Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM ADAT DITINJAU DARI

KEBIJAKAN PEMERINTAH
“Keberadaan Hukum Adat Dalam Sistem Hukum Indonesia”
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah Hukum Adat

Dosen Pengampuh : Cahya Andika, M.H.

Disusun Oleh:
Miftahul Arifin (217420100005)

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BAKTI INDONESIA
BANYUWANGI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya
Kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini.

Diharapkan makalah tentang “Keberadaan Hukum Adat Dalam Sistem Hukum


Indonesia” ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dan mendukung kesempurnaan makalah ini sangat
diharapkan.

Akhir kata penulis sampaikan terimakasih,


Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita amin.

Banyuwangi, 27 Juli 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................

C. Tujuan.............................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Adat.................................................................................................

B. Macam-Macam Adat Bali...............................................................................................

BAB III PEMBAHASAN

A. Keberadaan Hukum Adat Dalam Sistem Hukum Indonesia..........................................

B. pentingnya keberadaan hukum adat harus diperjelas......................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................................

B. Saran...............................................................................................................................
.........................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum Adat, jika kita mendengar kata itu yang terlintas di fikiran kita mungkin
adalah suatu Corak kedaerahan yang begitu kental didalamnya. Karena sifatnya yang
tidak tertulis, majemuk antara lingkungan masyarakat satu dengan lainnya, maka sangat
perlu dikaji perkembangannya. Pemahaman ini akan diketahui apakah hukum adat
masih hidup , apakah sudah berubah, dan ke arah mana perubahan itu.
1
Di era Modern ini terkadang kita lupa akan latar belakang lahirnya hukum yang
kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia-asia
lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa
Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh
dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena
peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki
kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum
adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga
bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar
keturunan

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana keberadaan hukum adat dalam sistem hukum indonesia?
2. Mengapa keberadaan hukum adat harus diperjelas?

C. TUJUAN
1. Agar kami mengetahui dan memahami keberadaan hukum adat dalam sistem
hukum di indonesia sehingga kami dapat melestarikan hukum adat di Indonesia
ini pada era Modern.
2. Agar kami dapat menjaga keberadaan hukum adat yang memang sudah menjadi
ciri khas dari bangsa Indonesia ini.

1
Keebet von Benda-Beckmann: Pluraisme Hukum, Sebuah Sketsa Genealogis dan Perdebatan Teoritis, dalam:
Pluralisme Hukum, Sebuah Pendekatan Interdisipliner, Ford Fondation, Huma, Jakarta, 2006 hal 21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN HUKUM ADAT

hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan dibuat dari tingkah
laku masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah hukum
yang ditaati secara tidak tertulis. Hukum adat diakui oleh negara sebagai hukum
yang sah. Setelah Indonesia merdeka, dibuatlah beberapa aturan yang dimuat dalam
UUD 1945, salah satunya mengenai hukum adat. Seperti salah satu dasar hukum
berikut ini, yaitu pasal 18B ayat 2 UUD Tahun 1945: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-
undang”

Sedangkan menurut para pakar hukum, pengertian hukum adat adalah:


1. Menurut Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
“Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat.
Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah
sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap
penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila
penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu
sudah merupakan hukum adat.”

2. Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven


Profesor luar negeri ini menyampaikan teorinya, bahwa: “Hukum adat adalah
keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan
belum dikodifikasikan.”
3. Menurut Dr. Sukanto, S.H.
Ahli ini menyatakan bahwa “Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada
umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai
sanksi jadi mempunyai akibat hukum”. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa
secara umum hukum adat adalah hukum tidak terrtulis. Kendati demikian,
masyarakat adat tetap meyakini bahwa ada hukum yang mengikat pada
lingkungannya sehingga harus ditaati dan akan mendapatkan sanksi apabila
dilanggar.2

B. MACAM-MACAM ADAT BALI

Pesona keindahan alam di Pulau Bali memang sudah tidak perlu diragukan lagi.
Sepanjang pulau kita dapat menikmati keindahan alam yang terbentang, mulai dari
gunung, pantai bahkan danau. Namun, ada hal unik yang membuat Bali menjadi lebih
istimewa, yaitu pelestarian budaya yang sangat terasa pada sendi kehidupan
masyarakatnya. Berkunjung ke Bali terasa lebih spesial jika kita berhasil mendapatkan
momen seru dengan menyaksikan upacara adat di Bali. Umumnya upacara adat tersebut
dapat disaksikan oleh wisatawan untuk sekedar menyaksikan atau
mendokumentasikannya.

