Anda di halaman 1dari 14

sMK TI AL-ASIYAH JURUSAN TKJ CIBINONG BOGOR 2014/2015 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh Dengan segala kerendahan

n hati, izinkan penulis memanjatkan rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT yang senantiasa membukakan pikiran dan hati untuk terus berjuang dalam menegakakan agama-Nya serta makalah yang membahas tentang Kembalinya UUD 1945 (5 juli 1959 19 oktober 1999) dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam tak pernah putus kita sampaikan kepada pimpinan sekaligus guru peradaban dunia Nabi Muhammad SAW yang banyak memberikan keteladanan dalam berfikir dan bertindak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan yang membantu penulis dalam memberikan masukan dan pendapat terhadap makalah ini.Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kepada para pembaca dan para pakar di mohon saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah dan guna meningkatkan kualitas dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat dan bangsa. Wasssalamualaikum Warohmatullah Wabarakatuh. Bogor,31 januari 2014

Penulis

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................I KATA PENGANTAR ..............................................................................................II DAFTAR ISI ............................................................................................................III BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................4 1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................................4

BAB II UUD 1945 Pasca Dekrit Presiden 5 juli1959................................................5 2.1.Pasca Dekrit Presiden 5 juli 1959....................................................................................5 2.2. Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 - 21 Mei 1998).........................7 2.3. Struktur UUD 1945 setelah pemberlakuan kembali........................................................9 2.4. Apa itu Hukum Darurat Negara......................................................................................10 2.5. Hasil Perubahan....................................................................................................11 PENUTUP ..................................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................15

BAB I PENDAHULUAN Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang telah dilakukan sebanyak empat kali telah mempengaruhi secara substansial dan telah mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia secara mendasar. Aturan dasar atau yang disebut dengan konstitusi ini, pada hakekatnya merupakan landasan eksistensi suatu negara sebagai organisasi kekuasaan, pembagian dan pembatasan kekuasaan. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sistem hukum yang berlaku tidak segera mengalami perubahan. Untuk mengatasi agar tidak terjadi situasi tersaebut, maka undang-undang maupun peraturan-peraturan yang ada sebelum kita merdeka tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945.1 Konstitusi atau Undang Undang Dasar yang disusun dan ditetapkan untuk mencegah adanya kemungkinan menyalahgunakan kekuasaan. Dengan perkataan lain, dalam konstitusi berisi pembatasan kekuasaan dalam negara. Adapun pembatasan kekuasaan tersebut terlihat dengan adanya tiga hal dalam setiap konstitusi, yaitu (a) Bahwa Konstitusi atau Undang Undang Dasar harus menjamin hak-hak manusia atau warga negara; (b) Konstitusi atau Undang Undang Dasar juga harus memuat suatu ketatanegaraan pada suatu negara yang bersifat mendasar; (c) A. Latar Belakang Masalah Konstitusi harus mengatur tugas serta wewenang dalam negara yang juga bersifat mendasar.2 Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, konstitusi yang diberlakukan di Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya sejak Orde Lama hingga Orde Reformasi yaitu; UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949); Konstitusi RIS (27 Desember 1949 17 Agustus 1950); UUDS 1950 (17 Agustus 1950 5 Juli 1959 19 Oktober 1999); UUD 1945 ( 5 Juli 1959 19 Oktober 1999) UUD 1945 dan Perubahan Pertama ( 19 Oktober 1999 18 Agustus 2000); UUD 1945 dan Perubahan Pertama, dan Kedua ( 18 Agustus 2000 10 November 2001 ); UUD 1945 dan Perubahan Pertama, Kedua dan Ketiga ( 10 November 2001 10 Agustus 2002); dan UUD 1945 dan Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat (10 Agustus 2002 sekarang).3 Perubahan Pertama terjadi pada Sidang Umum MPR tanggal 14-21 Oktober 1999, kemudian Perubahan Kedua berlangsung dalam Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000, Perubahan Ketiga berlangsung pada Sidang Tahunan MPR tanggal 1-9 November 2001, dan Perubahan Keempat berlangsung pada Sidang Tahunan MPR dari tanggal 1-11 Agustus 2002.4 Salah satu gejala yang menandai perubahan tersebut 2 PadmoWahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta, Rajawali, 1984, hal.4 3 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta, Prenada Media Group, 2010 hal. 15 4 Firdaus, Perubahan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Bandung, Yrama Widya, 2007 hal.56

