Anda di halaman 1dari 7

Nama : Gina Sonia

NIM : 19004013

KONSEP DAN URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. ALASAN PERLUNYA PKN DI PERGURUAN TINGGI

Undang-undang NO. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 37


menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan
kewarganegaraan yang bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan telah dituangkan pendidikan
kewarganegaraan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, ini berarti bahwa
pendidikan kewarganegaraan memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam
pembentukan bangsa and character building (Damri dan Fauzi Eka Putra, 2020 hal 13).

Kehadiran pendidikan kewarganegaraan (civic education) pada masa reformasi ini


haruslah benar-benar dimaknai sebagai jalan yang diharapkan akan mampu mengantar
bangsa Indonesia menciptakan demokrasi, good governance, Negara hokum, dan
masyarakat sipil yang relevan dengan tuntutan global. Tentunya ekspetasi ini harus
disertai dengan tindakan nyata bangsa Indonesia ini, khususnya kalangan perguruan
tinggi untuk mengapresiasi dan mengimplementasikan pendidikan kewarganegaraan
dalam dunia pendidikan. Jadi, hasil pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (civic
education) sangat penting artinya bagi penumbuhan budaya demokrasi di Indonesia.
(Damri dan Fauzi Eka Putra, 2020 hal 13).

Materi pendidikan kewarganegaraan yang baik adalah apa yang ada pada
kehidupan warga negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa pendidikan kewarganegaraan
harus dapat menyajikan realitas kehidupan berbangsa dan bernegara yang mencakup
kehidupan masyarakat, politik dan pemerintahan.

Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka materi pendidikan


kewarganegaraan mencakup:

1. Kajian berbagai konsep yang bersifat universal, seperti HAM, demokrasi, open
society, order politik.
2. Sistem dan sejarah politik Indonesia, seperti Pancasila dan UUD 1945 berikut sejarah
dan situasi kelahirannya
3. Bentuk pemerintahan dan sistem politik Indonesia
4. Warga negara sebagai aktor utama dan hakhak politiknya
5. Civic education, politik, pemerintahan, dan demokrasi ditinjau dari perspektif Islam.
(Zamroni, 2007 hal 139)

Dengan memahami latar belakang Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan


Tinggi, maka diharapkan pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan dapat
dipertanggungjawabkan dengan alasan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan,
paradigma pendidikan demokrasi secara sistematik dengan perkembangan civic
intellegence, civic participation, and civic responsibility dari “civic education”
merupakan wahana pendidikan demokrasi yang diharapkan dapat menghasilkan manusia
berkualitas dengan keahlian profesional serta keberadaban khas ((Nadziroh, 2015 hal
265).

Tujuan pendidikan kewarganegaraan di mana pun umumnya bertujuan untuk


membentuk warga negara yang baik (good citizen). Kita dapat mencermati Undang-
Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 Ayat (1) huruf b yang
menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan
kewarganegaraan. Demikian pula pada ayat (2) huruf b dinyatakan bahwa kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan kewarganegaraan. Bahkan dalam UU No. 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi lebih eksplisit dan tegas dengan menyatakan
nama mata kuliah kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib. (Osa Juarsa, Puspa
Djuwita. Hal 174)

B. SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, DAN POLITIS TENTANG PKN DI


INDONESIA

Secara historis, PKN di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh organisasi


pergerakan yang bertujuan untuk membangun rasa kebangsaan dan cita-cita Indonesi
merdeka. Secara historis, pendidikan kewarganegaraan dalam arti substansi telah dimulai
jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam sejarah
kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia
mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia. Setelah
berdiri Boedi Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan lain
seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi
lainnya yang tujuan akhirnya ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Pada tahun
1928, para pemuda yang berasal dari wilayah Nusantara berikrar menyatakan diri sebagai
bangsa Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa Indonesia.

Secara sosiologis, PKN Indonesia dilakukan pada tatanan sosial kultural oleh
para pemimpin di masyarakat yang mengajak untuk mencintai Tanah air dan bangsa
Indonesia. PKn dalam dimensi sosiologis sangat diperlukan oleh masyarakat dan
akhirnya negara-bangsa untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan eksistensi
negara-bangsa. Secara sosiologis, PKn Indonesia sudah sewajarnya mengalami
perubahan mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat.

Secara politis, PKN Indonesia lahir karena tuntunan konstitusi atau UUD 1945
dan sejumlah kebijakan pemerintah yang berkuasa sesuai dengan masanya. Secara politis,
pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah dapat digali dari
dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana dapat diidentifikasi dari pernyataan
Somantri (1972) bahwa pada masa Orde Lama mulai dikenal istilah: (1)
Kewarganegaraan (1957); (2) Civics (1962); dan (3) Pendidikan Kewargaan Negara
(1968). Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn
membahas cara pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam Civics
(1961) lebih banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-
pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk "nation and character building”
bangsa Indonesia. (Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016, hal 11-17)

C. ARGUMEN TENTANG DINAMIKA DAN TANTANGAN PKN

Perkembangan praktik ketatanegaraan dan sistem pemerintah RI menurut


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yakni:

1. Periode I ( 1945 s.d 1949);


2. Periode II ( 1949 s.d 1950);
3. Periode III ( 1949 s.d 1959);
4. Periode IV ( 1959 s.d 1966);
5. Periode V ( 1966 s.d 1998);
6. Periode VI ( 1998 s.d sekarang);

Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya didasarkan pada konstitusi Negara


yang bersangkutan, tetapi jugatergantung pada tuntutan perkembangan zaman dan masa
depan. Misalnya, kecendrungan masa depan bangsa meliputi isu tentang HAM,
pelaksanaan demokrasi, dan lingkungan hidup. Sebagai warga Negara muda, mahasiswa
perlu memahami, memiliki kesadaran dan partisipatif terhadap gejala demikian. (Damri,
MP dan Putra, FE. 2020 hal 14)

Dinamika perubahan dalam kehidupan masyarakat baik berupa tuntutan maupun


kebutuhan artinya Pendidikan Kewarganegaraan yang berlaku di suatu negara perlu
memperhatikan kondisi masyarakat. Walaupun tuntutan dan kebutuhan masyarakat telah
diakomodasi melalui peraturan perundangan, namun perkembangan masyarakat akan
bergerak dan berubah lebih cepat.

