ACEH
oleh:
Nama : AIYUB AZHARI(170205045)
Dosen Pengampu:
Nama: Hanafiah,S.Ag.,N.Hum.
Penulis
i
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang rahmatallilalamin, yang mempunyai syariat
yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya. Ajaran Islam disyariatkan karena mengandung
banyak hikmah bagi manusia. Semua makhluk dan kejadian yang diciptakakan oleh Allah
swt pasti ada hikmahnya, tidak ada perintah dan ciptaan Allah yang sia-sia. semuanya
mengandung hikmah meskipun mungkin diantara hikmah-hikmah tersebut belum dapat
terungkap oleh manusia.
Dalam pembicaraan mengenai perlaksanaan Syariat Islam di Aceh, tidak akan mampu
terlepas dari berbicara mengenai pihak yang bertanggungjawab memastikan kelancaran
perjalanan penegakannya.
Karena itu, dalam usaha pelaksanaannya, penulis menjelaskan lima sasaran utama syariat
islam di aceh. Hal ini karena, perancangan tanpa dorongan dari ke lima pilar tersebut maka
hanya akan menjadikan impian ini sebuah khayalan imaginasi yang bersifat teoritis semata.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menghidupkan meunasah?
2. Bagaimana pemberdayan Zakat?
3. Bagaimana pelaksanaan lingkungan sekolah dan kantor yang islami?
4. Bagaimana Pengawasan pelaksanaan syariat Islam?
5. Bagaimana Perluasan Kewenangan Mahkamah Syari’yah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui cara menghidupkan meunasah
2. Untuk mengetahui cara memberdayakan zakat
3. Untuk mengetahui cara menerapkan syariat Islam di sekolah dan kantor
4. Untuk mengetahui cara pengawasan syariat Islam
5. Untuk mengetahui kewenangan mahkamah syar'iah
D. Manfaat
Mengetahui 5 sasaran utama penerapan syariat islam di Aceh
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menghidupkan Meunasah
Pelaksanaan syariat Islam di Aceh tentu harus dilaksanakan secara integral, mulai dari
tingkat gampong (desa) sampai pada tingkat pemerintahan provinsi.
Di dalam UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang UU Otonomi Khusus bagi Provinsi DI Aceh
sebagai Provinsi NAD dan Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong
dalam Provinsi NAD, yang menyebutkan bahwa, “Gampong atau nama lain adalah kesatuan
masyarakat hukum yang merupakan organisasi Pemerintah terendah langsung di bawah
Mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Geuchik2 atau
nama lain dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.” (Pasal 14 ayat (2) Qanun
Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar
Islam)
Meunasah yang berada pada setiap desa di Aceh menjadi senter pelaksanaan syariat Islam.
Semangat pelaksanaan syariat Islam di Aceh dapat dibangun melalu kegiatan keagamaan di
meunasah yang terdapat pada setiap desa di Aceh.
Secara fisik meunasah dapat diartikan sebagai rumah ibadah bagi umat Islam yang dapat
dinamakan dengan denganmusholla.
Menghidupkan meunasah sebagai senter pelaksanaan syariat Islam di Aceh dapat dilakukan
melalui:
di setiap meunasah dan masjid diadakan pengajian untuk setiap tingkat umur, baik anak-anak
dengan TPA dan TQA, maupun remaja dan orang tua. Hal ini bertujuan agar tidak ada lagi
orang yang tinggal di Aceh tidak bisa mengaji dan tidak ada alasan tidak memahami agama
Islam.
shalat berjamaah pada setiap waktu shalatfardhu, kalau lima waktu tidak dapat dilaksanakan
memadai dengan tiga waktu yaitu maghrib, isya dan subuh. Penetapan tiga waktu sebagai
batas minimal beralasan, karena pada waktu siang (zhuhur dan ashar) kebanyakan orang tidak
2
berada di kampong, tetapi berada di tempat-tempat usaha. Seperti kantor, perusahaan, kebun,
sawah dan lain-lain.
4) Kegiatan zikir atau dalail khairat dilakukan pada setiap malam jum’at atau malam lain
yang telah disepakati.
tiga aspek menghidupkan meunasah pada tingkat gampong (desa) dalam pelaksanaan syariat
Islam di provinsi Aceh:
3
Mal Kabupaten/Kota.Aktivitas pengelolaan zakat pada tingkat desa di Aceh saat ini dikelola
oleh Baitul Mal yang di bentuk di gampong (desa) dan sentral pelaksanaannya masih di
meunasah di bawah tanggung jawab penitia yang dibentuk atau tungku imum (imam)
meunasah. Pembentukan Baitul Mal pada tingkat gampong (desa) bagian upaya pemerintah
untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat di Aceh dan memberi kemudahan bagi masyarakat
dalam melaksanakan syiar agama dan syariat Islam di provinsi Aceh, khususnya terkait
dengan membayar zakat. Selanjutnya pembentukan Baitul Mal pada tingkat di desa
diharapkan dapat mendorong semangat masyarakat Aceh terhadap kewajiban zakat
sebagaimana ketetapan dalam Islam.
