Disusun oleh
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................1
1.4 Manfaat...........................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
2.1.........................................................................................................................2
BAB III....................................................................................................................3
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................3
3.2 Saran...............................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................4
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat-Nya
juga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengakuan Atas
Hukum Adat Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana” dengan
tepat waktu. Penulis turut mengucapkan terima kasih Ni Putu Ega Parwati, S.H.,
M.H selaku dosen mata kuliah Hukum Pidana Adat atas arahan dan
bimbingannya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Hukum Pidana
Adat di Universitas Pendidikan Ganesha. Selain itu penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca mengenai Pengakuan Atas
Hukum Adat Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ketentuan Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan pasal
281 ayat (3) UUD 1945 bahwa identitas budaya dan masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Selain UUD 1945,
1
beberapa Undang-undang sektoral juga memberikan jaminan hak-hak masyarakat
hukum adat, antara lain:
2
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
a. Teoretis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan memperluas
pengetahuan tentang Pengakuan Atas Hukum Adat Melalui Putusan
Pengadilan Dalam Perkara Pidana.
b. Praktis
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak tertentu yang
membutuhkan informasi mengenai makalah ini baik itu untuk penelitian,
penulisan, dan pembelajaran.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Sebab dari segi historis, Masyarakat Hukum Adat memiiki latar belakang
sejarah serta kebudayaan yang lam. Keberadaan Hukum Adat sudah ada jauh
sebelum ada atau terbentuknya negara ini. Dr. C. Snouck Hurgronje (1857 - 1936)
dengan karangannya De Atjehers7 , kemudian Prof. Cornelis van Vollenhoven
(1874-1933), karyanya Het Ontdekking van Adatrecht, Orientatie in het Adatrecht
van Nederlandsch-Indie (1913) dan Het Adatrecht van Nederlandsch-Indië.
kemudian Ter Haar dengan karyanya Beginselen en Stelsel van het Adatrecht
(1939) yang meneliti Hukum Adat pada masa penjajaha. Masyarakat
4
(persekutuan) hukum adat menurut Van Vollenhoven merupakan suatu
masyarakat hukum yang menunjuk pengertian-pengertian serta kesatuan manusia
yang memili tata susunan yang teratur dan sistematis, memiliki daerah yang tetap,
penguasa atau pengurus, dan mempunyai harta, baik harta berwujud (tanah,
pusaka dll) maupun harta tidak berwujud (gelar-gelar kebangsawanan).Ter Haar
di dalam bukunya Beginselen en Stelsel van Het Adatrecht (1939) juga
mengatakan bahwa diseluruh kepulauan Indonesia pada tingkatan rakyat bawah,
terdapat pergaulan hidup di dalam golongan-golongan tertentu yang bertingkah
laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir dan batin.
Berdasarkan pendapat Ter Haar dapat dirumuskan bahwa Hukum Adat yaitu
pertama, kesatuan manusia yang terstruktur, kedua, menetap disuatu daerah
tertentu, ketiga mempunyai atau memiliki penguasa, dan; keempat mempunyai
kekayaa berwujud ataupun tidak berwujud. Apabila menurut dasar susunannya
maka struktur persektuan-persektuan Masyrakat Hukum Adat dapat diolongkan
menjadi dua;
a. Geneologis
Bersifat keanggotaan suatu kesatuan yang didasarkan pada faktor yang
berlandaskan kepada pertalian daerah, ataupun pertalian suatu keturunan.
b. Teritorial
Teritorial yaitu keanggotaan suatu kesatuan terikat pada suatu daerah
tertentu, hal ini merupakan faktor yang mempunyai peranan yang
terpenting dalam setiap timbulnya persekutuan hukum
Pada dasarnya Hukum adat di Bali memiliki prinsip dasar yang sama
namun dalam penerapannya tidak tertup adanya perbedaan sesuai dengan desa
kala patra (tempat, wakttu , dan kondisi) sesuai hukum adat itu diberlakukan.
Secara umum prinsip-prinsip yang terkandung dalam hukum adat Bali dapat
diuraikan sebagai berikut:
5
umum yang ada pada masyarakat yang berpaham komunal. Masyarakat
hukum adat adalah merupakan masyarakat komunal yang mementingkan
kebersamaan dan kerukunan dalam hidup bermasyarakat
2. Tri Murti sebagai suatu keyakinan
Suatu keyakinan bagi masyarakat hukum adat Bali tentang siklus
kehidupan manusia yang pasti akan dijalani, yakni lahir, hidup, dan mati.
Maka penyelenggaraan hukum adat Bali itu jelas tampak dalam kehidupan
masyarakat hukum adat, yakni kehidupan masyarakat sebagai krama (warga) desa
pakraman. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat hukum adat Bali ada dalam
ikatan desa pakraman sebagai persekutuan hukum atas keterikatan teritorial
dimana mereka bermukim dan menjalani kehidupannya. Desa Pakraman sebagai
kesatuan masyarakat hukum memiliki wilayah, warga, aturan hidup,
kepengurusan, harta kekayaan diluar milik anggotanya serta tiada suatu keinginan
dari warganya untuk membubarkannya. Secara jelas hukum adat tampak pada
penyelengaraan desa pakraman. Keberadaan desa pakraman tersebut dapat dilihat
dari keberadaan Tri Kahyangan atau Kahyangan Desa dalam bentuk tempat
pemujaan yang terdiri dari Pura Desa (tempat berstana Dewa Brahma), Pura
Puseh atau Pura Segara (tempat berstana Dewa Wisne), dan Pura Dalem (tempat
berstana Dewa Ciwa). Penyelenggaraan desa pakraman adalah bentuk nyata dari
implementasi hukum adat Bali yang dijiwai agama Hindu, sehingga Hukum Adat
di Bali secara langsung dapat pengakuan sesuai Undang-Undang yang berlaku di
Indonesia.
6
orang karena terlahir dari proses budaya yang panjang. Olehnya dalam
penerapannya masyarakat menjalankannya karena kesadaran yang hadir dalam
dirimereka, bukan karena suatu kewajiban atau paksaan
Penjatuhan sanksi ini biasanya dilakukan oleh arungatau raja sebagai salah
satu pelaksana peradilan. Pangngaderreng lahir sebagai bagian dari budaya
masyarakat Sulawesi Selatan yang dijalankan tanpa ada unsur paksaan.
Pangngaderreng ini sangat menjunjung persamaan dan kebijaksanaan. Inilah
yang membedakan pangngaderreng dengan suatu adat kebiasaan. Apabila
suatu adat kebiasaan, biasanya bersifat kesewenang-wenangan dan
7
akhirnya diterima sebagai suatu dampak dari sistem sosial, maka
pangngaderreng ini menentang adanya unsur kesewenang-wenangan tersebut,
termasuk pemerkosaan, penindasan dan kekerasan. Pangngaderreng ini melekat
sebagai bagian dari hakikat manusia, yang melahirkan satu unsur esensi di dalam
diri yang dikenal sebagai siri. Siri’ tidak lain merupakan cerminan martabat dan
harga diri manusia. Olehnya orang Bugis, kemanapun pergi mengembara
akan membawa pangngaderreng yang dilandaskan pada siri’ tersebut.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
A. Undang-Undang
B. Buku
Laksanto Utomo, St. Hukum Adat, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2016)
Jurnal
10