Era globalisasi yang ditandai oleh perkembangan yang begitu cepat dalam bidang
teknologi informasi mengakibatkan perubahan dalam semua tatanan kehidupan termasuk
perilaku warga negara, utamanya peserta didik. Kecenderungan perilaku warga negara
ada dua, yakni perilaku positif dan negatif. PKn perlu mendorong warga negara agar
mampu memanfaatkan pengaruh positif perkembangan iptek untuk membangun negara-
bangsa. Sebaliknya PKn perlu melakukan intervensi terhadap perilaku negatif warga
negara yang cenderung negatif. Oleh karena itu, kurikulum PKn termasuk materi,
metode, dan sistem evaluasinya harus selalu disesuaikan dengan perkembangan IPTEK.
(Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016, hal 17-20)

D. ESENSI DAN URGENSI PKN UNTUK MASA DEPAN

Nasib sebuah bangsa tidak ditentukan oleh bangsa lain, melainkan sangat
tergantung pada kemampuan bangsa sendiri. Demikian pula untuk masa depan PKN
sangat ditentukan oleh eksistensi konstitusi Negara dan bangsa Indonesia. PKN akan
sangat dipengaruhi oleh konstitusi yang berlaku dan perkembangan tuntutan kemajuan
bangsa. Bahkan yang lebih penting lagi, akan sangat ditentukan oleh pelaksanaan
konstitusi yang berlaku. (Damri, MP dan Putra, FE. 2020 hal 14)

Berikut adalah mengapa PKN dibutuhkan di masa depan:

1. Karena hancurnya berbagai macam nilai demokrasi pada masyarakat itu sendiri.
2. Pudarnya nilai-nilai kewarganegaraan dan juga nilai komunitas pada masyarakat.
3. Kemunduran dari nilai toleransi dalam masyarakat.
4. Melemahnya nilai-nilai keluarga.
5. Pudarnya nilai-nilai kejujuran.
6. Maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam masyarakat dan dalam
penyelengaraan terhadap pemerintah.
7. Terjadi kerusakan pada sistem dan juga kehidupan ekonomi.
8. Terjadinya berbagai macam pelanggaran terhadap nilai berbangsa dan juga bernegara.
(Damri, MP dan Putra, FE. 2020 hal 15)
E. CONTOH-CONTOH PRAKTIK KEWARGANEGARAAN

NO Semangat Gambaran Perilakumu Dampak Upaya


Peningkatan
1. Toleran Berperilaku toleran Memiliki Meningkatkan
dibuktikan dengan tidak banyak teman. pertemanan
membedakan teman. tidak hanya di
sekolah.
2. Rela Rela berkorban untuk Bangsa dan Belajar lebih
berkorban kepentingan bangsa dan Negara menjadi rajin agar bisa
Negara. lebih maju. berbakti
kepada bangsa
dan Negara.
3. Persatuan Berteman dengan yang Timbul Mengadakan
dan kesatuan berbeda suku bangsa. persatuan dan pentas seni dari
kesatuan. berbagai suku
bangsa
yangberbeda di
sekolah.
4. Mengutaman Ikut upacara Hari Meningkatkan Mengikuti
kepentingan Kemerdekaan Republik cinta Tanah Air. upacara teratur
bangsa dan Indonesia. dan tenang.
negara
5. Gotong Kerja bakti kebersihin Sekolah menjadi Dilakukan
royong sekolah. bersih dan sehat. setiap minggu
di sekolah.
6. Koperasi Membuat koperasi Belajar kerja Membuat
sekolah. sama dalam kantin koperasi
ekonomi. sekolah.

1. Perwujudan Normatif Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari


a) Nilai ketuhanan
b) Nilai kemanusiaan
c) Nilai persatuan
d) Nilai kerakyatan
e) Nilai keadilan sosial
2. Aksi Nyata Mahasiswa dalam Melestarikan Pancasila
a) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama yang
dianut masing-masing.
b) Menjalankan perintah agama sesuai ajaran yang dianut masing-masing.
c) Saling menghormati anat-umat beragama
d) Tidak memaksakan suatu agama pada orang lain.
e) Tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan suku, agama, warna kulit.
Tingkat ekonomi, maupun tingkat pendidikan. ((Damri, MP dan Putra, FE. 2020
hal 16-19)
REFERENSI

Damri, MP dan Putra, FE. 2020. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Kencana.

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan


Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia, Cet. Pertama

Nadziroh. 2015. Membangun Masyarakat Demokratis Melalui Pendidikan


Kewarganegaraan. Jurnal Trihayu. 2 (1): 263-266.

Osa Juarsa, Puspa Djuwita. Pengembangan dan Penyusunan Bahan Ajar Mata Kuliah
Pendidikan Kewargaan Negara sesuai Kebutuhan Mahasiswa dan Masyarakat pada
Program PGSD FKIP Unib. Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran Pendidikan Dasar. 3
(2) : 169 – 175.

Anda mungkin juga menyukai