Anda di halaman 1dari 20

1

AMANDEMEN UUD 1945 SEBAGAI BENTUK PEMBANGUNAN HUKUM DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
MAKALAH
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan mata kuliah
Kewarganegaraan

KELOMPOK 2
Atikah Prima J. (221211987)
Cinda Oktaria (221211992)
Dina Lorenza (221211996)
Fathur Syukri (221211999)
Nabilla Permata Sari (221212013)
Mutya Ervi A. (221212012)
Muhammad Ismail (221212010)
Rahmat Syarif S. (221212024)

Dosen Pengampu
Uly Yuliarti

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya,
Penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Selawat
beriringan salam semoga terurah kepada nabi Muhammad Saw. Sebagai uswatun hasanah
dari dunia sampai ke akhirat. Penulisan makalah ini dapat terlepas dari segala karunia dan
2
nikmat tuhan yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulisan makalah ini
terencanakan dengan baik.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah keperawatan dewasa.
Makalah ini berjudul “Integrasi bangsa”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dari dosen
pengampu Mata kuliah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Uly
Yuliarti selaku dosen pengampu mata kuliah Kewarganegaraan atas arahan, bimbingan, dan
dorongannya kepada penulis sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai waktu
yang terlah ditentukan. Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman sejurusan S1 Keperawatan angkatan 2022 atas kerja samanya dalam penyelesaian
makalah ini dengan baik.

Padang, Oktober 2023

Penulis
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Menurut Para Ahli
B. Amandemen UUD 1945 sebagai Upaya Pembangunan Hukum
C. Implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 1998, suatu orde yang baru dimulai, yakni orde reformasi.
Hal tersebut ditandai oleh pergerakan mahasiswa Indonesia telah berhasil
mendongkel kekuasaan presiden Republik Indonesia pada saat itu yakni
Soeharto yang mendirikan dan menguasai orde baru. Soeharto seperti sama-
sama kita l:etahui telah berkuasa di Republik Indonesia selama kurang lebih
32 tahun. Ualam kurun waktu tersebut, Soeharto memerintah dengan cara-
cara yang diktatoris. Tak ada ruang bagi publik untuk menyatakan
pendapat yang cukup, bahkan boleh dibilang tidak ada sama sekali.
Kalaupun ada yang tetap nekat, mal:a sudah bisa dipastikan terali besi adalah
ganjarannya.
Jatuhnya pemerintahan orde baru dan dimualinya orde reformasi telah
memberikan angin segar bagi demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang selama
ini di Indonesia lumpuh, kembali bergairah. Berbagai perubahan di berbagai
sektor dilal<ukan dilnulai dari perubahan ekonomi, politil<, sosial, budaya,
dan juga hul<um tidal< ketinggalan.
Di bidang ekonomi dimulai dengan usaha perbaikan kondisi
elconomi Indonesia, yang pada saat itu memang sedang dalam kondisi krisis.
Berbagai kebijal<anpun diambil untuk menstabilkan harga nilai tukar
rupiah yang saat itu mencapai Rp 20.000. I<ebijal<an lainnyapun diambil
demi memulihkan kondisi makro ekonomi Indonesia yang pada ssat itu
memang compang-camping.
Di bidang politik, perubahan dilakukan dengan mencoba untuk
menciptakan suatu system, tatanan, serta iklim politik yang lebih sehat
dan demolcratis. Di bidang sosial budayapLun demikian. Berbagai kebijakan
diambil untuk perbaikan dan peanggulangan krisi moral yang pada saat itu
juga terjadi di lndonesia bersamaan dengan krisis-krisis lainnya yang
melanda, sebagai akibat dari krisi ekonomi.
Di bidang hulcumpun demikian, berbagai perubahan dilakukan demi
perbailcan dan pembangunan hukum. Salah satu upaya yang dilakukan pada saat int
adalah mengamandemen undang-undang dasar 1945. Hal tersebut dilakukan karena
disinyalir UUD 1945 memiliki banyak kelemahan, sehingga rezim orde baru bisa
menyalahgunakan kekuasaan dan bertindak secara diktatoris. Oleh karena itu
diperlukan suatu perubahan terhadap UUD 1945 untuk penyernpurnaan dan
5
meminimalisasi celah-celah untuk penyelewengan terjadi.
Amandemen UUD 1945 juga bertujuan untuk memberi payung hukum
bagi reformasi dan berbagai perubahan yang terjadi dan yang akan terjadi.
Untuk merubah suatu system yang memang benar-benar korup pada saaat itu
diperlukan suatu payung hukum yang jelas, sehingga perubahan dapat
terealisasi. UUD 1945 yang memiliki kedudukan tertinggi dalam tata urutan
perundangan Republik Indonesiai saat itu harus dapat memayungi secara legal
perubahan yang terjadi.
Dalam makalah ini penulis akan mengkaji beberapa hal yakni mengenai
apakah amandemen UUD 1945 benar-benar merupakan suatu upaya
pembangunan hukum, ataukah suatu pelanggaran hukum. Juga akan
dibahas berbagai implikasi yang muncul sebagai konsekuensi atas
amandemen UUD 1945.