Berikut antara lain tujuh upacara adat di Pulau Bali yang memiliki keunikan tersendiri:
1. Upacara Ngaben
Upacara ngaben merupakan upacara pembakaran jenazah di Bali yang dipercaya
oleh masyarakat Hindu Bali sebagai ritual untuk menyempurnakan jenazah kembali ke
Sang Pencipta. Upacara Ngaben terbagi menjadi tiga jenis yaitu: Ngaben sawa Wedana,
Ngaben Asti Wedana, dan Swasta. Upacara Ngaben Sawa Wedana dilakukan setelah
jenazah diawetkan sebelum waktu ritual pembakaran berlangsung. Sementara itu,
Ngaben Asti Wedana dilakukan setelah jenazah dikubur terlebih dahulu. Terakhir,
upacara Swasta dilakukan bagi penduduk Bali yang meninggal di luar daerah atau yang
jasadnya tidak ditemukan.

2
https://umsu.ac.id/apa-itu-hukum-adat/
Mengingat banyaknya biaya yang akan dikeluarkan untuk upacara Ngaben,
maka tidak semua penduduk Bali bisa melaksanakan upacara ini untuk keluarga yang
meninggal dunia. Namun, pemerintah baik desa adat maupun Pemerintah Provinsi
mengadakan upacara ngaben massal yang diperuntukkan bagi keluarga yang kurang
mampu agar jasad para leluhurnya dapat disucikan atau dibersihkan sesuai dengan
ajaran agama Hindu. Jadi, Upacara Ngaben memang tidak akan selalu dilaksanakan dan
tidak dapat diprediksi.

2. Upacara Melasti
Upacara Melasti merupakan upacara pensucian baik untuk diri serta benda
sakral milik Pura. Dalam kepercayaan agama Hindu sumber air seperti danau, laut
maupun mata air merupakan sumber kehidupan atau tirta amerta. Dalam acara ini,
masyarakat berbondong-bondong menuju laut atau sumber air dengan berpakaian putih
serta membawa perlengkapan persembahyangan dan biasanya mengusung pratima,
benda atau patung yang disakralkan untuk dibersihkan secara sekala dan niskala.
Tujuan dari upacara ini adalah meningkatkan bhakti pada para Dewa dan
manifestasi Tuhan serta meningkatkan kesadaran umat Hindu agar mengembalikan
kelestarian lingkungan. Jika ingin menyaksikan upacara adat ini, datanglah 3 atau 4 hari
sebelum perayaan Nyepi dilaksanakan dan menginap di hotel-hotel yang berdekatan
dengan kuil Hindu yang cukup besar seperti di Kuta atau Uluwatu.

3. Hari Raya Saraswati


Hari Raya Saraswati adalah hari raya untuk merayakan ilmu pengetahuan. Pada
hari raya ini, umat Hindu Bali biasanya melakukan upacara khusus untuk memuja atau
mengagungkan Dewi Saraswati yang dipercaya membawa ilmu pengetahuan di bumi
hingga membuat semua orang di dunia menjadi pintar dan terpelajar. Semua yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan seperti buku dan kitab didoakan dalam upacara
Saraswati. Tak hanya itu, biasanya ditampilkan pula pentas tari dan pembacaan cerita
hingga semalam suntuk.
4. Hari Raya Galungan
Galungan berasal dari bahasa Jawa Kuno dan berarti ‘Menang’. Sesuai dengan
asal namanya, upacara adat di Bali yang satu ini bertujuan merayakan kemenangan
melawan kejahatan. Selain itu, upacara Galungan juga digelar untuk memperingati
terciptanya alam semesta beserta isinya. Rangkaian hari raya Galungan sudah
berlangsung sekitar 25 hari sebelum hari raya Galungan. Setiap 210 hari perhitungan
kalender Bali, umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Galungan.