Meunasah sebagai lembaga sosial di Aceh telah berperan sejak zaman kejayaan kerajaan
Aceh Darussalam. Meunasah menjadi tempat penyelesaian hukum adat di tingkat desa di
Aceh. Sejak dulu meunasah di Aceh telah menjadi pusat penyelesaian konflik atau
perselisihan yang terjadi di tingkat desa.Media penyelesaian konflik yang terjadi pada tingkat
desa dilakukan di meunasah dengan menggunakan hukum adat yang di anut oleh desa di
Aceh dan tentunya mengedepankan hukum syariat. Kasus yang di mediasi tersebut
bermacam-macam, seperti kasus warisan, pernikahan, dan lain-lain. sejalan dengankasus
tersebut, fungsi meunasah sebagai institusi penyelesaian kasus, sebagaimana penjelasan
Muhammad Ansor dalam penelitiannya, bahwa meunasah di bawah kepemimpinan tungku
imam melakukan mediasi berbagai kasus yang terjadi di desa, termasuk kasus poligami.4 Ini
hanya sebagai contoh kasus.
4
2) Pemberdayaan tungku imumgampong (imam desa) sebagai SDM pelaksanaan syariat
Islam di institusi meunasah.
3) Pemberdayaan para pemuda gampong (desa) sebagai penggerak dan potensi pelaksanaan
syariat Islam di munasah.
4) Pemberdayaan masyarakat gampong (desa) sebagai pelaksana dan pengawas syariat Islam
di tingkat desa.
Pemanfaat Sumber Daya Manusia (SDM) yang terdapat di tingkat desa merupakan salah satu
strategi yang dapat digunakan pemerintah untuk memakmurkan meunasah sebagai tonggak
implementasi syariat Islam pada tingkat desa di Aceh.Selanjutnya, menghidupkan meunasah
sebagai sentral pelaksanaan syariat Islam di Aceh dapat disebutkan sebagai salah strategi
implementasi syariat Islam dengan memanfaatkan institusi meunasah dan semua unsur
perangkat meunasah sebagai penggerak syariat Islam di Aceh. Demikian, penjelasan terkait
meunasah sebagai sasaran pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
B. Pemberdayan zakat
Di Aceh pengelolaan zakat dilakukan oleh Baitul Mal, merupakan Lembaga Daerah
Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf,
harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas
terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang
tidak ada wali berdasarkan Syariat Islam.
Zakat yang terkumpul pada Baitul Mal Aceh selanjut disalurkan kepada mustahiq (penerima).
Di samping itu, Baitul Mal Aceh memiliki peran terhadap pengembangan/memberdayakan
zakat menjadi zakat produktif sebgaimana ketetapan Qanun Nomor 10 Tahun 2007 Tentang
Baitul Mal, Bab VI, Pasal 39 menetapkan bahwa zakat didayagunakan untuk mustahik baik
yang bersifat produktif maupun konsumtif berdasarkan ketentuan syari’at.Dasar ketentuan
qanun tersebut, pengembangan zakat produktif sangat mungkin dilakukan untuk
pengembangan perekonomian masyarakat. Nasrullah menjelaskan, upaya pengembangan
zakat menjadi sesuatu yang amat penting, karena zakat tidak hanya sebagai masalah
konsumtif, namun juga memperhatikan masalah yang produktif. Dalam arti bahwa harta
zakat itu tidak hanya semata-mata untuk konsumtif saja,tetapi juga dapat dikembangkan
dalam bentuk produktif lainnya, misalnya dijadikan suatu modal usaha agar dapat
dimanfaatkan lebih luas dalam proses pengembangan masyarakat ke depan secara
menyeluruh.
5
Pemberdayaan zakat yang terkumpul di Baitul Mal Provinsi Aceh sekarang digunakan untuk
program berikut:
1) Modal usaha.
2) Fakir miskin.
Menciptakan lingkungan kantor Islam menjadi kunci pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
Pemerintah Aceh idealnya dapat mendorong Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA)/ Satuan
Kerja Perangkat Kabupaten/Kota (SKPK) sebagai penggerak utama pelaksanaan syariat
Islam di Aceh dengan mengedepankan kedisiplinan, jujur, amanah, tanggung jawab dalam
bekerja, serta tanggap dan responsif terhadap suasana di sekitar.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat
Aceh (SKPA)/ Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota (SKPK) sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi masing-masing.Membangun lingkungan kantor pemerintah Islami dapat dilakukan
6
dengan menciptakan birokrasi yang bersih, transparan, dan akuntabel. Sistem birokrasi kantor
yang dapat dipertanggung jawabkan kepada Allah dan kepada publik atau masyarakat
umum.Membangun birokrasi kantor pemerintah Aceh yang Islami, maka kerangka dasar dari
sifat Rasulullah saw mestilah dipahami dan diamalkan sepenuhnya. Empat sifat yang wajib
ada pada Rasulullah tersebut adalah; siddiq, amanah, tabliq, fathanah.Keempat sifat tersebut
telah menghantarkan Rasulullah saw ke tampuk keberhasilan dalam perjuangannya yang
panjang untuk menegakkan agama Allah, memperkuat kekompakan kaum muslimin dan
memperluas wilayah kekuasaan Islam.dealnya, empat sifat yang ada pada Rasullah saw harus
menjadi patron dan sikap kinerja para pegawai kantor di pemerintahan Aceh dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sekolah memiliki peran penting dalam penerapan syariat Islam di Aceh. untuk menciptakan
generasi Aceh yang Islami tentu harus didukung dengan sistem layanan sekolah yang Islami
pula. Oleh karena itu, sekolah bertanggung jawab terhadap pembentukan generasi Aceh yang
Islami, kelak kepada merekalah bangsa ini kita wariskan.