B. Rumusan Masalah
Adanya perumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apakah pengertian Menurut Para Ahli?
2. Yang dimaksud amandemen UUD 1945 sebagai Upaya Pembangunan Hukum?
3. Apa implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia?

C. Tujuan penulisan
Ada pun maksud dan tujuan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian Menurut Para Ahli?
2. Untuk mengetahui amandemen UUD 1945 sebagai Upaya Pembangunan Hukum?
3. Untuk mengetahui implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Menurut Para Ahli


Menurut kamus bahasa Indonesia, pembangunan adalah proses,
perbuatan, cara membangun. Membangun sendiri diartikan sebagai
mendirikan, mengadakan (gedung dan sebagainya); membina; (bersifat)
memperbaiki. i Kamisa. 1997 : 38). Jadi dapat disimpull<an, pembangunan
adalah proses, perbuatan, cara mendiril<an, mengadakan, membina,
memperbailci.

Pengertian pembangunan menurut para ahli :


1.Menurut Todaro, pembangunan adalah suatu proses multi dimensi yang
mencalcup perubahan-penlbahan penting dalam struktur sosial, sikap-
sikap masyarakat dan lembaga-lambaga nasional serta adanya akselerasi
(percepatan) pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan
pemberantasan lcemiskinan absolut.
2.Menurut Brant and White, pembangunan adalah suatu upaya besarbesaran
melakukan perubahan secara bersama dari suatu bangsa dan suatu
keadaan yang lebih baik.
Menurut kamus bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan yang dibuat dan
disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis; peraturan,
undangundang yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu. (Kamisa,
1997 : 232)
Pengertian hukum menurut para ahli :
1.Menurut Amin, SH, hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturanperahiran
yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi. (Kansil, 1989 : 38)
2.Menurut Imanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang
dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri
dengan kehendak bebas dari dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum
tentang kemerdekaan. (Kansil, 1989 : 36)
3.Menurut Leon Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku para anggota
masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan
oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang
jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan
pelanggaran itu. (Kansil, 1989 : 36 )
4.Menurut Laud, hukum adalah seperangkat peraturan-peraturan yang harus
dipatuhi oleh manusia di dalam masyarakat. (Ragawino, 2003 : 1 7 )
5.Menurut Victor Hugo, hukum adalah kebenaran dan keadilan (Ragawino,
2003 : 19 )

Pembangunan hukum, sebagaimana dikemukakan oleh Paton


(1951) pada hakikatnya ialah pembinaan hukum dan pembaharuan hukum.
Pembangunan hukum mencakup apa yang diburu oleh hukum pada
penghabisan dan pengkukuhan unifikasi hukum. Pembinaan hukum ialah
perawatan hukum yang telah ada, jadi bukan menghancurkan, memanjalan,
dan membiarkannya tumbuh. (dikutip dari : bphn.go.id)
Pembaharuan hukum ialah membentuk tatanan hukum yang baru
kembali. Pembangunan hukum tidak sekedar pembaharuan aturan-aturan
hukum. (dikutip dari : bphn.go.id)
Undang-undang Dasar adalah peraturan Negara yang tertinggi dalam
Negara, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu
sumber daripada peraturan perundangan lainnya yang lcemudian
dikeluarkan oleh negara itu. (Kansil, 1989 : 54-55) Undang-iuldang Dasar
1945 adalah bentul: peraturan perundangan yang tertinggi, yang menjadi
dasar dan sumber bagi semua peraturan perundangan bawahan dalam
negara Republik Indonesia. (Kansil, 1989 : 55 )

