Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan


(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945
antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan
pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada
Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan
multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara
negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar
seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi
negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan
perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan
kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih
dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas
sistem pemerintahan presidensiil.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan


(amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama
UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua
UUD 1945

 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga
UUD 1945

 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan


Keempat UUD 1945

Undang-Undang Dasar adalah kumpulan asas-asas yang mana pengaturan


kekuasaan-keuasaan pemerintah, hak-hak yang diperintah, dan hubungan antara
keduanya diatur (a collection of principles according to which the powers of the
government, the rights of governed, and the relation between the two are adjusted.)

Semula Undang-Undang Dasar hanya dimaksudkan untuk membatasi wewenang


penguasa, menjamin hak rakyat, dan mengatur pemerintahan. Selanjutnya, seiring
dengan kebangkitan paham kebangsaan dan demokrasi, Undang-Undang Dasar juga
menjadi alat rakyat mengkonsolidasikan kedudukan politik dan hukum dengan
mengatur kehidupan bersama untuk mencapai cita-cita. Itulah sebabnya pada zaman
sekarang Undang-Undang Dasar tidak hanya memuat aturan hukum tetapi juga
merumuskan atau menyimpulkan prinsip-prinsip hukum, haluan negara, dan patokan
kebijaksanaan yang mengikat penguasa.

Menurut C.F Strong, Undang-Undang Dasar berisi tiga hal, yaitu: First, how the
various agencies are organised; secondly, what power is entrusted to those agencies;
and thirdly, in what manner such power is to be exercised. Sedangkan menurut Hans
Kelsen materi muatan Undang-Undang Dasar meliputi:

a. Preamble
b. Determination of the contents of future statutes
c. Determination of the administrative and judicial function
d. The “unconstitutional” law
e. Constitutional prohibitions
f. Bill of rights
g. Guarantees of the constitution.

Berdasarkan pernyataan Hans Kelsen tersebut, Rukmana Amanwinata memberikan


kesimpulan bahwa suatu konstitusi mengandung materi muatan tentang pembatasan-
pembatasan konstitusional (constitutional prohibitions) dan perlindungan hak asasi
manusia (bill of rights).

Secara umum Undang-Undang Dasar berisi tiga hal pokok, yaitu: Pertama,
adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara; kedua,
ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental; dan ketiga, adanya
pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar mempunyai banyak arti.
Amandemen tidak saja berarti “menjadi lain isi serta bunyi” ketentuan dalam UUD
tetapi juga “mengandung sesuatu yang merupakan tambahan pada ketentuan-
ketentuan dalam Undang-Undang Dasar yang sebelumnya tidak terdapat di
dalamnya”. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para pakar paling tidak ada
empat aspek perubahan Undang-Undang Dasar, yaitu:

a. Prosedur perubahan;
b. Mekanisme perubahan;
c. Sistem perubahan; dan
d. Substansi perubahan.

Substansi Perubahan Undang-Undang Dasar

Substansi perubahan Undang-Undang Dasar menyangkut hal-hal apa saja yang dapat
diubah dan hal-hal apa saja yang tidak dapat diubah atau harus terus-menerus
dipertahankan.

Berbagai pendapat yang telah dikemukakan, terutama tentang prosedur perubahan


Undang-Undang Dasar, terlihat bahwa secara keseluruhan tidak ada prosedur
perubahan Undang-Undang Dasar yang begitu mudah. Prosedur perubahan yang
dikemukakan justru membuat Undang-Undang Dasar menjadi tidak dapat begitu saja
diubah. Prosedur perubahan itu dimaksudkan untuk melindungi Undang-Undang
Dasar. Hal itu sejalan dengan pendapat K.C Wheare berikut ini.

Speaking generally it would seem that the amending process in most modern
Constitutions is aimed at safeguarding one or more of four objectives. The first is that
the Constitution should be changed only with deliberation, and not lightly or want
only; the second is that the people should be given an opportunity of expressing their
views before a change is made; the third is that, in a federal system, the powers of the
units and of the central government should not be alterable by either party acting
alone; and the fourth is that individual or community rights –for example, of
minorities in language or religion or culture- should be safeguarded.

Pendapat K.C Wheare di atas menunjukkan empat sasaran yang hendak dicapai
melalui berbagai aspek perubahan Undang-Undang Dasar, yaitu:
1. Supaya perubahan dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan secara sadar
bukan sekedar ingin saja.
2. Supaya rakyat mempunyai kesempatan memberikan pendapat sebelum perubahan
benar-benar dilakukan.
3. Supaya kekuasaan negara bagian dan pemerintah pusat di negara federal tidak
diubah secara sepihak.
4. Supaya hak-hak individu dan masyarakat seperti kaum minoritas dari segi agama,
bahasa, dan kebudayaan terlindungi.

