Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM DASAR DAN METODE


PENYIMPULAN SILOGISME KATEGORIS
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Logika
Dosen Pengampu :Ibu Fatimatuz Zahro, S, Th.I,MA.

Disusun oleh :
Kelompok IV

1. Ahmad Sholikun (1119145)


2. Laili Nur Afifah (1119154)
3. Shofwatun Nikmah (1119167)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI


JURUSAN TARBIAYAH PRODI PAI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hanson dalam buku Legal Method, Skills, and Reasoning, menyatakan bahwa studi
hukum secara kritis dari sudut pandang logika, penalaran hukum, dan argumentasi hukum
dibutuhkan karena pemahaman hukum dari perspektif semacam ini berusaha menemukan,
mengungkap, menguji akurasi, dan menjustifikasi asumsi-asumsi atau makna-makna yang
tersembunyi dalam peraturan atau ketentun hukum yang ada berdasarkan kemampuan rasio
(akal budi) manusia.
Kemampuan semacam ini tidak hanya dibutuhkan bagi mereka yang berkecimpung
dalam bidang hukum melainkan juga dalam seluruh bidang ilmu dan pengetahuan lain di
luar hukum. Harus diakui bahwa konsep, pemahaman, dan studi tentang logika, penalaran,
dan argumentasi hukum meskipun sering didiskusikan dalam hukum tetapi jarang
dijelaskan, dielaborasi, dan ditelaah secara memadai.Mahasiswa hukum sering dituntut
untuk berpikir seperti seorang ahli hukum, “to think like a lawyer”.Mereka diharapkan kelak
mampu menganalisis kasus hukum melalui medium penalaran hukum dalam kasus-kasus
hukum entah dalam wilayah publik, akademik, atau pengadilan.Di samping itu mahasiswa
pun diharapkan mampu memahami secara kritis, rasional, dan argumentatif teori, rumusan
undang-undang, opini, maupun pendapat hukum.
Tidak dapat disangkal bahwa logika dan penalaran hukum (legal reasoning) sering
ditolak.Sebagian pendapat menyatakan bahwa hukum berurusan dengan data, fakta, atau
pengalaman praktis dan bukan pemikiran abstrak, rasional atau logis.Penalaran hukum lalu
dianggap tidak perlu diajarkan kepada mereka yang mempelajari hukum karena tidak
“membumi”.Hukum harus dipelajari melalui pengalaman konkret saja 1.

B. Rumusan Masalah

1) Apa saja hukum dasar silogisme kategoris ?


2) Apa saja metode-metode penyimpulan dari silogisme kategoris ?

1
Urbanus Ura Weruin, Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum, FH Universitas Tarumanagara Jakarta : 2017,
Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 2, hal 375-376.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Dasar Silogisme Kategoris

Silogisme adalah setiap penyimpulan, di mana dari dua keputusan (premis-premis)


disimpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan).Keputusan yang baru itu berhubungan
erat sekali dengan premispremisnya. Keeratannya terletak dalam hal ini: Jika premis-premisnya
benar, dengan sendirinya atau tidak dapat tidak kesimpulannya benar 2.
Beberapa hukum-hukum dasar yang digunakan untuk silogisme kategoris adalaherikut :
a. Menyangkut term-term.
1) Silogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term. Kurang dari tiga
term berarti tidak ada silogisme. Lebih dari tiga term berarti tidak adanya
perbandingan. Kalaupun ada tiga term, ketiga term itu haruslah digunakan dalam arti
yang sama tepatnya. Kalau tidak, hal itu sama saja dengan menggunakan lebih dari
tiga term.Misalnya: Kucing itu mengeong Binatang itu kucing Jadi, binatang itu
mengeong.
2) Term-antara (M) tidak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan. Hal ini sebenarnya
sudah jelas dari bagan silogisme. Selain itu, masih dapat dijelaskan bagini: term-
antara (M) dimaksudkan untuk mengadakan perbandingan dengan term-term.
Perbandingan itu terjadi dalam premis-premis. Karena itu, termantara (M) hanya
berguna dalam premis-premis saja.
3) Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam
premis-premis. Artinya, term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh
universal, kalau dalam premis-premis particular. Ada bahaya ‘latius hos’. Istilah ini
sebenarnya merupakan singkatan dari hukum silogisme yang 3 berbunyi: ‘Latius hos
quam praemiisae conclusion non vult’. Isi ungkapan yang panjang ini sama saja
dengan ‘generalisasi’.Baik ‘Latius hos’ maupun ‘generalisasi’ menyatakan
ketidakberesan atau kesalahan penyimpulan, yakni menarik kesimpulan yang terlalu
luas. Menarik kesimpulan yang universal pada hal yang benar hanyalah kesimpulan
dalam bentuk keputusan yang particular saja. Misalnya: Kucing adalah makhluk
hidup Manusia bukan kucing Jadi, manusia bukan makhluk hidup.
4) Term-antara (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal. Jika term-antara
particular baik dalam premis major maupun minor, mungkin sekali term-antara itu
menunjukkan bagianbagian yang berlainan dari seluruh luasnya. Kalau begitu