5. Upacara Mepandes
Dikenal juga dengan nama Metatah atau Mesuguh, upacara adat Mepandes
dilakukan ketika seorang anak mulai memasuki masa remaja. Dalam Upacara
Mepandes ini, 6 buah gigi taring bagian atas anak-anak yang beranjak dewasa akan
dikikis. Upacara pemotongan gigi ini digelar dengan tujuan untuk menghilangkan nafsu
buruk seperti keserakahan, kecemburuan, marah, dan sebagainya.

6. Upacara Ngerupuk
Upacara Ngerupuk dilakukan tepat sehari sebelum hari Nyepi tiba dan
masyarakat wajib melakukan persembahan kepada Bhuta Kala, dengan tujuan mengusir
Bhuta Kala agar tidak menggangu kehidupan manusia saat sedang melakukan brata
penyepian. Ritual dimulai dengan mengobori rumah, menyemburi rumah serta
pekarangan dengan mesiu, dan memukul benda hingga menimbulkan suara gaduh.
Setelah ritual adat di Bali ini selesai, biasanya akan ada pawai ogoh-ogoh yang diarak
bersama obor mengelilingi kawasan tinggal warga.

7. Upacara Tumpek Landep


Tumpek Landep merupakan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Bali untuk
menyucikan senjata dan peralatan yang dimiliki, dengan sesaji dan doa-doa. Upacara ini
akan dipimpin oleh pemuka adat, dan dilakukan di Pura yang dianggap sakral dan
memiliki lokasi yang tepat.Seluruh senjata dan peralatan milik masyarakat yang
disucikan diharapkan dapat memberikan keberkahan bagi para pemilik senjata dan
peralatan tersebut.3

3
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-balinusra/baca-artikel/13697/Tujuh-Upacara-Adat-di-Pulau-Bali.html
BAB III
PEMBAHASAN

A. KEBERADAAN HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Indonesia adalah negara yang menganut pluralitas dalam bidang hukumnya,


dimana ada tiga hukum yang keberadaannya diakui dan berlaku yaitu hukum barat,
hukum agama dan hukum adat. Pada prakteknya masih banyak masyarakat yang
menggunakan hukum adat dalam mengatur kegiatan sehari-harinya serta dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang ada. Setiap wilayah di Indonesia mempunyai
tata hukum adatnya masing-masing untuk mengatur kehidupan bermasyarakat yang
beraneka ragam yang sebagian besar hukum adat tersebut tidak dalam bentuk aturan
yang tertulis.
Hukum adat tersebut berkembang mengikuti perkembangan masyarakat dan
tradisi rakyat yang ada. Hukum adat merupakan endapan kesusilaan dalam masyarakat
yang kebenarannya mendapatkan pengakuan dalam masyarakat tersebut. Dalam
perkembangannya, praktek yang terjadi dalam masyarakat hukum adat keberadaan
hukum adat sering menimbulkan pertanyaan-pertanyaan apakah aturan hukum adat ini
tetap dapat digunakan untuk mengatur kegiatan sehari-hari masyarakat dan
menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat hukum
adat. Sementara itu negara kita juga mempunyai aturan hukum yang dibuat oleh badan
atau lembaga pembuat undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Antara hukum adat dengan hukum negara mempunyai daya pengikat yang berbeda
secara konstitusional bersifat sama tetapi terdapat perbedaan pada bentuk dan aspeknya.
Menurut Van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku
masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan. Menurut
Terhaar, hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan adat dan berlaku secara spontan. Dapat disimpulkan hukum adat adalah suatu
norma atau peraturan tidak tertulis yang dibuat untuk mengatur tingkah laku masyarakat
dan memiliki sanksi.
Keberadaan hukum adat ini secara resmi telah diakui oleh negara keberadaannya
tetapi penggunaannyapun terbatas. Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana
menyebutkan ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang”, yang berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum
adat serta konstitusional haknya dalam sistem hukum Indonesia. Disamping itu juga
diatur dalam Pasal 3 UUPA “Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.
Polemik yang sering timbul adalah dalam hal pengakuan hak ulayat atau
kepemilikan hak atas tanah. Hak ulayat yaitu hak penguasaan atas tanah masyarakat
hukum adat yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan diakui oleh negara
dimana dalam teorinya hak ulayat dapat mengembang (menguat) dan mengempis
(melemah) sama juga halnya dengan hak-hak perorangan dan ini pula yang merupakan
sifat istimewa hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat, “semakin kuat
kedudukan hak ulayat maka hak milik atas tanah itu semakin mengempis tetapi apabila
semakin kuat hak milik itu maka keberadaan hak ulayat itu akan berakhir”. Dengan
telah diakuinya hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat tetapi mengapa masih banyak
permasalahan itu terjadi di daerah-daerah Indonesia. Banyak penggunaan tanah ulayat
yang berakhir sengketa karena tidak sesuai dengan seharusnya. Hal itu timbul karena
para investor seharusnya berurusan langsung dengan masyarakat adat sebagai pemilik
hak ulayat untuk melaksanakan suatu perjanjian. Tetapi kenyataannya malah investor
tersebut mendapatkan tanahnya melalui pemerintah yang mengakibatkan masyarakat
adat selaku pemilik protes karena mengapa melakukan kegiatan investor ditanah
mereka. Timbul juga sebuah kerugian sebagai efek samping dari terjadinya sengketa
karena tanah tersebut dalam status quo sehingga tidak dapat digunakan secara optimal
dan terjadilah penurunan kualitas sda yang bisa merugikan banyak pihak.
Negara dimana sebagai pemberi sebuah jaminan kepastian hukum adat terhadap
masyarakat hukum adat dengan di berlakukannya UU No.5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) diharapkan dapat mengurangi terjadinya
sengketa dan memberikan keadilan untuk masyarakat adat. Karena dalam pasal 3
UUPA menyebutkan bahwa hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat
seharusnya secara otomatis hak-hak ulayat tersebut diakui tetapi dalam prakteknya
tidak. Jangan sampai terjadinya tumpang tindih aturan yang berakibat kaburnya
kepemilikan serta penguasaan dan pengelolaan oleh masyarakat adat dalam tatanan
hukum Indonesia karena tidak adanya kepastian kedudukan tersebut.4

