat langsung.

Jadi, observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non

partisipan, dimana peneliti tidak terlibat langsung hanya berfokus pada bagaimana

mengamati, mempelajari dan mencatat fenomena yang diteliti. Hal ini dilakukan

agar observasi dapat menjadi bahan masukan dalam menyelesaikan penelitian.

Hal-hal yang diobservasi dalam penelitian ini meliputi kondisi gampong,

kondisi sosial masyarakat gampong, dalam menjalankan Syariat Islam sepeti

aktifitas kegiatan beribadah masyarakat gampong (Shalat fardhu di Menasah dan

kegiatan pengajian baik TPA, pengajian ibu-ibu di Gampong dan Fardhu


26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2002), hal., 199.
27
Sugiono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Hal.145.

16
Kifayah.)

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interview).28

Esterbeg mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu: 29

1. Wawancara terstruktur (structured interview)

Wawancara tertuktur digunakan sebagai tehnik pengumpulan data, bila

peneliti atau pengumpulan data telah mengetahui dengan pasti tentang

informasi apa yang akan diperoleh.

2. Wawancara semi terstruktur (semi structured interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam katagori in-dept interview, di

mana dalam pelaksaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk

menemukan masalah lebih terbuka, dimana pihak yang di ajak diminta

pendapat dan ide-idenya.

3. Wawancara tidak terstruktur (unstructured interview)

Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun

secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara semi terstruktur

dalam mendapatkan data penelitian dengan menayakan langsung secara lisan

terkait hal-hal yang dibutuhkan kemudian direkam dan dicatat untuk

28
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, hal., 198.
29
Sugiono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D, hal., 233.

17
dijadikancdata dalam penulisan skripsi ini. Hasil wawancara itu berupa jawaban

responden dan informan terhadap permasalahan penelitian dan dijadikan data

dalam penulisan skripsi. Wawancara akan ditujukan kepada informan yang terdiri

dari Pageu Gampong, Geuchik gampong, Tuha Peut, Tengku Imum sebagai tokoh

masyarakat gampong dan perwakilan masyarakat yang ada di tempat pelaksanaan

penelitian.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan

catatan-catatan atau dokumen yang ada dilokasi penelitian seperti pertunjukan

pelaksanaan, petunjuk tehnik sumber-sumber lain yang relevan dengan objek

penelitian.30 Menurut Suharsimi Arikunto dokumentasi untuk mengumpulkan data

yang lebih lengkap dan akurat maka penulis menambahkan studi dokukmentasi.

Dokumentasi yaitu pencarian data mengenai hal-hal atau berupa catatan, transkip,

buku, surat kabar, majalah dan agenda yang berkaitan dengan masalah

penelitian.31

Teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini mencakup

pencatatan arsip gampong yang berisi sejarah gampong, pemerintah gampong,

kondisi umum gampong, kependudukan, dan penyelenggara pemerintah gampong.

Serta pencantuman rujukan dokumen atau buku yang memiliki keterkaitan dengan

penelitian.

30
Heru Iranto dan Burhan Bugin, Pokok-Pokok Penting Tentang Wawancara dalam
Metode Penelitian Kualitatif, (jakarta: Rajawali Press, 2011), hal., 56.
31
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Renika
Cipta, 2010) hal., 274.

18
4. Sumber Data Penelitian

Data dapat dikumpulkan langsung oleh peneliti melalui pihak yang disebut

sebagai sumber data primer dan yang dikumpulkan peneliti melalui pihak kedua

sebagai sumber sekunder.32

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data pertama dimana sebuah data

dihasilkan. Data primer disebut juga data asli atau data berupa data baru, dalam

penelitian ini data diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi terkait Peran

Pageu Gampong dalam Penegakan Syariat Islam di Gampong Serambi Indah

Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data kedua, data ini diperoleh dari

perpustakaan, laporan-laporan penelitian terdahulu, seperti dokumen dari kantor

keuchiek Gampong Serambi Indah di Kecamatan Langsa Barat.33

5. Informan Penelitian

Untuk memiliki gambaran yang jelas dalam penelitian maka penulis akan

mewawancarai Kepala Desa / Geuchik Serambi Indah dan Perangkat, Dinas

Syariat Islam Kota Langsa, Serta MPU Kota Langsa.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

32
Suharsimi arikunto,Prosedurr Penelitian Suatu pendekatan Praktis,(Jakarta:Renika
Cipta, 2010), hal., 117.
33
Burhan Bugin,Metodelogi Penelitian Sosial, Format-format Kuantitatif dan Kualitatif
(Surabaya:Erlangga,2001), hal., 129.

19
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.

a. Analisis sebelum di lapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti

memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan,

atau data sekunder, yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun

fokus penelitian ini masih sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk

kelapangan.34

b. Analisis di lapangan

Analisis data telah dilakukan sejak pengumpulan data berlangsung, dan

selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat observasi dan

wawancara penulis sudah dapat menganalisis terhadap apa yang ditemukan dari

hasil pengamatan dan wawancara. Miles dan huberman, mengemukakan aktivitas

dalam analisis data kualitatif dilakukan dengan cara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam

analisis data, yaitu data reduction, data display, dan data conclusion

drawing/verification.

1. Data Reduction (Data Reduksi)

Data yang diperoleh di lapangan sangat banyak dan kompleks dan harus

dicatat semua oleh peneliti. Oleh karena itu adanya data reduksi untuk

merangkum dan memilih mana data yang penting dan pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dengan demikian akan

memudahkan penulis dalam memperoleh hasil yang ingin dicapai.

2. Data Display (Penyajian Data)


34
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hal., 245.

20
Setelah data reduksi selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data

dapat dilakukan dengan membuat pola, tabel atau sejenisnya dari fokus

masalah penulis, agar data yang disajikan tersusun rapi dan saling

berkaitan. Hal ini akan memudahkan penulis untuk memahami data yang

telah didapatkan.

3. Conclusion (Penarikan Kesimpulan)

Menarik kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang yang

dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang ditemukan

pada awal bersifat valid dan konsisten setelah peneliti turun ke lapangan,

maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang

kredibel.35

4. Pedoman Penelitian

Adapun pedoman untuk cara penulisan dan cara penelitian ini bedasarkan

buku panduan penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Falkutas Syariah Institut

Agama Islam Negeri Langsa pada Tahun 2019.36

H. Kajian Penelitian Terdahulu

Adanya penelitian terdahulu bisa dijadikan sebagai pembanding untuk

mengetahui permasalahan yang sudah dilaksanakan oleh peneliti terkait dengan

35
Ibid hal 245-252
36
Tim Fakultas Syariah IAIN Langsa, Panduan Penulisan Skripsi ( Langsa : Fakultas
Syariah, 2018) hal 1-61

21
permasalahan pada penelitian ini. Adapun mengenai penelitian terdahulu sebagai

berikut :

1. Listiani Dwi Nusanti di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun

2009. Riset ini berjudul Lembaga Kepolisian dalam Perspektif Hukum

Islam (Kajian Posisi Wilayatul Hisbah di Nanggroe Aceh

Darussalam). Dalam penelitian ini Listiana Dwi Nusanti mencoba

membandingkan antara peran Polisi umum dengan peran Polisi syariat

Islam, yang dilakukan oleh WH.

Hasil penelitian ini menunjukkan posisi Lembaga Kepolisian adalah

sebagai alat negara penegak hukum yang bertanggung jawab kepada

presiden untuk mengamankan negara dan masyarakat dari ancaman

orang-orang yang tidak bertanggung jawab, melakukan penyidikan

terhadap kejahatan, mengawasi aliran kepercayaan yang membahayakan

masyarakat dan negara serta melakukan tugas khusus lain yang

ditentukan dalam suatu peraturan negara. Jadi sebenarnya lembaga

kepolisian adalah Undang-Undang yang hidup. Karena seorang polisi dan

uniform yang dipakai adalah UndangUndang,dimana petunjuk dan

keputusan seorang polisi harus dipatuhi, demi ketertiban umum yang luas.

Berbeda dengan Lembaga Kepolisian, Wilayatul Hisbah mempunyai

posisi tersendiri, yakni sebagai jantung dalam Dinas Syariat Islam yang

sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan Dinas ini menegakan

syariat sebab Wilayatul Hisbah di Aceh adalah cermin pelaksanaan

syariat Islam dan merupakan lembaga yang mengawasi implementasi

22
syariat atau disebut “ shari’at police” Kedudukannya berada di tengah-

tengah antara hukum kehakiman dan madzalim (pengadilan).

