DISUSUN OLEH :
( 312.1823.037 )
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEMARANG
2024
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1998, suatu orde yang baru dimulai, yakni orde reformasi. Hal tersebut ditandai
oleh pergerakan mahasiswa Indonesia telah berhasil mendongkel kekuasaan presiden Republik
Indonesia pada saat itu yakni Soeharto yang mendirikan dan menguasai orde baru. Soeharto
seperti sama-sama kita ketahui telah berkuasa di Republik Indonesia selama kurang lebih 32
tahun. Dalam kurun waktu tersebut, Soeharto memerintah dengan cara-cara yang diktatoris.
Tak ada ruang bagi publik untuk menyatakan pendapat yang cukup, bahkan boleh dibilang
tidak ada sama sekali. Kalaupun ada yang tetap nekat, mal:a sudah bisa dipastikan terali besi
adalah ganjarannya.
Jatuhnya pemerintahan orde baru dan dimualinya orde reformasi telah memberikan angin
segar bagi demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang selama ini di Indonesia lumpuh, kembali
bergairah. Berbagai perubahan di berbagai sektor dilakukan dimulai dari perubahan ekonomi,
politik, sosial, budaya, dan juga hukum tidak ketinggalan.
Di bidang ekonomi dimulai dengan usaha perbaikan kondisi elconomi Indonesia, yang
pada saat itu memang sedang dalam kondisi krisis. Berbagai kebijakan pun diambil untuk
menstabilkan harga nilai tukar rupiah yang saat itu mencapai Rp 20.000. Kebijakan lainnya pun
diambil demi memulihkan kondisi makro ekonomi Indonesia yang pada ssat itu memang
compang-camping.
Di bidang politik, perubahan dilakukan dengan mencoba untuk menciptakan suatu system,
tatanan, serta iklim politik yang lebih sehat dan demokratis. Di bidang sosial budaya pun
demikian. Berbagai kebijakan diambil untuk perbaikan dan penanggulangan krisis moral yang
pada saat itu juga terjadi di lndonesia bersamaan dengan krisis-krisis lainnya yang melanda,
sebagai akibat dari krisis ekonomi.
Di bidang hukum pun demikian, berbagai perubahan dilakukan demi perbaikan dan
pembangunan hukum. Salah satu upaya yang dilakukan pada saat int adalah mengamandemen
Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut dilakukan karena disinyalir UUD 1945 memiliki
banyak kelemahan, sehingga rezim orde baru bisa menyalahgunakan kekuasaan dan bertindak
secara diktatoris. Oleh karena itu diperlukan suatu perubahan terhadap UUD 1945 untuk
penyernpurnaan dan meminimalisasi celah-celah untuk penyelewengan terjadi.
Amandemen UUD 1945 juga bertujuan untuk memberi payung hukum bagi reformasi dan
berbagai perubahan yang terjadi dan yang akan terjadi. Untuk merubah suatu system yang
memang benar-benar korup pada saaat itu diperlukan suatu payung hukum yang jelas, sehingga
perubahan dapat terealisasi. UUD 1945 yang memiliki kedudukan tertinggi dalam tata urutan
perundangan Republik Indonesiai saat itu harus dapat memayungi secara legal perubahan
yang terjadi.
Dalam makalah ini penulis akan mengkaji beberapa hal yakni mengenai apakah
amandemen UUD 1945 benar-benar merupakan suatu upaya pembangunan hukum, ataukah
suatu pelanggaran hukum. Juga akan dibahas berbagai implikasi yang muncul sebagai
konsekuensi atas amandemen UUD 1945.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Menurut Todaro, pembangunan adalah suatu proses multi dimensi yang mencakup
perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan lembaga-
lambaga nasional serta adanya akselerasi (percepatan) pertumbuhan ekonomi, pengurangan
kesenjangan dan pemberantasan lcemiskinan absolut.
2. Menurut Brant and White, pembangunan adalah suatu upaya besar-besaran melakukan
perubahan secara bersama dari suatu bangsa dan suatu keadaan yang lebih baik.