B. Amandemen UUD 1945 sebagai upaya Pembangunan Hukum


Seiring bergulirnya reformasi, bergulir pula berbagai perubahan
yang terjadi di berbagai sektor, termasuk di bidang hukum. Perubahan
UUD 1945 pun dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Seiring dengan amandemen yang terjadi, muncul berbagai pro dan kontra
mengenai keabsahan amandemen UUD 1945 tersebut. Ada beberapa pihak
yang menyebut amandemen UUD 1945 sebagai bentuk peiryimpangan.
Mereka berpendapat bahwa UUD 1945 adalah peraturan yang paling
fundameutal dalam ketatanegaraan Indonesia, sehingga tidak boleh dirubah
atau diamandemen.
Ada juga pihalc-pihak yang berpendapat bahwa amandemen adalah hal
dan langkah yang wajar dalam upaya pembangunan hukum itu sendiri. Mereka
betpandangan bahwa UUD 1945 bukanlah sesuatu yang luar biasa,
sehingga janganlah dipandang sebagai "berhala". Oleh karena itu
amandemen yang dilakukan adalah sebagai sesuatu hal yang biasa pula
sebagai upaya untuk pernbangunan httlcum itu sendiri. Pembangunan
hukum, sebagaimana dikemukakan oleh Paton (1951) pada hakikatnya ialah
pembinaan hukum dan pembaharuan hukum. Pernbangunan hukum
mencakup apa yang diburu oleh hukum pada penghabisan dan
pengkukuhan unifikasi hukum. Pembinaan hukum ialah perawatan hukum
yang telah ada, jadi bukan meughanctu-kan, memanjakan, dan
membiarlcannya tumbuh sesukanya. (dikutip dari : bphn.go.id)
Jika kita melihat pada toeri tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa
amandemen UUD 1945 merupakan salah satu bentuk dari pernbaharuan
hukum, dan pembaharuan hulcum itu sendiri merupakan salah satu bentuk
dari pembangunan hukum. Pembangunan hukum bertujuan membentuk
atau mewujudkan sistem hukum Indonesia yang bersifat nasional (The
Indonesian Legal System). Dalam pembangunan, pembaharuan atau
pembinaan sistem hukum Indonesia yang bersifat nasional harus diikuti oleh
pembangunan, pembaharuan atau pembinaan subsiansi dari sistem
hukumnya. Substansi dari sistem hukum itulah yang akan menentulcan
sejauhmana sistern huktun Indonesia yang bersifat nasional mencerminkan
Indonesia baru dan mempu melayani kebutuhan Indonesia baru. Dengan
demikian dalam pembangunan sistem hukum nasional harus mencakup
pembangunan bentuk dan isi dari peraturan perundang-undangan, termasuk
perubahan UUD 1945, jika memang dianggap perlu.
Menurut teori etis, salah satu tujuan pokok hul.um adalah
memperbaharui sikap mental dan cara berpikir masyarakat dari tradisional
kearah modern. .Iadi hukum harus mampu mengarahkan dan merubah sikap,
mental dan cara berfikir masyarakat kearah yang lebih baik. Jika kita
kontekstualisasikan kepada konteks amandmen UUD 1945, maka kita bisa
anggap cara berfikir masyaralcat yang trdisional dalam teori etis tersebut
adalah cara-cara otoriter dan sisitem yang korup. Kita juga bisa anggap
cara berfikir modern dalam teori etis tersebut adalah cara berpikir dan
pandangan yang demokratis dan terbuka. Oleh karena itu, jika kita
merujuk pada teori etis, (dalam konteks ini adalah UUD 1945) berkewajiban
dan harus mampu mengarahkan/ merubah pandangan/sikap masyarakat dari
cara berpikir/pandang yang otoriter ke cara berpikir/pandang yang
demolcratis.
Amandemen UUD 1945 adalah salah satu upaya untuk merubah
pandan,,an/cara berpikir masyaral<at dari cara berpikir/pandang otoriter ke
cara pandang/berpikir demokratis dengan mengubah diri ke bentuk pasca
amandemen yang dianggap akan menjadi landasan legal akan perubahan
tersebut. Oleh karena demilcian, maka pembangunan hukum yang dilakukan
dalam bentuk amandemen UUD 1945, tidalc melanggar dan telah sesuai
dengan tujuan hukum itu sendiri. Jika kita berpikir diluar konteks teori
etis, amandemen UUD 1945 tetaplah sah. Manusia bisa merubah
hukurn sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri. Dan tujuan hukum itu
sendiri adalah tujuan dari manusia. Hukum adalah alat, hukum tak punya
tujuan, yang punya tujuan adalah manusia. Oleh karena itu manusia bebas
merubah hukum sesuai dengan tujuan manusia. Dalam konteks
amandemen UUD 1945, amandemen yang dilakukan adalah sah, karena
hanya dengan amandemen tersebutlah tujuan bangsa Indonesia untuk