2
W. Pespoprodjo dan T. Gilareso. Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis,
Dialektis. Bandung: Pustaka Grafika, 2011.
termantara tidak lagi berfungsi sebagai term-antara dan tidak lagi menghubungkan
(memisahkan) subyek dan predikat. Misalnya: Banyak orang kaya yang kikir Si
Fulan adalah orang kaya Jadi, Si Fulan adalah orang yang kikir 3.

b. Mengangkut keputusan-keputusan.
1) Jika kedua premis (yakni major dan minor) afirmatif atau positif, maka
kesimpulannya harus afirmatif dan positif pula.
2) Kedua premis tidak boleh negatif, sebab term-antara (M) tidak lagi berfungsi sebagai
penghubung atau pemisah subyek dan predikat. Dalam silogisme sekurang-
kurangnya satu, yakni subyek atau predikat, harus dipersamakan dengan term-antara
(M): Misalnya: Batu bukan binatang Kucing bukan batu Jadi, kucing bukan
binatang.
3) Kedua premis tidak boleh partikular. Sekurang-kurangnya satu premis harus
universal. Misal: Ada orang kaya yang tidak tenteram hatinya Banyak orang yang
jujur teteram hatinya Jadi, orang-orang kaya tidak jujur.
4) Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Keputusan particular
adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang universal.
Keputusan negatif adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan
afirmatif atau positif. Oleh karena itu:
a. Jika satu premis partikular, kesimpulan juga particular.
b. Jika salah satu premis negatif, kesimpulan juga harus negative.
c. Jika salah satu premis negatif dan partikular, kesimpulan juga harus negatif
dan partikular. Kalau tidak, ada bahaya ‘latius hos’ lagi. Misalnya: Beberapa
anak puteri tidak jujur Semua anak puteri itu manusia (orang) Jadi, beberapa
manusia (orang) itu tidak jujur 4.

Susunan silogisme yang lurus.Silogisme yang diuraikan di atas merupakan


bentuk logis dari penyimpulan.Penyimpulan itu tersusun dari tiga term.Ketiga term itu
adalah subyek, predikat, dan term-antara (M).Term-antara adalah sebagai kunci
silogisme; sebab term-antara (M) itulah yang menyatakan mengapa subyek dipersatukan
dengan predikat atau dipisahkan dari padanya dalam kesimpulan.Kemudian,
penyimpulan juga tersusun dari tiga keputusan.Ketiga keputusan itu adalah premis
major, premis minor, dan kesimpulan.Akhirnya, ketiga keputusan ini dapat dibedakan
menurut bentuk dan luasnya. Pembedaan ini menghasilkan keputusan A, keputusan E,
keputusan I, dan keputusan O. Kalau dikombinasikan, terdapatlah susunan yang berikut:
a. Menurut tempat term-antara (M);

1. M – P

2. P – M

3. M – P
3
Ahmad Taufiq MA, Modul Ilmu Mantiq/Logika.
4
Ibid.
4. P – M, S – M, S – M, M – S, M – S, S – P, S – P, S – P, S – P

Setiap keputusan di atas masih dapat berupa keputusan A, E, I, dan O, menurut


bentuk dan luasnya. Kalau semuanya dikombinasikan, secara teoritis diperolah 64
(bahkan 256) kemungkinan.Tetapi nyatanya, tidak setiap kombinasi menghasilkan
susunan silogisme yang lurus, hanya terdapat 19 kombinasi yang
lurus.Kombinasikombinasi ini pun masih harus menepati beberapa syara lagi. 5 Susunan
yang pertama: M – P, S – M, S – P