Karena Wilayatul Hisbah adalah Lembaga yang membantu tugas

Lembaga Kepolisian dalam mengawasi pelaksanaan syariat Islam secara

umum, mulai dari segi ibadah, muamalah, politik sosial dan budaya. Dan

seiring dengan perkembangannya sejarahnya lembaga ini masih banyak

yang melestarikan,seperti negara-negara timur tengah yaitu, Maroko,

Lebanon, jadi pada hakekatnya masyarakat luas, baik yang berada di

Indonesia maupun di daerah Aceh, setuju dengan adanya Lembaga

Kepolisian dan Wilayatul Hisbah sebagai lembaga pembina dan

pengawas tentang aturan aturan yang sudah berlaku dalam

pemerintahan.37

2. Oriza Muhazirah di UIN Ar-Raniry Banda Aceh pada tahun 2018.“Upaya

Tokoh Masyarakat dalam Menerapkan Gampong Syariah di Gampong

Beurawe Kota Banda Aceh”.dalam penelitian ini Oriza Muhaziah untuk

mendalami bagaimana peran Tokoh Masyarakat dalam menerapkan

Gampong Syariah di Gampong Beurawe Kota Banda Aceh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya tokoh masyarakat dalam

menerapkan gampong syariah di Gampong Beurawe adalah dengan

mengajak dan menghimbau masyarakatnya untuk melaksanakan shalat

berjamaah di mesjid setiap waktu shalat, mengingatkan masyarakat agar

menutup aurat, menjauhi maksiat disampaikan melalui ceramah atau


37
Listiani Dwi Nusanti “Lembaga Kepolisian dalam Perspektif Hukum Islam (Kajian
Posisi Wilayatul Hisbah di Nanggroe Aceh Darussalam)” Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta: 2009

23
pengajian di mesjid, membentuk pageu gampong untuk mengontrol

masyarakat dari berbuat kemaksiatan. Indikator keberhasilan gampong

syariah yang diterapkan di Gampong Beurawe pada bidang sosial

keagamaan, bidang sosial ekonomi, bidang sosial budaya, dan bidang

sosial kemasyarakatan yang menjadi contoh bagi masyarakat luar lainnya,

namun realitanya hanya sebagian masyarakat yang menerapkan

pelaksanaan tersebut. Kendala dalam menerapkan gampong syariah di

Gampong Beurawe yaitu kurangnya pengawasan yang tegas dan

kesadaran masyarakat dalam menerapkan syariat Islam secara kaffah.38

3. Khaidar Ikhsan di UIN Ar-Raniry Banda Aceh pada tahun 2019. “Peran

Aparatur Gampong dalam Pencegahan Khalwat (Studi di Mukim

Lambaroh Kecamatan Peukan Bada Kab. Aceh Besar). Dalam penelitian

ini Khaidar Ikhsan karena Khalwat yang terjadi di daerah Pemukiman

Lambaroh Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar akhir-akhir

ini makin meningkat, salah satunya disebabkan oleh kurangnya penjagaan

di Gedung Evakuasi Bencana Tsunami yang terletak di Gampong

Payatieng yang dijadikan tempat untuk berkhalwat oleh pasangan-

pasangan yang belum menikah. Amat besar peran Aparatur Gampong

dalam melakukan pencegahan terhadap khalwat yang terjadi di

Pemukiman Lambaroh Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar,

dilihat dari banyaknya fenomena yang terjadi di pemukiman ini dan

Oriza Muhazirah, “Upaya Tokoh Masyarakat dalam Menerapkan Gampong Syariah di


38

Gampong Beurawe Kota Banda Aceh” Skripsi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh 2018

24
kesemuanya berhubungan dengan khalwat.39

Hasil penelitian ini menunjukkan Peran aparatur gampong dalam

pencegahan khalwat dengan memberi sanksi untuk pelaku khalwat serta

memberikan bimbingan kepada pelaku dan warga tentang sanksi dari

perbuatan khalwat. Selain itu aparat gampong juga mengadakan

pengajian rutin agar warga gampong lebih mengerti tentang agama,

sehingga dapat menjauhi perbuatan khalwat karena itu hal yang dilarang

Allah SWT.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah

lembaga yang dipakai sebagai objek yang diteliti yaitu atau Syariat Islam.

Sedangkan perbedaannya adalah fokus penelitian tentang peran Pageu

Gampong dalam Penegakan Syariat Islam di Kota Langsa. Untuk lebih

jelasnya, berikut ini merupakan tabel perbedaan penelitian terdahulu

dengan penelitian ini:

Tabel 1.1

Persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu

No Nama Judul Perbedaan


1. Listiani Dwi Nusanti “Lembaga Kepolisian Penelitian ini

dalam Perspektif Hukum berisi tentang

Islam” (Kajian Posisi “Peran Pageu

Wilayatul Hisbah di Gampong dalam

Nanggroe Aceh Menjaga Pengakan

39
Khaidar Ikhsan, “Peran Aparatur Gampong dalam Pencegahan Khalwat (Studi di
Mukim Lambaroh Kecamatan Peukan Bada Kab. Aceh Besar), Skripsi, UIN Ar-Raniry Banda
Aceh 2019.

25
Darussalam). Syariat Islam di

Kota Langsa”
2. Oriza Muhazirah “Upaya Tokoh Penelitian ini

Masyarakat dalam berisi tentang

Menerapkan Gampong “Peran Pageu

Syariah di Gampong Gampong dalam

Beurawe Kota Banda Menjaga Pengakan

Aceh.” Syariat Islam di

Kota Langsa”

3. Khaidar Ikhsan “Peran Aparatur Penelitian ini

Gampong dalam berisi tentang

Pencegahan Khalwat “Peran Pageu

(Studi di Mukim Gampong dalam

Lambaroh Kecamatan Menjaga Pengakan

Peukan Bada Kab. Aceh Syariat Islam di

Besar). Kota Langsa”

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memperjelas pembahasan dalam membuat proposal ini maka

penulis menyusun sistematika pembahasan ke dalam lima bab, yang

masing-masing terdiri dari beberapa pasal, yang ditulis secara sistematis

agar dapat memberikan pemahaman yang mudah untuk dimengerti.

26
Bab I merupakan pendahuluan, di dalam pendahuluan ini penulis

memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat Penelitian, kerangka pemikiran, batasan istilah, dan sistematika

pembahasan.

Bab II merupakan tinjauan teoritis tentang Pageu Gampong yang dibagi

menjadi dua perspektif yaitu 1. perspektif islam dan 2. perspektif qanun yang

membahas pengertian, tujuan, fungsi dan wewenang Pageu Gampong.

Bab III merupakan Data-data yang didapat seperti Profil Gampong dan

Data Pelanggaran Syariat Islam

Bab IV merupakan hasil penelitian. Pada bab ini penulis

membahas tentang pandangan masyarakat Desa Serambi Indah tentang tugas,

fungsi dan wewenang dalam menegakkan Syariat Islam. Bagaimana Pageu

Gampong dalam menegakkan syariat islam di tengah-tengah Masyarakat

Desa Serambi Indah.

Bab V merupakan penutup. Pada bab ini, penulis menulis

beberapa kesimpulan dan saran-saran yang penulis anggap perlu bagi

aparatur Gampong di Kota Langsa.

27
BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG PAGEU GAMPONG

A. Pageu Gampong

1. Pengertian Pageu Gampong di Aceh

Pageu gampong adalah sebuah tradisi budaya yang hidup dalam

masyarakat aceh, tradisi ini merupakan warisan leluhur yang terus dijaga dan

dilaksankan secara turun-temurun hingga dewasa ini. Pelaksanaan tradisi ini

merupakan salah satu cerminan perilaku masyarakat Aceh dalam menjaga

ketentraman lingkungannya masing-masing. 40

Pageu gampong pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan

sekolompok masyarakat gampong, dalam rangka mengantisipasi terjadinya hal-

hal negatif yang dapat merusak tatanan dan ketentraman serta ketertiban

kehidupan masyarakat gampong. Dengan kata lain pageu gampong adalah upaya

yang dilakukan masyarakat gmpong secara bersma-sama dalam menjaga nama

40
Muhammad Hakim Nyak Pha, Adat dan Penegakan disiplin Masyarakat, dalam Buletin
Haba, No. 13 Th. III, Edisi Januari-Maret, 2000, hal.10

28
baik dan marwah gampong, sehingga gampong mereka tetap di hormati dan

dihargai dalam pergaulan sosial kemasyarakatan oleh masyarakat/tetangga

gampong lainnya. Dalam pageu gampong terdiri dari Geuchik, sekdes, tuha peut,

tuha lapan, tokoh adat dan ketua pemuda.41

Manusia, walaupun pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun dia

mempunyai naluri untuk hidup dengan orang lain, naluri mana

dinamakan gregarousness. Di dalam hubungan antara manusia dengan

manusia lain, yang penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-

hubungan tadi. Reaksi tersebutlah yang menyebabkan bahwa tindakan seseorang

menjadi semakin luas. Hal ini terutama disebabkan oleh karena keinginannya

untuk menjadi satu dengan manusia lain yang berada disekelilingnya yaitu

masyarakat, dan keinginannya untuk menjadi satu dengan suasana alam

sekelilingnya.

