D
I
S
U
S
N
OLEH:
FAKULTAS PERIKANAN
0
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alami, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam.
Atas segala karunia nikmatNya sehingga saya dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Dinamika Dan Tantangan
Konstitusi Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Indonesia” disusun dalam
rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan yang diampu
oleh Ibu Sri Husnulwati SH, MH
Makalah ini berisi tentang “Dinamika Dan Tantangan Konstitusi Dalam Kehidupan
Berbangsa Dan Bernegara Indonesia”. Dalam penyusunannya melibatkan berbagai
pihak, Oleh sebab itu saya mengucapkan banyak terima kasih atas segala kontribusinya
dalam membantu penyusunan makalah ini.
Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.
Besar harapan saya makalah ini dapat menjadi sarana membantu mahasiswa dalam
memahami Dinamika Dan Tantangan Konstitusi Dalam Kehidupan Berbangsa Dan
Bernegara Indonesia.
Demikian apa yang bias saya sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari karya ini.
Penulis
Fakhrul Rozi
(2018511020)
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................. 1
Daftar isi........................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang Masalah............................................................................ 3
Rumusan Masalah..................................................................................... 4
Tujuan........................................................................................................ 4
Bab II Pembahasan
A. Pengertian dan Konsep Dasar Konstitusi.............................................. 5
B. Hakikat dan Fungsi Konstitusi.............................................................. 7
C. Sejarah Lahirnya UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia..... 8
D. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 sbgai Konstitusi Ngra Indonesia... 11
E. Amandemen UUD 1945 (1999-2002).................................................. 16
Bab III Penutup
Kesimpulan............................................................................................... 20
Daftar Pustaka.......................................................................................... 21
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
peran dan fungsi yang sangat urgen.Jika dilihat dari sejarahnya, UUD
1945 merupakan hasil perjuangan politik bangsa Indonesia waktu itu dan
sekaligus merupakan pandangan tokoh-tokoh bangsa (founding fathers) yang
hendak diwujudkan baik untuk masa sekarang, maupun untuk masa yang akan
datang. Sehingga, UUD 1945 harus dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaan
Pemerintah Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, UUD 1945 mengalami dinamika yang mengikuti
perubahan sistem politik negara Indonesia. UUD 1945 mengalami empat kali
proses amandemen yang dilakukan oleh MPR, yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan
2002. Perubahan tersebut meliputi hampir keseluruhan materi muatan UUD 1945,
kecuali pembukaan dan prinsip-prinsip bernegara yang telah disepakati untuk
tidak diubah. Proses amandemen ini dianggap perlu, mengingat adanya perubahan
kehidupan manusia, baik secara internal maupun secara eksternal. Sehingga,
konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara harus senantiasa menyesuaikan
dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Jangan sampai konstitusi
ketinggalan zaman dan tidak mampu lagi berfungsi sebagai dasar negara. Oleh
karena itu, dengan adanya amandemen ini diharapkan dapat membawa kemajuan
dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui dan memahami pegertian dan konsep dasar dari konstitusi.
2. Untuk mengetahui dan memahami hakikat dan fungsi konstitusi.
3. Untuk mengetahui sejarah lahirnya UUD 1945 sebagai konstitusi negara
Indonesia.
4. Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan UUD 1945 sebagai konstitusi
negara Indonesia.
5. Untuk memahami penyebab dilakukannya amandemen UUD 1945 serta
mengetahui hasil amandemen.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
a special legal sansctity which set out the framework and the principle function
the organ of government of a state and declares the principles governing the
operation of those organs” yang di artikan sebagai naskah yang memaparkan
rangka dan tugas-tugas pokok dari badan badan pemerintahan suatu negara dan
menentukan pokok cara kerja badan tersebut. Apabila negara di pandang sebagai
kekuasaan atau organisasi kekuasaan,
maka undang-undang dasar dapat di pandang sebagai lembaga atau
kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa
lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislative, eksekutif, dan yudikatif.