UUD 1945 Pasca Dekrit Presiden 5 juli 1959 === Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966) === [[Berkas:Perangko kembali ke UUD 1945 50 sen.jpg|thumb|Perangko "Kembali ke UUD 1945" dengan nominal 50 sen]]
UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 19 Oktober 1999

Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapapenyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi

penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden. Selain itu muncul pertentangan politik dan kon- flik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru. Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masihterdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 Sekarang Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum
4

pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia. Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita. Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah : UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sumber: Setjen MPR Presiden a)Majelis Permusyawaratan Rakyat b)Dewan Perwakilan Rakyat c)Dewan Perwakilan Daerah d)Badan Pemeriksa Keuangan e)Mahkamah Agung f)Mahkamah Konstitusi g)Komisi Yudisial Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal [[5 Juli]] [[1959]], Presiden [[Sukarno]] mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan [[UndangUndang Dasar Sementara Republik Indonesia|Undang-Undang Dasar Sementara 1950]] yang berlaku pada waktu itu. Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya: * Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara * MPRS menetapkan [[Soekarno]] sebagai presiden seumur hidup * [[Gerakan 30 September|Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia]]

Pada masa [[Orde Baru]] (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.

Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan: * Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya * Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum. * Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

Apa alasan pemberlakuan kembali UUD 1945? (1) *UUDS 1950 dipandang tidak sesuai, sehingga kembali ke konsep Indonesia dalamUUD 1945 sebagai Negara Kesatuan *Badan Konstituante(544 orangyang dipilih dalam Pemilu 1955, dilantik 1956) mulai bekerja sebagai penyusun konstitusi, namun hingga tahun1959 belum mencapai atabulat sebagai UUD.

Apa alasan pemberlakuan kembali UUD 1945? (2) *Tiadanya bulat kesepakatan UUD lebih disebabkan tiadanya kesepakatan Konstituan tetentang Dasa Filsafat Negara untuk dicantumkan dalam UUD. *Sebagian besar anggota Konstituante menyampaikan pemberitahuan kepada Presiden bahwa mereka tidak akan menghadiri sidang lagiuntuk menyusun UUD (Lubis1997: 16; Considerans Dekrit Presiden 5 Juli 1959 alinea2).

Apa alasan pemberlakuan kembali UUD 1945? (3) *Pertentangan meluas tidak hanya diKonstituante, namun juga ke DPR, Badan Perwakilan, badan-badan pemerintahan, swasta dan bahkan dikalangan masyarakat(Joeniarto1966: 89). *Tekananmiliter(khususnyaAD) untuk kembali ke UUD 1945 dan sejumlah pemberontakan di daerah (utamanyaDI/TII)

Pandanganlain(Buyung1992: 403423) Perdebatan yang tajam dalam Konstituante sesungguhnya terkait dengan Dasar Negara (ideological conflict), namun sudah banyak yang dicapai secara maju dalam putusan-putusannya, meliputi: Komitmenpadademokrasi Komitmenpadahakasasimanusia Pengakuanatasproblem kekuasaan *KonsepConstitutional Governmentberdasarkanprocedural ethics, serta pengakuan atas pluralisme dan pembatasan kekuasaan *Problem utam kegagalan Konstituante: tentaradanPresiden(Soekarno) menjauhkan diri dari Konstituante, begitu juga tentara yang menjaga jarak dengan Soekarno, meskipun akhirnya keduanya melakukan oposisi terhadap Konstituante (Buyung1992: 414).