melakukan reformasi bisa tercapai.
Kita jangan terlalu berpandangan konservatif bahwa UUD 1945 tidak
boleh diamandemen. UUD 1945 adalah buatan manusia, sehingga tidak
akan sempurna. Tidak ada hukum yang sejati. I-Iulcum yang sejati adalah
rasio manusia yang sesuai dengan ketertiban alam serta terdapat dalam
alam seluruhnya. Rasio murni bersifat kekal sepanjang zaman, rasio murni
terdapat dalam jiwa manusia. (Cicero dalam Ragawino, 2003 : 161).
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan tersebut diatas, maka kita dapat
mengambil kcsimpulan bahwa amandemen UUD 1945 adalah sah, dan
upaya tersebut adalah benar-benar merupakan upaya pembangunan
huktun. Hulcum buatan manusia tidak ada yang sempurna, oleh karena itu
sudah sewajarnyalah dilakul<an evaluasi dan penyempurnaan akan hukum
tersebut, sehingga relevan dengan perl:embangan zaman.
Dalam perspektif hukum teori hukum tata negara, tata cara perubahan
UUD 1945 dapat dilakukan melalui pola Belanda, yakni dengan mengubah
langsung pasal yang bersangkutan, dan pola Amerika Serikat (AS), yakni
dalam bentuk anlandemen yang dilampirkan pada 1<onstitusi AS. Perubahan-
perubahan dimaksudl:an agar UUD merupal:an UUD yang hidup (a living
constitution). Di Indonesia, wacana reformasi sistem ketatanegaraan,
perubahan terhadap UUD 1945 berangkat dari tuntutan akan pentingnya
pemerintahan konstitusional yang demokratis. Dalam hal ini, pemberlakuan
Ketetapan MPR No. VIIUMPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No.
IV/MP1Z/1983 tentang Referandum merupakan "pemberlakuan lcembali"
Pasal 37 UUD 1945. Berdasarkan landasan itulah perubahan UUD 1945
dilakukan. Amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, tidak serta
merta muncul. Namtul hal tersebut telah melalui berbagai tahap dan
berbagai kajian, baik itu di lingkungan akademis, maupun di lingkup MPR
itu sendiri. Demi meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan yang bias
muncul dalam proses amandemen, panitia ad hoc tentang amandemen UUD
1945 pun, menyepakati beberapa hal, yakni :
1. Amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, tidak serta
merta muncul. Namun hal tersebut telah melalui berbagai tahap
dan berbagai kajian, baik itu di lingkungan akademis, maupun
di lingkup MPR itu sendiri. Tidak mengubah Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, sistematika, aspek kesejarahan dan
orisinalitasnya.
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
3. Mernpertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam
penjelasan dimasukkan dalarn pasal-pasal.
5. Perubahan dilakukan dengan cara "adendum".
Dengan rambu-rambu yang telah dibuat tersebut,
diharapkan amandemen UUD 1945, akan benar-benac sesuai
sasaran yang alwui dituju. Berikut ini adalah beberapa dasar
pernikiran aniandernen UUD 1945 :
1) Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur
ketatanegaraan yang berturnpu pada kekuasaan tertinggi di
tangan MPR yang sepenuhnya inelaksanakan kedaulatan
rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks
ccncl balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2) Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan
yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif
(Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah execulive
heuvy yalau kekuasaaii dominan berada di tangan Presiden
dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim
disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti,
abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena
memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3) UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu "luwes"
dan "fleksibel" sehingga dapat menimbulkan lebih dari
satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945
(sebelum diamandemen).
4) UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada
kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan
Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan
legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal
penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
5) Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan
negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang
memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis,
supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan
hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini
membuka peluang bagi berkembangnya praktek
penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan
Pembul<aan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga
negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai
politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk
memenuhi persyaratan demokrasi formal karena
seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai
oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945
tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem
monopoli dan oligopoli.
Jika melihat beberapa latar belakang amandemen UUD 1945 yang telah
dikemukakan diatas, maka kits harus bias memahami dan yakin bahwa
amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 adalah merupal<an suatu
Upaya yang mengarah dan bertujuan untuk perbaikan bangsa Indonesia.
Amandemen terhadap UUD 1945 telah dilakukan dalam 4
tahapan. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 dilakukan dalam
Sidang Umum MPR pada bulan Oktober 1999. Perubahan pertama
ini mengubah Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2),
Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21
UUD 1945. Beberapa aspek penting dari perubahan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Penegasan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang (RUU) kepada DPR (Pasal 5 ayat (1);
2. Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat menjabat sebanyak-
banyaknya dalam 2 (dua) kali masa j abatan;
3. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan
Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil
Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung (Pasal 9
ayat (2): Dalam hal mengangkat duta dan menerima penempatan
duta negara lain, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat (Pasal 13 ayat (2) dan (3):
4. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahlcamah Agung (Pasal 14 ayat 91):
5. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 14 ayat (2):
6. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan
(Pasal 17 ayat (3)
7. Presiden mengesahkan rancangan tuldang-undang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang (Pasa121).
Dalam batas-batas tertentu, perubahan pertama ini telah
menggeser titik berat pernerintahan dari pihak eksekutif ke pihak
legislatif. Perubahan pertama teisebut kemudian dilanjutkan dengan
perubahan kedua dan ketiga. Hal ini nampak dengan penegasan Ketetapan
MPR No. IX/MPR/1999 tentang "Penugasan Badan Pekerja Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Untuk Melanjutkan
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945"' yang memerintahlcan agar Badan Pekerja MPR mempersiapkan
rancangan termaksud untuk disahkan dalam Sidang "Tahunan MPR pada
tanggal 18 Agustus 2000.
Sebagaimana diamanatkan Ketetapan MPR No.
IX/MPR/1999 sebagaimana disebutkan dimuka, Perubahan Kedua
UUD 1945 pada akhirnya dilakukan pada Sidang MPR pertama yang
diselenggarakan pada tanggal 7 - 18 Agustus 2000. Dalam perubahan
kedua ini, MPR mengubah atau menambah beberapa pasal, seperti
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 ayat (5), Pasal
20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal 25E, Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 27 ayat 93), Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal
28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 281, Pasal 28J, Pasal 30,
Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasl 36C UUD 1945. Perubahan itu
diantaranya dilakukan dengan mengubah rumusan pasal-pasal yang
bersangkutan dan atau dengan menambah beberapa ayat dari pasal yang
bersangkutan.
Perubahan ketiga UUD 1945 disahkan dalam Sidang Tahunan
MPR kedua, yang diselenggarakan pada tanggal 9 Nopember 2001. Dalam
perubahan ketiga ini, MPR mengubah atau menambah Pasal 1 ayat (2)
dan (3); Pasal 3 ayat (1), (3) dan (4); Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2);
Pasal 6A ayat (1), (2), (3) dan (5); Pasal 7A, Pasal 7B ayat (1), (2), (3),