Kesemuanya itu menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau sosial

group di dalam kehidupan manusia. Kelompok-kelompok sosial tadi merupakan

kesatuan- kesatuan manusia yang hidup bersama.42 Karena adanya hubungan

diantara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal

balik yang saling pengaruh mempengaruhi dan juga kesadaran untuk saling tolong

menolong yang berjalan secara dinamis dalam segala aspek kehidupan. 43

Interaksi-interaksi sosial yang dinamis tersebut lama kelamaan karena

pengalaman, menjadi nilai-nilai sosial yaitu konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup

41
ibid
42
Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh ( LAKA), 1990, Pedoman Umum Adat Aceh.
Edisi I, Banda Aceh, hal.50
43
Kaoy Syah, Muhammad, 2000, Keistimewaan Aceh Dalam Lintasan Sejarah. PB.
Al-Jami‟iyatul Washliyah, Jakarta, hal.22

29
di dalam alam pikiran bagian terbesar warga masyarakat tentang apa yang

dianggap baik (sehingga harus diikuti), dan apa yang tidak baik (sehingga harus

ditinggalkan) di dalam pergaulan hidup. Nilai-nilai sosial tersebut biasanya telah

berkembang sejak lama dan telah mencapai suatu kemantapan dalam jiwa

bagian terbesar warga masyarakat dan dianggap sebagai pedoman atau

pendorong bagi tata kelakuannya. Nilai-nilai sosial yang abstrak tersebut

mendapatkan bentuk yang kongkrit di dalam kaedah-kaedah yang merupakan

bagian dari kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.44

Untuk menjaga tetap berlangsungnya kedinamisan yang berupa ketertiban

dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat pendesaan

(gampong), mereka membentuk dan menghidupkan lembaga pengendalian sosial

atau lembaga kontrol sosial informal yang kuat semisal tradisi/lembaga pageu

gampong dalam masyarakat aceh. Lembaga/ tradisi adat seperti ini menjadi

panduan/tuntunan bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Adanya

lembaga kontrol sosial informal ini, membuat masyarakat desa tidak begitu

mementingkan suatu sistem hukum yang formal. Melibatkan lembaga hukum

formal dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul di tengah masyarakat

desa, menurut mereka hanya akan memperluas persengketaan dengan melibatkan

pihak lain. Oleh karena itu bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang masih

sederhana dan homogen sifatnya seperti dalam perseketuan masyarakat

pendesaan, ada kecenderungan untuk menyelesaikan konflik di antara mereka

sendiri. 45
44
Ibid
45
Lembaga Adat 2003, Pemberdayaan Adat Aceh dan Berbagai Masalah, Bahan
pelatihan pada PPISB Unsyiah Banda Aceh, hal.110

30
Lembaga kontrol sosial informal yang hidup dan berkembang

dalam masyarakat dapat dikatakan sebagi hukum adat. Ini terlihat dari

cara-cara penyelesaian konflik dan kontrol sosial yang dijalankannya. Dalam

hukum adat masyarakat dipandang sebagai paguyuban artinya sebagai satu

hidup bersama, dimana manusia memandang sesamanya sebagai tujuan, sehingga

dalam menghadapi sesamanya dilakukan dengan perasaannya, dengan segala

sentimennya, sebagai cinta, benci, simpati, antipasti dan sebagainya. Oleh

karenanya masyarakat adat bersedia untuk menyelesaikan segala perselisian

dengan perukunan, perdamaian dan kompromis.46

Kedua hal di atas, yaitu melakukan kontrol sosial dan usaha untuk

mempertahankan diri atau menjaga nama baik diri serta lingkungan secara

kolektif dalam kehidupan kelompok masyarakat, merupakan usaha yang

dilakukan secara bersama-sama untuk menciptakan keharmonisan, ketertiban dan

ketentraman. Sehingga terciptanya keseimbangan dalam kehidupan masyarakat

adat.47

Majelis Adat Aceh (MAA) melalui pemerintah kota Banda Aceh tentang

pembinaan adat istiadat gampong/mukim guna melakukan sosialisasi dan

pembinaan tentang upaya yang dapat dilaksanakan untuk membangun daya

ketahanan gampong/mukim dengan tema “peukong pageu gampong“

memberikan seruan bersama. Dalam seruan MAA diantaranya yang

memperhatikan dan mencermati berbagai perkembangan dan issu-issu aliran

46
Lembaga Adat Dan Kebudayaan Aceh ( LAKA ), 1990, Pedoman Umum Adat Aceh,
Edisi I, Banda Aceh, hal.224
47
Lembaga Adat 2003, pemberdayaan Adat Aceh dan Berbagai Masalah, Bahan
Pelatihan pada PPISB Unsyiah, Banda Aceh, hal.78

31
sesat /pedangkalan akidah pembagian buku-buku kristenisasi, dapat mengancam

kehidupan kesejahteraan masyarakat atau generasi muda Aceh ke depan, oleh

karena itu MAA memberikan seruan, diantaranya: 48

1. Memelihara kehidupan nilai-nilai adat dalam lingkungan kekeluargaan

dan masyarakat gampong, salah satu point antaranya adalah “perangkat

gampong perlu mengawasi secara kontinyu terhadap pelaksanaan

ketertiban warung kopi, yang berada dalam wilayah gampong untuk wajib

menyesuaikan diri dengan kehidupan adat istiadat setempat.

2. Memelihara dan membangun nilai-nilai adat dilingkungan yang hijau,

bersih dan makmur, salah satu pointnya adalah “untuk menghindari dosa

dan menjaga mutu / kualitas tidak di benarkan berkata bohong dalam jual

beli, seperti buah-buahan dan lain-lain, yaitu buahan yang muda dikatakan

sudah tua atau matang atau masak”.

3. Membangkitkan kembali semangat kebersamaan harkat martabat di

gampong atau mukim untuk terwujudnya masyarakat aman dan damai, dan

sejahtera. Maka salah satu pointnya adalah “meningkatkan pendidikan

akhlak / budi pekerti dan sopan santun dalam pergaulan keluarga dan

masyarakat untuk menumbuh kembangkan kembali (rasa malu) yang

selama ini sudah memudar.

4. Penguatan kapasitas ketokohan dalam masyarakat gampong. Salah satu

pointnya adala “ hendaknya perangkat gampong secara kontinyu

mendapatkan peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan

pelatihan serta peningkatan kesejahteraan.


48
Http ; Majelis Adat Aceh (MAA).

32
Agar dakwah dapat mencapai sasaran-sasaran strategis jangka panjang,

maka tentunya di perluaskan suatu sistem manajerial komunikasi baik dalam

penataan perkataan maupun perbuatan yang dalam banyak hal sangat relevan

dan terkait dengan nilai-nilai keislaman, dengan adanya kondisi seperti itu maka

para da’i harus mempunyai pemahaman yang mendalam bukan saja

menganggap bahwa dakwah dalam frame “amar ma’ruf nahi munkar”, hanya

sekedar menyampaikan saja melainkan harus memenuhi beberapa syarat, di

antarnya mencari materi yang cocok, mengetahui psikologis objek dakwah secara

tepat, menggunakan bahasa yang bijaksana dan sebagainya.

2. Tradisi Pageu Gampong

Tradisi pageu gampong sebagai cerminan adanya rasa persatuan dan

kekompakan masyarakat gampong, sudah ada sejak lama dan mendarah daging

dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh secara keseluruhan. 49 Dapat

dikatakan tradisi pageu gampong sudah menjadi Adat yang sulit untuk

dihilangkan dari kehidupan masyarakat Aceh, tradisi ini terus dipertahankan

dan dilaksanakan oleh seluruh komponen masyarakat Aceh di gampong-

gampong sampai dewasa ini.

