Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

AMANDEMEN UUD 1945 SEBAGAI BENTUK


PEMBANGUNAN HUKUM DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP SISTEM KETATANEGARAAN
INDONESIA

DISUSUN OLEH :

BEWA RAGAWINO, S.H.

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2004
Kata Pengantar

Puji Tuhan Yang Maha Esa bahwa Negara Republik Indonesia telah berhasil

melakukan Amandemen UUD 1945 walaupun melalui empat kali. Dengan adanya

perubahan ini maka telah terjadi perubahan mendasar terhadap hukum khususnya

Sistem Ketatanegaraan Indonesia.

Melalui makalah ini akan membahas mengenai sejauhmana pengaruh amandemen ini

terhadap pembangunan hukum di negara ini.

Kami sadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu semua saran, tanggapan,

bahkan kritikan kami ucapkan terima kasih.

Bandung, 2004

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan BAB

11 Tinjauan Pustaka BAB III

Pembahasan Daftar Pustaka


1

BAB I
PENDAHULUAN

Pada tahun 1998, suatu orde yang baru dimulai, yakni orde reformasi. Hal
tersebut ditandai oleh pergerakan mahasiswa Indonesia telah berhasil mendongkel
kekuasaan presiden Republik Indonesia pada saat itu yakni Soeharto yang mendirikan
dan menguasai orde baru. Soeharto seperti sama-sama kita l:etahui telah berkuasa di
Republik Indonesia selama kurang lebih 32 tahun. Ualam kurun waktu tersebut,
Soeharto memerintah dengan cara-cara yang diktatoris. Tak ada ruang bagi publik
untuk menyatakan pendapat yang cukup, bahkan boleh dibilang tidak ada sama
sekali. Kalaupun ada yang tetap nekat, mal:a sudah bisa dipastikan terali besi adalah
ganjarannya.
Jatuhnya pemerintahan orde baru dan dimualinya orde reformasi telah
memberikan angin segar bagi demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang selama ini di
Indonesia lumpuh, kembali bergairah. Berbagai perubahan di berbagai sektor
dilal<ukan dilnulai dari perubahan ekonomi, politil<, sosial, budaya, dan juga hul<um
tidal< ketinggalan.
Di bidang ekonomi dimulai dengan usaha perbaikan kondisi elconomi
Indonesia, yang pada saat itu memang sedang dalam kondisi krisis. Berbagai
kebijal<anpun diambil untuk menstabilkan harga nilai tukar rupiah yang saat itu
mencapai Rp 20.000. I<ebijal<an lainnyapun diambil demi memulihkan kondisi makro
ekonomi Indonesia yang pada ssat itu memang compang-camping.
Di bidang politik, perubahan dilakukan dengan mencoba untuk menciptakan
suatu system, tatanan, serta iklim politik yang lebih sehat dan demolcratis. Di
bidang sosial budayapLun demikian. Berbagai kebijakan diambil untuk perbaikan dan
peanggulangan krisi moral yang pada saat itu juga terjadi di lndonesia bersamaan
dengan krisis-krisis lainnya yang melanda, sebagai akibat dari krisi ekonomi.
Di bidang hulcumpun demikian, berbagai perubahan dilakukan demi
perbailcan dan pembangunan hukum. Salah satu upaya yang dilakukan pada saat int
adalah mengamandemen undang-undang dasar 1945. Hal tersebut dilakukan .,arena
disinyalir UUD 1945 memiliki banyak kelemahan, sehingga rezim orde
2

baru bisa menyalahgunakan kekuasaan dan bertindak secara diktatoris. Oleh karena
itu diperlukan suatu perubahan terhadap UUD 1945 untuk penyernpurnaan dan
meminimalisasi celah-celah untuk penyelewengan terjadi.
Amandemen UUD 1945 juga bertujuan untuk memberi payung hukum bagi
reformasi dan berbagai perubahan yang terjadi dan yang akan terjadi. Untuk merubah
suatu system yang memang benar-benar korup pada saaat itu diperlukan suatu payung
hukum yang jelas, sehingga perubahan dapat terealisasi. UUD 1945 yang memiliki
kedudukan tertinggi dalam tata urutan perundangan Republik Indonesiai saat itu
harus dapat memayungi secara legal perubahan yang terjadi.
Dalam makalah ini penulis akan mengkaji beberapa hal yakni mengenai apakah
amandemen UUD 1945 benar-benar merupakan suatu upaya pembangunan hukum,
ataukah suatu pelanggaran hukum. Juga akan dibahas berbagai implikasi yang
muncul sebagai konsekuensi atas amandemen UUD 1945.
BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut kamus bahasa Indonesia, pembangunan adalah proses, perbuatan,


cara membangun. Membangun sendiri diartikan sebagai mendirikan, mengadakan
(gedung dan sebagainya); membina; (bersifat) memperbaiki. i Kamisa. 1997 : 38). Jadi
dapat disimpull<an, pembangunan adalah proses, perbuatan, cara mendiril<an,
mengadakan, membina, memperbailci.

Pengertian pembangunan menurut para ahli :

1. Menurut Todaro, pembangunan adalah suatu proses multi dimensi yang


mencalcup perubahan-penlbahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat dan lembaga-lambaga nasional serta adanya akselerasi (percepatan)
pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan lcemiskinan
absolut.
2. Menurut Brant and White, pembangunan adalah suatu upaya besarbesaran
melakukan perubahan secara bersama dari suatu bangsa dan suatu keadaan yang
lebih baik.
MenurUt kamus bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan yang dibuat dan
disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis; peraturan, undangundang
yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu. (Kamisa, 1997 : 232)
1'engertian hukum menurut para ahli :
1. Menurut Amin, SH, hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturanperahiran
yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi. (Kansil, 1989 : 38)
2. Menurut Imanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan
ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
(Kansil, 1989 : 36)
3. Menurut Leon Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku para anggota
masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar
menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu. (Kansil,
1989 : 36 )
4. Menurut Laud, hukum adalah seperangkat peraturan-peraturan yang harus

dipatuhi oleh manusia di dalam masyarakat. (Ragawino, 2003 : 1 7 )

5. Menurut Victor Hugo, hukum adalah kebenaran dan keadilan (Ragawino,

2003 : 19 )

Pembangunan hukum, sebagaimana dikemukakan oleh Paton (1951) pada

hakikatnya ialah pembinaan hukum dan pembaharuan hukum. Pembangunan hukum

mencakup apa yang diburu oleh hukum pada penghabisan dan pengkukuhan unifikasi

hukum. Pembinaan hukum ialah perawatan hukum yang telah ada, jadi bukan

menghancurkan, memanjal:an, dan membiarkamlya tumbuh

sesUil<anya. (dikutip dari : bphn.go.id)

Pembaharuan hukum ialah membentuk tatanan hukum yang baru lcembali.

Pembangunan hukum tidak sekedar pembaharuan aturan-aturan hukum. (dikutip dari :

bphn.go.id)

Undang-undang Dasar adalah peraturan Negara yang tertinggi dalam Negara,

yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber daripada

peraturan perundangan lainnya yang lcemudian dikeluarkan oleh negara itu. (Kansil,

1989 : 54-55)

Undang-iuldang Dasar 1945 adalah bentul: peraturan perundangan yang

tertinggi, yang menjadi dasar dan sumber bagi semua peraturan perundangan

bawahan dalam negara Republik Indonesia. (Kansil, 1989 : 55 )


5

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Amandemen UUD 1945 sebagai upaya Pembangunan Hukum


Seiring bergulirnya reformasi, bergulir pula berbagai perubahan yang
terjadi di berbagai sektor, termasuk di bidang hukum. Perubahan UUD 1945 pun
dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Seiring dengan amandemen
yang terjadi, muncul berbagai pro dan kontra mengenai keabsahan amandemen UUD
1945 tersebut.
Ada beberapa pihak yang menyebut amandemen UUD 1945 sebagai
bentuk peiryimpangan. Mereka berpendapat bahwa UUD 1945 adalah peraturan yang
paling fundameutal dalam ketatanegaraan Indonesia, sehingga tidak boleh dirubah atau
diamandemen.
Ada juga pihalc-pihak yang berpendapat bahwa amandemen adalah hal dan
langkah yang wajar dalam upaya pembangunan hukum itu sendiri. Mereka betpandangan
bahwa UUD 1945 bukanlah sesuatu yang luar biasa, sehingga janganlah dipandang
sebagai "berhala". Oleh karena itu amandemen yang dilakukan adalah sebagai
sesuatu hal yang biasa pula sebagai upaya untuk pernbangunan httlcum itu sendiri.
Pembangunan hukum, sebagaimana dikemukakan oleh Paton (1951) pada
hakikatnya ialah pembinaan hukum dan pembaharuan hukum. Pernbangunan hukum
mencakup apa yang diburu oleh hukum pada penghabisan dan pengkukuhan
unifikasi hukum. Pembinaan hukum ialah perawatan hukum yang telah ada, jadi
bukan meughanctu-kan, memanjakan, dan membiarlcannya tumbuh sesukanya. (dikutip
dari : bphn.go.id)
Jika kita melihat pada toeri tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa
amandemen UUD 1945 merupakan salah satu bentuk dari pernbaharuan hukum, dan
pembaharuan hulcum itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari pembangunan
hukum.
Pembangunan hukum bertujuan membentuk atau mewujudkan sistem
hukum Indonesia yang bersifat nasional (The Indonesian Legal System). Dalam
pembangunan, pembaharuan atau pembinaan sistem hukum Indonesia yang
bersifat nasional harus diikuti oleh pembangunan, pembaharuan atau pembinaan

subsiansi dari sistem hukumnya. Substansi dari sistem hukum itulah yang akan

menentulcan sejauhmana sistern huktun Indonesia yang bersifat nasional

mencerminkan Indonesia baru dan mempu melayani kebutuhan Indonesia baru.

Dengan demikian dalam pembangunan sistem hukum nasional harus mencakup

pembangunan bentuk dan isi dari peraturan perundang-undangan, termasuk perubahan

UUD 1945, jika memang dianggap perlu.

Menurut teori etis, salah satu tujuan pokok hul.um adalah memperbaharui

sikap mental dan cara berpikir masyarakat dari tradisional kearah modern. .Iadi

hukum harus mampu mengarahkan dan merubah sikap, mental dan cara berfikir

masyarakat kearah yang lebih baik.

Jika kita kontekstualisasikan kepada konteks amandmen UUD 1945, maka kita

bisa anggap cara berfikir masyaralcat yang trdisional dalam teori etis tersebut adalah

cara-cara otoriter dan sisitem yang korup. Kita juga bisa anggap cara berfikir

modern dalam teori etis tersebut adalah cara berpikir dan pandangan yang

demokratis dan terbuka. Oleh karena itu, jika kita merujuk pada teori etis,

111141111 (dalam konteks ini adalah UUD 1945) berkewajiban dan harus mampu

mengarahkan/ merubah pandangan/sikap masyarakat dari cara berpikir/pandang yang

otoriter ke cara berpikir/pandang yang demolcratis.

Amandemen UUD 1945 adalah salah satu upaya untuk merubah

pandan,,an/cara berpikir masyaral<at dari cara berpikir/pandang otoriter ke cara

pandang/berpikir demokratis dengan mengubah diri ke bentuk pasca amandemen

yang dianggap akan menjadi landasan legal akan perubahan tersebut. Oleh karena

demilcian, maka pembangunan hukum yang dilakukan dalam bentuk amandemen UUD

1945, tidalc melanggar dan telah sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri.

.Iika kita berpikir diluar konteks teori etis, amandemen UUD 1945

tetaplah sah. Manusia bisa merubah hukurn sesuai dengan tujuan hukum itu

sendiri. Dan tujuan hukum itu sendiri adalah tujuan dari manusia. Hukum adalah alat,

hukum tak punya tujuan, yang punya tujuan adalah manusia. Oleh karena itu manusia

bebas merubah hukum sesuai dengan tujuan manusia. Dalam konteks amandemen

UUD 1945, amandemen yang dilakukan adalah sah, karena hanya


dengan amandemen tersebutlah tujuan bangsa Indonesia untuk melakukan reformasi
bisa tercapai.
Kita jangan terlalu berpandangan konservatif bahwa UUD 1945 tidak boleh
diamandemen. UUD 1945 adalah buatan manusia, sehingga tidak akan sempurna.
Tidak ada hukum yang sejati. I-Iulcum yang sejati adalah rasio manusia yang sesuai
dengan ketertiban alam serta terdapat dalam alam seluruhnya. Rasio murni bersifat
kekal sepanjang zaman, rasio murni terdapat dalam jiwa manusia. (Cicero dalam
Ragawino, 2003 : 161).
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan tersebut diatas, maka kita dapat
mengambil kcsimpulan bahwa amandemen UUD 1945 adalah sah, dan upaya
tersebut adalah benar-benar merupakan upaya pembangunan huktun. Hulcum
buatan manusia tidak ada yang sempurna, oleh karena itu sudah sewajarnyalah
dilakul<an evaluasi dan penyempurnaan akan hukum tersebut, sehingga relevan dengan
perl:embangan zaman.
Dalam perspektif hukum teori hukum tata negara, tata cara perubahan UUD
1945 dapat dilakukan melalui pola Belanda, yakni dengan mengubah langsung pasal
yang bersangkutan, dan pola Amerika Serikat (AS), yakni dalam bentuk anlandemen yang
dilampirkan pada 1<onstitusi AS. Perubahan-perubahan dimaksudl:an agar UUD
merupal:an UUD yang hidup (a living constitution). Di Indonesia, wacana reformasi
sistem ketatanegaraan, perubahan terhadap UUD 1945 berangkat dari tuntutan
akan pentingnya pemerintahan konstitusional yang demokratis. Dalam hal ini,
pemberlakuan Ketetapan MPR No. VIIUMPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No.
IV/MP1Z/1983 tentang Referandum merupakan "pemberlakuan lcembali" Pasal 37 UUD
1945. Berdasarkan landasan itulah perubahan UUD 1945 dilakukan.
Amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, tidak serta merta
muncul. Namtul hal tersebut telah melalui berbagai tahap dan berbagai kajian,
baik itu di lingkungan akademis, maupun di lingkup MPR itu sendiri. Demi
meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan yang bias muncul dalam proses
amandemen, panitia ad hoc tentang amandemen UUD 1945 pun, menyepakati
beberapa hal, yakni :
8

1. Amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, tidak serta merta muncul.
Namun hal tersebut telah melalui berbagai tahap dan berbagai kajian, baik itu di
lingkungan akademis, maupun di lingkup MPR itu sendiri. Tidak mengubah
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sistematika, aspek kesejarahan dan
orisinalitasnya.
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Mernpertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.

4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan


dimasukkan dalarn pasal-pasal.

5. Perubahan dilakukan dengan cara "adendum".

Dengan rambu-rambu yang telah dibuat tersebut, diharapkan amandemen UUD 1945,
akan benar-benac sesuai sasaran yang alwui dituju. Berikut ini adalah beberapa
dasar pernikiran aniandernen UUD 1945 :

l. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang


berturnpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya inelaksanakan
kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks ccncl balances
pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945
adalah execulive heuvy yalau kekuasaaii dominan berada di tangan Presiden dilengkapi
dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain:
memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena
memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu "luwes" dan "fleksibel"
sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya
Pasal 7 UUD 1945 (sebelum diamandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden
untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang
kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai
kehendaknya dalam Undang-undang.
9

5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup

didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang

demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi

manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya

praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembul<aan UUD 1945,

antara lain sebagai beril<ut:

a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan
terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi
masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan
demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai
oleh pemerintah.

d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang

berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.

Jika melihat beberapa latar belakang amandemen UUD 1945 yang telah

dikemukakan diatas, maka kits harus bias memahami dan yakin bahwa amandemen

yang dilakukan terhadap UUD 1945 adalah merupal<an suatu upaya


yang mengarah dan bertujuan untuk perbaikan bangsa Indonesia.

Amandemen terhadap UUD 1945 telah dilakukan dalam 4 tahapan.

Perubahan pertama terhadap UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR pada

bulan Oktober 1999. Perubahan pertama ini mengubah Pasal 5 ayat (1), Pasal 7,

Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20,

dan Pasal 21 UUD 1945. Beberapa aspek penting dari perubahan


tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penegasan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang (RUU)
kepada DPR (Pasal 5 ayat (1);
2. Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat menjabat sebanyak-banyaknya
dalam 2 (dua) kali masa j abatan;
3. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak
dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
10

agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan


Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung (Pasal 9 ayat (2));
4. Dalarn hal mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain,
Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 13 ayat (2)
dan (3));

5. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan

Mahlcamah Agung (Pasal 14 ayat 91));


6. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 14 ayat (2));

7. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal 17

ayat (3));
8. Presiden mengesahkan rancangan tuldang-undang yang telah disetujui bersama
untuk menjadi undang-undang (Pasa121).

Dalam batas-batas tertentu, perubahan pertama ini telah menggeser titik

berat pernerintahan dari pihak eksekutif ke pihak legislatif. Perubahan pertama

teisebut l:emudian dilanjutkan dengan perubahan kedua dan ketiga. Hal ini nampak

dengan penegasan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 tentang "Penugasan Badan Pekerja

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Untuk Melanjutkan Perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945"' yang memerintahlcan agar

Badan Pekerja MPR mempersiapkan rancangan termaksud untuk disahkan dalam Sidang

"Tahunan MPR pada tanggal 18 Agustus 2000.


Sebagaimana diamanatkan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 sebagaimana
disebutkan dimuka, Perubahan Kedua UUD 1945 pada akhirnya dilakulcan pada
Sidang "1'ahunan MPR pertama yang diselenggarakan pada tanggal 7 - 18 Agustus 2000.
Dalam perubahan kedua ini, MPR mengubah dan/atau menambah beberapa pasal,
seperti Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 ayat (5), Pasal 20A, Pasal
22A, Pasal 22B, Pasal 25E, Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 27 ayat 93), Pasal
28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H,
Pasal 281, Pasal 28J, Pasal 30, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasl 36C UUD 1945.
Perubahan itu diantaranya dilakukan dengan
11

mengubah rumusan pasal-pasal yang bersangkutan dan atau dengan menambah


beberapa ayat dari pasal yang bersangkutan.
Perubahan ketiga UUD 1945 disahkan dalam Sidang Tahunan MPR kedua, yang
diselenggarakan pada tanggal 9 Nopember 2001. Dalam perubahan ketiga ini, MPR
mengubah dan/atau menambah Pasal 1 ayat (2) dan (3); Pasal 3 ayat (1), (3) dan (4);
Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 6A ayat (1), (2), (3) dan (5); Pasal 7A, Pasal 7B ayat
(1), (2), (3), (4); Pasal 22C ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4);
Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6); Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3); Pasa123A;
Pasal 23C; Pasal 23E ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23F ayat (1) dan 92); Pasal 23G ayat (1)
dan (2); Pasal 24 ayat (1) dan (2); Pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B
ayat (1), (2), (3) dan (4); dan Pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) UUD 1945.
Di dalam perubahan ketiga ini antara lain diatur tentang hal-hal yang
becsifat mendasar, seperti adanya penegasan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut UUD, juga penarikan ketentuan mengenai Indonesia sebagai
negara hukum dalam Penjelasan UUD 1945 ke dalam Batang Tubuh UUD 1945.
Disamping itu ditetapkan pula tentang kewenangankewenangan MPR, mekanisme
putaran pertama sistem pemilihan Presiden secara langsung, mekanisme impeachment
Presiden, tentang Dewan Perwakilan Daerah, tentang Pemilihan Umum, dan Badan
Pemeriksa Keuangan.
Perubahan keempat UUD 1945 disahkan dalam Sidang Tahunan MPR ketiga,
yang diselenggarakan pada tanggal 10 Agustus 2002. Dalam perubahan ketiga iui,
MPR mengubah dan/atau menambah Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3);
Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23I3; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Pasal 31 ayat (1),
(2), (3), dan (5); Aturan Peralihan Pasal I, 11 dan 111; Aturan Tambahan Pasal I dan 11
UUD 1945.
Amandemen terhadap batang tubuh UUD 1945 tersebut diharapkan akan
mampu membawa Indonesia ke dalam sistem politik dan sistem demokrasi yang lebih
baik. Amandemen bukan hanya merupakan pembangunan bagi hukum Indonesia,
namun juga diharapkan akan berdampak pada pembangunan di segala bidang.
12

3.2. Implikasi Amandemen UUD 1945 terhadap Sistem Ketatanegaraan Republik

Indonesia
Amandemen Konstitusi, sejak amandemen I pada tahun 1999 hingga
amandemen ke-IV pada tahun 2002, telah mengamanatkan sejumlah perubahan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Perubahan tersebut berdampak pada
pengembangan/pembangunan hukum tanpa adanya Garis Besar Haluan Negara.
PembangUunan hulcum ini akan dipengaruhi oleh hasil dari pemilihan presiden secara
langsung sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6A amandemen ke III UUD 1945.
Berdasarkan amandemen Konstitusi, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi
dalam arti bahwa MPR tidak lagi menetapkan Rencana pembangunan Nasional yang
diatur dalam Garis Besar Haluan Negara. Konstruksi baru konstitusi tersebut
berimplikasi bahwa penyusunan program pembangunan hukum, yang selama ini
ditetapkan secara garis besar oleh MPR, akan beralih.
Sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini telah mengalami perubahan yang
sangat penting dan mendasar. Perubahan tersebut merupakan hasil amandemen UUD
1945 yang telah dilakulcan MPR pada tahun 1999 hingga 2002. Berikut ini adalah
gambaran ketatanegaraan(lembaga Negara) Republik Indonesia, sebelum dan setelah
amandemen UUD 1945 dilakukan :

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR)

Sebelum amandemen UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR)


berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang diberi kekuasaan tak terbatas
(super power) karena "kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR" dan MPR adalah "penjehllaan dari seluruh rakyat Indonesia" yang
berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden. Selain
itu, susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan
golongan yang diangkat. Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan
antara lain:

 Presiden, sebagai presiden seumur hidup.


 Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut
turut.
13

• Memberhentikan sebagai pejabat presiden.


 Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
 Tidak memperpanjang masajabatan sebagai presiden.
 Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden,
yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak
menduduki kursi di MPR.

Setelah amandemen UUD 1945, MPR merupakan Lembaga tinggi negara sejajar
kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA,
MK, BPK. Kewenangannya untuk menetapkan GBHN dan kewenangannya mengangkat
Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu) dihilangkan. Tetap
berwenang untuk menetapkan dan mengubah UUD. Susunan l:eanggotaanya berubah,
yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.

2. PRESIDEN

Sebelum amandemen UUD 1945 :

 Prcsiden mcmcgang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,


meskipun kedudukannya tidak "neben" akan tetapi "untergeordnet".
 Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
(consentration of power and responsiblity upon the president).
 Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (execulive power), juga
memegang kekuasaan legislative (legislutive power) dan kekuasaan yudikatif
Uudicative power).
 Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
 Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat
sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa
j abatannya.
17

Pasca amandemen UUD 1945 :

 Membatasi beberapa kelcuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara


pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta

memperkuat sistem pemerintahan presidensial.


 Kelcuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
 Metnbatasi masa jabata~l presiden maksinlunl menjadi dua periode saja.
 Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
 Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan
pertimbangan DPR.

 Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil


presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga
mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.

~ . Dewan Perwakilan Rakyat(DPR)

Sebelum Amandemen UUD 1945, DPR berwenang :

 Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.


 Memberikan persetujuan atas PERPU.
 Memberikan persehijuan atas Anggaran.
 Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggung,jawaban presiden.

Setelah amandemen UUD 1945 :

 Posisi dan lcewenangaiulya diperkuat.


17

 Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden,


sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah
berhak mengajukan RUU.
 Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.

 Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan


hulgsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

4. Dewan Pertimbangan Agung(DPA)

UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir/menyinggung lembaga-lembaga negara


lain seperti DPA dengan memberikan kewenangan yang sangat minim. Bahkan
lembaga ini dihapuskan dari sistem ketatanegaraan Indonesia dalam UUD 1945 yang
baru.

5. llewan Perwakilan Daerah(DPD)

DPD adalah lembaga yang terbentuk pasca amandemen UUD 1945. Dalam UUll
1945 yang lama, tidak ada lembaga DPD dalarn sistem ketatanegaraan Indonesia.
DPD adalah lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan
kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya
utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR Keberadaanya
dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik lndonesia. Anggotanya
dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu. DPD mempunyai
kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan
daerah.
17

6. Badan Pemerilcsa Keuangan(BPK)

Dalam UUD 1945 yang lama, Lembaga ini tidalc dibahas terlalu banyak.
Dalam UUD 1945 pasca amandemen, lembaga ini dibahas lebih detail. Menurut UUD
1945 pasca amandemen, BPK Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan
keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. BPK
berkedudukan di ibu kota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Anggota
BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. UUD 1945 yang baru juga
mengintegrasikan peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK

7. MAHKAMAH AGUNG(MA)

Peran dan fungsi lembaga mahkamah agung hampir tidak berubah baik
sebelum maupun setelah arnandemen yakni bahwa MA adalah :

 Lembaga negara yang melakul:an kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang


menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal
24 ayat (1)].
 Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang clan wewenang lain yang diberikan
Undang- undang.
 Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
 Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian,
Advokat/Pengacara dan lain-lain.
17

8. MAHKAMAH KONSTITUSI(MK)

Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang baru terbentuk pasca amandemen


UUD 1945. Mahkamah Konstitusi keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga
kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution). Mahkamah Konstitusi
mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil
pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD. Hakim Konstitusi terdiri dari
9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPIZ dan pemerintah dan
ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang
kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
18

DAFTAR PUSTAKA

Budiman. Arief. 1994. Teori Pembangunan Dunia ketiga. Jakarta : PT. Gramedia PListaka
Utama.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kartika.
Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka
Ragawino, Bewa. 2003. Pengantar Ilmu Hcrkunz f3andung : Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politilc Univesitas Padjadjaran. jurnalhukum.blogspot.com

http://www. komisihukum.go. id/newsletter. php?act=detil&id=149

komisihul<um.go.id

Anda mungkin juga menyukai