Anda di halaman 1dari 15

INSTANSI PENDUKUNG DALAM PENERAPAN

SYARI’AT ISLAM DI ACEH


Makalah diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

STUDI SYARI’AT ISLAM DI ACEH

DOSEN PEMBIMBING :

Ida Friatna, M. Ag.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

KAMIL AZHARY (210101039)

ASRUL SANI (210101040)

NOVANDA (210101051)

ICHSANUL HAKIM (210101059)

PRODI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat nya makalah ini
dapat kami kerjakan hingga selesai, shalawat serta salam kami sampaikan kepada nabi
Muhammad Saw, tidak lupa pula saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibuk
Ida Friatna, M. Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.

Dan kami harapkan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah kami jauh dari kata
sempurna, semoga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin bahwa


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami memerlukan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 9 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................4

B. Rumusan Masalah....................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5

1. Majelis Adat Aceh (MAA)......................................................................................5


2. Majelis Pendidikan Daerah (MPD).........................................................................10

BAB III PENUTUP...........................................................................................................14

A. Kesimpulan..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aceh merupakan daerah yang telah diberlakukan Syari’at Islam oleh
Pemerintah pusat sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 19992. Tentang Pemberlakuan Keistimewaan bagi
Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Puncaknya Aceh memperoleh
keistimewaannya yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006,
tentang Pemerintahan Aceh di mana disebutkan bahwa Aceh adalah daerah
Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa,
yang diberikan kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Gubernur.1
Adat dan agama di Aceh berkait kelindan dan berjalan seiring saling
memperkuat satu sama lain. Namun tetap memiliki nuansanya sendiri, nilai-nilai
hukum Islam tidak lepas dari prinsip penerapan yang dianutnya, serta tujuan
hukum Islam itu sendiri. Salah satu prinsip dimaksud adalah penggunaan norma
adat sebagai salah satu pertimbangan dalam menetapkan hukum. Dalam
penerapan, hukum Islam selalu memperhatikan adat istiadat setempat untuk
dijadikan standar norma yang harus diikuti dan ditaati oleh masyarakat, selama
tidak bertentangan dengan ajaran al-Quran dan hadis. Sebagai sebuah kebiasaan
dalam masyarakat, adat atau urf menjadi salah satu kebutuhan sosial yang sulit
untuk ditinggalkan apalagi dilepaskan.2

B. Rumusan Masalah

1. Apa instansi pendukung syari’at islam?

2. Apa Saja instansi pendukung dalam pelaksanaan syari’at islam di Aceh?

1
Himpunan Undang-Undang Keputusan Presiden Peraturan daerah/Qanun Instruksi gubernur
Edaran gubernur Berkaitan Pelaksanaan Syari‟at Islam, (Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam, 2009) Hal.
75
2
Rusjdi Ali Muhammad, Kearifan Tradisi Lokal: Penyerapan syariat Islam Dalam Hukum Adat
Aceh, Banda Aceh; Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh,2014, Hal.. 39.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Majelis Adat Aceh (MAA)


Majelis Adat Aceh (MAA) Merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas
untuk melestarikan dan mengembangkan adat, seni dan budaya yang berada dalam
provinsi Aceh. Aceh merupakan daerah yang multi kultural sehingga dikenal
memiliki kekayaan / keberagaman khazanah kebudayaan, kesenian dan adat
istiadat. Aceh memiliki 2 Lembaga Adat, yaitu Lembaga Wali Nanggroe dan
Majelis Adat Aceh.

Peran dan fungsi Majelis Adat Aceh (MAA) dalam membina dan
mengembangkan adat dan  adat istiadat yang tidak bertentangan dengan syariat
Islam, maka dalam menjalankan visi dan misinya,  Majelis Adat Aceh (MAA)
mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu:

1. Membina dan mengembangkan lembaga-lembaga Adat Aceh


2. Membina dan mengembangkan tokoh-tokoh Adat Aceh
3. Membina dan mengembangkan kehidupan Adat dan Adat Istiadat Aceh
4. Melestarikan nilai-nilai adat yang berlandaskan Syariat Islam.3

Adat dan istiadat merupakan salah satu pilar keistimewaan Aceh, sebagaimana
termaktub dalam undang-undang RI Nomor 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Aceh, kemudian yang sekarang diganti atau diambil alih
oleh Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Maka
dengan demikian, pemerintah Aceh wajib melaksanakan pembangunan di bidang
adat dan adat istiadat.4