Semua ini merupakan susunan yan paling sempurna dan tepat sekali utuk suatu
eksposisi yang positif. - Syarat-syaratnya ialah: premis minor harus afirmatif dan premis
major universal. - Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah: AAA, EAE,
dan EIO (AAI dan EAO tidak lazim). Contohnya :

a. AAA : Semua manusia dapat mati Semua orang Indonesia adalah manusia
Jadi, semua orang Indonesi dapat mati
b. AAI : Semua manusia dapat mati Semua orang Indonesia adalah manusia
Jadi, beberapa orang Indonesia dapat mati
c. EAE : Semua manusia tidaklah abadi Semua orang Indonesia adalah manusia
Jadi, semua orang Indonesia tidaklah abadi
d. EAO : Semua manusia tidaklah abadi Semua orang Indonesia adalah
manusia Jadi, beberapa orang Indonesia tidaklah abadi
e. AII : Semua kucing mengeong Ciro adalah kucing Jadi, Ciro mengeong EIO
: Tidak ada seorang manusia pun yang adalah seekor kucing Beberapa hewan
adalah manusia Jadi, beberapa hewan bukanlah kucing Susunan yang kedua:
P - M S - M S - P - Susunan ini tepat sekali untuk menyusun sanggahan.
Susunan ini juga dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama. Syarat-
syaratnya ialah: sebuah premis harus negatif, premis major harus universal. -
Karena itu, kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah: AEA, AEE, EIO, dan
AOO (EAO dan AEO tidak lazim). Misalnya :
a. EAE: Tidak ada kucing yang mempunyai sayap Semua burung
mempunyai sayap Jadi, tidak ada burung yang adalah kucing
b. EAO: Tidak ada kucing yang mempunyai sayap Semua burung
mempunyai sayap Jadi, seekor bukanlah kucing
c. AEE: Semua manusia berakal budi Kera tidak berakal budi Jadi, kera
bukanlah manusia
d. AEO: Semua manusia berakal budi Kera tidak berakal budi Jadi, seekor
kera bukanlah manusia
e. IEO: Semua manusia yang normal bukanlah ateis Beberapa orang
Indonesia adalah ateis Jadi, beberapa orang Indonesia bukanlah manusia
yang normal
f. AOO: Semua ikan dapat berenang Beberapa burung tidak dapat berenang
Jadi, beberapa burung bukanlah ikan5.

Susunan yang ketiga: M - P M - S S - P - Susunan ini tidaklah sesederhana susunan


yang pertama dan yang kedua. Karena itu janganlah susunan ini dipakai terlalu sering.Susunan
ini juga bisa dijabarkan menjadi susunan pertama. - Syarat-syaratnya ialah: premis minor harus
afirmatif dan kesimpulan partikular. Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah: AAI,
IAI, AII, EAO, OAO, dan EIO: - Misalnya6 :

a. AAI : Semua manusia berakal budi Semua manusia adalah hewan Jadi, beberapa
hewan berakal budi
b. IAI : Beberapa murid nakal Semua murid adalah manusia Jadi, beberapa manusia
adalah nakal
c. AII Semua mahasiswa adalah manusia Beberapa mahasiswa adalah pandai Jadi,
beberapa mansia adalah pandai
d. EAO Semua manusia bukanlah burung Semua manusia adalah hewan Jadi, beberapa
hewan bukanlah burung
e. OAO Beberapa ekor kuda tidak ada gunanya Semua kuda adalah binatang Jadi,
beberapa binatang tidak ada gunanya
f. EIO Tida ada seorang manusia pun mempunyai ekor Beberapa manusia berbadan
kekar Jadi, beberapa manusia yang berbadan kekar tidak mempunyai ekor

Susunan yang keempat: P - M M - S S - P - Susunan ini tidak lumrah dan hampir tidak
pernah dipakai. Karena itu susunan ini sebaiknya disingkirkan saja.Susunan ini dengan mudah
dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama.Syarat-syaratnya ialah: Apabila premis major
afirmatif, premis minor harus universal; Apabila premis minor afimatif, kesimpulan harus
particular; dan Apabila salah satu premis negative, premis major harus universal. - Karena itu
kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah: AAI, AEE, IAI, EAO, dan EIO (AEO tidak lazim).
Misalnya :

a. AAI Semua manusia adalah hewan Semua hewan dapat mati Jadi, beberapa yang dapat
mati adalah manusia
b. AEE Semua orang sombong adalah keras kepala Tidak ada orang yang keras kepala pun
disenangi orang Jadi, yang tidak disenangi orang adalah orang yang sombong
c. IAI Beberapa orang kaya adalah licik Semua yang licik adalah manusia Jadi, beberapa
manusia adalah orang kaya
d. EAO Tidak ada pencuri yang disayangi Semua yang disayangi adalah yang baik budinya
Jadi, beberapa orang yang baik budinya bukalah Pencuri
e. EIO Tidak ada mahasiswa bodoh yang lulus Beberapa yang lulus adalah rajin Jadi,
beberapa yang rajin bukanlah mahasiswa yang bodoh