Undang-undang dasar menetapkan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini
bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain, merekam hubungan hubungan
kekuasaan dalam suatu negara.
Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu Cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti “ bersama-
sama dengan…,” sedangkan statuere mempunyai arti berdiri. Dari dasar itulah
kata Cume Statuere mempunyai arti “ membuat sesuatu agar berdiri atau
mendirikan/ menetapkan.” Dengan demikian bentuk tunggal dari konstitusi adalah
menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak dari konstitusi adalah
segala yang di tetapkan. Selain itu juga berlaku hukum dasar yang tidak tertulis,
yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik-praktik
penyelenggaraan negara, yang disebut dengan konvensi.
Terdapat beberapa definisi kontitusi dari para ahli, yaitu :
a) Herman Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga: Konstitusi dalam
pengertian politik sosiologis. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di
dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
b) Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang
selanjutnya dijadikan satu kesatuan kaidah hukum. Konstitusi dalam hal ini sudah
mengandung pengertian yuridis.
c) Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tinggi
yang berlaku dalam suatu negara.
Menurutnya pengertian konstitusi lebih luas dari undang-undang dasar.
6
1. K.C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan
dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau
memerintah daalm pemerintahan suatu negara.
2. Prof. Prayudi Atmosudirdjo merumuskan konstitusi sebagai berikut.
a) Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan
bangsa yang bersangkutan.
b) Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak, dan
perjuangan bangsa Indonesia.
c) Konsitusi adalah cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas, dan kebudayaan
suatu bangsa.
Konstitusi dapat diartikan dalam arti luas dan sempit, sebagai berikut :
1. Konstitusi (hukum dasar) dalam arti luas meliputi hukum dasar teretulis dan
tidak tertulis.
2. Konstitusi (hukum dasar) dalam arti sempit adalah hukum dasar tertulis yaitu
undang-undang dasar. Dalam pengertian ini undang-undang dasar merupakan
konstitusi atau hukum dasar yang tertulis.(Winarno, 2008)
7
Konstitusi menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan
ketatanegaraan suatu Negara karena konstitusi menjadi barometer kehidupan
bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para
pendahulu. Meskipun konstitusi yang ada di dunia ini berbeda-beda baik dalam
hal tujuan, bentuk dan isinya, tetapi umumnya mereka mempunyai kedudukan
formal yang sama, yaitu sebagai :
· Konstitusi sebagai Hukum Dasar, karena ia berisi aturan dan ketentuan tentang
hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara.
· Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi, artinya bahwa aturan-aturan yang terdapat
dalam konstitusi, secara hierarki mempunyai kedudukan lebih tinggi terhadap
aturan-aturan lainnya, sehingga aturan-aturan yang lain harus sesuai dengan
undang-undang dasar.
8
C. Sejarah Lahirnya UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia
Undang-Undang Dasar memegang peranan yang penting bagi kehidupan
suatu negara, terbukti dari kenyataan sejarah NKRI sendiri, ketika Pemerintah
Militer Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia
melalui Perdana Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944,
maka dibentuklah badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai (Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) pada
tanggal 29 Arpil 1945 yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan
Ketua Muda R.P. Soeroso, yang tugasnya menyusun Dasar Indonesia Merdeka
(Undang-Undang Dasar).
Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang
dalam dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 untuk menetapkan
dasar negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato
anggota Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 - 17 Juli 1945 yang
berhasil membuat Undang-Undang Dasar. Pada akhir sidang pertama, ketua
sidang membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 8 orang dan diketuai oleh Ir.
Soekarno, yang disebut Panitia Delapan. Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan
pertemuan antara gabungan paham kebangsaan dan golongan agama yang
mempersoalkan hubungan antara agama dengan negara.
Dalam rapat tersebut dibentuk Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh.
Hatta, Mr. A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar
Moezakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan
Mr. Muh. Yamin. Panitia Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule
Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut dengan istilah Piagam Jakarta
(Jakarta Charter).