Lembaga keistimewaan Aceh yang melaksanakan pembangunan bidang adat


istiadat adalah Majelis Adat Aceh (MAA), sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 3
tahun 2004 tentang pemebentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat
Aceh provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3
Majelis Adat Aceh, Diakses Pada 7 November 2022 Jam. 09.00 melalui
https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Adat_Aceh

4
Darmawan, Kedudukan Hukum Adat dalam Otonomi Khusus, (The Existence Customary Law
In Special Autonomy, 2009). Hal. 339

5
Majelis Adat Aceh yang kedudukannya independen mempunyai tantangan
yang besar dalam menjalankan tugasnya karena mempunyai tanggung jawab yang
besar dalam memelihara keberlangsungan kehidupan adat yang telah berlaku secara
turun temurun dari nenek moyang.Apalagi sekarang banyak penggalai adat yang
telah tiada serta saat ini banyak adat yang dibuat-buat sehingga membuat
penerimaan masyarakat terhadap Majelis Adat Aceh sangat baik sebagai lembaga
independen yang menjaga keberlangsungan adat istiadat.

Tugas MAA sesuai dengan Qanun Nomor 3 tahun 2003 ) antara lain sebagai
berikut :

1. Memasyarakatkan adat melalui upacara dalam berbagai bentuk kehidupan


masyarakat (adat perkawinan, perdamaian dan berbagai kegiatan lainnya)

2. Memasyarakatkan adat melalui tulisan di media, majalh, brosur, surat kabar,


televise dan radio

3. Memasyarakatkan adat melalui seminar, duk pakat/dialog dan musyawarah

4. Memasyarakatkan adat melalui institusi pendidikan, mulai TPA sampai


perguruan tinggi

5. Pembinaan hukum adat/peradilan damai, sebagai bagian dari penegakan syariat


islam

6. Pembinaan adat resam/adat istiadat dalam segala aktualisasinya

7. Memperkuat sialturahmi/muhibbah/kerjasama dan pertukaran antar budaya adat,


baik dalam maupun luar negeri (terutama wilayah nusantara)

Menurut Badruzzaman Majelis Adat Aceh mempunyai beberapa tugas pokok


dan fungsi diantaranya dalah sebagai berikut :

1. Menggali dan meningkatkan pemeliharaan, pebinaan lembaga adat, hukum adat


istiadat yang hidup di dalam masyarakat.

2. Membina serta mengembangkan lembaga- lembaga adat istiadat atau hukum adat
yang ada di daerah-daerah kabupaten/kota, kecamatan, mukim, serta gampong.

3. Menyelenggarakan pendidikan bagi setiap kader-kader adat/adat istiadat (calon


tokoh adat) pria/wanita yang professional sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat.

6
4. Menyebarluaskan pengenalan atau pengembangan ilmu tentang hukum adat dan
istiadat melalui media cetak dan elektronik dan lain sebagainya.

5. Mendorong dan mendukung pertumbuhan/penpilan bentuk-bentuk adat Aceh


dalam berbagai pertunjukan dalam rangka memperkaya khazanah budaya bangsa.

6. Membina serta mengawasi pertumbuhan berbagai kreasi dan nilai nilai adat
istiadat dalam bentuk seni tari, seni hikayat, seni zikir, dan format format promosi
pakaian, makanan, dan serta aspek aspek seni lainnya yang bernilai agamis.

7. Menjadikan norma/kaidah kaidah adat dan lembaga adat untuk berperan dalamn
penyelesaian sengketa-sengketa dalam masyarakat.

8. Bekerjasama dengan berbagai pihak, perseorangan maupun umum, instansi yang


berkaitan dengan penyelenggaraan adat istiadat dalam membangun budaya bangsa,
baik dalam maupun luar negeri, yang sejauh tidak bertentangan dengan nilai adat
dan agama.5