5
Ibid.
6
W. Pespoprodjo dan T. Gilareso. Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis,
Dialektis. Bandung: Pustaka Grafika, 2011.
f. AEO Semua orang yang cinta tanah air Indonesia adalah cinta akan Pancasila Tidak ada
seorang pun yang cinta akan Pancasila mempropagandakan kekerasan Jadi, beberapa
orang yang mempropagandakan kekerasan tidak cinta akan tanah air Indonesia 7.

B. METODE PENYIMPULAN SILOGISME KATEGORIS

Prinsip-prinsip Penyimpulan Penyimpulan tidak langsung, struktur penalarannya


diwujudkan dalam bentuk silogisme, yaitu yang secara umum diartikan dengan susunan
pikir.Silogisme merupakan salah satu bentuk penyimpulan deduktif yang sering digunakan, baik
dalam kehidupan sehari-hari dalam suatu perbincangan maupun dalam bentuk penelitian-
penelitian ilmiah. Khusus silogisme kategorik sebagai salah satu bentuk penyimpulan tidak
langsung dirumuskan sebagai “Suatu bentuk penyimpulan berdasarkan perbandingan dua
proposisi yang di dalamnya terkandung adanya term pembanding dan yang dapat melahirkan
proposisi lain sebagai kesimpulannya. Dalam penyimpulan bentuk silogisme kategorik ada
tujuh prinsip yang harus diikuti, 3 prinsip atas dasar konotasi term, dan 4 prinsip atas dasar
denotasi term, yaitu berikut ini :
1. Hukum pertama. Dua hal yang sama, apabila yang satu diketahui sama dengan hal
ketiga maka yang lain pun pasti sama.
2. Hukum kedua. Dua hal yang sama, apabila sebagian yang satu termasuk dalam hal
ketiga maka sebagian yang lain pun termasuk di dalamnya.
3. Hukum ketiga. Antara 2 hal, apabila yang satu sama dan yang lain berbeda dengan
hal ketiga maka dua hal itu berbeda.
4. Hukum keempat: Jika sesuatu diakui sebagai sifat sama dengan keseluruhan maka
diakui pula sebagai sifat oleh bagian-bagian dalam keseluruhan itu.
5. Hukum kelima. Jika sesuatu diakui sebagai sifat sama dengan bagian dari suatu
keseluruhan maka diakui pula sebagai bagian dari keseluruhan itu.
6. Hukum keenam. Apabila sesuatu hal diakui sebagai sifat yang meliputi keseluruhan
maka diakui pula sebagai bagian dari keseluruhan itu.
7. Hukum ketujuh. Apabila sesuatu hal yang tidak diakui oleh keseluruhan maka tidak
diakui pula oleh bagian-bagian dalam keseluruhan itu.

Silogisme Beraturan atau Silogisme kategorik adalah suatu bentuk penyimpulan


berdasarkan perbandingan dua proposisi yang di dalamnya terkandung adanya term
pembanding dan yang dapat melahirkan proposisi lain sebagai kesimpulannya. Dirumuskan
juga: penalaran berbentuk hubungan 2 proposisi kategorik yagn terdiri atas tiga term sehingga
melahirkan proposisi ketiga sebagai kesimpulannya.

Dalam definisi di atas jelaslah bahwa silogisme kategorik harus terdiri atas 3 term, hal
ini merupakan suatu prinsip sehingga silogismenya disebut dengan silogisme beraturan. Jadi
silogisme beraturan adalah hanya terdiri atas tiga term. Dengan memperhatikan kedudukan term

7
Ibid.
pembanding, dalam premis pertama maupun dalam premis kedua maka silogisme kategorik
dapat dibedakan antara empat bentuk atau empat pola, yaitu berikut ini :

1. Silogisme Sub-Pre: Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis
pertama sebagai subjek dan dalam premis kedua sebagai predikat.
2. Silogisme Bis-Pre: Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi
predikat dalam kedua premis.
3. Silogisme Bis-Sub: Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi
subjek dalam kedua premis.
4. Silogisme Pre-Sub: Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis
pertama sebagai predikat dan dalam premis kedua sebagai subjek 8.

Dalam membandingkan 2 proposisi kategorik yang sebagai premis silogisme, proposisi


pertama dapat bergantian antara 5 macam sebagaimana yang telah dibicarakan di atas,
dibandingkan dengan proposisi kedua yang bergantian juga antara lima macam maka tiap satu
bentuk silogisme kategorik ada 5 ´ 5 macam, yaitu ada 25 macam silogisme, tetapi secara
terperinci sebenarnya ada 7 ´ 7 berarti tiap bentuk ada 49 macam. Dari 25 macam tiap bentuk
silogisme, hanya 13 mempunyai kesimpulan tepat dan pasti, adapun yang lainnya tidak dapat
dipastikan kesimpulannya. Semua silogisme yang pasti ini merupakan penerapan 7 hukum dasar
penyimpulan ke bentuk-bentuk silogisme dengan mengikuti sistem konversi.

Silogisme Tidak Beraturan Silogisme tidak beraturan yang merupakan kumpulan


berbagai ragam silogisme, yaitu silogisme kategorik yang proposisinya ada yang tidak
dinyatakan atau berkait-kaitan atau juga bentuk silogisme yang terdiri atas beberapa silogisme
yang berkaitan.Silogisme tidak beraturan semuanya dapat dikembalikan ke bentuk silogisme
yang beraturan, adapun yang berkaitan dapat juga diuraikan secara bertahap.

Silogisme tidak beraturan ada empat macam, yaitu entimema, epikirema, sorites, dan
ada juga yang disebut dengan polisilogisme. Semua ini akan dibicarakan satu per satu secara
jelas. Penalaran bentuk entimema hanya menyebutkan premisnya saja tanpa ada kesimpulan
karena dianggap sudah langsung dimengerti kesimpulannya atau sudah disebutkan terlebih
dahulu.Dan sering juga menyebutkan premis pertama dengan kesimpulan atau premis kedua
dengan kesimpulan.Semua ini menunjukkan bahwa dalam penalarannya itu ada proposisi yang
diperkirakan atau tidak dinyatakan.

Entimema didefinisikan sebagai berikut.Entimema adalah suatu bentuk silogisme yang


hanya menyebutkan premis atau kesimpulan saja atau keduanya, tetapi ada satu premis yang
tidak dinyatakan. Penalaran dalam bentuk entimema proposisi yang tidak dinyatakan ada 4
kemungkinan, yaitu :

1) entimema dari silogisme yang premis pertamanya ditiadakan, entimema dari


silogisme yang premis keduanya ditiadakan, entimema dari silogisme yang
8
Ahmad Taufiq MA, Modul Ilmu Mantiq/Logika.
kesimpulannya diperkirakan karena langsung dapat diketahui, entimema dari
silogisme yang kedua premisnya diperkirakan karena dianggap sudah diketahui.
2) Epikirema adalah suatu bentuk silogisme yang salah satu atau kedua premisnya
disertai dengan alasan. Premis yang disertai dengan alasan itu sebenarnya
merupakan kesimpulan dari suatu silogisme tersendiri yang berbentuk entimema.
Penalaran bentuk epikirema ini banyak dijumpai dalam buku-buku maupun
percakapan sehari-hari. Adapun premis-premisnya yang berbentuk entimema sering
dinyatakan kesimpulannya terlebih dahulu daripada premisnya atau mendahulukan
akibat dari sebab.
3) Penalaran bentuk sorites didefinisikan: suatu bentuk silogisme yang premisnya
berkait-kaitan lebih dari dua proposisi sehingga kesimpulannya berbentuk hubungan
antara salah satu term proposisi pertama dengan salah satu term proposisi terakhir
yang keduanya bukan term pembanding. Sorites pada dasarnya ada dua macam,
yaitu sorites progresif dan sorites regresif. Sorites progresif, yaitu suatu
perbincangan mengarah maju dari term yang tersempit sampai pada yang terluas,
sedang kesimpulannya adalah hubungan antara subjek dari premis pertama dengan
predikat dari premis terakhir. Sorites regresif, yaitu suatu perbincangan mengarah
balik dari term yang terluas menuju yang tersempit, sedang kesimpulannya
merupakan hubungan antar subjek dari premis terakhir dengan predikat dari premis
pertama. Penalaran bentuk sorites dapat diambil kesimpulan secara pasti, jika
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Jika dalam perkaitan itu lingkungan term berjalan dari term yang luas meliputi
term yang sempit maka perkaitan selanjutnya tidak boleh dibalik, walaupun term
tersebut sebagai subjek atau predikat.
b. Jika dalam perkaitan itu lingkungan term berjalan dari term yang sempit
termasuk dalam lingkungan term yang luas maka perkaitan selanjutnya tidak
boleh dibalik, baik term tersebut sebagai subjek maupun predikat.
c. Jika dalam perkaitan itu ada negasi maka yang menegasikan atau yang
dinegasikan harus term yang lebih luas, hal ini berdasarkan prinsip ketujuh.
d. Jika dalam perkaitan itu tiap proposisi sebagai premis berbentuk ekuivalen maka
sampai proposisi tak terhingga pun kesimpulannya tetap berbentuk ekuivalen,
hal ini berdasarkan prinsip pertama kaidah silogisme 9.