Lingkungan sekolah yang Islami dapat dibangun melalui manajemen sekolah Islami, sebagai
berikut:
1) Program atau kurikulum Islami sesuai dengan konteks ke-Acehan yang berdaya saing
internasional.
.3) Wujudkan perilaku guru yang dapat digugu peserta didik. Guru sebagai tenaga edukatif di
sekolah/madrasah tidak hanya mengajar sekedar kewajiban jam mengajar. Namun,
keberadaan guru sangat penting terhadap pembentukan karakter peserta didik.
2) Budaya disiplin
3) Budaya bersih
7
4) Budaya berpakaian syar’i (Islami)
Membangun lingkungan sekolah yang Islami butuh kerja sama antar semua pihak yang ada
dan berhubungan dengan pendidikan di Aceh, mencakupi; institusi sekolah, keluarga, dan
masyarakat. Dengan kerja sama semua unsur tersebut sangat mungkin membangun
lingkungan sekolah Islami di Aceh. Namun sebaliknya, jika keinginan pihak pengelola
sekolah untuk mewujudkan lingkungan sekolah Islami tidak didukung oleh unsur lain tentu
akan sulit membangun suasana lingkungan sekolah Islami di Aceh, sebagai bagian untuk
mendukung terhadap pelaksanaan syariat Islam di provinsi Aceh.
Selanjutnya, Qanun Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pokok-Pokok Syariat ISLAM, Bab VIII
Pasal 39 Poin Nomor 1 menetapkan: Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota
bertanggung jawab mensosialisasi, membina, mengawasi, dan menegakkan Qanun ini dan
Qanun lainnya mengenai pelaksanaan Syariat Islam.Berdasarkan ketetapan tersebut,
wewenang pengawasan pelaksanaan syariat Islam di Aceh ada di pihak pemerintah dan
DPRA. Namun bukan berarti masyarakat tidak memiliki wewenang, dalam hal ini
masyarakat juga memiliki wewenang karena masyarakat Aceh merupakan bagian dari sistem
pemerintahan Aceh. karena itu, masyarakat Aceh semua memiliki wewenang terhadap
pelaksanaan syariat Islam di provinsi Aceh.
8
Penerapan syariat Islam di provinsi Aceh berimplikasi terhadap semua aspek yang terkait
dengan syariat Islam, termasuk aspek hukum. Pemutusan perkara terkait dengan pelanggaran
syariat Islam di selesaikan melalui peradilan syariat Islam. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam, Bab I Pasal 1, Poin
Nomor 2 menetapkan: peradilan syariat Islam adalah bagian dari sistem peradilan nasional
yang diakukan oIeh Mahkamah Syar’iyah yang bebas dari pengaruh pihak manapun.
Kewenangan mahkamah syar’iyyah dalam penerapan syariat Islam di Aceh telah memiliki
kewenangan yang luas, mencakupi bidang; ahwal al– syakhshiyah (hukum keluarga),
mu’amalah (perdata), dan jinayah (pidana). Kewenangan terkait bidang-bidang tersebut,
sebagaimana ketetapan Qanun Nomor 10 tahun 2002 tentang peradilan syariat, Bab III
kekuasaan dan kewenangan Mahkamah, menetapkan:
Pasal 49
a. Ahwal al – syakhshiyah;
b. Mu’amalah;
c. Jinayah
9
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Syariat islam merupakan peraturan yang telah ditetapkan Allah dalam Al-Quran dan Hadist
bagi seluruh umat manusia tidak hanya dari segi ibadah namun juga dalam segala bidang
aspek kehidupan agar tercipta kehidupan teratur didunia dan diakhirat. Demi
terselenggaranya syariat Islam di Aceh perlunya kerjasama dari berbagai pihak, baik itu
ulama, ormas islam, pemerintah, dan masyarakat itu sendiri.
B. Saran
Dengan di terapkannya lima pilar pelaksanaan syariat islam diharapkan akan mampu
menciptakan masyarakat Islam yang madani di tanah Aceh tercinta.
10
DAFTAR PUSTAKA
11