Menurut kamus bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan yang dibuat dan disepakati
baik secara tertulis maupun tidak tertulis; peraturan, undang-undang yang mengikat perilaku
setiap masyarakat tertentu. (Kamisa, 1997 : 232)
Pengertian hukum menurut para ahli :
Pembaharuan hukum ialah membentuk tatanan hukum yang baru kembali. Pembangunan
hukum tidak sekedar pembaharuan aturan-aturan hukum. (dikutip dari : bphn.go.id)
Undang-undang Dasar adalah peraturan Negara yang tertinggi dalam Negara, yang
memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber daripada peraturan
perundangan lainnya yang lcemudian dikeluarkan oleh negara itu. (Kansil, 1989 : 54-55)
Undang-Undang Dasar 1945 adalah bentuk peraturan perundangan yang tertinggi, yang
menjadi dasar dan sumber bagi semua peraturan perundangan bawahan dalam negara
Republik Indonesia. (Kansil, 1989 : 55 )
BAB III
PEMBAHASAN
Jika melihat beberapa latar belakang amandemen UUD 1945 yang telah dikemukakan
diatas, maka kits harus bias memahami dan yakin bahwa amandemen yang dilakukan
terhadap UUD 1945 adalah merupakan suatu upaya yang mengarah dan bertujuan untuk
perbaikan bangsa Indonesia. Amandemen terhadap UUD 1945 telah dilakukan dalam 4
tahapan. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR pada
bulan Oktober 1999. Perubahan pertama ini mengubah Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal
9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21
UUD 1945. Beberapa aspek penting dari perubahan tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
2. Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat menjabat sebanyak-banyaknya dalam 2 (dua)
kali masa jabatan;
3. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung (Pasal 9 ayat (2));
4. Dalarn hal mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain, Presiden
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 13 ayat (2) dan (3));
7. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal 17 ayat (3));
8. Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk
menjadi undang-undang (Pasa121).
Dalam batas-batas tertentu, perubahan pertama ini telah menggeser titik berat
pemerintahan dari pihak eksekutif ke pihak legislatif. Perubahan pertama teisebut kemudian
dilanjutkan dengan perubahan kedua dan ketiga. Hal ini nampak dengan penegasan Ketetapan
MPR No. IX/MPR/1999 tentang "Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Untuk Melanjutkan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945"' yang memerintahkan agar Badan Pekerja MPR mempersiapkan
rancangan termaksud untuk disahkan dalam Sidang "Tahunan MPR pada tanggal 18 Agustus
2000. Sebagaimana diamanatkan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 sebagaimana
disebutkan dimuka, Perubahan Kedua UUD 1945 pada akhirnya dilakukan pada Sidang
Tahunan MPR pertama yang diselenggarakan pada tanggal 7 - 18 Agustus 2000. Dalam
perubahan kedua ini, MPR mengubah dan/atau menambah beberapa pasal, seperti Pasal 18,
Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal
25E, Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 27 ayat 93), Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C,
Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 281, Pasal 28J, Pasal 30, Pasal
36A, Pasal 36B, dan Pasl 36C UUD 1945. Perubahan itu diantaranya dilakukan dengan
mengubah rumusan pasal-pasal yang bersangkutan dan atau dengan menambah beberapa ayat
dari pasal yang bersangkutan.
Perubahan ketiga UUD 1945 disahkan dalam Sidang Tahunan MPR kedua, yang
diselenggarakan pada tanggal 9 Nopember 2001. Dalam perubahan ketiga ini, MPR mengubah
dan/atau menambah Pasal 1 ayat (2) dan (3); Pasal 3 ayat (1), (3) dan (4); Pasal 6 ayat (1)
dan ayat (2); Pasal 6A ayat (1), (2), (3) dan (5); Pasal 7A, Pasal 7B ayat
(1), (2), (3), (4); Pasal 22C ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4);
Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6); Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3); Pasa123A;
Pasal 23C; Pasal 23E ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23F ayat (1) dan 92); Pasal 23G ayat (1)
dan (2); Pasal 24 ayat (1) dan (2); Pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B
ayat (1), (2), (3) dan (4); dan Pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) UUD 1945.
Di dalam perubahan ketiga ini antara lain diatur tentang hal-hal yang bersifat
mendasar, seperti adanya penegasan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD, juga penarikan ketentuan mengenai Indonesia sebagai negara
hukum dalam Penjelasan UUD 1945 ke dalam Batang Tubuh UUD 1945. Disamping itu
ditetapkan pula tentang kewenangan-kewenangan MPR, mekanisme putaran pertama sistem
pemilihan Presiden secara langsung, mekanisme impeachment Presiden, tentang Dewan
Perwakilan Daerah, tentang Pemilihan Umum, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Perubahan keempat UUD 1945 disahkan dalam Sidang Tahunan MPR ketiga, yang
diselenggarakan pada tanggal 10 Agustus 2002. Dalam perubahan ketiga iui, MPR
mengubah dan/atau menambah Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11
ayat (1); Pasal 16; Pasal 23I3; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Pasal 31 ayat (1),(2), (3), dan
(5); Aturan Peralihan Pasal I, 11 dan 111; Aturan Tambahan Pasal I dan 11 UUD 1945.