(4); Pasal 22C ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan
(4); Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6); Pasal 23 ayat (1), (2),
dan (3); Pasa123A; Pasal 23C; Pasal 23E ayat (1), (2) dan (3); Pasal
23F ayat (1) dan 92); Pasal 23G ayat (1) dan (2); Pasal 24 ayat (1) dan
(2); Pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B ayat (1), (2),
(3) dan (4); dan Pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) UUD 1945.
Di dalam perubahan ketiga ini antara lain diatur tentang
hal-hal yang becsifat mendasar, seperti adanya penegasan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, juga
penarikan ketentuan mengenai Indonesia sebagai negara hukum dalam
Penjelasan UUD 1945 ke dalam Batang Tubuh UUD 1945. Disamping
itu ditetapkan pula tentang kewenangankewenangan MPR, mekanisme
putaran pertama sistem pemilihan Presiden secara langsung, mekanisme
impeachment Presiden, tentang Dewan Perwakilan Daerah, tentang
Pemilihan Umum, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Perubahan keempat UUD 1945 disahkan dalam Sidang Tahunan
MPR ketiga, yang diselenggarakan pada tanggal 10 Agustus 2002.
Dalam perubahan ketiga iui, MPR mengubah dan/atau menambah Pasal
2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal
16; Pasal 23I3; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Pasal 31 ayat (1), (2), (3),
dan (5); Aturan Peralihan Pasal I, 11 dan 111; Aturan Tambahan Pasal I
dan 11 UUD 1945.
Amandemen terhadap batang tubuh UUD 1945 tersebut
diharapkan akan mampu membawa Indonesia ke dalam sistem politik dan
sistem demokrasi yang lebih baik. Amandemen bukan hanya
merupakan pembangunan bagi hukum Indonesia, namun juga
diharapkan akan berdampak pada pembangunan di segala bidang.
C. Implikasi Amandemen UUD 1945 terhadap Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia
Amandemen Konstitusi, sejak amandemen I pada tahun
1999 hingga amandemen ke-IV pada tahun 2002, telah
mengamanatkan sejumlah perubahan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Perubahan tersebut berdampak pada
pengembangan/pembangunan hukum tanpa adanya Garis Besar
Haluan Negara. PembangUunan hulcum ini akan dipengaruhi oleh
hasil dari pemilihan presiden secara langsung sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 6A amandemen ke III UUD 1945.
Berdasarkan amandemen Konstitusi, MPR tidak lagi menjadi
lembaga tertinggi dalam arti bahwa MPR tidak lagi menetapkan
Rencana pembangunan Nasional yang diatur dalam Garis Besar
Haluan Negara. Konstruksi baru konstitusi tersebut berimplikasi
bahwa penyusunan program pembangunan hukum, yang selama ini
ditetapkan secara garis besar oleh MPR, akan beralih.
Sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini telah mengalami
perubahan yang sangat penting dan mendasar. Perubahan tersebut
merupakan hasil amandemen UUD 1945 yang telah dilakulcan MPR
pada tahun 1999 hingga 2002. Berikut ini adalah gambaran
ketatanegaraan(lembaga Negara) Republik Indonesia, sebelum dan
setelah amandemen UUD 1945 dilakukan :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR)
Sebelum amandemen UUD 1945, Majelis Permusyawaratan
Rakyat(MPR) berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara
yang diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena
"kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR" dan MPR adalah "penjehllaan dari seluruh rakyat
Indonesia" yang berwenang menetapkan UUD, GBHN,
mengangkat presiden dan wakil presiden. Selain itu, susunan
keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta
utusan golongan yang diangkat. Dalam praktek ketatanegaraan,
MPR pernah menetapkan antara lain:
- Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
- Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh)
kali berturut turut.
- Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
- Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
- Tidak memperpanjang masajabatan sebagai presiden.
- Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR
adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai
politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.