Secara umum materi Undang-Undang Dasar memuat aturan-aturan pokok


(fundamental) yang merupakan landasan luas bagi tata hukum yang lebih terperinci
lagi, mengenai:

a. Sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya negara (wilayah, penguasa dan


rakyat/warga negara)
b. Mengatur tentang struktur/susunan, wewenang dan cara bekerjanya lembaga-
lembaga negara (sistem pemerintahan negara)
c. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (hubungan Negara dan warga
negaranya). Garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan negara

RUMUSAN MASALAH

Jelaskan perbedaan pokok materi muatan konstitusi (UUD 1945) sebelum dan
sesudah amandemen!
PEMBAHASAN

Substansi Perubahan UUD 1945

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah “substansi” diartikan sebagai


berikut: Watak yang sebenarnya dari sesuatu; isi; pokok; inti. Unsur; zat. kekayaan;
harta. Medium yang dipakai untuk mengungkapkan bahasa. Dalam tulisan ini selain
substansi digunakan juga istilah materi muatan dengan arti yang sama.

Dalam Undang-Undang Dasar didapati tiga jenis materi muatan, yaitu materi
muatan yang bersifat moral, material, dan instrumental. Materi muatan yang bersifat
moral berupa semangat, tujuan dan cita-cita yang terkandung di dalamnya. Materi
muatan yang bersifat material ialah kaidah-kaidah fundamental (norma-norma dasar).

Materi muatan yang bersifat instrumental ialah instrumen sebagai upaya


pembentukan suatu sistem untuk menjabarkan dan melaksanakan muatan materi
material dan moral tersebut ke dalam praktik kehidupan ketatanegaraan melalui suatu
peraturan perundang-undangan. Materi muatan yang bersifat moral dan material
mempunyai sifat fundamental dan kekal. Sedangkan muatan materi yang bersifat
instrumental itu bersifat praktikal dan fungsional yang dapat diubah atau diganti.

Sebagai bingkai perubahan UUD 1945 telah dibuat kesepakatan dasar oleh fraksi-
fraksi di MPR untuk menjadi pegangan bersama, yaitu:

1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945


2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal yang bersifat substantif dalam
penjelasan dijadikan norma dalam pasal-pasal.
5. Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”.
6. Berpedoman pada kesepakatan di atas MPR telah melakukan empat kali
perubahan UUD 1945. Semua kaidah hukum yang merupakan materi Undang-
Undang Dasar yang terdapat di luar UUD 1945 disarankan supaya dimasukkan
(diintegrasikan) ke dalam Batang Tubuh UUD 1945 atau ditambahkan sebagai
Amandemen UUD 1945.
Adapun substansi atau materi muatan dalam UUD 1945, antara lain:
(1) jaminan HAM dan warga negara;
(2) ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental;
(3) pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
(Sri Sumantri 1984: 45) Ditambah oleh Bagir Manan dan Kuntana Megnar
(1997): memuat identitas negara, seperti bendera dan bahasa nasional.

Perkembangan Materi UUD 1945 Pasca Amandemen dapat dilihat dalam 2 hal yaitu:
 Secara kuantitatif
25 butir tidak diubah 46 butir diubah/ditambah dengan ketentuan lainnya
sehingga seluruhnya berjumlah 199 butir ketentuan 174 ketentuan baru isi
UUD 1945)
 Secara kualitatif
Pergeseran kekuasaan pemerintahan (Kepresiden) yang dipandang terlampau
kuat (executive heavy), termasuk Impeachment. Perluasan Jaminan Hak Asasi
Manusia Kewenangan Pemerintahan Daerah Lambang Negara dan Lagu
Kebangsaan. Bentuk dan Kedaulatan Negara Pembaruan Struktur dan
Kewenangan MPR, DPR dan DPD. Keuangan Negara, Mata Uang dan Bank
Sentral Kekuasaan Kehakiman Pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian
Pendidikan dan kebudayaan Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial
Mekanisme Perubahan UUD.

 Pokok Materi Muatan Konstitusi (UUD 1945)


Sebelum dilakukan Amandemen, UUD 1945 terdiri atas:
1. Pembukaan
2. Batang Tubuh
16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari
1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4
pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan)
3. Penjelasan.
Setelah dilakukan amandemen, terdiri atas:

POKOK MATERI MUATAN KONSTITUSI (UUD 1945)


SEBELUM AMANDEMEN SESUDAH AMANDEMEN
Pembukaan Pembukaan
BAB I Bentuk Dan Kedaulatan; Bentuk Dan Kedaulatan;
Pasal 1 ayat (1) dan (2) Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3)
BAB II Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Pasal 2 ayat (1), (2), (3); Pasal 3
Pasal 2 ayat (1) dan (2); Pasal 3
ayat (1), (2), (3)
BAB III Kekuasaan Pemerintahan Negara;
Pasal 4 ayat (1), (2); Pasal 5 ayat
(1), (2); Pasal 6 ayat (1), (2); Pasla
Kekuasaan Pemerintahan Negara;
6A ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal
Pasal 4 ayat (1),(2); Pasal 5 ayat
7; Pasal 7A; Pasal 7B ayat (1), (2),
(1), (2); Pasal 6 ayat (1),(2); Pasal
(3), (4), (5), (6) dan (7); Pasal 7C;
7; Pasal 8; Pasal 9; Pasal 10;
Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 9
Pasal 11; Pasal 12; Pasal 13 ayat
ayat (1), (2); Pasal 10; Pasal 11
(1), (2); Pasal 14; Pasal 15
ayat (1), (2), (3); Pasal 12; Pasal
13 ayat (1), (2), (3); Pasal 14 ayat
(1), (2); Pasal 15; Pasal 16
BAB IV Dewan Pertimbangan Agung; Dihapus
Pasal 16 ayat (1),(2);
BAB V Kementrian Negara; Kementrian Negara;
Pasal 17 ayat (1), (2), dan (3) Pasal 17 ayat (1), (2), (3), (4)
BAB VI Pemerintahan Daerah;
Pemerintah Daerah; Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4), (5),
Pasal 18 (6), (7); Pasal 18A ayat (1), (2);
Pasal 18B ayat (1), (2)
BAB VII Dewan Perwakilan Rakyat;
Dewan Perwakilan Rakyat; Pasal 19 ayat (1), (2), (3); Pasal 20
Pasal 19 ayat (1), (2); Pasal 20 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal
ayat (1), (2); Pasal 21 ayat (1), 20A ayat (1), (2), (3), (4); Pasal
(2); Pasal 22 ayat (1), (2), (3) 21; Pasal 22 ayat (1), (2), (3);
Pasal 22A; Pasal 22B;
BAB Dewan Perwakilan Daerah;
VIIA* -- Pasal 22C ayat (1), (2), (3), (4);
Pasal 22D ayat (1), (2), (3), (4);
BAB Pemilihan Umum;
VIIB* -- Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4),
(5), (6);
BAB VIII Hal Keuangan;
Hal Keuangan;
Pasal 23 ayat (1), (2), (3); Pasal
Pasal 23 ayat (1), (2), (3), (4), dan
23A; Pasal 23B; Pasal 23C; Pasal
(5)
23D
BAB -- Badan Pemeriksa Keuangan;
VIIIA* Pasal 23E ayat (1), (2), (3); Pasal
23F ayat (1), (2); Pasal 23G ayat
(1), (2)
BAB IX Kekuasaan Kehakiman;
Pasal 24 ayat (1), (2), (3); Pasal
Kekuasaan Kehakiman; 24A ayat (1), (2), (3), (4), (5);
Pasal 24 ayat (1), (2); Pasal 25 Pasal 24B ayat (1), (2), (3), (4);
Pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4),
(5), (6); Pasal 25
BAB Wilyah Negara;
--
IXA* Pasal 25A
BAB X Warga Negara; Warga Negara Dan Penduduk;
Pasal 26 ayat (1), (2); Pasal 27 Pasal 26 ayat (1), (2); Pasal 27
(1), (2); Pasal 28 ayat (1), (2), (3); Pasal 28
BAB XA* Hak Asasi Manusia;
Pasal 28A; Pasal 28B ayat (1), (2);
Pasal 28C ayat (1), (2); Pasal 28D
ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 28E
-- ayat (1), (2), (3); Pasal 28F; Pasal
28G ayat (1), (2); Pasal 28H ayat
(1), (2), (3), (4); Pasal 28I ayat (1),
(2), (3), (4), (5); Pasal 28J ayat (1),
(2)
BAB XI Agama; Agama;
Pasal 29 ayat (1), (2) Pasal 29 ayat (1), (2)
BAB XII Pertahanan Dan Keamanan
Pertahanan Negara;
Negara;
Pasal 30 ayat (1), (2)
Pasal 30 ayat (1), (2), (3), (4), (5)
BAB XIII Pendidikan Dan Kebudayaan;
Pendidikan;
Pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), (5);
Pasal 31 ayat (1), (2); Pasal 32
Pasal 32 ayat (1), (2)
BAB XIV Perekonomian Nasional Dan
Kesejahteraan Sosial;
Kesejahteraan Sosial;
Pasal 33 ayat (1), (2), (3); Pasal
Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4), (5);
34
Pasal 34 ayat (1), (2), (3), (4);
BAB XV Bendera, Bahasa, Dan Lambang
Bendera Dan Bahasa; Negara Serta Lagu Kebangsaan;
Pasal 35; Pasal 36 Pasal 35; Pasal 36; Pasal 36A;
Pasal 36B; Pasal 36C
BAB XVI Perubahan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Dasar;
Dasar: Pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4), (5)
Pasal 37 ayat (1), (2)
Aturan Peralihan; Aturan Peralihan;
Pasal I, Pasal II, Pasal III, dan Pasal I, Pasal II, dan Pasal III
Pasal IV
Aturan Tambahan; Aturan Tambahan;
Ayat (1) dan (2) Pasal I; Pasal II ayat (1), (2)
Ket: *) Merupakan Penambahan bab-bab UUD 1945 setelah amandemen

Anda mungkin juga menyukai