Pageu gampong pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan

sekolompok masyarakat gampong, dalam rangka mengantisipasi terjadinya hal-

hal negatif yang dapat merusak tatanan dan ketentraman serta ketertiban

kehidupan masyarakat gampong. dengan kata lain, pageu gampong adalah upaya

yang dilakukan masyarakat gampong secara bersama-sama dalam menjaga nama


49
Alfian (ed), 1977, Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, LP3ES, Jakarta, hal.90

33
baik dan marwah gampong, sehingga gampong mereka tetap dihormati dan

dihargai dalam pergaulan sosial kemasyarakatan oleh masyarakat/tetangga

gampong lainnya.

Menjaga nama baik gampong menjadi tanggung jawab kolektif dari semua

penduduk atau komponen masyarakat gampong, mulai dari anak-anak sampai

dengan orang yang sudah tua.50 Meskipun tradisi ini merupakan tanggung jawab

kolektif, namun pada hakekatnya pelaksanaan tradisi ini tetap dimulai dari

individu-individu masyarakat yang ada dalam gampong. Hal ini disimpulkan

karena setiap individu harus menjaga nama baiknya sendiri, dan juga nama

baik keluaraganya masing- masing.

Tradisi ini merupakan cerminan kepribadian orang Aceh yang

sesungguhnya (kekhasannya), dimana tradisi ini pada dasarnya meletakkan

kedudukan harga diri martabat pada posisi yang sangat tinggi dan dihormati,

karena hal ini sejalan dengan ajaran islam dan adat budaya orang Aceh yang

sangat meninggikan harkat martabatnya sekalipun dia tidak punya apa-apa.

Tetapi harga diri tetap diatas segalanya yang harus dipertahankan bagi orang

Aceh, baik harga diri sendiri maupun harga diri kawoem (golongan).51

3. Bentuk-Bentuk Pageu Gampong di Aceh

a. Ketentuan Umum

Pasal 1 dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2003 ini dimaksudkan dengan : 52

50
Drs. Rusdi Sufi, Budaya Masyarakat Aceh. Cetakan pertama 2004. hal.45
51
Djojodiguno. M.M, 1958, Menyandera Hukum Adat, Yayasan penerbit UGM,
Jogjakarta, hal. 69.
52
Www.bphn.go.id/data/documents/03pdaceh005

34
1. Kabupaten dan Kota, adalah Kabupaten dan Kota dalam Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Bupati dan Walikota, adalah Bupati dan Walikota dalam Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten dan Kota, adalah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten dan Kota dalam Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Kecamatan, adalah perangkat Daerah Kabupaten dan Kota, yang dipimpin

oleh Camat.

5. Mukim atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Yang terdiri atas gabungan beberapa

Gampong yang mempunyai batas-batas wilayah tertentu dan harta

kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah Kecamatan, yang

dipimpin oleh Imeum Mukim;

6. Gampong atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung berada di bawah

Mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu, yang dipimpin

oleh Keuchik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan urusan rumah

tangganya sendiri;

7. Tuha Peuet Gampong atau nama lain, adalah Badan Perwakilan Gampong

yang terdiri dari unsur ulama, tokoh adat, pemuka masyarakat dan cerdik

pandai yang ada di Gampong;

8. Reusam Gampong atau nama lain adalah aturan-aturan, petunjuk-petunjuk,

35
adat istiadat yang ditetapkan oleh Keuchik setelah mendapat persetujuan

Tuha Peuet Gampong;

9. Pemerintah Gampong, adalah Keuchik dan Teungku Imeum Meunasah

beserta Perangkat Gampong; 10. Pemerintahan Gampong, adalah

penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Gampong dan Tuha Peuet Gampong.

b. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Wewenang Gampong

Qanun Aceh no 10 tahun 2008 tentang lembaga Adat dan Qanun

Aceh no 09 tahun 2008 tentang pembinaan kehidupan Adat dan Adat

Istiadat.

Pasal 2 Gampong merupakan organisasi pemerintahan terendah

yang berada di bawah Mukim dalam struktur organisasi pemerintahan

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Pasal 3 Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan

pemerintahan, melaksanakan pembangunan, membina masyarakat dan

meningkatkan pelaksanaan Syari’at Islam.

Pasal 4 untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,

Gampong mempunyai fungsi: 53

1. Penyelenggaraan pemerintahan,

Baik berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan urusan tugas

pembantuan serta segala urusan pemerintahan lainnya yang berada di

Gampong;

53
Qanun Aceh no 10 tahun 2008 tentang lembaga Adat dan Qanun Aceh no 09 tahun
2008

36
2. Pembangunan,

Baik pembangunan fisik dan pelestarian lingkungan hidup maupun

pembangunan mental spiritual di Gampong;

3. Pembinaan kemasyarakatan di bidang pendidikan, peradatan, sosial

budaya, ketentraman dan ketertiban masyarakat di Gampong;

4. Peningkatan pelaksanaan Syari‟at Islam;

5. Peningkatkan percepatan pelayanan kepada masyarakat;

6. Penyelesaian persengketaan hukum dalam hal adanya

persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan adat

istiadat di Gampong.

c. Bentuk dan Susunan Pemerintahan Gampong di Aceh

Bentuk dan susunan pemerintah gampong berdasarkan pasal-pasal

yang berlaku sebagai berikut:54

1. Bagian kesatu umum

Pasal 9 : Di Gampong dibentuk pemerintah Gampong dan Tuha Peut

Gampong, yang secara bersama-sama menyelenggarakan pemerintahan

Gampong.

Pasal 10 : Pemerintah Gampong terdiri dari Keuchik dan Imeum

Meunasah beserta perangkat Gampong.

2. Bagian kedua Keuchik

Pasal 11 : Keuchik adalah kepala badan eksekutif Gampong dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Gampong.


54
ibid

37
Pasal 12 : (1) tugas dan kewajiban Keuchik adalah :

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan Gampong.

b. Membina kehidupan beragama dan pelaksanaan Syari’at Islam dalam

masyarakat.

c. Menjaga dan memelihara kelestarian adat dan adat istiadat, kebiasaan-

kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

d. Membina dan memajukan perekonomian masyarakat serta

memelihara kelestarian lingkungan hidup.

e. Memelihara ketentraman dan ketertiban serta mencegah munculnya

perbuatan maksiat dalam masyarakat.

f. Menjadi hakim perdamaian antar penduduk dalam Gampong.

g. Mengajukan rancangan Reusam Gampong kepada Tuha Peuet

Gampong untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan

menjadi Reusam Gampong.

h. Mengajukan rancangan anggaran pendapatan belanja Gampong kepada

Tuha Peuet Gampong untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya

ditetapkan menjadi anggaran pendapatan belanja Gampong.

i. Keuchik mewakili Gampongnya di dalam dan di luar Pengadilan dan

berhak menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya.

B. Pageu Gampong Dalam Perspektif Islam

Pageu gampong sebagai suatu istilah terdiri dari dua kata yakni “Pageu”

dan “Gampong”. Pageu artinya pagar dan Gampong artinya Kampung sebagai

38
suatu kesatuan masyarakat.55

Secara harfiah Pageu Gampong artinya adalah pagar kampung. Pageu

Gampong disini tidak berarti membuat pagar kampung atau menunjuk sejumlah

orang untuk menjadi satpamnya kampung. Pemahaman Pageu Gampong adalah

sebagai suatu sistem tata kehidupan bersama yang bersifat protektif untuk

mengantisipasi dan menyelesaikan persoalan kemasyarakatan.56

Berdasarkan batasan pengertian Pageu Gampong tersebut di atas, dapat

diketahui bahwa ada dua konsep Pageu Gampong yaitu sebagai sistem preventif

dan Pageu Gampong sebagai sistem penyelesaian masalah (represif). Kedua

konsep ini diimplementasikan dalam wujud :

a. Membangun kebersamaan dan menciptakan rasa memiliki satu sama lain.

b. Mengembalikan keseimbangan dan keharmonisan masyarakat.

1. Pageu Gampong Sebagai Sistem Preventif

Pageu Gampong sistem preventif diimplementasikan dalam wujud

membangun kebersamaan dan menciptakan rasa memiliki satu sama lain.

