Disusun Oleh:
Dosen Pengampu:
Dr. Murni, S.Pd.I.,M.Ag.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
serta shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
penutup para nabi dan rasul, kami dengan rendah hati memulai kata pengantar
makalah ini.
Makalah ini merupakan upaya kami untuk menggali pemahaman lebih dalam
tentang konsep-konsep Islami yang relevan dengan tema yang sedang dibahas.
Islam, sebagai agama yang menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia, memiliki
warisan intelektual yang sangat kaya. Kami berharap makalah ini dapat menjadi
kontribusi kecil kami dalam memahami nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
disampaikan oleh agama Islam.
Selama penulisan makalah ini, kami telah merujuk kepada berbagai sumber,
karya-karya ulama, dan literatur Islami yang berharga. Kami ingin menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada mereka yang telah berkontribusi pada
pemahaman Islam dan ilmu pengetahuan.
Kami juga ingin menyatakan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan
ilmu kepada kami.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca yang ingin mendalami lebih jauh
tentang konsep-konsep Islami yang dibahas dalamnya. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua dalam meniti jalan-Nya
yang benar.
Akhir kata, kami mohon maaf jika terdapat kekurangan dalam makalah ini, dan
kami berserah diri kepada Allah SWT untuk memberikan yang terbaik.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................4
A. Latar Belakang ........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................4
C. Tujuan Masalah ......................................................................................................2
BAB II ..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................3
A. Syariat Islam dan Qanun Aceh ................................................................................3
B. Dinamika Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh Dalam Konteks Hukum Negara.........6
C. Perbedaan antara hukum syariat di Aceh dengan hukum Nasional Indonesia .......8
D. Dinamika Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh dalam Konteks Hukum Negara .........9
BAB III ...............................................................................................................................11
KESIMPULAN ....................................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan syari’at Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) tidak hanya sebagai sebuah wacana, namun sudah dipraktikkan oleh
mayoritas penduduknya. Diantara daerah yang ada dalam wilayah NKRI ini
adalah Aceh, yang merupakan provinsi paling barat di pulau Sumatera ini
sedang menerapkan pelaksanaan syari’at Islam. Pelaksanaan syari’at Islam ini
diberlakukan dan mendapat legalitaskarena didukung sosiokultural dan historis
masyarakatnya, seperti Aceh dulunya dikenal sebagai pusat penyebaran agama
Islam di nusantara. Namun demikian, pelaksanaan syari’at Islam tersebut tidak
serta merta berjalan sesuai yang diharapkan. Ini terjadi disebabkan belum
adanya rujukan yang jelas dan formulasi yang tepat dalam penerapan syari’at
Islam di Provinsi Aceh, meskipun ada beberapa Negara yang menerapkan
syari’at Islam bagi penduduknya
B. Rumusan Masalah
1. Syariat Islam dan Qanun Aceh
2. Apa perbedaan antara hukum syariat di Aceh dengan hukum nasional
Indonesia?
3. Bagaimana pemerintah pusat Indonesia mengawasi dan mengelola
pelaksanaan syariat Islam di Aceh?
iv
C. Tujuan Masalah
1. Memahami latar belakang dan akar sejarah pelaksanaan syariat Islam
di Aceh.
2. Menganalisis praktik pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
3. Menilai upaya pengawasan dan penegakan hukum syariat di Aceh oleh
pemerintah pusat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 18 Ayat (6) UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki
hak untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya dalam rangka
pelaksanaan otonomi dan bantuan.