Pada tanggal 14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui
perdebatan dan perubahan, teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks
Pembukaan UUD 1945 diterima oleh sidang. Teks Pernyataan Indonesia Merdeka
dan teks Pembukaan UUD 1945 adalah hasil kerja Panitia Perancang UUD yang
diketuai oleh Prof. Soepomo.
9
Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya
kepada Pemerintah Militer Jepang disertai usulan dibentuknya suatu badan baru
yakni Dokutsu Zyunbi Linkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI),
yang bertugas mengatur pemindahan kekuasaan (transfer of authority) dari
Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia. Atas usulan tersebut maka
dibentuklah PPKI dengan jumlah anggota 21 orang yang diketuai oleh Ir.
Soekarno dan Wakil Ketuanya Drs. Moh. Hatta. Anggota PPKI kemudian
ditambah 6 orang. tetapi lebih kecil daripada jumlah anggota BPUPKI, yaitu 69
orang. Menurut rencana, Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat
Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun terdapat rakhmat Allah yang
tersembunyi (blessing in disguise) karena, sepuluh hari sebelum tibanya Hari-H
tersebut, Jepang menyatakan kapitulasi kepada Sekutu tanpa
syarat undconditional surrender).
Dalam tiga hari yang menentukan, yaitu pada tanggal 14, 15, dan 16
Agustus 1945 menjelang Hari Proklamasi, timbul konflik antara Soekarno-Hatta
dengan kelompok pemuda dalam masalah pengambilan keputusan,
yaitu mengenai cara bagaimana dan kapan kemerdekaan itu akan diumumkan.
Soekarno-Hatta masih ingin berembuk dulu dengan Pemerintah Jepang sedangkan
kelompok pemuda ingin mandiri dan lepas sama sekali dari campur tangan
Pemerintah Jepang.
Pada hari Kamis pagi, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dibawa
(diculik) oleh para pemuda ke Rengasdengklok, namun pada malam harinya
dibawa kembali ke Jakarta lalu mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di
Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Pada malam itulah dicapai kata sepakat bahwa
Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur 56, yaitu
rumah kediaman Bung Karno, pada hari Jum’at 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan
1364), pukul 10.00 WIB.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari datanglah utusan dari Indonesia
bagian Timur yang menghadap Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di
daerah itu sangat berkeberatan pada bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi: “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
10
Dalam menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat persatuan,
keesokan harinya menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dapat
diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta bersama 4 anggota PPKI, yaitu K.H. Wachid
Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Teuku M.
Hasan. Dengan demikian tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945 tersebut
dihilangkan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan bahwa badan yang merancang
UUD 1945 termasuk di dalamnya rancangan dasar negara Pancasila adalah
BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945. Setelah selesai melaksanakan
tugasnya yaitu merancang UUD 1945 berikut rancangan dasar negara, dan
rancangan pernyataan Indonesia merdeka, maka dibentuklah PPKI pada tanggal 7
Agustus 1945. Jadi konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar
1945 yang untuk pertama kali disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
11
a) UUD 1945 Berlaku 18 Agustus 1945 Sampai 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu di atas pelaksanaan UUD tidak dapat di laksanakan
dengan baik, karena bangsa indonesia sedang dalam masa pancaroba, artinya
dalam masa upaya membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru
diproklamasikan. Sedangkan pihak kolonial masih ingin memjajah kembali negara
indonesia.
12
Konstitusi RIS ini tidak dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
melainkan hanya lebih kurang 8 bulan (27desember 1949 sampai 17 agustus
1950). Hal ini terjadi karena adanya tuntutan masyarakat dari berbagai daerah
untuk kembali ke bentuk negara kesatuan dan meninggalkan bentuk negara RIS.
Kenyataan ini membuat negara RIS bubar dan kembali bergabung kebentuk
negara kesatuan yang beribukota di yogyakarta. Pada tahun 1950, negara ris yang
belum bergabung dalam NKRI adalah negara bagian indonesia timur dan negara
bagian sumatra timur,
13
Kondisi politik yang demikian membuat pemerintah (presiden soekarno)
mengeluarkan dekrit presiden 5 juli 1959 yang isinya kita kembali ke UUD 1945.
14
e) UUD 1945 Pada Tahun 1966-1999
Pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini memiliki nilai penting bagi
kelangsungan kehidupan bangsa dan negara indonesia pasca pemerintahan
presiden soekarno. Pemerintahan yang kita kenal dengan sebutan pemerintahan
Orde Lama, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehiduppan berbangsa
dan bernegara dengan tatanan yang belum sesuai dengan pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Kenyataan ini secara bertahap dilakukan perbaikan
dan koreksi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara oleh
pemerintahan presiden soeharto. Pemerintahan ini dikenal dengan sebutan
pemerintahan orde baru, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara menurut pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini atau yang dikenal dengan istilah
Orde Baru pada kepemimpinan presiden Soeharto dapat dicatat mengenai
pelaksanaan konstitusi yaitu:
a. Membentuk lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 yang ditetapkan
dalam undang undang.
b. Menyelenggarakan mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan yaitu
melaksanakan pemilu DPR, pemilihan presiden dan wakil presiden, mengangkat
kabinet, laporan pertanggung jawaban dalam sidang umum MPR dan seterusnya.
c. Menggunakan sistem pemerintahan presidensial sebagaimana diatur dalam
konstitusi UUD 1945.
f) UUD 1945 Amandemen 1999, Berlaku Pada Tahun 1999 Sampai Sekarang
Dalam penerapan konstitusi UUD1945 amandemen, sistem pemerintahan
negara mengalami perbuahan sangat signifikan dengan penerapan sistem
pemerintahan pada konstitusi UUD 1945 praamandemen.
Pada masa Reformasi ini, UUD 1945 mengalami proses amandemen sesudah
berakhirnya masa pemerintahan Presiden Soeharto.Dalam penerapan konstitusi
UUD1945 amandemen, sistem pemerintahan negara mengalami perbuahan sangat
signifikan dengan penerapan sistem pemerintahan pada konstitusi UUD 1945
praamandemen.
15
E. Amandemen UUD 1945 (1999-2002)
Amandemen (bahasa Inggris : amandemen) artinya perubahan.
Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan yang mana
menjadi hak parlemen untuk mengubah atau mengusulkan perubahan rancangan
UUD. Menurut (Taufiqurohman Syahuri, 2004 dalam Winarno, 2007) istilah
perubahan konstitusi itu sendiri mencakup dua pengertian, yaitu amandemen
konstitusi (constitutional amendment) dan pembaruan konstitusi (constitutional
reform).
Dalam hal amandemen konstitusi, perubahan yang dilakukan merupakan
addendum atau sisipan dari konstitusi yang asli. Antara bagian perubahan dengan
konstitusi aslinya masih terkait. Nilai-nilai lama dalam konstitusi asli masih tetap
ada. Sistem perubahan ini dianut oleh Amerika Serikat.
Dalam hal pembaruan konstitusi, perubahan yang dilakukan adalah “baru”
secara keseluruhan. Jadi, yang berlaku adalah konstitusi lama atau asli. Sistem ini
dianut oleh negara seperti Belanda, Jerman, dan Perancis.
Kaitannya dengan masalah mengapa perlunya dilakukan amandemen UUD
1945 adalah karena kehidupan manusia yang senantiasa berubah, baik perubahan
internal masyarakat, seperti pemikiran, kebutuhan hidup, kemampuan diri maupun
kehidupan eksternal masyarakat, seperti lingkungan hidup yang berubah dan
hubungan dengan msyarakat lain. Oleh karena itu, konstitusi sebagai landasan
kehidupan bernegara harus senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan dan
tuntutan yang terjadi di masyarakat.