Majelis Adat Aceh sebagai lembaga adat di Aceh memegang teguh pada
ketentuan Islam. Aceh yang dikenal Serambi Mekkah sudah selayaknya mengadopsi
ajaran-ajaran Islam dengan benar sehingga tumbuh menjadi daerah yang disengani
karena keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Mengingat Aceh berpegang teguh
pada ajaran Islam, maka dalam keseharian masyarakat Aceh tidak terlepas dari
tradisi Islam itu sendiri. Setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat
Aceh tidak terlepas dari ajaran Islam. Dengan demikian nilai-nilai yang ditanamkan
di Aceh tidak terlepas dari nilai-nilai pendidikan Islam semenjak lahir hingga
meninggal kelak.6

Adapun nilai-nilai pendidikan Islam yang ditanamkan dalam kegiatan


sosialisasi adat yang dilakukan Majelis Adat Aceh, di antaranya:

1. Nilai-nilai Akal
Nilai-nilai ini tumbuh dari lapangan kehidupan akal. Ilmu mempunyai nilai dan
kebenaran, mempunyai nilai dalam kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu
seorang muslim berusaha kepada ilmu dan kebenaran itu dan ia berusaha untuk
sampai kepada keduanya. Nilainilai akal sangat berpengaruh terhadap
5
Badruzzaman Ismail, dkk. Eksposa Majelis Adat Aceh Provinsi Nangroe Aceh Darusslama,
(Banda Aceh: Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh, 2007) Hal. 26
6
Badruzzaman Ismail, dkk. Eksposa Majelis Adat Aceh Provinsi Nangroe Aceh Darusslama,
(Banda Aceh: Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh, 2007) Hal. 16

7
pemahaman seseorang terhadap sebuah nilai tersebut. Dalam Adat Aceh,
misalnya dalam hal Peusijuk membutuhkan pemahaman yang benar sehingga
tidak melanggar ajaran agama karena adat tersebut diadopsi dari budaya Hindu,
namun dengan pelafalan doa-doa yang berdasarkan ajaran Islam maka hal ini
akan bernilai pendidikan Islam. Dalam pelaksanaan adatitu mengandung nilai-
nilai pendidikan, nilai yang terkandung dalam uapacara peusijuek seperti nilai
pendidikan Ketuhanan dengan bacaan do'a dan shalawat kepada Rasulullah
SAW, sehingga usaha yang kita lakukan tetap memohon keredhaan Allah dan
membina hubungan sesama muslim dengan rasa kasih sayang dan ukhuwah
Islamiyah dalam kehidupan masyarakat
2. Nilai-nilai Akhlak
Bahwa setiap kebaikan umat manusia itu dihidupkan yang mungkin mencakup
atas kandungan yang punya nilai, oleh karena itu kehidupan akhlak dengan
segala kesulitan dan kebahagiaan padanya adalah kehidupan yang ramai penuh
dengan pengalaman-pengalaman yang berarti dan bernilai. Dalam kebudayaan
Aceh sendiri, nilai akhlak sangat dianjurkan, sebagai contoh adalah memberi
salam jika melintasi pejalan kaki, serta hormat kepada guru walaupun sudah
tidak belajar lagi di sekolah. Adat ini sampai sekarang masih dilakukan
misalnya dalam menghormati guru mengaji, adat yang tidak bisa dilepaskan
adalah tetap mengeratkan silaturahmi dengan guru tersebut walaupun sudah
tidak mengaji lagi.
3. Nilai Materi (Kebenaran)
Nilai ini khusus dengan benda-benda dan yang membantu atas wujud kebendaan
berupa makanan, pakaian, dan lain-lainnya. Nilai-nilai ini juga yang disebut
dalam al-Quran karena dia merupakan kebutuhan bagi manusia. Tetapi dia
disifati dengan sesuatu sifat tertentu. Oleh karena itu sumbernya adalah rohani
juga, karena benda-benda yang dihalalkan oleh al-Quran adalah nilai itu sendiri
dan yang lainnya tidak mempunyai nilai sempurna di sisi seorang muslim. Adat
Aceh sejak turun-temurun sudah menganjurkan untuk selalu bersyukur terhadap
rezeki yang sudah diperoleh. Dalam menjalankan rasa syukur tersebut,
berhubungan dengan nilai materi maka tak bisa dihindari di Aceh masih
dilaksanakan Kenduri Pade, dilakukan pada saat padi sedang menguning dan
hampir mencapai masa panen. Dalam kenduri ini dilakukan dengan
beramairamai dan membaca wirid yasin serta doa-doa yang dilafalkan pertanda