Bentuk hukum pemberlakuan kembali UUD 1945 (1) *Prosesawal: Soekarno menyampaikan amanatnya didepan Konstituante 22 April 1959, memuatanjuran supaya kembali ke UUD 1945. Konstituante merespon dengan beberapa kali sidang, namun tidak pula berhasil menetapkan sikap dan keputusan apakah kembali ke UUD 1945 atau tidak(?) (Considerans Dekrit Presiden 5 Juli1959 alinea1). *Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dimuat dalam Keputusan Presiden No. 150 Tahun1959, dan dilampiri dengan UUD 1945 lengkap dengan penjelasannya, diundangkan Lembaran Negara RI Tahun1959 No. 75. BentukhukumpemberlakuankembaliUUD 1945 (2) Dictum Dekrit Presiden 1959: a.Menetapkan pembubaran Konstituante b.Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagise genap bangsa Indonesia terhitung mulai tanggal penetapan dekrititu c.Tidak berlakunya lagi UUD Sementara d.Pembentukan MPRS yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah dengan utusanutusan dari daerah-2 dan golongan-2. e.Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara Bentuk hukum pemberlakuan kembali UUD 1945 (3) Lalu, apa dasar hukumnya Dekrit? * Prof Mr. Muh Yamin: Hukum Darurat/Hukum Darurat Ketatanegaraan * terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi.. * Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan RI yang telah diterima MPRS melalui TAP No. XX/MPRS/1966: Hukum Darurat Negara

Struktur UUD 1945 setelah pemberlakuan kembali UUD 1945 (1945-1949) UUD 1945 pasca Dekrit Presiden 1959 (1959-1999) Terdiridari3 bagian: (1) Pembukaan UUD/4 alinea; (2) Batang Tubuh UUD/16 bab37 pasal, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan; (3) Penjelasan LN 1959 No. 75, secara teoritik penjelasan berkedudukan sebagai penafsir anotentik

Terdiri dari 3 bagian: (1) Pembukaan UUD/4 alinea; (2) Batang TubuhUUD/16 bab37 pasal; (3) Penutup/AturanPeralihan-4 pasal dan Aturan Tambahan-2 ayat Sumber: M. Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 (1960: 77), dalam Joeniarto(1966: 3134)

Apa itu Hukum Darurat Negara? *Staatsnoodrecht: Objektif/KonstitusionalSubjektif/Extra-konstitusional(Joeniarto1966: 107) *Hukum Tata Negara Darurat diterjemahkan staatsnoodrecht, yang membahas mengenai hukum negara darurat atau negara dalam keadaan bahaya (nood) (Asshidiqie2008: 18). *Perkataan nood dalam staatsnoodrecht menunjuk pada keadaan darurat negara, sedangkan nood dalam noodstaatsrecht menunjuk kepada pengertian keadaan hukumnya yang bersifat darurat. *Noodstaatsrecht sama dengan Objectieve Staatsnoodrecht

Praktek Ketatanegaraan Sekitar Dekrit Presiden 1959 (1) *Demokrasi Parlementer bergeser ke Demokrasi Terpimpin (10 Februari1959, dalam sidang Kabinet Karya, dan melalui Putusan Dewan Menteri Mengenai Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam Rangka Kembali ke UUD 1945, 19 Februari 1959)

Praktek Ketatanegaraan Sekitar Dekrit Presiden 1959 (2) *Manifesto Politik RI (Penemuan Kembali Revolusi Kita) sebagai GBHN oleh Presiden Soekarno (melalui Penetapan Presiden No. 1 Tahun1960: sebelum MPR terbentuk makamanifesto politik RI yang diucapkan pada tanggal 17 Agustus1959 adalah garis-garis besar dari padahaluan Negara) *diperkuat melalui TAP No. I/MPRS/1960/sd.I (sidang pertama setelah MPRS terbentuk) *Mengapa Soekarno tetap menjadi Presiden setelah diberlakukannya kembali UUD 1945 melalui Dekri Presiden 1959 ? Apadasarnya? Peraturan Peralihan Pasa l2 UUD 1945. Soekarno sebagai Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI.

Hasil Perubahan UUD 1945 hasil amandemen yang ada sekarang ini merupakan UUD yang bukan saja isinya lebih baik jika dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum diamandemen melainkan juga prosedur dan proses-prosesnya sudah memadai. Ini penting dikemukakan karena sampai sekarang masih ada yang mengatakan bahwa perubahan UUD 1945 sudah mengkhianati gagasan kontrak sosial yang dipatok oleh para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan ada yang mendorong-dorong Presiden agar mengeluarkan Dekrit untuk kembali ke UUD 1945 yang asli. Dekrit Presiden sebagai tindakan inkonstitusional yang kadangkala dikonstitusionalkan atas nama keselamatan rakyat, dapat memancing tindakan inkonstitusional lain yang juga atas nama rakyat. Padahal amandemen UUD yang ada sekarang prosedurnya sudah konstitusional, dilakukan sesuai dengan ketentuan konstitusional itu sendiri yakni Pasal 37 UUD 1945 yang asli. Yang Asli Sangat Bagus Harus diakui bahwa UUD 1945 asli yang disusun oleh para founding fathers merupakan hasil karya yang sangat luar biasa bagusnya untuk ukuran zamannya. Ia mampu menggambarkan masa lalu dan masa depan Indonesia yang dicitakan. Tetapi, seperti kata KC Wheare, UUD itu tetaplah merupakan resultante atau produk kesepakatan yang terkait dengan keadaan atau situasi poleksosbud saat dibuat. Oleh sebab itu ia bisa berubah jika situasi poleksosbudnya berubah baik karena perubahan tempat maupun karena perubahan waktu. Yang penting nilai-nilai dasar yang ditanamkan oleh para pendiri negara tetap dipertahankan dengan kukuh dan penuh kesadaran. Sudah Diubah dengan Cermat UUD 1945 hasil perubahan yang ada sekarang juga sudah dilakukan dengan sangat cermat, tidak ceroboh seperti yang dikatakan oleh sementara orang. Penggarapannya memakan waktu dua tahun 10 bulan (bandingkan dengan UUD 1945 yang asli yang digarap hanya dalam 2 bulan dan tiga minggu); hari sidangnya dapat dikatakan terus-menerus selama 2 tahun 10 bulan (bandingkan dengan hari-hari sidang pembahasan UUD 1945 yang asli yang hanya 12 hari). Sosialisasi gagasannya juga dilakukan secara terus menerus melalui kunjungan ke berbagai daerah, kampus-kampus dan lembaga-lembaga negara di luar negeri, termasuk juga membuka forum-forum dengar pendapat umum dengan kelompok-kelompok masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya ke MPR. Kurang baiknya struktur UUD hasil amandemen justru disebabkan sangat banyaknya aspirasi yang ditampung pada saat sosialisasi yang sangat terbuka yang kemudian diakomosasi tanpa penyaringan yang betul-betul ketat. Bahwa UUD 1945 yang sekarang sudah lebih baik dapat dilihat dari hubungan kerja antara lembaga negara yang jauh lebih mencerminkan checks anda balances sehingga negara kita menjadi lebih demokratis. Tokoh sekaliber Jimmy Carter dan Anwar Ibrahim pernah memuji Indonesia sebagai negara muslim terbesar yang berhasil membangun demokrasi dengan pesat pasca reformasi tahun 1998. Presiden dan DPR saat ini sudah diposisikan secara sejajar, tak ada kooptasi atau dominasi dari yang satu terhadap yang lain. Lembaga legislatif tak bisa bermain-main membuat undang-undang karena jika itu terjadi bisa diuji (dibatalkan) oleh Mahkamah Konstitusi. Untuk menjaga perilaku dan keluhuran martabat, hakim-hakim diawasi oleh Komisi Yudisial,
10

