Anda di halaman 1dari 5

UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama : Kadek Duwi Suryantini

NIM : 2014101031

UNDIKSHA

SOAL:

1. Baca Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

a. Berikan interprestasi anda mengenai kedua pasal tersebut!

Jawaban :

 Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)


Pasal 1266 KUH Perdata merupakan suatu ketentuan umum yang berlaku dalam
setiap perjanjian yang sifatnya timbal balik, sehingga menurut pasal tersebut,
wanprestasi selalu dianggap sebagai syarat batal dalam perjanjian timbal balik, baik
ketika dicantumkan maupun tidak dicantumkan dalam suatu perjanjian. Kemudian
terkait pemutusan perjanjiannya jika terjadi wanprestasi, maka perjanjian tersebut
tidak batal demi hukum, melainkan pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut
pembatalan perjanjian dan harus melalui Pengadilan (perjanjian tersebut dapat
dibatalkan). Oleh karena itu, jika para pihak ini menentukan lain, misalnya dengan
klausul mengesampingkan ketentuan yang ada dalam Pasal 1266 KUH Perdata
tersebut, maka klausula pengesampingan yang demikian harus dianggap tidak ada.
 Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Pasal 1267 KUH Perdata yang memberikan alternatif hak bagi pihak yang dirugikan
untuk dapat menuntut pihak yang melakukan wanprestasi. Kemudian, dalam
Pengadilan pun Hakim juga memiliki perbedaan pendapat. Beberapa Hakim
berpendapat bahwa pasal tersebut memang boleh dikesampingkan atas dasar asas
kebebasan berkontrak dan ada pula Hakim yang berpendapat bahwa pasal tersebut
tidak boleh dikesampingkan karena adanya adanya frasa “selalu dicantumkan” dalam
rumusan pasal tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dari sini muncul persoalan apakah
memang dengan pengesampingan Pasal 1266 KUH Perdata tersebut, para pihak
dalam suatu perjanjian timbal balik ini, dapat memutus perjanjiannya secara sepihak
tanpa melalui proses Pengadilan.

b. pada kontrak (terlampir), merupakan kontrak yang menyantumkan kedua pasal


dimaksud sebagai pengecualian. Berikan pendapat hukum anda, mengenai
penggunaan kedua pasal tersebut dalam suatu klausul kontrak/perjanjian.
Jawaban: Di dalam perjanjian-perjanjian seringkali ada klausul yang menyatakan
untuk mengesampingkan Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata. 1266 KUHPerdata
berbunyi: syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal
balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian
persetujuan tidak batal demi hukum,namun pembatalan harus dimintakan kepada
pengadilan. Dan Pasal 1267 berbunyi: pihak yang terhadapnya perikatan tidak
dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika
hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan
penggantian biaya, kerugian dan bunga. Terhadap Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata
apabila dilepaskan atau dikesampingkan oleh para pihak dalam suatu perjanjian maka
akibatnya adalah, apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka tidak
memerlukan putusan pengadilan untuk dapat meminta ganti kerugian ataupun
dimintakan pembatalan terhadap perjanjian tersebut ke pengadilan. Hal tersebut
menjadi bertentangan dengan asas kepatutan yang diatur dalam Pasal 1339
KUHPerdata yang berbunyi: perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang
menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Pelepasan Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata menempatkan wanprestasi sebagai
syarat batal suatu perjanjian, dimana wanprestasi adalah salah satu syarat yang dapat
membatalkan perjanjian. Alasan seringnya Pasal 1266 dan 1267 dikesampingkan ada
2 yaitu:

1. Pihak yang tidak dipenuhi perikatannya dapat memaksa pihak yang lain untuk
memenuhi isi perjanjian atau menuntut pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan
dengan membebankan penggantian biaya, kerugian dan bunga (Pasal 1267);
2. Pembatalan suatu perjanjian tidak perlu melalui proses permohonan batal ke
pengadilan melainkan dapat hanya berdasarkan kesepakatan para pihak itu sendiri
(Pasal 1266).