B. PENTINGNYA KEBERADAAN HUKUM ADAT HARUS DIPERJELAS

Untuk konsep kedepannya diharapkan untuk adanya jaminan kepastian hukum


tentang pengelolaan hak ulayat masyarakat hukum adat. Dimana haruslah dibuat secara
lebih mendalam atau rinci peraturan perundang-undangannya baik itu bisa dalam
Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah dimana yang jelas dibawah undang-
undang, apakah bisa dibuat dalam bentuk tertulis dalam hal hak atas tanah atau untuk
pelaksanaannya. Supaya ada kejelasan hak milik dari pada masyarakat hukum adat itu
kedepannya karena selama ini hukum adat memang dikenal dalam UUPA dan juga
diatur dalam UUD 1945 tapi sejauh mana keberadaan hukum adat itu bisa menganulir
hukum positif tidak ada kejelasannya.

4
https://law.unja.ac.id/keberadaan-hukum-adat-dalam-sistem-hukum-indonesia/
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang
ketiga, hal ini mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi”, dan apabila kebiasaan ini
ditiru oleh orang lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai
kebiaasaan itu menjadi adat, jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus
dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Adat sering dipandang sebagai
sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan
ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu
aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa
adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat).
Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dll.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai
budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi
suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat, yang sebagian besar tidak
tertulis, tetapi senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai sanksi
atau akibat tertentu.

B. SARAN
Saya berharap kepada semua mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Hukum
bahwa kita harus melihat Hukum Adat sebagai latar belakang Historis dari kelahiran
Hukum itu sendiri dari aspek psikologis, Hukum adat tidak bisa dihilangkan dan
dipisahkan dengan hukum yang ada sekarang ini. Maka dari itu kita selaku mahasiswa
fakultas hukum setidaknya harus bisa melestarikan dan menjaga kemurnian dari hukum
adat itu sendiri, sehingga.
DAFTAR PUSTAKA

Keebet von Benda-Beckmann: Pluraisme Hukum, Sebuah Sketsa Genealogis dan


Perdebatan Teoritis, dalam: Pluralisme Hukum, Sebuah Pendekatan Interdisipliner,
Ford Fondation, Huma, Jakarta, 2006 hal 21
https://umsu.ac.id/apa-itu-hukum-adat/
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-balinusra/baca-artikel/13697/Tujuh-Upacara-
Adat-di-Pulau-Bali.html
https://law.unja.ac.id/keberadaan-hukum-adat-dalam-sistem-hukum-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai