Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada pertengahan 1997, negara kita dilanda krisis ekonomi dan moneter yang

sangat hebat. Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia ketika itu

merupakan suatu tantangan yang sangat berat. Akibat dari krisis tersebut adalah

harga-harga melambung tinggi, sedangkan daya beli masyarakat terus menurun.

Sementara itu nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, terutama Dolar Amerika,

semakin merosot. Menyikapi kondisi seperti itu, pemerintah berusaha

menanggulanginya dengan berbagai kebijakan. Namun kondisi ekonomi tidak kunjung

membaik. Bahkan kian hari semakin bertambah parah. Krisis yang terjadi meluas pada

aspek politik. Masyarakat mulai tidak lagi mempercayai pemerintah. Maka timbullah

krisis kepercayaan pada Pemerintah. Gelombang unjuk rasa secara besar-besaran

terjadi di Jakarta dan di daerah-daerah. Unjuk rasa tersebut dimotori oleh mahasiswa,

pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya. Pemerintah sudah tidak mampu lagi

mengendalikan keadaan. Maka pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan

berhenti dari jabatannya. Berhentinya Presiden Soeharto menjadi awal era reformasi

di tanah air.

Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan

reformasi di masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen

bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda. Beberapa tuntutan reformasi itu

adalah:

1
a. mengamandemen UUD NRI 1945,

b. menghapuskan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,

c. menegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta

pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),

d. melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah,

e. mewujudkan kebebasan pers,

f. mewujudkan kehidupan demokrasi.

kita fokuskan perhatian pada tuntutan untuk mengamandemen UUD NRI 1945.

Adanya tuntutan tersebut didasarkan pada pandangan bahwa UUD NRI 1945 belum

cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan

penghormatan HAM. Di samping itu, dalam tubuh UUD NRI 1945 terdapat pasal-pasal

yang menimbulkan penafsiran beragam, atau lebih dari satu tafsir (multitafsir) dan

membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup,

dan berpotensi tumbuhnya praktik korupsi kolusi, dan nepotisme (KKN).

Penyelenggaraan negara yang demikian itulah yang menyebabkan timbulnya

kemerosotan kehidupan nasional. Salah satu bukti tentang hal itu adalah terjadinya

krisis dalam berbagai bidang kehidupan (krisis multidimensional). Tuntutan perubahan

UUD NRI 1945 merupakan suatu terobosan yang sangat besar. Dikatakan terobosan

yang sangat besar karena pada era sebelumnya tidak dikehendaki adanya perubahan

tersebut. Sikap politik pemerintah yang diperkuat oleh MPR berkehendak untuk tidak

mengubah UUD NRI 1945. Apabila muncul juga kehendak mengubah UUD NRI 1945,

terlebih dahulu harus dilakukan referendum (meminta pendapat rakyat) dengan

2
persyaratan yang sangat ketat. Karena persyaratannya yang sangat ketat itulah maka

kecil kemungkinan untuk berhasil melakukan perubahan UUD NRI 1945.

Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945 menjadi

kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Berdasarkan hal itu MPR hasil Pemilu 1999,

sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 37 UUD NRI 1945 melakukan

perubahan secara bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan, yakni:

a. Perubahan Pertama, pada Sidang Umum MPR 1999.

b. Perubahan Kedua, pada Sidang Tahunan MPR 2000.

c. Perubahan Ketiga, pada Sidang Tahunan MPR 2001.

d. Perubahan Keempat, pada Sidang Tahunan MPR 2002.

Perubahan UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh MPR, selain merupakan

perwujudan dari tuntutan reformasi, sebenarnya sejalan dengan pemikiran pendiri

bangsa (founding father) Indonesia. Ketua panitia Penyusun UUD NRI 1945, yakni Ir.

Sukarno dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 18 Agustus 1945, di

antaranya menyatakan sebagai berikut:

“...bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang

Dasar Kilat, bahwa barang kali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet.

Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap”.

Berbagai perubahan dilakukan demi perbaikan dalam tatanan kehidupan

bernegara. Salah satu upaya yang dilakukan pada saat int adalah mengamandemen

undang-undang dasar 1945. Hal tersebut dilakukan karena disinyalir UUD 1945

memiliki banyak kelemahan, sehingga rezim orde baru bisa menyalahgunakan

kekuasaan dan bertindak secara diktatoris. Oleh karena itu diperlukan suatu perubahan

3
terhadap UUD 1945 untuk penyernpurnaan dan meminimalisasi celah-celah untuk

penyelewengan terjadi.

Amandemen UUD 1945 juga bertujuan untuk memberi payung hukum bagi

reformasi dan berbagai perubahan yang terjadi dan yang akan terjadi. Untuk merubah

suatu system yang memang benar-benar korup pada saaat itu diperlukan suatu payung

hukum yang jelas, sehingga perubahan dapat terealisasi. UUD 1945 yang memiliki

kedudukan tertinggi dalam tata urutan perundangan Republik Indonesiai saat itu

harus dapat memayungi secara legal perubahan yang terjadi.

Dalam makalah ini penulis akan mengkaji beberapa hal yakni mengenai alasan

amandemen UUD 1945 benar-benar merupakan suatu upaya perbaikan ataukah suatu

pelanggaran. Juga akan dibahas berbagai implikasi yang muncul sebagai konsekuensi

atas amandemen UUD 1945.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan kami ungkap dalam makalah ini yaitu :

1. Mengapa dilakukan amandemen UUD 1945?

2. Bagaimanakah substansi dari Amandemen UUD 1945?

3. Mengapa nama Konstitusi NKRI tetap bernama UUD 1945?

1.3 Tujuan

Makalah ini beertujuan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu :

1. Mengetahui alasan dilakukannya amandemen.

2. Mengetahui subsansi yang diubah dalam UUD 1945 dan alasan perubahannya,

3. Mengetahui alasan NKRI masih menggunakan UUD 1945 setelah diamandemen.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Landasan Teoritis

2.1.1 Pengertian Amandemen

Amandemen adalah perubahan resmi dokumen

[http://id.wikipedia.org/wiki/Dokumen] resmi atau catatan tertentu, terutama untuk

memperbagusnya. Perubahan ini dapat berupa penambahan atau juga penghapusan

catatan yang salah, tidak sesuai lagi. Kata ini umumnya digunakan untuk merujuk

kepada perubahan pada konstitusi [http://id.wikipedia.org/wiki/Konstitusi] sebuah

negara (amandemen konstitusional). Konstitusional merupakan prinsip- prinsip dasar

politik serta hukum yang mencangkup struktur , prosedur, serta kewenangan/hak serta

kewajiban. Karena itu, konstitusional sangat berhubungan erat dengan amandemen

karena bertujuan untuk memperbaiki suatu catatan/dokumen penting suatu negara

yang mencangkup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya.

(d.wikipedia.org/wiki/Amandemen)

Pemahaman lebih lanjut adalah amandemen bukan sekedar menyisipkan kata-

kata atau perihal baru dalam teks. Di sisi lain, amandemen bukan pula penggantian.

Mengganti berarti melakukan perubahan total dengan merumuskan konstitusi baru

mencakup hal-hal mendasar seperti mengganti bentuk negara, dasar negara, maupun

bentuk pemerintahan. Dalam amandemen UUD 1945 kiranya jelas bahwa tidak ada

maksud-maksud mengganti dasar negara Pancasila, bentuk negara kKesatuan, maupun

bentuk pemerintahan presidensiil. Salah satu bentuk komitmen untuk tidak melakukan

5
perubahan terhadap hal-hal mendasar di atas adalah kesepakatan untuk tidak

melakukan perubahan atas Preambul/Pembukaan UUD 1945. Dari penjelasan tersebut

jelas bahwa yang harus mendasari Amandemen UUD 1945 adalah semangat

menyempurnakan, memperjelas, memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi

terhadap pasal-pasal yang ada, tanpa harus melakukan perubahan terhadap hal-hal

yang mendasar dalam UUD 1945 itu sendiri.

2.1.2 Pengertian Konstitusi

Merujuk pandangan Lord James Bryce yang dimaksud dengan konstitusi adalah

suatu kerangka negara yang diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang

menetapkan lembaga-lembaga yang tetap dengan mengakui fungsi-fungsi dan hak-

haknya. Pendek kata bahwa konstitusi itu menurut pandangannya merupakan

kerangka negara yang diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang menetapkan

lembaga-lembaga yang tetap (permanen), dan yang menetapkan fungsi-fungsi dan

hak-hak dari lembaga-lembaga permanen tersebut. Sehubungan dengan itu C.F. Strong

yang menganut paham modern secara tegas menyamakan pengertian konstitusi

dengan undang-undang dasar. Rumusan yang dikemukakannya adalah konstitusi itu

merupakan satu kumpulan asas-asas mengenai kekuasaan pemerintah, hak-hak yang

diperintah, dan hubungan antara keduanya (pemerintah dan yang diperintah dalam

konteks hak-hak asasi manusia). Konstitusi semacam ini dapat diwujudkan dalam

sebuah dokumen yang dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi

dapat pula berupa a bundle of separate laws yang diberi otoritas sebagai hukum tata

negara.

6
2.1.3 Fungsi Konstitusi

1. Konstitusi berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme. Landasan

konstitusionalisme adalah landasan berdasarkan konstitusi, baik konstitusi

dalam arti luas maupun konstitusi dalam arti sempit. Konstitusi dalam arti luas

meliputi undang-undang dasar, undang-undang organik, peraturan perundang-

undangan lain, dan konvensi. Konstitusi dalam arti sempit berupa Undang-

Undang Dasar (Astim Riyanto, 2009).

2. Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa,

sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan

demikian, diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi. Gagasan ini

dinamakan konstitusionalisme, yang oleh Carl Joachim Friedrich dijelaskan

sebagai gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang

diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa

pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang

diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang

mendapat tugas untuk memerintah (Thaib dan Hamidi, 1999).

3. Konstitusi berfungsi: (a) membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa

agar dalam menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap

rakyatnya; (b) memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat

yang dicitacitakan tahap berikutnya; (c) dijadikan landasan penyelenggaraan

negara menurut suatu sistem ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi

oleh semua warga negaranya; (d) menjamin hak-hak asasi warga negara.

7
2.2 Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia

Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia bisa dilihat dalam table berikut:

2.3 Alasan dilakukan amandemen UUD 1945

1. UUD 1945 bersifat sementara

Sifat kesementaraan UUD 1945 ini sebetulnya telah disadari sepenuhnya

oleh para perumus UUD 1945. Mereka berpacu dengan momentum kekalahan bala

tentara jepang dalam perang pasifik . oleh karena itu UUD sementara harus segera

diselesaikan dengan harapan bisa dijadikan landasan sementara bagi Negara yang

hendak didirikan. Para pemimpin kita tidak mau berlama-lama membuat undang-

undang dasar karena harus mengutamakan kemerdekaan bangsa.

Kesadaran itu juga disadari sepenuhnya oleh Ir.soekaro yang terpilih sebagai

presiden pertama Indonesia. Ketua panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI)

ini ketika membuka siding pertama PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, mengatakan

bahwa UUD 1945 dibuat secara kilat .

8
2. UUD 45 Memiliki kelemahan dan terlalu sederhana

Sebagai sebuah konstitusi yang dibuat secara darurat dan terkesan buru-

buru, UUD 1945 memiliki kelemahan yang cukup mendasar. Kita ketahui bahwa

UUD 45 yang hanya berisi 37 pasal itu terlalu sederhana untuk sebuah konstitusi

bagi Negara sebesar dan seberagam Indonesia. Hal ini bukannya tanpa disadari oleh

para pembuatnya. Mereka berpendapat bahwa pelaksanaan UUD 1945 bisa diatur

lebih lanjut dalam Undqang- Undang(UU).

Apabila para pembuat Undang-Undang tidak memilki visi, semangat dan cita-

cita yang sama dengan para pembuat UUD 1945 akan membahayakan kelangsungan

hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena kondisi inilah yang membuka

peluang terjadinya pratik penyimpangan dan kesewenang-wenangan presiden

selaku pembuat undang-undang. Presiden pun bisa berkelit bahwa undang-undang

yang ia buat merupakan amanat UUD 1945.

Kelemahan UUD 1945 yang lain adalah belum secar tegas mengatur

kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia,

dan otonomi daerah. Konstitusi kita tersebut juga tidak mengatur peamberdayaan

rakyat sehingga terjadi kesenjangan social ekonomi. Praktik monopoli, oligopoly, dan

monopsoni tumbuh dengan susbur tanpa kendali

3. UUD 1945 memberi kekuasaan yang besar kepada presiden

UUD 1945 jelas-jelas member kekuasaan terlau besar kepada presiden.

Setidaknya 12 pasal dari 37 pasal UUD 1945 (pasal 4-pasal 15) memberikan hak

kepada presiden tanpa adanya perimbangan. Persiden mempunayi hak prerogative

dan legislative sekaligus. Dampak dari pelimpahan kekuasaan itu adalah terjadinya

9
penyalahgunaan kekuasaan, munculnya kekuasaan otoriter, korup dan menindas

rakyat, serta menciptakan penyelenggaraan Negara yang buruk. Hal itu bisa kita

selama kepemimpinan presiden Ir.soekarno dan soeharto.

Prinsip kedaulatan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh MPR(pasal 1 UUD

1945), pun membukan praktik penyimpangan. Hal itu di perparah dengan

pengangkatan anggota MPR utusan daerah dan golongan oleh presiden berdasar

Undang-Undang. Presiden mempunyai keleluasaan memilih anggota MPR yang

sesuai dengan kepentingannya.

4. UUD 1945 tidak menganut Checks and Balances

UUD 1945 mendelegasikan kekuasaan yang sangat besar kepada kepada

eksekutif. Menurut penjelasan UUD 1945, presiden adalah penyelenggara

pemerintahan Negara yang tertinggi dibawah majelis. Presiden merupakan pusat

kekuasaan yang diberi kewenangan menjalankan pemerintahan sekaligus berkuasa

membuat Undang-Undang.

Dua cabang kekuasaan yang berada ditangan presiden ini menyebabkan

tidak jalannya prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and

balances). Selain itu, kekuasaan yang menumpuk pada satu orang berpotensi

melahirkan kekuasaan yang otoriter. Inilah yang menjadi selama kepemimpinan dua

orde di Indonesia.

5. Pasal-Pasal UUD 1945 terlalu “luwes”

Sebagai sebuah konstitusi, UUD 1945 selain sederhana juga hanya berisi

pokok-pokok. Harapannya segera ditindaklanjuti dengan Undang-Undang. Namun,

hal ini justru menetapkan UUD 1945 sebagai sesuatu yang luwes dan multitafsir.

10
UUD 1945 dapat dengan mudah diinterpretasikan oleh siapapun termasuk

penguasa. Oleh karena itu, kepentingan pribadi atau golongan bisa dengan mudah

menyelinap dalam praktik pemerintahan dan ketatanegaraan kita. Misalnya, pada

pasal 7 UUD 1945 disebutkan,”presiden dan wakil presiden memegang jabatannya

selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.

2.4 Substansi dari Amandemen UUD 1945

Sebelum dilakukannya perubahan, dibentuklah dahulu kesepakatan dasar

dalam melakukan perubahan UUD 1945 yang diantaranya meliputi :

a. Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar1945, sistematika, aspek

kesejarahan dan orisinalitasnya.

b. Tetap mempertahankan NKRI.

c. Mempertegas sikap pemerintahan presidensial.

d. Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke

dalam pasal-pasal.

e. Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”.

Perubahan terhadap UUD 1945, dilakukan melalui mekanisme sidang MPR

yaitu : Sidang Umun MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999

Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000

Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001

Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002

11
1. Amandemen Pertama

Perubahan pertama terhadap UUD 1945 disahkan pada tanggal 19 oktober


1999 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat
yang cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD sebagai sesuatu yang suci yang
tidak boleh disentuh oleh ide perubahan.
Melalui : SU MPR tangga 14-21 Oktober1999, oleh 25 orang Panitia Ad
Hoc
Pengesahan : 19 Oktober 1999
Perubahan : 9 pasal (Ps.5; Ps.7; Ps.9; Ps.13; Ps.14; Ps.15; Ps.17; Ps.20 ; dan
Ps.21)
 5 ayat 1 : Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
 Pasal 7 : Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden
 Pasal 9 ayat 1 dan 2 : Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
 Pasal 13 ayat 2 dan 3 : Pengangkatan dan Penempatan Duta
 Pasal 14 ayat 1 : Pemberian Grasi dan Rehabilitasi
 Pasal 14 ayat 2 : Pemberian amnesty dan abolisi
 Pasal 15 : Pemberian gelar, tanda jasa, dan kehormatan lain
 Pasal 17 ayat 2 dan 3 : Pengangkatan Menteri
 Pasal 20 ayat 1-4 : DPR
 Pasal 21 : Hak DPR untuk mengajukan RUU

Inti Perubahan :

Pergeseran kekuasaan legislasi yang berada di tangan eksekutif beralih ke legislative,

Membatasi kekuasaan presiden yang otoriter yang dipandang terlampau kuat

(executive heavy) Dua substansi pokok pada amandemen pertama disebut dengan

istilah check and balance.

12
2. Amandemen Kedua

Melalui : SU MPR 7-8 Agustus 2000, oleh 47 orang Panitia Ad Hoc


Pengesahan : 18 Agustus 2000
Perubahan : 7 Bab dan 27 pasal: (Ps.18; Ps.18A; Ps.18B; Ps.19; Ps.20; Ps.20A
; Ps.22A ; Ps.22B; Bab IXA, Ps.25E; Bab X, Ps.26 ; Ps.27; Bab XA,
Ps.28A; Ps.28B; Ps.28C; Ps.28D; Ps.28E; Ps.28F; Ps.28G;
Ps.28H; Ps.28I; Ps.28J; Bab XII, Ps.30; BabXV, Ps.36A; Ps.36B; dan
Ps.36C)
 Bab VI : Pemerintahan Daerah
 Bab VII : Dewan Perwakilan Daerah
 Bab IX A : Wilayah Negara
 Bab X : Warga Negara dan Penduduk
 Bab XA : Hak Asasi Manusia
 Bab XII : Pertahanan dan Keamanan
 Bab XV : Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan

Inti Perubahan:

Pemerintahan Daerah (pasal 18)

 Adanya dasar hukum yang kuat pada Pemda

 Adanya juga kekhususan daerah, seperti : Aceh, D.I. Yogyakarta, dan Papua

Lebih mendatailnya aturan mengenai wilayah Negara

Dibedakannya warga negara dan penduduk, Hak-hak rakyat lebih diperhatikannya

dengan dicantumkannya pasal mengenai Hak Asasi Mnusia Pertahanan dan

keamanan Negara Bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan pun tidak

luput dari perhatian pemerintah Ditambahkannya aturan mengenai lembaga DPR,

khususnya mengenai keanggotaan, fungsi, hak, dan prosedur penggantiannya.

13
3. Amandemen Ketiga

Melalui : ST MPR 1-9 November 2001, oleh 51 orang Panitia Ad Hoc


Pengesahan : 10 November 2001
Perubahan : 7 Bab dan 23 Pasal: (Ps.1; Ps.3; Ps.6; Ps.6A; Ps.7A; Ps.7B; Ps.7C ;
Ps.8; Ps.11; Ps.17, Bab VIIA, Ps.22C; Ps.22D; Bab VIIB, Ps.22E;
Ps.23; Ps.23A; Ps.23C; Bab VIIIA, Ps.23E; Ps.23F; Ps.23G; Ps.24;
Ps.24A; Ps.24B; dan Ps.24C)

 Bab I : Bentuk dan Kedaulatan


 Bab II : MPR
 Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
 Bab V : Kementrian Negara
 Bab VII A : DPR
 Bab VII B : Pemilihan Umum
 Bab VIII A : BPK

Inti Perubahan :
 Bentuk dan Kedaulatan Negara
 Kedudukan dan kekuasaan MPR. Sebelum amandemen, MPR bisa secara langsung
memecat presiden melalui sidang istimewa.
 Kepresidenan
 Impeachment
 Keuangan Negara
 Kekuasaan Kehakiman

14
4. Amandemen Keempat

Melalui : ST MPR 1-11 Agustus 2002, oleh 50 orang Panitia Ad Hoc

Pengesahan : 10 Agustus 2002

Perubahan : 2 Bab dan 19 Pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1

butir yang dihapuskan dalam naskah perubahan keempat: (Ps.2;

Ps.6A; Ps.8; Ps.11; Ps.16; Ps.23B; Ps.23D; Ps.24; Ps.31; Ps.32; Bab

XIV, Ps.33; Ps.34; dan Ps.37)

Inti Perubahan:

DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan

perjanjian, Dihapusnya DPA melalui Keputusan Presiden Nomor 135/M/2003, mata

uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan

kesejahteraan sosial, perubahan UUD.

Kekurangan dalam Amandemen UUD 1945

a. Amandemen UUD 1945 yang dilakukan secara terburu-buru mengakibatkan

munculnya peraturan perundang-undangan yang menyengsarakan rakyat.

b. Munculnya kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan tanpa persiapan sosial

yang matang, sehingga mengganggu keberadaan Indonesia sebagai Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

c. Mengakibatkan muncul konflik yang berkepanjangan di banyak daerah,

Lemahnya kendali pemerintah pusat terhadap sektor-sektor strategis di daerah,

telah membuat negara kesatuan ini semakin berjalan ke arah sistem semi federal.

15
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

UUD 1945 memiliki keterbatasan dan kelemahan yang tidak dapat dipakai

maka UUD 1945 sebagai landasan konstitusional telah mengalami beberapa

amandemen :

• Amandemen ke I disahkan 19 Oktober 1999

• Amandemen ke II disahkan 18 agustus 2000

• Amandemen ke III disahkan 10 November 2001

• Amandemen ke IV disahkan 10 Agustus 2002

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar

tetap sesuai dengan perkembangan zaman dan untuk membawa bangsa ini menuju

perubahan yang lebih baik lagi di berbagai bidang dengan senantiasa selalu

memperhatikan kepentingan rakyat.

3.2 Saran

Dengan hasil makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi kita semua,bukan

berarti kami sebagai penyusun makalah ini saja tetapi juga semua pihak yang

memerlukannya,agar makalah ini sebagai acuan dalam menambah wawasan serta

pengetahuan tentang amandemen UUD 1945 dan juga menumbuhkan rasa

nasionalisme terhadap bangsa dan negara Indonesia

16
Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2016. Pendidikan

Kewarganegaraan. Jakarta: Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan

Tinggi.

http://pengertiandefinisi-arti.blogspot.com/2012/03/pengertian-

definisi-amandemen.html

[http://pengertiandefinisi-arti.blogspot.com/2012/03/pengertian-

definisi-amandemen.html]

http://mhs.blog.ui.ac.id/rani.setiani/2008/09/04/mabim-fik/

[http://mhs.blog.ui.ac.id/rani.setiani/2008/09/04/mabim-fik/] )

Sujatmiko.(2007). Amandemen UUD 45 Jangan Serampangan.

http://www.

tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/26/brk,20070226-94281,id.html

[http://dangstars.blogspot.com/2012/11/hasil-perubahan-dan-

naskah-asli-uud-1945.html]

http://rizkifahrian09.blogspot.com/2012/10/latar-belakang-perubahan-

uud-1945.html

17

Anda mungkin juga menyukai