9
Ibid.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Silogisme adalah setiap penyimpulan, di mana dari dua keputusan (premis-premis)


disimpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan).Keputusan yang baru itu berhubungan
erat sekali dengan premispremisnya. Beberapa hukum-hukum dasar yang digunakan untuk
silogisme kategoris adalahberikut :
1. Menyangkut term-term
a. Silogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term.
b. Term-antara (M) tidak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan.
c. Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada
dalam premis-premis.
d. Term-antara (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal.
Silogisme Beraturan atau Silogisme kategorik adalah suatu bentuk penyimpulan
berdasarkan perbandingan dua proposisi yang di dalamnya terkandung adanya term
pembanding dan yang dapat melahirkan proposisi lain sebagai kesimpulannya. Khusus
silogisme kategorik sebagai salah satu bentuk penyimpulan tidak langsung dirumuskan sebagai
“Suatu bentuk penyimpulan berdasarkan perbandingan dua proposisi yang di dalamnya
terkandung adanya term pembanding dan yang dapat melahirkan proposisi lain sebagai
kesimpulannya. Dalam penyimpulan bentuk silogisme kategorik ada tujuh prinsip yang harus
diikuti, 3 prinsip atas dasar konotasi term, dan 4 prinsip atas dasar denotasi term, yaitu berikut
ini :
1. Hukum pertama. Dua hal yang sama, apabila yang satu diketahui sama dengan hal
ketiga maka yang lain pun pasti sama.
2. Hukum kedua. Dua hal yang sama, apabila sebagian yang satu termasuk dalam hal
ketiga maka sebagian yang lain pun termasuk di dalamnya.
3. Hukum ketiga. Antara 2 hal, apabila yang satu sama dan yang lain berbeda dengan
hal ketiga maka dua hal itu berbeda.
4. Hukum keempat: Jika sesuatu diakui sebagai sifat sama dengan keseluruhan maka
diakui pula sebagai sifat oleh bagian-bagian dalam keseluruhan itu.
5. Hukum kelima. Jika sesuatu diakui sebagai sifat sama dengan bagian dari suatu
keseluruhan maka diakui pula sebagai bagian dari keseluruhan itu.
6. Hukum keenam. Apabila sesuatu hal diakui sebagai sifat yang meliputi keseluruhan
maka diakui pula sebagai bagian dari keseluruhan itu.
7. Hukum ketujuh. Apabila sesuatu hal yang tidak diakui oleh keseluruhan maka tidak
diakui pula oleh bagian-bagian dalam keseluruhan itu.
B. SARAN

Demikian makalah ini kami susun, tentunya makalah ini jauh dari kata sempurna. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi buku yang diperoleh. Untuk itu penulis berharap
pembaca memebrikan masukan dan saran agar adanya perbaikan dalam penulisan makalah
selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat membantu dan bermanfaat untuk para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Taufiq MA, Modul Ilmu Mantiq/Logika.

Urbanus Ura Weruin, Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum, Jurnal Konstitusi,
Volume 14, Nomor 2, FH Universitas Tarumanagara Jakarta : 2017

W. Pespoprodjo dan T. Gilareso. Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berpikir Tertib, Logis,
Kritis, Analitis, Dialektis. Bandung: Pustaka Grafika, 2011

Anda mungkin juga menyukai