Kekuasaan Soeharto dianggap telah membelenggu aspirasi rakyat dan
mengecilkan peran lembaga-lembaga politik. Partai politik tidak berperan, DPR
lemah dihadapan eksekutif, sehingga distribusi kekuasaan menjadi tidak seimbang
antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuasaan Presiden sangat besar dan
perlindungan HAM sangatlah minim serta mekanisme checks and balances tidak
memadai. Oleh karena itu,
tekanan untuk mengamandemen UUD 1945 pun semakin kuat. Walaupun
terjadi pro dan kontra, namun amandemen UUD 1945 tetap dilakukan, tetapi
dengan kesepakatan bahwa bagian pembukaan UUD 1945 tidak boleh diubah,
16
tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sistem
pemerintahan presidensial, penjelasan UUD1945 ditiadakan dan hal-hal normative
dalam bagian penjelasan diangkat ke dalam pasal-pasal. Perubahan dilakukan
dengan cara ‘adendum’ yaitu setiap pasal baru hasil amandemen akan selalu
disertai dengan pasal aslinya. Tujuannya agar konteks historis dapat dilestarikan
sehingga masih tetap dapat terus dipelajari oleh generasi mendatang (Nuruddin
Hady, 2010).
Perubahan atau amandemen UUD 1945 dilakukan pertama kali oleh MPR
pada sidang Umum MPR tahun 1999 dan mulai berlaku sejak tanggal 19 Oktober
1999. Amandemen atas UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali (1999-2000) :
1. Amandemen pertama terjadi pada sidang Umum MPR tahun 1999 dan disahkan
pada tanggal 19 Oktober 1999. Pasal yang berubah sebnayak 9 pasal, antara lain
pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 ayat (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17
ayat (2) dan (3), pasal 20, dan pasal 21.
2. Amandemen kedua terjadi pada sidang tahunan MPR dan disahkan pada tanggal
18 Agustus 2000. Pada amandemen kedua ini, MPR RI mengubah dan atau
menambahkan pasal 18, pasal 18 A, pasal 18 B, pasal 19, pasal 20 ayat (5), pasal
20A, pasal 22 A, pasal 22 B, Bab IX A, pasal 25 E, Bab X, pasal 26 ayat (2) dan
ayat (3), pasal 27 ayat (3), Bab XA, pasal 28 A, pasal 28 B, pasal 28 C, pasal 28
D, pasal 28 E, pasal 28 F, pasal 28 G, pasal 28 H, pasal 28 I, pasl 28 J, Bab XII,
pasal 30, Bab XV, pasal 36 A, pasal 36 B, dan pasal 36 C. Jadi, yang
diamandemen sebanyak 25 pasal.
3. Amandemen ketiga terjadi pada sidang tahunan MPR dan disahkan pada tanggal
10 November 2001. Pada perubahan ketiga yang diamandemen sebanyak 23
pasal, yaitu pasal 1 ayat (2) dan (3), pasal 3 ayat (1), (3), dan (4), pasal 6 ayat (1)
dan (2), pasal 6A ayat (1, (2), (3), dan (5), pasal 7A, pasal 7B, ayat (1), (2), (3),
(4), (5), (6), (7), pasal 7C, pasal 8 ayat (1), dan (2), pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal
17 ayat (4), Bab VIIA, pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 22D ayat (1), (2),
(3), dan (4), Bab VIIB, pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), pasal 23 ayat
(1), (2), dan (3), pasal 23A, pasal 23G, ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 24B
ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6).
17
4. Amandemen keempat terjadi pada sidang tahunan MPR dan disahkan pada
tanggal 10 agustus 2002. Pada perubahan keempat ini ysng diamandemen
sebanyak 13 pasal, serta 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal aturan tambahan
yang meliputi pasal 2 ayat (1), pasal 6A ayat (4), pasal 8 ayat (3), pasal 11 ayat
(1), pasal 16, passal 23B, pasl 23D, pasl 24 ayat (3), Bab XIII, pasal 31 ayat (1),
(2), (3), (4), dan (5), pasal 32 ayat (1), dan (2),
Keseluruhan amandemen UUD 1945 itu pada dasarnya meliputi ketentuan
mengenai (a) hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, serta
mekanisme hubungannnya dengan negara dan prosedur untuk
mempertahankannya apabila hak-hak itu dilanggar, (b) prinsip-prinsip dasar
tentang demokrasi dan rule of law serta mekanisme perwujudannya dan
pelaksanaannya, seperti melalui pemilihan umum, dan lain-lain, serta (c) format
kelembagaan negara dan mekanisme hubungan antar organ negara serta sistem
pertanggungjawaban para pejabatnya. Dengan kata lain, menurut (Jimly Assidiqie,
2007 dalam Sunarso dkk, 2008), apa yang diatur dalam amandemen pertama
sampai dengan amandemen keempat UUD 1945 mencakup semua hal yang
menjadi pokok materi semua UU dasar negara modern di dunia.
Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan UUD 1945 ini membawa
kemajuan. Hal ini tampak jelas bahwa kehidupan demokrasi tumbuh semakin
baik. UUD 1945 hasil amandemen sudah memeunculkan ketentuan tentang cheks
and balances secara lebih proporsional di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Sebelum UUD 1945 diamandemen, banyak produk peraturan perundang-
undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, seperti banyaknya UU yang bertentangan dengan UUD 1945, tetapi tidak
ada lembaga pengujian yang dapat dioperasionalkan. Sekarang dapat kita lihat
kemajuan yang terjadi dengan hadirnya MK yang berperan dalam pengujian UU,
sebagai implementasi checks and balances yang bagus bagi sistem
ketatanegaraan. Sekarang legislatif tidak bisa lagi membuat UU dengan
sembarangan atau melalui transaksi politik tertentu, sebab produk legislasi
sekarang sudah dapat diawasi dan diimbangi oleh lembaga yudisial, yaitu MK
(Moh. Mahfud MD, 2010).
18
Dengan amandemen UUD 1945, lembaga MPR mengalami transformasi
kedudukan dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara.
Kekuasaan MPR pun menjadi berkurang. MPR tidak lagi berwenang untuk
memilih pasangan Presiden dan wakil presiden, tetapi rakyatlah yang sekarang
berdaulat untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan kata
lain, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Yang sebelum diamandemen
kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR. Pembagian kekuasaan juga diatur
dengan jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif
didelegasikan kepada presiden, kekuasaan legislatif didelegasikan kepada
presiden, DPR, dan DPD, dan kekeuasaan yudikatif didelegasikan kepada
Mahkamah Agung. Sedangkan fungsi pengawasan atau kekuasaan inspektif,
didelegasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan DPR. Setelah
diamandemen, tidak ada kekuasaan konsultatif, yang sebelum diamandemen
didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung. Dalam kekuasaan kehakiman
ada 2 lembaga baru setelah diamandemen, yaitu KY dan MK.
Inti penerapan sistem pemerintahan pascaamandemen konstitusi uud 1945
antara lain:
a. Perubahan ideologi politikdari sosialis demokrat (ORBA) menjadi liberal yang
berintikan demokrasi dan kebebasan individu serta pasar bebas.
b. Penyelenggaraan otonomi daerah kepada pemda tingkat I dan II(kabupaten/kota).
c. Pelaksanaan pemilu langsung presiden dan wakil presiden.
d. Pelaksanaan kebebasan pers yang bertanggung jawab.
e. Perubahan UU politik yang berintikan pemilu langsung dan sistem multipartai.
f. Pelaksanaan amandemen konstitusi (UUD 1945) yang berintikan perubahan
struktur ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan ditetapkannya konstitusi
(UUD 1945) sebagai lembaga tertinggi negara.
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
Hady, Nuruddin. 2010. Teori Konstitusi dan Negara Demokrasi. Malang : Setara Press.
Mahfud MD, Moh. 2010. Perdebatan Hukum Tata Negara. Jakarta : Rajawali
Pers.
Srijanti dkk. 2008. Etika Berwarga Negara. Jakarta : Salemba Empat.
Sunarso dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta : UNY Press.
Winarno. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Bumi
Aksara.
http://duaphi.blogspot.com/2013/06/makalah-konstitusi-negara_15.html
21