Anda di halaman 1dari 3

Penolakan Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden

Rancangan KUHP
Mohamad Caesar Ramadhani (20040704060)
Salsabila Oktaviani (20040704107)
Alifiyan Wira Suryana (20040704113)
Shafa Julian Putri (20040704182)

Penolakan dan kritik terhadap pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RKUHP
terus disuarakan oleh elemen masyarakat karena pasal-pasal itu dianggap makin mengancam
dan mencederai kehidupan demokrasi di Indonesia. Hal ini termaktub dalam Pasal 218-220
RKUHP. Adapun pasal-pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :
Pasal 218
(1) Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri
Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan
diri.
Pasal 219
"Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar
sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum,
atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan
kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan
maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV."
Pasal 220
(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat
dituntut berdasarkan aduan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh
Presiden atau Wakil Presiden.
Berikut ini adalah pernyataan mengenai ketidaksetujuan atau penolakan akan adanya pasal
tentang penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RKUHP antara lain :
1. Menyebabkan ketidakpastian hukum
Hal ini karena amat rentan terhadap penafsiran yang luas mengenai apakah suatu
protes atau pernyataan pendapat merupakan kritikan atau justru termasuk sebagai
penghinaan kepada presiden dan wakil presiden. Hal ini secara konstitusional
bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD NRI 1945 mengenai kepastian hukum.
2. Menghambat upaya komunikasi dan perolehan informasi
Hal ini yang mana dijamin oleh Pasal 28F UUD NRI 1945, dengan delik penghinaan
presiden ini berpeluang menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan
lisan, tulisan, dan ekspresi sikap.
3. Menjurus sikap anti kritik dari warga negara
Secara konstitusional bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28E ayat 2 dan 3 UUD
NRI 1945. Didalam negara yang menjunjung tinggi sikap demokratis, dalam hal ini
pemerintah harus mendapat pengawasan agar tidak sewenang-wenang sehingga
warganya boleh mengkritik atas kinerjanya selama menjabat.
4. Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RKUHP tidak sesuai dengan
tujuan akhir kebijakan hukum pidana
Dalam hal ini 13 tahun yang lalu delik penghinaan sudah dinyatakan inkonstitusional
oleh MK. Hal ini merujuk pada teori kebijakan hukum pidana untuk mengkriminalkan
suatu perbuatan berupa kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan yang pada
hakikatnya upaya perlindungan kepada masyarakat. Dengan demikian delik
penghinaan presiden ini tidak sesuai karena tujuan hukum pidana untuk melindungi
mayarakatnya. Namun dengan delik ini, masyarakat justru menjadi terkekang dalam
mengkritisi kinerja pemerintah.
5. Dianggap tidak relevan karena presiden adalah jabatan dan harus dibedakan dengan
individu yang mengisi jabatan tersebut
Sebagai suatu jabatan, presiden tidak memiliki fitur moralitas untuk bisa merasa
dihina. Dalam konstruksi itu, setiap komentar, sentimen, pujian bahkan cibiran publik
kepada presiden adalah bentuk penilaian atas kinerja dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya
6. Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden tidak menghilangkan risiko
kriminalitas
Faktanya, kepolisian kerap melakukan tebang pilih dan sulit bersikap proporsional
manakala pelaporan datang dari pihak yang memiliki relasi kuasa sekelas pejabat
negara. Akibat faktor relasi kuasa itu, polisi seringkali bias dalam menentukan
batasan mana yang merupakan opini, kritik, dan hinaan
7. Perumusan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RKUHP tidak
didampingi analisis biaya manfaat
Dalam hal ini kebijakan analisa biaya manfaat memiliki peranan penting karena setiap
penambahan satu butir pasal akan punya dampak signifikan terhadap porsi anggaran
kebijakan nantinya.

Anda mungkin juga menyukai