meskipun pada saat ini masih menjadi persoalan karena kewenangannya sudah dipangkas oleh MK karena berbenturan dengan ketentuan-ketentuan lain yang ada di dalam UU Kekuasaan Kehakiman dan Mahkamah Agung (bukan berbenturan dengan konstitusi). Masih banyak kemajuan yang dapat dicatat untuk menunjukkan bahwa dasar dan kerangka ketatanegaraan kita sudah jauh lebih maju sejak dilakukannya amandemen atas UUD 1945. Tuntutan Perubahan Meskipun begitu UUD 1945 hasil perubahan tetaplah merupakan resultante sesuai dengan sitausi poleksosbudnya sendiri. Sebagai produk resultante ia tak bisa ditutup dari upaya perubahan. Alasannya, mungkin ada perkembangan kebutuhan baru berdasar pengalaman pelaksanaannya di lapangan selama sembilan tahun sejak perubahannya pada tahap pertama (1999). Mungkin juga ada hal-hal yang dulunya terlupakan sehingga sekarang muncul sebagai masalah yang harus diantisipasi. Kebutuhan akan perubahan itu bisa menyangkut susbstansinya dan bisa menyangkut sistematika atau strukturnya. Di antara hal-hal yang mungkin perlu diperbaiki melalui amandemen, misalnya, penegasan tentang sistem pemerintahan presidensial (fungsi dan posisinya yang sering terjepit oleh sistem kepartaian); penguatan DPD sebagai kamar perwakilan rakyat (fungsi legislasi dan pengawasannya); antisipasi terhadap macetnya penggantian Presiden dalam masa jabatannya (Pasal 8 Ayat 3 dan tertundanya penyelesaian pemilihan Presiden); penegasan kewenangan Komisi Yudisial (jangkauan subyek yang diawasi dan obyek pengawasannya); penambahan cakupan kewenangan Mahkamah Konstitusi (constitutional complaint, constitutional question); dan pembuangan materi yang tidak proporsional karena terlalu kongkrit dan teknis (sebab UUD itu hanyalah memuat asas-asas umum). Perlu juga pemikiran dan diskusi mendalam (meskipun akan tetap saja tak mungkin disepakati oleh semua orang) mengenai sistematika dan struktur UUD yang tampaknya agak timpang (ketimpangan tersebut disebabkan oleh salah satu dari lima kesepakatan dasar) yang dibuat pada awal amandemen tahap pertama (1999). Prosedur Perubahan Ada problem teknis prosedural yang harus diselesaikan lebih dulu dalam upaya perubahan UUD 1945. Problem teknis prosedural ini terkait dengan pertanyaan siapa yang akan membuat materi perubahan dan cakupan apa saja yang akan dimasukkan dalam perubahan. Pada saat ini ada gagasan agar perubahan kembali UUD 1945 dilakukan secara komprehensif, baik isi maupun strukturnya. Perubahannya perlu disiapkan oleh sebuah komisi yang apolitik, bukan oleh para politisi, sedangkan lembaga politik seperti MPR hanya mengambil keputusan apakah hasil kerja komisi itu akan diterima atau tidak. Ada juga gagasan agar perubahan itu dilakukan referendum. Problemnya, ketentuan Pasal 37 tentang cara perubahan UUD 1945 menyulitkan kita untuk melakukan perubahan yang komprehensif. Pasal tersebut menentukan bahwa perubahan hanya dapat dilakukan jika diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari seluruh anggota MPR dengan menunjuk pasal atau ayat mana yang perlu diubah disertai alasan dan isi perubahannya itu sendiri. Selanjutnya jika persyaratan itu dipenuhi, MPR bersidang untuk membahas dan
11