Setelah amandemen UUD 1945, MPR merupakan Lembaga tinggi negara


sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti
Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Kewenangannya untuk
menetapkan GBHN dan kewenangannya mengangkat Presiden (karena
presiden dipilih secara langsung melalui pemilu) dihilangkan. Tetap
berwenang untuk menetapkan dan mengubah UUD. Susunan
l:eanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung
melalui pemilu.

2. Presiden
Sebelum amandemen UUD 1945 :
- Prcsiden mcmcgang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris
MPR, meskipun kedudukannya tidak "neben" akan tetapi
"untergeordnet".
- Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
(consentration of power and responsiblity upon the president).
- Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (execulive power),
juga memegang kekuasaan legislative (legislutive power) dan
kekuasaan yudikatif Uudicative power).
- Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
- Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat
sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam
masa j abatannya.

Pasca amandemen UUD 1945 :


- Membatasi beberapa kelcuasaan presiden dengan memperbaiki tata
cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya
serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
- Kelcuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
- Metnbatasi masa jabata~l presiden maksinlunl menjadi dua periode
saja.
- Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus
memperhatikan pertimbangan DPR.
- Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus
memperhatikan pertimbangan DPR.
- Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan
wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui
pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa
jabatannya.

3. Dewan Perwakilan Rakyat(DPR)


Sebelum Amandemen UUD 1945, DPR berwenang :
a. Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
b. Memberikan persetujuan atas PERPU.
c. Memberikan persehijuan atas Anggaran.
d. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna
meminta pertanggung,jawaban presiden.
Setelah amandemen UUD 1945 :
- Posisi dan lcewenangaiulya diperkuat.
- Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan
presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja)
sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
- Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
- Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran,
dan hulgsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga
negara.

4. Dewan Pertimbangan Agung(DPA)


UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir/menyinggung lembaga-
lembaga negara lain seperti DPA dengan memberikan kewenangan
yang sangat minim. Bahkan lembaga ini dihapuskan dari sistem
ketatanegaraan Indonesia dalam UUD 1945 yang baru.

5. Dewan Perwakilan Daerah(DPD)


DPD adalah lembaga yang terbentuk pasca amandemen UUD 1945.
Dalam UUll 1945 yang lama, tidak ada lembaga DPD dalarn sistem
ketatanegaraan Indonesia. DPD adalah lembaga negara baru sebagai
langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan
perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan
utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR Keberadaanya
dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik lndonesia.
Anggotanya dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui
pemilu. DPD mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas
RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.

6. Badan Pemerilcsa Keuangan(BPK)


Dalam UUD 1945 yang lama, Lembaga ini tidalc dibahas
terlalu banyak. Dalam UUD 1945 pasca amandemen, lembaga ini
dibahas lebih detail. Menurut UUD 1945 pasca amandemen, BPK
Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara
(APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
BPK berkedudukan di ibu kota Negara dan memiliki perwakilan di
setiap provinsi. Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD. UUD 1945 yang baru juga mengintegrasikan peran
BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan
ke dalam BPK

7. Mahkamah Agung(MA)
Peran dan fungsi lembaga mahkamah agung hampir tidak berubah baik
sebelum maupun setelah arnandemen yakni bahwa MA adalah :
a. Lembaga negara yang melakul:an kekuasaan kehakiman, yaitu
kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan
hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
b. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan
perundang- undangan di bawah Undang-undang clan wewenang
lain yang diberikan Undang- undang.
c. Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN).
d. Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti :
Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.

8. Mahkamah Konstitusi(MK)
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang baru terbentuk pasca
amandemen UUD 1945. Mahkamah Konstitusi keberadaanya
dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the
constitution). Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan: Menguji
UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara,
memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD. Hakim
Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPIZ dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,
sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara
yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
DAFTAR PUSTAKA

Budiman. Arief. 1994. Teori Pembangunan Dunia ketiga. Jakarta : PT. Gramedia
PListaka Utama.

Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kartika.


Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka

Ragawino, Bewa. 2003. Pengantar Ilmu Hcrkunz f3andung : Fakultas Ilmu


Sosial dan Ilmu Politilc Univesitas Padjadjaran.
jurnalhukum.blogspot.com

http://www. komisihukum.go. id/newsletter. php?act=detil&id=149

komisihul<um.go.i
17

Anda mungkin juga menyukai