Namun, definisi ini sebenarnya tidak biasa. Secara umum, Qanun pada tingkat
nasional setara dengan Undang-Undang. Dalam pengertian bahasa, Qanun memang
berarti Undang-Undang. Menurut Jasser Audah, Qanun adalah hukum positif yang
dibangun berdasarkan fikih (hukum Islam) dan 'urf (adat istiadat). Istilah Qanun
sering dianggap sinonim dengan istilah-istilah seperti syariah, fikih, dan adat
istiadat. Namun, pada dasarnya, ketiga istilah ini memiliki perbedaan yang
mendasar. Syariah mewakili aspek ketuhanan dalam hukum Islam, fikih
6
mencerminkan aspek kognitif hukum Islam yang berasal dari nash (teks agama) dan
hasil konstruksi ijtihad oleh para ahli hukum. Kaburnya batas antara fikih dan
syariah telah menghasilkan klaim "kesucian" yang kontroversial dalam beberapa
konteks
7
D. Dinamika Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh dalam Konteks Hukum
Negara
Masalah hukum Islam dalam politik Islam di Indonesia tidak baru. Permasalahan
ini telah terungkap sejak Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1959, ketika kelompok
Islam mengalami kekalahan politik dan Sila Pertama Pancasila, yang mengandung
hukum Islam, dihapus dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Para wakil
Islam di Konstituante (1956-1959), termasuk Partai Masyumi di bawah pimpinan
Muhammad Natsir dan Partai NU, berjuang agar rumusan Piagam Jakarta
dimasukkan kembali ke dalam UUD 1945. Namun, usulan ini menghadapi
perlawanan dari kelompok nasionalis, yang mengakibatkan perdebatan sengit yang
tidak dapat dihindari. Konstituante kemudian dibubarkan oleh Presiden Soekarno
melalui dekrit pada tanggal 5 Juni 1959. Meskipun demikian, banyak tokoh yang
mengakui bahwa episode sejarah ini sangat penting dalam perjalanan bangsa
Indonesia.
Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan melindungi agama
serta pemeluknya. Negara berupaya untuk mengintegrasikan ajaran Islam dan
hukum agama ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seiring dengan
perkembangan dunia saat ini, terutama di Indonesia. Oleh karena itu, penerapan
hukum pidana Islam seperti yang terlihat di Aceh harus mengikuti perkembangan
zaman. Tidak hanya masalah qanun atau peraturan daerah tentang syariat Islam,
tetapi juga aspek-aspek hukum Islam lainnya perlu mengakomodasi kepentingan
politik kelompok tersebut. Meskipun begitu, penerapan hukum pidana Islam dan
syariah Islam harus didasarkan pada konsep hukum yang bersifat universal dan
nilainya berakar pada prinsip kemanusiaan yang sejati.
Selama ini, hukum Indonesia telah terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar
subsistem hukum, yaitu sistem hukum barat, hukum adat, dan sistem hukum Islam,
yang masing-masing merupakan bagian dari sistem hukum Indonesia. Sistem
Hukum Barat merupakan warisan kolonialisme Belanda selama 350 tahun, yang
berdampak besar pada sistem hukum nasional kita. Sistem Hukum Adat didasarkan
pada nilai-nilai moral masyarakat Indonesia, dan untuk memahaminya, seseorang
10
harus memahami landasan moral yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sementara
itu, sistem hukum Islam didasarkan pada Al-Quran dan hadis/sunnah yang
diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW dan dikonkretkan oleh para mujtahid
melalui ijtihad mereka.
10
BAB III
KESIMPULAN
UUD 1945 mengakui dan menghormati bentuk kesatuan hukum yang
berasal dari Pemerintahan Daerah, baik yang bersifat khusus maupun khusus.
Keistimewaan yang dimaksud adalah lahirnya Qanun Aceh. Kemudian, Qanun
Aceh juga berfungsi untuk menegaskan kembali kewenangan daerah dalam
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sendiri. Hal ini terlihat dengan
adanya beberapa Qanun Aceh yang berusaha mewujudkan tata cara penerapan
syariat Islam yang dipandang sebagai landasan utama dalam kehidupan
masyarakat Aceh. Oleh karena itu, qanun Aceh yang berkaitan dengan penerapan
hukum Islam, seperti Qanun Aceh Nomor 10 dan 11 Tahun 2002; Qanun Aceh
Nomor 12, 13 dan 14 Tahun 2003 yang menurut sebagian pendapat bersumber
dari isi Alquran dan Hadist. Secara hierarki, penerapan syariat Islam dinilai tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Alasannya berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Dasar Hukum, nomor 26, dan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menilai penerapan hukum Islam
tidak cacat hukum. Padahal, menurut Perpres ini, yang dijadikan landasan hukum
adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengaturan
selanjutnya. Qanun/Peraturan Daerah Khusus cukup dengan undang-undang, jika
Qanun Aceh berdasarkan hukum Islam, maka cukup Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang UUPA.
11
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, S. (2012). Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh Sebagai Bagian Wilayah NKRI. Jurnal
Dinamika Hukum, 358.
Berutu, A. G. (2016). Penerapan Syariat Islam Aceh Dalam Lintas Sejarah. Jurnal Hukum,
Vol. 13 , 180-185.
12