keputusannya untuk mengubah harus dilakukan oleh sidang paripurna MPR yang dihadiri oleh minimal dari seluruh anggotanya dan keputusan harus disetujui oleh sekurang-kurangnya separuh lebih dari seluruh anggota MPR (bukan separuh lebih dari yang hadir). Ketentuan tersebut menyulitkan kita karena dua hal: Pertama, ketentuan prosedural tersebut hampir-hampir menutup peluang untuk dilakukannya perubahan yang komprehensif (harus tertuju pada pasal dan ayat serta alasan spesifik masing-masing); Kedua, kalangan MPR sendiri cenderung bersikap konservatif dan mengatakan bahwa menurut UUD 1945 hanya MPR-lah yang dapat melakukan perubahan atas konstitusi, sesuatu yang kerapkali menimbulkan polemik dan ketegangan politik karena dalam praktiknya cenderung hanya akan diubah oleh MPR sendiri. Oleh sebab itu kalau kita ingin mengubah kembali UUD 1945 dengan baik dan obyektif yang pertama-tama perlu dilakukan adalah mengubah Pasal 37 UUD tersebut dengan membuka kemungkinan bagi cara perubahan komprehensif (secara paket) dan lembaga yang menyiapkan serta menetapkan perubahan itu sendiri (apakah oleh sebuah komisi tertentu yang kemudian diputuskan oleh MPR, apakah melalui referendum, dan sebagainya). Kita tentu setuju bahwa cara perubahan konstitusi harus dibuat sedemikian sulit supaya tidak selalu diubah dan agar ide dasar yang ditanamkan oleh para pendiri tidak ditinggalkan karena persoalan teknis di lapangan. Tetapi karena konstitusi itu di mana pun adalah resultante sesuai dengan poleksosbudnya maka tetap saja upaya menyulitkan cara perubahan itu tidak boleh sampai menutup peluang atau benar-benar menyulitkan untuk melakukan perubahan. Dalam kenyataan sejarah, jika secara prosedural aspirasi rakyat itu ditutup, maka aspirasi itu bisa mencari pintu sendiri, kalau perlu dengan operasi caesar sekali pun. Lihatlah pengalaman kita melakukan reformasi dan renungkanlah apa yang sekarang ini sedang terjadi di berbagai negara.

12

PENUTUP Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa politik hukum dalam batang tubuh UUD 1945 terdapat macam, yaitu : 1. 2. 3. Bentuk Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan Bentuk Pemerintahan Indonesia adalah berbentuk Republik dengan sistem presidensiil Negara Indonesia adalah Negara Hukum

4. Struktur Negara Indonesia terdiri dari Pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Adapun kelembagaan pemerintahan pusat terdiri dari lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif sesuai dengan teori separation of power dari Trias Politika dan juga prinsip check and balances antar lembaga Negara. Sedangkan struktur lembaga daerah hanya terdiri dari lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dengan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan konsep otonomi dalam bentuk desentralisasi politik (devolusi). 5. Sistem Ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi Neo-Sosialisme, yang menghendaki berlakunya mekanisme pasar bebas. Tetapi di sisi lain, Negara masih tetap berkuasa untuk mengatur melalui beberapa produk peraturan perundang-undangan. 6. Negara Indonesia mencita-citakan konsep negara demokrasi modern (good environment government, civil society dan good corporate government), yaitu sebagaimana rumusan di dalam ayat (4) Pasal 33 Amandemen keempat UUD 1945.

13

DAFTAR PUSTAKA Abdul Rosyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Adji Samerkto, 2005, Kapitalisme, Modernisme & Kerusakan Lingkungan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Edi Santoso dan et. al., 2003, Otonomi Daerah : Cappacity Building da Penguatan Demokrasi Local, Semarang : Puskodak Undip Fakhurohman, Dian Aminudin, dan Sarajuddin, 2004, Memahami Keberadan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah, Bandung : PT. Alumni Ismail Suny, 1982, Mencari Keadilan, Jakarta : Ghalia Indonesia K.C. Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, Pustaka Eureka Surabaya, 2003 Khudzaifah Dimyati, 2004, Teorisasi Hukum : Stusi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945 1990, Surakarta : Muhammadiyah University Press Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim,1988, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti Moh. Mahfud MD, 1998, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta : PT Pustaka LP3ES Muhammad Yamin, 1982, Proklamasi dan Konstitusi Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia Notohamidjojo, 1970, Makna Negara hukum, Jakarta : Badan Penerbit Kristen Sri Soemantri, 1987, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung : Alumni, Disertasi. Sunaryati Hartono, 1976, Apakah The Rule of Law, Bandung : PT. Alumni Titik Triwulan Tutik, 2006, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi rakyat di Indonesia, Surabaya : PT. Bina Ilmu Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [1] Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum : Stusi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945 1990, (Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2004), hal. 153 [2] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, 1988), hal. 86 - 100 [3] Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, (Bandung : Alumni Bandung), 1987, hal. 51

14

Anda mungkin juga menyukai