Dalam masyarakat Adat Aceh, sebagaimana masyarakat Adat lainnya, hal ini

sangat memungkinkan dilakukan, karena salah satu corak dari kehidupan

masyarakat Adat adalah bercorak kolektifitas. 57 Dalam kehidupan bersama, maka

kepentingan bersama merupakan hal yang harus diperhatikan, disamping

kepentingan individual. Sering terdengar ungkapan dalam kehidupan masyarakat


55
Abdurrahman, SH.,M.HUM, Peradilan Adat di Aceh. Cetakan Pertama : 2009, hal.100
56
Ibid hal. 100
57
Abdurrahman, SH.,M.HUM, Peradilan Adat di Aceh. Cetakan Pertama : 2009, hal.11

39
Aceh :

“Teulong meunolong sabei keudroe droe, tapeukong nanggroe sabei

syedara”

Ungkapan ini secara harfiah artinya adalah “tolong menolong sesama,

memperkuat negara sesama saudara”. Ungkapan ini memperlihatkan corak

komunalnya masyarakat Aceh. Hidup ini adalah tidak sendiri, disamping

menjalani kehidupan individual dituntut adanya kepedulian sosial terhadap

sesama.

2. Pageu Gampong Sebagai Sistem Penyelesaian Masalah (Represif)

Pageu Gampong sebagai sistem penyelesaian masalah (represif) di

maksudkan untuk mengembalikan keseimbangan dan keharmonisan masyarakat

yang terganggu.

Sistem ini tercermin dalam pelaksanaan penyelesaian masalah

kemasyarakatan secara Adat, seperti penyelesaian sengketa atau perkara antara

anggota masyarakat secara Adat. Sistem penyelesaian perkara secara adat ini

lazim disebut dengan peradilan adat, yakni peradilan penyelesaian sengketa secara

damai.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh sangat memegang teguh

pada Adat-istiadatnya yang bersendikan syar’at islam seperti ungkapan dibawah

ini:

“Adat bak Poeteumeureuhom, Hukom bak Syiah kuala,Qanun bak putroe

Phang Reusam bak Lakseumana” Adat ngon hukom lagee zat ngon sifeut mandua

40
nyan hanjeut tapisah teuma”58.

Berdasarkan ungkapan tersebut masyarakat Aceh yang identik dengan

masyarakat agamais dan religius sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan

budaya, sehingga dalam setiap kegiatan baik yang menyangkut dengan ekosistem

alam, turun kesawah, berkebun, pergi kegunung, menangkap ikan dan

kegiatan/sosial lainnya selalu dikaitkan dengan adat-istiadat yang selalu diikat

dengan larangan atau pantangan yang kalau dilanggar akan ada sanksinya.

Dewasa ini masyarakat terutama generasi muda tidak mengetahui ada

pantangan atau larangan yang telah ditentukan dalam Adat-Istiadat. Hal

ini disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat atau para generasi muda

terjerumus pada perbuatan-perbuatan, perkataan atau tingkah laku yang tidak

sesuai dengan tatanan Adat-Istiadat.

Adat berasal dari bahasa Arab “a’dadun” artinya berbilang,

mengulang, berulang-ulang dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan. Sesuatu

kebiasaan yang terus menerus dilakukan dalam tatanan perilaku masyarakat Aceh

dan berlaku tetap sepanjang waktu, disebut dengan “adat”.59

Misalnya adat khanduri maulid Nabi Muhammad SAW, sepanjang bulan

Rabi‟ul Awal, Rabi‟ul Akhir, Jumadil Awal dan Jumadi Akhir. Adat khanduri

menyambut Nuzulul Qur‟an pada bulan Ramadhan. Adat-istiadat yang bernilai

agama , misalnya upacara khitan sunnah rasul, hakikah, qurbeun, khatam Qur‟an

dan lain-lain.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh sangat memegang teguh


58
H.Modh. Hamzah, S.H. Panduan Adat Istiadat, Cetakan pertama : 2008, hal.30
59
H.Badruzzaman ismail, SH, M.HUM, Panduan Adat dalam Masyarakat Aceh. Cetakan
Pertama : 2009, hal.150

41
pada tatanan Adat-Istiadat, pelaksanaan prosesi adat sebahagian besar tidak

mengerti lagi terutama para pemuda bahkan sebahagian besar telah ditinggalkan

karena dianggap tidak sesuai dengan budaya yang berkembang saat ini.

Pemahaman yang demikian mengakibat akan mematikan tatakrama Adat Istiadat

yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Aceh.

Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin.60 Dimana ajarannya

diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan Ajaran islam dapat

berpengaruh bagi umat manusia dalam segala ruang lingkup kehidupannya, tidak

memandang perbedaan ras, suku, warna kulit maupun kebangsaan. Hal ini dapat

dilihat dalam historisitas islam itu sendiri bahwa proses syiar islam telah mampu

menyatukan masyarakat semenanjung arab hingga hampir seluruh penduduk

dunia dengan latar belakang perbedaan historis maupun psikologis. Mayoritas

umat manusia sebagai penduduk dunia mempunyai perbedaan latar belakang

ruang dan waktu memiliki hubungan yang relevan antara ajaran islam terhadap

segala segi kehidupan manusia hingga saat ini. Sebagaimana misi ajaran islam

sendiri bersifat universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, di

mana pun dan kapan pun ia berada.

Perkembangan agama islam ke seluruh penjuru dunia tiada lain melalui

perjuangan dakwah. Peranan dakwah ini dapat berjalan dengan memfungsikan

kekhalifahan manusia di muka bumi ini sebagai para pengembang misi

mensosialisasikan nilai-nilai islam kepada seluruh umat manusia dalam

mewujudkan cita-cita rahmatan lil’alamin. 61 Hal ini selaras dengan perintah


60
Sayyid Muhammad Thantawi, Adab Al-Khiwar Fil Islam, dar al-nadhah, mesir,
diterjemahkan oleh suheri misrawi dan zamroni kamal, ( Jakarta : 200), Cet. Ke-1, hal.5
61
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta : Rajawali Press, 2011,hal. 8

42
berdakwah adalah kewajiban, sebagaimana tercantum dalam Qs. Ali imran :104:

Artinya:“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah

dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Perintah tersebut dilakukan dengan membawa Risalah Islam yang

terkandung nilai-nilai humanis bagi umat manusia yang bersifat universal, mampu

mengikuti perkembangan zaman dalam bingkai perubahan sosial. Diantara hakikat

dakwah islam adalah merupakan manifestasi rahmatan lil’alamin, yaitu

sebagai upaya menjadikan sumber konsep bagi manusia di dunia ini di dalam

meniti kehidupannya. 62

a. Pertama, upaya menerjemahkan nilai-nilai normatif islam yang global

menjadi konsep-konsep operasional disegala aspek kehidupan

manusia.

b. Kedua, upaya mewujudkan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan

aktual, baik pada individu, keluarga maupun masyarakat.

Hal ini perlu dilakukan melihat kondisi perkembangan peradaban manusia

yang menyangkut segala kehidupan, yakni politik, sosial, ekonomi, budaya serta

perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang selalu berubah.

Islam hadir di Bumi Nusantara ini penyebarannya melalui kegiatan

dakwah sebagai upaya transformasi nilai-nilai ajarannya dilakukan dengan

damai, baik melalui para pedagang muslim atau perkawinan dengan masyarakat

pribumi serta peranan para ulama sebagai muballigh. Ajaran islam mampu

62
Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safei, Metode Penelitian Dakwah, Bandung :
Pustaka Setia, 2003, hal.113

43
memikat para penduduk pribumi karena dengan mudah dipelajari dan diamalkan.

Misalnya, konsep kejujuran dalam berdagang membawa pengaruh besar dalam

bidang ekonomi, konsep cuci kaki (bersuci) ketika memasuki tempat ibadah

mengajarkan kebersihan, dan dalampraktik-praktik yang lain.63

Keberadaan Islam di Nusantara dengan keanekaragaman kultural (budaya)

dalam masyarakat telah banyak dijadikan sebagai media pendekatan dakwah.

Keterkaitan dakwah islam dengan kultur sangat erat karena ajaran Islam telah

menjadi bagian budaya, sedangkan budaya diadopsi oleh islam untuk diluruskan

praktik pelaksanaannya berdasarkan hukum syariat islam. Hal tersebut dapat

ditemukan di berbagai wilayah nusantara, dari sabang sampai merauke memiliki

hubungan erat antara dakwah dan budaya. Sebagaimana penyebaran islam

melalui pendekatan budaya telah menjadi bukti islam telah menjadi agama

mayoritas yang dianut oleh penduduk negara indonesia.