8
rasa syukur akan karunia yang telah diberikan, yaitu memberikan hasil panen
yang bagus.
4. Nilai-nilai Keindahan
Nilai ini menggambarkan perhatian manusia terhadap keindahan. alQuran
mengemukakan keindahan itu sebagai suatu nilai, bahkan alQuran itu sendiri
seluruhnya adalah nilai keindahan, karena ia tidak mengabaikan pengarahan
pada manusia secara terus menerus kepada keindahan alam dan kebagusan
ciptaannya. Aceh sangat dikenal dengan kebudayaan yang beragam,
menyangkut dengan keindahan, Aceh juga memberikan suguhan yang tidak bisa
dilupakan. Contoh nyata adalah pada saat perkawinan, di mana Adat Aceh
disanding dengan nilai pendidikan Islam. Jika ada akan dilangsungkan maka
rumah tersebut akan dihiasi dengan corak dan warna Aceh, sehingga dapat
dilihat perpaduan antara Aceh dengan Islam, yang tetap memegang teguh
kesopanan
5. Nilai Kemasyarakatan
Adapun nilai-nilai kemasyarakatan dia terbit secara mendasar dari keperluan
manusia kepada hubungan dengan orang lain. Al-Quran mengemukakan
beberapa rupa nilai-nilai keluarga, dan hubungan dengan manusia umumnya.
Sangat mengagumkan bahwa nilai perorangan memainkan peranan penting pada
nilai bagian ini, karena semua nilai perorangan berbalik kepada nilai-nilai sosial
khususnya, bahwa ia tidak mempertentangkan antara perorangan dan
masyarakat. Dan supaya nilai-nilai itu tetap dalam perkembangan/fleksibel
maka alQuran menjadikan dari Allah contoh tauladan yang tertinggi yang
diqiaskan kepada nilai-nilai Islam. Karena sifat-sifat Allah ketika ia menjadi
contoh tauladan yang tertinggi bagi manusia dan ketika nilainilai hidup terbit
dari sifat-sifat ini, dan berkaitan dengannya tentulah mengubah pemahaman
nilai-nilai dan akhlak maka dia tidak tunduk kepada hawa nafsu dan tidak
berubah dengan berubahnya situasi dan kondisi maupun sifat masyarakat. Dan
jadilah nilai-nilai dan akhlak itu dengan perhubungan dengan sifat Allah
menjadi tetap sumbernya, pemahaman dan ukurannya, lagi berkembang secara
berangsur menuju kesempurnaan7

7
Syaibatul Hamdi, Eksistensi Peran Majelis Adat Aceh Dalam Mensosialisasikan Nilai
Pendidikan ISlam di Aceh, Jurnal Ar-Raniry. Vol. 5, No. 1, 2018. Hal. 135

9
2. Majelis Pendidikan Daerah (MPD)
MPD adalah lembaga istimewa dengan fungsi dan peran yang sangat istimewa.
Yaitu sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan, kemudian sebagai pemberi dukungan
(supporting agency) baik pemikiran, tenaga, maupun financial dalam
penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya sebagai pengontrol (controlling agency)
dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan, kemudian juga sebagai mediator (mediating agency) antara pemerintah
(Eksekutif), Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (Legislatif) dengan masyarakat.
Dewan Pendidikan atau di Aceh disebut sebagai MPD dibentuk berdasarkan
kesepakatan dan tumbuh dari bawah berdasarkan sosio masyarakat dan budaya
serta sosio demografis dan nilai-nilai daerah setempat. Sehingga lembaga tersebut
bersifat otonom yang menganut asas kebersamaan menuju ke arah peningkatan
kualitas pengelolaan pendidikan di daerah yang diatur oleh Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga
Dalam melaksanakan perannya MPD harus bersikap transparan dan dibenarkan
untuk membangun komunikasi yang baik dengan semua pemangku kepentingan
sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi, mengingat beragam
permasalahan daerah khususnya di bidang pendidikan yang begitu kompleks dan
rumit, serta keterbatasan sumber daya dari ruang lingkup pendidikan maka
dipandang perlu MPD membangun komunikasi yang aktif dengan berbagai pihak.
Secara legal formal kedudukan MPD di Aceh telah sesuai dengan konstitusi
dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, disadari bahwa adanya pemisahan kekuasaan
(separation of power). Lembaga MPD berada di antara lembaga eksekutif yaitu
Pemerintah Aceh dan legislatif yaitu lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Aceh sebagai mitra kerja sejajar dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
MPD sebagai lembaga yang berfungsi memberikan masukan, pertimbangan
dan saran, baik diminta maupun tidak diminta oleh lembaga eksekutif telah
melakukan fungsi dan tugasnya dengan baik. Selama ini MPD sering melakukan
audiensi dengan gubernur untuk bersama-sama merancang program ataupun
kebijakan-kebijakan tentang pendidikan.
Keberadaan MPD sebagai lembaga yang mengurus tentang pendidikan di Aceh