Amandemen terhadap batang tubuh UUD 1945 tersebut diharapkan akan mampu
membawa Indonesia ke dalam sistem politik dan sistem demokrasi yang lebih baik.
Amandemen bukan hanya merupakan pembangunan bagi hukum Indonesia, namun juga
diharapkan akan berdampak pada pembangunan di segala bidang.
Implikasi Amandemen UUD 1945 terhadap Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Amandemen Konstitusi, sejak amandemen I pada tahun 1999 hingga amandemen ke-
IV pada tahun 2002, telah mengamanatkan sejumlah perubahan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Perubahan tersebut berdampak pada pengembangan/pembangunan hukum tanpa
adanya Garis Besar Haluan Negara. Pembangunan hukum ini akan dipengaruhi oleh hasil dari
pemilihan presiden secara langsung sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6A amandemen ke
III UUD 1945. Berdasarkan amandemen Konstitusi, MPR tidak lagi menjadi lembaga
tertinggi dalam arti bahwa MPR tidak lagi menetapkan Rencana pembangunan Nasional yang
diatur dalam Garis Besar Haluan Negara. Konstruksi baru konstitusi tersebut berimplikasi
bahwa penyusunan program pembangunan hukum, yang selama ini ditetapkan secara garis
besar oleh MPR, akan beralih.
Sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini telah mengalami perubahan yang sangat
penting dan mendasar. Perubahan tersebut merupakan hasil amandemen UUD 1945 yang telah
dilakulcan MPR pada tahun 1999 hingga 2002. Berikut ini adalah gambaran
ketatanegaraan(lembaga Negara) Republik Indonesia, sebelum dan setelah amandemen UUD
1945 dilakukan :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR)
Sebelum amandemen UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang diberi kekuasaan tak terbatas
(super power) karena "kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR" dan MPR adalah "penjelasan dari seluruh rakyat Indonesia" yang berwenang
menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden. Selain itu, susunan
keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan golongan yang
diangkat. Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:
Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut- turut.
Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
Tidak memperpanjang masajabatan sebagai presiden.
Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu
dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki
kursi di MPR.
Setelah amandemen UUD 1945, MPR merupakan Lembaga tinggi negara sejajar
kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK,
BPK. Kewenangannya untuk menetapkan GBHN dan kewenangannya mengangkat Presiden
(karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu) dihilangkan. Tetap berwenang untuk
menetapkan dan mengubah UUD. Susunan l:eanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung
melalui pemilu.
2. PRESIDEN
Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai
presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
DPD adalah lembaga yang terbentuk pasca amandemen UUD 1945. Dalam UUD1945
yang lama, tidak ada lembaga DPD dalarn sistem ketatanegaraan Indonesia. DPD adalah
lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam
badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan
yang diangkat sebagai anggota MPR Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan
Negara Republik lndonesia. Anggotanya dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah
melalui pemilu. DPD mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
Dalam UUD 1945 yang lama, Lembaga ini tidak dibahas terlalu banyak. Dalam
UUD 1945 pasca amandemen, lembaga ini dibahas lebih detail. Menurut UUD 1945 pasca
amandemen, BPK Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara
(APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. BPK berkedudukan di ibu kota Negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi. Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD. UUD 1945 yang baru juga mengintegrasikan peran BPKP sebagai instansi
pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK
7. MAHKAMAH AGUNG(MA)
Peran dan fungsi lembaga mahkamah agung hampir tidak berubah baik sebelum maupun
setelah arnandemen yakni bahwa MA adalah :
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang baru terbentuk pasca amandemen UUD
1945. Mahkamah Konstitusi keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi (the guardian of the constitution). Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan:
Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
menurut UUD. Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3
cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
PENUTUP
KESIMPULAN
Budiman. Arief. 1994. Teori Pembangunan Dunia ketiga. Jakarta : PT. Gramedia
Listaka Utama.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kartika.
Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka
Ragawino, Bewa. 2003. Pengantar Ilmu Hcrkunz f3andung : Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politilc Univesitas Padjadjaran.
jurnalhukum.blogspot.com