C. Teori Peran Dalam Dalam Kajian Sosilogi Hukum

1. Pengertian Peran

Peran adalah kumpulan dari perilaku yang secara relatif homogen dibatasi

secara normatif dan diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang

diraihnya ataupun diberikan dalam konteks hidup bermasyarakat.64

Setiap peran yang ada dalam masyarakat diperankan oleh masing-masing

individu, bagi mereka yang berhasil pasti ada imbalannya dan bagi mereka yang

63
Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur‟an dan Hadits, Jakarta
: RajaGrafindo Persada, 2000, hal.26
64
Marlin M. Friedman,et.al, Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktik,
Edisi kelima, Alih Bahasa: Achir Yani S. Hamid.et. al (Jakata: EGC, 2014), h. 298

44
gagal pasti ada hukumannya. Menurut Schneider sebagaimana yang dikutip oleh

Junidar Hasan et.al menjelaskan bahwa ada empat kategori untuk tujuan-tujuan

utama dari tujuan yang digeneralisasi yang disediakan oleh peran dan diharapkan

dapat deperankan oleh orang dan berfungsi untuk menarik orang dalam peran ini,

antaranya sebagai berikut:65

a. Tujuan Instrumental, tujuan ini dimaksudkan bahwa dengan memainkan

suatu peran maka ada kesempatan untuk mencapai tujuan lain. Misalnya

Dari segi lain tujuan ini merupakan satu bentuk paksaan dimana sipelaku

harus memainkan peran tertentu jika ingin memperoleh

kebutuhankebutuhan lain. Misalnya seorang buruh pabrik yang

berpendidikan rendah digaji dengan upah yang rendah namun tetap bekerja

karena tanpa melakukan hal tersebut maka ia tidak bisa untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya.

b. Penghargaan, tujuan yang digeneralisasi oleh peran ini adalah mendapat

kesempatan untuk dihargai. Penghargan ini dimaksudkan dengan suatu

perasaan dihormati, dinilai oleh orang lain sebagai yang penting. Orang

yang dianggap penting sangat berbeda antara individu yang satu dengan

yang lainnya atau kelompok yang satu dengan yang lainnya. Penghargaan

yang diberikan sangat penting dalam menentukan moral orang yang

memainkan peran itu.

65
Hasan et.al, Sosiologi Indonesia (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h.24.

45
c. Rasa aman, tujuan yang dimasudkan dapat memberikan rasa aman secara

ekonomi, sosial atau psikologis. Misalnya peran seorang angkatan

bersenjata bisa memberikan rasa aman secara ekonomis dan psikologis.

d. Respon, tujuan yang digeneralisasi yang keempat ialah kesempatan yang

diberikan peran-peran tertentu untuk membentuk hubungan sosial yang

memuaskan dimana orang merasa yakin akan kesinambungan respon-

respon yang menyenangkan dari orang-orang yang penting baginya.

2. Peran Sosial

Peran adalah kata yang tidak asing lagi kita dengar dan diucapkan oleh

masyarakat dalam pergaulannya setiap hari meskipun kata tersebut kadang tidak

dipahami oleh semua orang. Peranan terbagi menjadi dua diantaranya:66

1. Peranan sosial adalah pengharapan-pengharapan kemasyarakatan (sosial)

tentang tingkah laku dan sikap yang dihubungkan dengan status tertentu

tanpa menghiraukan kekhususan orang yang mendukung status itu.

2. Kedua peranan perseorangan (individu) yaitu pengharapan-pengharapan

tingkah laku di dalam status tertentu yang berhubungan erat dengan sifat-

sifat khusus dari individu-individu itu sendiri. Peranan sosial merupakan

suatu bagan normal, dimana bagan ini sesuai dengan status individu di

dalam situasi tertentu. Walaupun demikian masih terdapat perbedaan-

perbedaan di dalamnya.

66
23 H. Abu Ahmadi, Psikologi Sosial Edisi Revisi(Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal.
106-7.

46
Peran sosial bisa diketahui oleh manusia kalau ia mempelajari dan

mengalaminya dalam masyarakat dengan jalan hidup bersama dengan masyarakat

lainnya. Sebab yang menentukan peranan sosial adalah diri kita sendiri dengan

pemufakatan atau tradisi. Jadi orang-orang yang menjadi anggota kelompok itulah

yang menentukan peranan social.67

67
David G. Myers, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hal 292.

47
BAB III

Kumpulan Data

A. Profil Gampong

Gampong Serambi Indah awalnya adalah komplek Perumahan yang

dibangun oleh Bank Tabungan Negara atau BTN yang lebih dikenal dengan nama

Komplek BTN Seuriget. Komplek BTN Seuriget ini terbagi dari beberapa blok

dari blok A sampai dengan blok M. Komplek BTN Seuriget ini tunduk ke 3

gampong yaitu Gampong Seuriget, Gampong Birempunitong dan Gampong Paya

Bujok Beuramoe. Yang tunduk ke Gapong Seuriget terdiri dari 3 blok, Blok A,

Blok B dan Blok C, yang tunduk ke Gampong Paya Bujok Beuramoe blok D, E

dan blok F sedangkan ynag tunduk ke Gampong Birempuntong adalah dari blok

G, H, I, J, K, L dan blok M.

Kemudian setelah adanya pemekaran maka seluruh blok ini menjadi satu

dan membentuk sebuah Gampong yang kemudian diberi nama Gampong Serambi

Indah sampai dengan saat ini.

Setelah terbentuk gampong dilakukanlah pemilihan Geuchik Gampong

Serambi Indah untuk pertama kalinya ditahun 2012 dan dimana Saudara TM.

Ridasha terpilih sebagai Gechik pertama di Gampong Serambi Indah. Pada tahun

2018 kemarin tepatnya bulan Februari 2018 dilakukan pemilihan kembali untuk

yang kedua maka terpilihlah Saudara Malikul Adil yang terpilih untuk

48
menggantikan Geuchik lama yang sudah berakhir masa jabatannya.

B. Data Pelanggaran Qanun Syariah di Kota Langsa

Berikut ini adalah data pelanggaran qanun Syariah di kota langsa pada

tahun 2017 s/d 2019 yang berdasarkan pada jumlah kasus yang berhasil di

tangani berdasarkan Qanun Syariah di Kota Langsa. 68

No Tahun 2017 2018 2019 Jumlah


1 Qanun Nomor : 11 516 292 280 1088 orang
Tahun 2002 orang orang orang
2 Qanun Nomor : 06 0 orang 5 orang 1 orang 6 orang
Tahun 2014
Qanun Nomor : 06 8 orang 10 orang 12 orang 20 orang
Tahun 2014
3 Qanun Nomor : 06 53 orang 43 orang 29 orang 125 orang
Tahun 2014
Jumlah 577 350 322
orang orang Orang

Berdasarkan hasil data yang didapat dari Dinas Syariat Islam di Kota

Langsa bahwasanya masih banyaknya tingkat pelanggaran pada qanun Nomor : 11

tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariát Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiár

Islam mencapai 1088 Orang, dan diikuti dengan qanun Nomor 06 Tahun 2014

tentang Khalwat, Ikhtilath dan Zina mencapai 125 orang.

1. Qanun Nomor : 11 Tahun 2002 : Pelaksanaan Syariát Islam Bidang

Aqidah, Ibadah dan Syariát Islam. Dalam qanun ini terdapat beberapa jenis

pelanggran diantaranya:

a. Penertiban pelaku busana muslim

68
Dinas Syariat Islam Kota Langsa Tahun 2019

49
b. penertiban pedagang makanan/ minuman pada bulan Ramadhan

2. QANUN NOMOR : 06 TAHUN 2014 : Minuman Khamar dan Sejenisnya.

Dalam qanun ini terdapat beberapa jenis pelanggran diantaranya:

a. Penertiban pelaku khamar

b. penertiban warung/ kios/ rumah sebagai tempat menjual minuman

keras

3. QANUN NOMOR : 06 TAHUN 2014 : Maisir (Perjudian). Dalam qanun

ini terdapat beberapa jenis pelanggran diantaranya:

a. Penertiban pelaku perjudian

b. penertiban warung/ kios/ rumah sebagai tempat perjudian

4. QANUN NOMOR : 06 TAHUN 2014 : Khalwat, Ikhtilath dan Zina.

Dalam qanun ini terdapat beberapa jenis pelanggran diantaranya:

a. Penertiban pelaku khalwat

b. peertiban penyelenggara/ penyedia/ mempromosikan fasilitas Jarimah

Khalwat

c. Penertiban pelaku Ikhtilath

d. Penertiban penyelenggara/ penyedia/ mempromosikan fasilitas

Jamariah Khalwat

e. Penertiban pelaku zina

50
BAB 4

HASIL PENELITIAN

A. Peran Pageu Gampong dalam Menjaga Penegakan Syariat Islam di

Kota Langsa

Setelah kita ketahui bahwasanya Pageu gampong merupakan sebuah

tradisi budaya yang hidup dalam masyarakat aceh, tradisi ini merupakan warisan

leluhur yang terus dijaga dan dilaksankan secara turun-temurun hingga dewasa

ini. Pelaksanaan tradisi ini merupakan salah satu cerminan perilaku masyarakat

Aceh dalam menjaga ketentraman lingkungannya masing-masing, terutama di

Kota Langsa yang telah menetapkan Peraturan Daerah atau Qanun yang wajib

dipatuhi oleh setiap masyarakat desa yang ada di Kota Langsa. Sebagaimana

disampaikan oleh Bapak Drs. H. Mursyidin Budiman selaku Ketua MAA Kota

Langsa, beliau mengatakan:

“jadi istilah pageu gampong ini itu seperti aparat gampong atau petugas
gampong untuk menjaga kelestarian adat istiadat dan syariat islam yakan
terutama syariat islam”69

Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa peran pageu

gampong sangat lah penting dalam menjaga kelestarian adat istiadat dan syariat

islam, namun berdasarkan hasil observasi peneliti masih ada terdapat desa yang
69
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Ketua MAA Kota Langsa pada
tanggal 15 Oktober 2020

51
belum menjalankan pageu gampong yaitu di Desa Serambi Indah Kec langsa baro.

Bahwasanya masih terdapat pelanggaran-pelanggaran yang terjadi didesa tersebut

seperti anak muda yang berduaan disaat jam malam atau melakukan mesum,

seperti yang disampaikan oleh kepala Desa Serambi Indah Bapak Malikul Adil

beliau mengatakan:

“Jadi begini peneguran ada, seperti orang pacaran yang melewati batas
waktu malam tetap ada peneguran agar tidak terjadinya hal hal yang
tidak diinginkan, dan apabila itu terjadi, seperti beberapa tahun lalu, ya
kita tangkap kita panggil geuchik gampongnya geuchik mana kita duduk
dulu kita selesaikan masalahnya di gampong”.70

Dan juga seperti yang di sampaikan Oleh Tuha Peut Desa Serambi Indah,

Bapak H. Abdul Djalil Ibrahim beliau mengatakan:

“Kalau masalah mesum tetap kami selesaikan di gampong, dan juga


pernah terjadi seperti pencurian beberapa waktu lalu, jadi ini baru
kejadian memang dibawa kemari dulu, dan apabila memang
permasalahan ini tidak bisa diselesaikan di tingkat gampong, maka kami
serahkan kepada pihak Dinas Syariat Islam ataupun WH (Wilayatul
Hisbah) untuk penyelesaiiannya”.71

Dan juga yang disampaikan oleh Pak Imam Desa Serambi Indah, Bapak

Ustadz Muhammad Yusuf Beliau mengatakan:

“Kita selesaikan dengan cara adat gampong itu dipanggil ditegur dikasih
pembinaan kalau memang berulang ulang nah ini baru nanti kita lapor ke
dinas syraiat islam dan ini memang harus kita selesaikan di gamong dulu
dan melibatkan perangkat desa imam tuhapeut kalau memang terjadi
permasalahan”72

70
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Kepala Desa Serambi Indah pada
tanggal 5 Oktober 2020
71
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Kepala Dinas Syariat Islam Kota
Langsa pada tanggal 13 Oktober 2020
72
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Kepala Desa Serambi Indah pada
tanggal 5 Oktober 2020

52
Berdasarkan hasil wawancara bahwasannya setiap terjadi pelanggaran

maka diselesaikan dulu di tingkat desa, dan untuk pengawasan itu sendiri sudah

ditetapkan oleh Desa terhadap masyarakat yang ditunjuk untuk menjalankan peran

Pageu Gampong. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Desa Serambi

Indah, Bapak Malikul Adil beliau mengatakan:

“Yang menjalankan pangawasan itu ada, dari masyarakat kita juga yang
ditugaskan untuk menjaga keamanan, dan di gampong kita itu ada 3
orang dan itu juga ada plot dana dari desa untuk pengawasan
keamanan”.73
Seperti yang disampaikan bahwasanya untuk pengamanan Gampong itu

terdapat anggarannya yang sudah ditetapkan oleh desa untuk keamanan, dan di

desa serambi Indah terdapat 3 Orang yang bertugas dan bertanggung jawab untuk

menjaga keamanan dan menjalankan fungsi Pageu Gampong, namun nyatanya

peran keamanannya kurang efektif karena hanya terfokus pada penjagaan Kantor

Desa Serambi Indah, seperti yang disampaikan oleh Tuha Peut desa Serambi

Indah, beliau mengatakan:

“kalau di bilang efektif ya efektif cuman kadang kala seperti halnya


keamanan, untuk pageu gampong sendiri terkadang kurang berjalan
karena anak muda sini yang tugaskan untuk keamanan itu fokusnya ke
keamanan kantor geuchik, bukan ke masalah Pageu Gampong, karena
yang saya lihat pemuda yang ditugaskan untuk keamanan tidak tidak
terlalu terfokus untuk menjaga kelestarian syariat Islam”.74
Maka dari itu harus dibutuhkannya tanggung jawab dan kerjasama. Selain

dari Masyarakat gampong yang bertugas menjalankan pageu gampong juga, juga

ada perwakilan dinas Syariat Islam atau WH (Wilayatul Hisbah) untuk mengawasi
73
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Kepala Desa Serambi Indah pada
tanggal 5 Oktober 2020
74
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Tuha Peut Desa serambi Indah
pada tanggal 5 Oktober 2020

53
keamanan di setiap Desa di Kota Langsa, seperti yang disampaikan oleh Kepala

Bidang Administrasi Dinas Syariat Islam Kota Langsa, Bapak Teuku Nazri beliau

mengatakan:

“Sebagian dari gampong kadang ada pakai oleh orang kampung setempat
untuk pengawasan islam ada sebaian desa yang langsung dipakai anak
wh yang ada didesa itu, Pengawasan itu ada yang dari dinas juga 1 orang
yang dari gampong juga 1 orang tapi itu tidak semua desa yang ada dan
ada yang tidak ada, tapi kalau yang dari kantor kami sudah semua ada
tiap desa sudah ada masing masing pengawas satu orang dari kantor dan
setiap pengawas yang ada didesa itu memang di gaji memang itu sudah
ada anggarannya sendiri, tapi di desa dibuat namanya ada tapi kerjanya
tidak ada’’.75
Dan Dinas Syariat Islam Kota Langsa sedikit kecewa karena peran pageu

gampong di setiap desa itu kurang efektif, karena kurangnya koordinasi terhadap

yang menjalankan Pageu Gampong dan Dinas Syariat Islam.

“Seharusnya kalau memang aktif misalnya pengawasan desa didesa itu


yang bukan WH ya, maksudnya yang bukan ditugaskan dari kantor, kalau
seandainya orang itu aktif seharusnya orang itu yang banyak kerja dari
pada kami, kami tinggal tunggu laporan aja seharusnya, orang nya ada
tapi begitu ada kejadian apa apa gak tau, malah orang lain yang
melaporkan.
Jadi gini koordinasi antara pengawasan islam yang ada didesa dengan
kami itu masih kurang”.76
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa masih

kurangnya koordinasi antara petugas pageu gampong dengan pihak dinas syariat

islam, Karena terkadang banyak laporan bukan dari orang yang ditugaskan untuk

menjalankan pageu gampong melainkan masyarakat lain yang melaporkan

kejadian tersebut.

75
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Kepala Dinas Syariat Islam Kota
Langsa pada tanggal 13 Oktober 2020
76
ibid

54
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwasanya peran pageu

Gampong dalam menjaga penegakan Syariat Islam di Kota Langsa sangatlah

berperan penting dalam menjaga kelestarian adat dan syariat Islam di Kota

Langsa, Namun dalam implementasinya di lapangan bahwasanya orang orang

yang berperan atau bertugas untuk menjaga kemamanan syariat islam masih

kurang memperhatikan pelanggaran pelanggaran yang terjadi dan kurang nya

koordinasi terhadap orang yang berperan sebagai pageu gampong di desa dengan

pihak Dinas Syariat Islam, karena kebanyakan laporan pelanggaran Syariat Islam

bukan dari petugas pageu Gampong melainkan masyarakat biasa ataupun

perangkat desa itu sendiri.

B. Dampak Pageu Gampong dalam Menjaga Penegakan Syariat Islam

di Kota Langsa.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanyan setiap perilaku tindakan

ataupun perbuataan yang kita lakukan harus memberikan manfaat terhadap apa

yang kita lakukan, baik berdampak positif ataupun berdampak negative.

Dibentuknya Pageu gampong sebagai sebuah tradisi budaya yang hidup

dalam masyarakat Aceh, terutama di Kota Langsa yang bertujuan untuk

melakukan pelaksanaan dalam menjaga penegakan Syariat Islam di Kota Langsa.

Dalam menjalan kan Pageu Gampong harus adanya Peraturan (qanun) yang

berlaku sebagai aturan hukum, namun nyatanya yang terjadi masih belum ada

aturan tersebut secara tertulis. Sebagaimana yang disampaiakan oleh Bapak H.

Abdul Djalil Ibrahim Selaku Tuha Peut Desa Serambi Indah, beliau mengatakan:

“sampai hari ini kami belum dapat, kami sudah mencari kemana mana
istilahnya mencari tahu itu sebagai formatnya bagaimana dibuat, dengan

55
adanya format demikian mungkin bahasanya nanti akan kami rubah
rubah, dan sampai hari ini kami belum dapat”.77

Begitu juga yang disampaikan oleh Kepala Bidang Administrasi Dinas

Syariat Islam, Bapak Teuku Nazri beliau mengatakan :

“semua desa itu dulu pernah dibuat resam gampong, resam gampong itu
kalau dilihat di semua desa belum tentu semua ada, padahal udah tahun
dua ribu berapa sudah disuruh buat oleh Pak Wali untuk setiap desa,
resam gampong itu ya itu sebenanya untuk masalah mesum dan masalah
lain lainya”.78
Terlihat bahwasanya belum semua Desa yang ada di Kota Langsa ini

membentuk sebuah Qanun Desa sebagai aturan yang berlaku didesa itu sendiri,

Padahal sudah ada arahan oleh pemerintah kota untuk membentuk sebuah Qanun

Desa, namun Masih tetap ada yang belum membentuk Qanun tersebut.

Walapun belum adanya Qanun yang dibuat, pihak Perangkat Desa juga

masih berusaha untuk membentuk Qanun tersebut. Sebagaimana yang

disampaikan tuha peut Desa serambi Indah, beliau mengatakan:

“Dan kami kepingin dan sudah ada program untuk membuat qanun
gampong khusus yang seperti ini tapi belum kami dapat, di kampong
kampong lain juga sudah kami cari baik di langsa barat maupun langsa
lama dan sampai hari ini belum dapat, dan pada waktu itu disini marak
maraknya mesum karena ada beberapa orang ditangkap Cuma
penyelusaiannya itu tidak sesuai dengan qanun, nah jadi diselesaikan
dengan begitu saja dengan beli kambing 1 ekor atau 2 ekor dipotong
makan dimasjid, nah ,saya secara pribadi tidak mau yang demikian, nah
seharusnya kan dia harus ada qanun yang tertulis dan kita laksanakan
sesuai dengan qanun, dan kami tetap mengusahakan untuk dibuatnya
qanun gampong ini”. 79

77
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Tuha Peut Desa serambi Indah
pada tanggal 5 Oktober 2020
78
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Kepala Dinas Syariat Islam Kota
Langsa pada tanggal 13 Oktober 2020
79
Ibid

56
Dalam menjalankan Pageu Gampong dalam melakukan keamamanan juga

masih kurang terfokus pada keamanan untuk penegakan Syariat Islam, seperti

yang disampaikan Oleh Tuha peut Desa Serambi Indah, beliau mengatakan:

“cuman kadang kala seperti halnya keamanan, untuk pageu gampong

sendri terkadang kurang berjalan karena anak muda sini yang ditugaskan

untuk keamanan itu fokusnya ke keamanan kantor geuchik”80

Beliau menjelaskan bahwasannya petugas gampong yang bertugas untuk

menjalankan peran pageu gampong hanya terfokus pada keamanan Kantor Desa

dan kurang memperhatikan pada penegakan keamanan Syariat Islam. Namun

seperti yang disampaikan oleh kepala MAA Kota langsa, seharusnya dengan

adanya pageu gampong harus bisa lebih efektif:

“Mestinya efektif, tapi sekarang tergantung pemerintah gampong sendiri


mau gak memberdayakan, karena tugas pageu gampong ini yang kita
harapkan untuk berperan membantu pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya dalam bidang syariat dan adat istiadat”.81
Dan beliau juga mengatakan bahwasannya MAA itu berperan untuk melestarikan

adat dan menjalankan hukum adat dan bukan membuat hukum adat:

“Jadi begini kita MAA tidak membuat hokum adat kita melestarikan adat
dan menjalankan hokum hokum adat yang ada, kalau menurut saya ini
pemerintah gampong juga harus lebih serius dalam memberdayakan
pageu gampong dan membentuk pageu gampong lalu diikuti dengan
kesejahteraan dengan dana yang ada dan betul betul serius dan selektif
juga orangnya karena kita lihat petugas petugas kita disini hanya sekedar
taruk nama dan tidak menjalankan tugas dengan serius dan ini menjadi
kurang efektif”. Kalau seandainya memang dari segi kesejahteraan untuk
petugas pageu gampong juga bisa diambil dari petugas atau perangkat
80
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Tuha Peut Desa serambi Indah
pada tanggal 5 Oktober 2020
81
Hasil wawancara dengan dengan Bapak…….. Selaku Ketua MAA Kota Langsa pada
tanggal 15 Oktober 2020

57
gampong didesa itu sendiri dan memang harus diambil yang ada
kekuatan dari lembaga”.82

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwasanya

dampak dari Pageu Gampong dalam menjaga penegakan Syariat Islam di Kota

Langsa terutama di Desa Serambi Indah bernilai negatif, dikarenakan kurang

adanya perhatian dari petugas pageu gampong yang telah ditunjuk untuk menjaga

penegakan Syariat Islam, karena petugas pageu gampong hanya terfokus untuk

keamanan kantor Desa dan kurang memperhatikan pelanggaran Syariat Islam.

82
Ibid

58
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menjelaskan Peran Pageu Gampong dalam Menjaga

Penegakan Syariat Islam di Kota Langsa mulai dari Bab I sampai Bab IV maka

pada bagian ini penulis menyimpulkan bahwasanya:

Peran pageu Gampong dalam menjaga penegakan Syariat Islam di Kota

Langsa sangatlah berperan penting dalam menjaga kelestarian adat dan syariat

Islam di Kota Langsa, Namun dalam implementasinya di lapangan bahwasanya

orang orang yang berperan atau bertugas untuk menjaga kemamanan syariat

islam masih kurang memperhatikan pelanggaran pelanggaran yang terjadi dan

kurang nya koordinasi terhadap orang yang berperan sebagai pageu gampong di

desa dengan pihak Dinas Syariat Islam, karena kebanyakan laporan pelanggaran

Syariat Islam bukan dari petugas pageu Gampong melainkan masyarakat biasa

ataupun perangkat desa itu sendiri.

Dan dampak dari Pageu Gampong dalam menjaga penegakan Syariat

Islam di Kota Langsa terutama di Desa Serambi Indah bernilai negatif,

dikarenakan kurang adanya perhatian dari petugas pageu gampong yang telah

ditunjuk untuk menjaga penegakan Syariat Islam, karena petugas pageu gampong

hanya terfokus untuk keamanan kantor Desa dan kurang memperhatikan

pelanggaran Syariat Islam.

59
B. Saran

Penulis, dalam bagian ini akan memberikan beberapa saran-saran baik

kepada pihak Perangkat Desa Serambi Indah Kecamatan Lagsa baro sebagai

objek penelitian maupun kepada pihak Fakultas sebagai pengelola kampus

untuk bidang penelitian serta mahasiswa atau pihak lain yang ingin melakukan

penelitian

1. Desa Serambi Indah

Harus lebih memperhatiakan tingkat keamanan dan kinerja Pageu

Gampong dalam penegakan Syariat Islam. untuk lebih memperhatikan

tugas dan tanggung jawab untuk menjaga keamanan dalam penegakan

Syariat Islam

1. Bagi Fakultas Syariah dapat memberikan pengajaran serta kajian

keislaman secara lebih untuk seluruh mahasiswa terkhusus pada

mahasiswa Hukum Tata Negara.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti Selanjutnya disarankan menambah variabel independen yang

dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Dengan demikian, hasil yang

didapat akan memperkuat penelitian yang ada.

3. Bagi Pembaca

Pembaca diharapkan dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi dan

dapat menambah wawasan mengenai kinerja pegawai.

60
61

Anda mungkin juga menyukai