10
sangatlah dibutuhkan, sehingga MPD menjadi lembaga yang sejajar dengan
instansi lainnya di daerah. Namun kesempatan dalam membuat keputusan sebagai
mitra sejajar masih terbatas. Hal ini disebabkan MPD hanya berfungsi sebagai
pemberi saran, pertimbangan, usulan kepada pemerintah daerah, sedangkan
keputusannya tetap berada pada pihak Pemerintahan Daerah.
Keberadaan MPD masih kurang gaungnya di masyarakat, terbukti hampir rata-
rata dari para guru yang diwawancara menjawab tidak mengenal dan tidak
merasakan apa yang telah dilakukan MPD kepada mereka. Dari hasil wawancara,
ratarata para guru mengatakan tidak mengetahui apa itu MPD, mereka hanya
sebatas mendengar nama saja, fungsi dan tugasnya tidak dipahami.
Ada beberapa hal yang menyebabkan MPD belum berperan maksimal
diantaranya: (1) Posisi MPD sebagai mitra sejajar bagi eksekutif dan legislatif
belum sepenuhnya berfungsi; (2) Tidak ada keharusan yang tercantum di dalam
aturan yang berlaku bahwa Pemerintah Aceh dan DPRA untuk mengikuti dan
menjalankan pertimbangan, usul atau saran dari MPD.8
MPD adalah badan normative berbasis masyarakat dan bersifat independen
yang dibentuk untuk memberikan pertimbangan kepada pemerintah daerah dalam
menentukan kebijaksan dibidang pendidikan. MPD Aceh dibentuk pada tanggal 31
Agustus 1990. Pembentukan MPD Aceh dalam rangka mengisi keistimewaan Aceh
dalam bidang pendidikan dan mewadahi peran serta masyarakat dalam bidang
pendidikan.

Dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2006 telah ditetapkan Visi MPD Aceh
yang dirumuskan sebagai berikut :“Menjadikan MPD sebagai badan berbasis
masyarakat yang bersifat normatif , proaktif dalam mengaktualisasikan perannya
secara optimal sebagai mitra pemerintah daerah dan masyarakat Aceh dalam
melahirkan kebijakan-kebijakan pendidikan yang aspiratif, relevan dan akuntabel
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yaitu terwujudnya masyarakat yang
cerdas, maju, beriman dan bertaqwa, serta berakhlak mulia “

Adapun Misi MPD Aceh dirumuskan sebagai berikut :

1. Mengembangkan sistem pendidikan Islami di Aceh.

8
Cut Meutia, Eddy Purnama, M. Saleh Sjafei, Implikasi Hukum terkait Pertimbangan MPD
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh, Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, 2017), Hal. 137-154.

11
2. Menyusun konsep-konsep pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan
yang sesuai dengan filsafat bangsa dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat
Aceh yang islami.
3. Memberikan saran dan pendapat kepada pemerintah daerah dalam
menentapkan kebijakan pendidikan.
4. Menilai dan mengawasi pelaksanaan kebijakan dan program- program
pembangunan pendidikan.
5. Memotivasi masyarakat pada umumnya untuk berpartisipasi dalam
membangun dan meningkatkan mutu pendidikan serta masyarakat
pendidikan pada khususnya untuk berinovasi dan berprestasi

Fungsi MPD Aceh adalah :

1. Sebagai badan pemikir (Think tank body)


2. Sebagai badan pemberi pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah mengenai pendidikan (advisory body)
3. Sebagai badan penggerak masyarakat untuk berpatisipasi dalam
membangun dan meningkatkan mutu pendidikan (motivating body)
4. Sebagai badan pengawas pelaksanaan kebijakan dan program-program
pendidikan (controlling body)
5. Sebagai badan mediator antara masyarakat dan pemerintah serta antara
sekolah, keluarga dan masyarakat (mediating body)

Wewenang MPD Aceh adalah :

1. Mengawasi dan menilai penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur,


jenis dan jenjang pendidikan, baik negeri maupun swasta.
2. Memberikan pendapat dan pertimbangan dalam menyusun rancangan
anggaran pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Menjaga standar mutu pendidikan.
4. Mengembangkan sistem pendidikan Islami di Provinsi Aceh.

 Tugas Pokok MPD adalah :

1. Memberi pendapat dan pertimbangan mengenai pendidikan


2. Menyusun konsep-konsep pengembangan sistem pendidikan Islami
3. Mengawasi dan menilai pelaksanaan kebijakan dan program pendidikan

12
4. Menampung aspirasi masyarakat mengenai pendidikan dan mendorong
partisipasi mereka dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu
pendidikan
5. Meningkatkan mutu dan menjaga standar mutu pendidikan di Provinsi
Aceh9

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

9
Tim Koordinasi Pembangunan Pendidikan Aceh, Diakses Pada 7 November 2022 melalui
https://tkppa.acehprov.go.id/index.php/profil/read/2015/01/01/5/profil-majelis-pendidikan-daerah-mpd-
aceh.html

13
Aceh merupakan daerah yang telah diberlakukan Syari’at Islam oleh
Pemerintah pusat sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 19992. Tentang Pemberlakuan Keistimewaan bagi Provinsi
Daerah Istimewa Aceh. Puncaknya Aceh memperoleh keistimewaannya yaitu
dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, tentang Pemerintahan
Aceh di mana disebutkan bahwa Aceh adalah daerah Provinsi yang merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa, yang diberikan kewenangan
khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat.

Majelis Adat Aceh (MAA) Merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas


untuk melestarikan dan mengembangkan adat, seni dan budaya yang berada dalam
provinsi Aceh. Aceh merupakan daerah yang multi kultural sehingga dikenal
memiliki kekayaan / keberagaman khazanah kebudayaan, kesenian dan adat
istiadat. Aceh memiliki 2 Lembaga Adat, yaitu Lembaga Wali Nanggroe dan
Majelis Adat Aceh.Peran dan fungsi Majelis Adat Aceh (MAA) dalam membina
dan mengembangkan adat dan  adat istiadat yang tidak bertentangan dengan syariat
Islam

MPD adalah lembaga istimewa dengan fungsi dan peran yang sangat istimewa.
Yaitu sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan, kemudian sebagai pemberi dukungan
(supporting agency) baik pemikiran, tenaga, maupun financial dalam
penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya sebagai pengontrol (controlling agency)
dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan, kemudian juga sebagai mediator (mediating agency) antara pemerintah
(Eksekutif), Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (Legislatif) dengan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, 2009. Kedudukan Hukum Adat dalam Otonomi Khusus, (The


Existence Customary Law In Special Autonomy). Hal. 339

14
Himpunan Undang-Undang Keputusan Presiden Peraturan daerah/Qanun
Instruksi gubernur Edaran gubernur Berkaitan Pelaksanaan Syari‟at Islam,
(Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam, 2009)
Ismail, Badruzzaman, dkk. 2007. Eksposa Majelis Adat Aceh Provinsi Nangroe
Aceh Darusslama,(Banda Aceh: Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh)
Majelis Adat Aceh, Diakses Pada 7 November 2022 Jam. 09.00 melalui
https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Adat_Aceh
Meutia, Cut, dkk. 2017. Implikasi Hukum terkait Pertimbangan MPD dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh, Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1
Muhammad, Rusjdi Ali. 2014. Kearifan Tradisi Lokal: Penyerapan syariat Islam
Dalam Hukum Adat Aceh, Banda Aceh; Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh
Syaibatul Hamdi, 2018. Eksistensi Peran Majelis Adat Aceh Dalam
Mensosialisasikan Nilai Pendidikan IKSlam di Aceh, Jurnal Ar-Raniry.
Vol. 5, No. 1
Tim Koordinasi Pembangunan Pendidikan Aceh, Diakses Pada 7 November 2022
melalui
https://tkppa.acehprov.go.id/index.php/profil/read/2015/01/01/5/profilmajel
is-pendidikan-daerah-mpd-aceh.html

15

Anda mungkin juga menyukai