Pada Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata, bahwa Pasal ini bersifat dwingend recht
karena tujuan dari Pasal 1266 dan 1267 adalah untuk melindungi salah satu pihak dari
penilaian subjektif pihak yang lain. Adalah tidak adil jika penilaian mengenai tidak
dipenuhinya suatu kewajiban atau wanprestasi digantungkan pada pihak lain, karena
Indonesia adalah negara hukum maka hakimlah yang melakukan penilaian tersebut

2. Antok melakukan pembelian rumah, harga disepakati di awal Rp 600 juta,


kemudian Antok membayar DP Rp 5 juta, selang beberapa waktu penjual (Bimo)
meminta lagi Tambahan dengan alasan ibunya sakit dan butuh uang, total Antok
sudah memberikan uang kepada Bimo sebagai DP total adalah Rp 40 juta. Ini tanpa
ada perjanjian atau kwitansi cuma bukti transfer ATM. Kemudian secara sepihak,
Bimo menaikkan harga jual menjadi Rp 665 juta, naik Rp 65 juta secara sepihak.
Akhirnya, Antok membatalkan membeli rumah tersebut, tetapi Bimo tidak mau
mengembalikan DP yang sudah dibayarkan.

a. apakah kasus di atas dapat dikatakan sebagai sebuah perjanjian? berikan analisis

hukum anda jika kasus tersebut merupakan perjanjian!

Jawaban: Perjanjian jual beli didefinisikan dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata sebagai salah satu persetujuan di mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain membayar harga yang
telah dijanjikan. Dalam kasus di atas termasuk benda tidak bergerak karena berupa
bangunan, yang penyerahannya diatur dalam Pasal 616 KUHPerdata. Kasus di atas
dapat dikatakan sebagai sebuah perjanjian karena si pembeli telah menyepakati
barang yang dijual berikut harganya serta sudah dilakukan sebagaian pembayaran dan
pembayaran telah dilakukan oleh pembeli meskipun pembayaran belum lunas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perjanjian jual beli antara si penjual
dan si pembeli dalam kasus di atas meski tidak ada perjanjian tertulisnya, tetap
merupakan perjanjian yang sah sepanjang memenuhi syarat sahnya perjanjian. Dalam
kasus di atas bukti transfer dapat digolongkan sebagai alat bukti yang termuat dalam
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi
elektronik (UU ITE) yang menerangkan bahwa informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik dan/atau hasil cetakan merupakan alat bukti hukum yang sah.

b. berikan analisis hukum anda, apakah Antok dapat mengajukan gugatan kepada
Bimo atas dasar pengembalian DP?bagaimana proses yang dapat dilakukan?

Jawaban: Terkait kasus di atas Antok dapat mengajukan gugatan kepada Bimo atas
dasar pengembalian DP. Gugatan wanprestasi dapat dilakukan berdasarkan Pasal
1239 KUHPerdata, yang bunyinya: “Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya,
kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya”. Pengembalian DP
dimungkinkan untuk dilakukan dengan melakukan upaya hukum wanprestasi karena
di penjual seharusnya menjual harga rumah dengan harga sebagaimana disepakati di
awal atau tidak secara sepihak mengubah harga, sehingga pihak pembeli dirugikan.
Gugatan wanprestasi dapat dilakukan untuk meminta penggantian biaya kerugian atas
DP karena penjual tidak memenuhi prestasi. Namun perlu diingat lagi bahwa yang
menentukan gugataan dikabulkan atau tidak tergantung atas pertimbangan hakim.

c. berikan analisis hukum anda, apakah kasus di atas, perikatan yang terjadi
berlandaskan suatu perjanian yang sah?

Jawaban: Menurut analisis hukum saya bahwa suatu perjanjian dapat dikatakan sah
apabila memenuhi syarat sah yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri
atas empat syarat, yaitu:

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Walaupun dibuat dengan tidak tertulis perjanjian antara pembeli dan penjual
rumah tersebut adalah sah di mata hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 1338
KUHPerdata yang berbunyi: “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-
undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan
itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik”. Dalam kasus di atas terdapat bukti transfer yang
menjadi bukti sah yang memperkuat bahwa perjanjian tersebut dikatakan sah. Selain
itu, kasus di atas terdapat kesepakatan yaitu berupa pemberian DP oleh pihak pembeli
ke penjual dari bukti tersebut memperkuat bahwa perjanjian tersebut dikatakan sah.

Anda mungkin juga menyukai