HUKUM DI INDONESIA
PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM
DI INDONESIA
Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan
Dosen : Y. Ch. Nany Sutarini, M.Si.
1.
2.
3.
4.
5.
Tita Rostiawati
Saadah Tri Wijiasri
Koniawan Fajar
Leily Fatonah
Dyah Ana Rahmayani
Disusun Oleh :
039
040
041
043
044
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL..................................................................................
i
KATA PENGANTAR................................................................................
ii
DAFTAR ISI...............................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
1
A. Latar Belakang............................................................................
1
B. Rumusan Masalah........................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................
3
A. Pengertian Supremasi Hukum.....................................................
3
B. Supremasi Hukum di Era ORBA dan Reformasi.......................
5
C. Hubungan Antara Supremasi Hukum, Demokrasi, dan HAM...
6
D. Menciptakan Supremasi Hukum yang Ideal ..............................
8
BAB III PENUTUP....................................................................................
9
A. Kesimpulan..................................................................................
12
B. Saran............................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penegakan hukum di suatu negara sangatlah penting, karena sangat
pentingnya hukum di suatu negara akan menciptakan masyarakat yang kondusif
dan tenang bagi warganya dan sekaligus warga akan sangat menghormati hukum
itu sendiri. Indonesia sendiri adalah negara hukum. Hal ini tertuang jelas dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ketiga yang berbunyi Negara Indonesia
adalah Negara hukum.(UUD 1945) Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3)
Amandemen ketiga UUD 1945, 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap
warga negara yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum, dan
penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.
Di Indonesia belum tercipta tiga prinsip dasar tersebut yang sesuai harapan
dengan terciptanya keadilan. Idealnya keadilan harus diposisikan secara netral,
artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa
kecuali. Akan tetapi dalam kenyataannya, selama ini yang berkuasa dan yang
mempunyai uang banyaklah yang selalu dimenangkan oleh hukum, walaupun
telah melanggar aturan negara seperti pejabat yang korupsi uang milyaran milik
negara dapat berkeliaran dengan bebas, sedangkan orang biasa bahkan orang yang
1.
2.
3.
4.
B. RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud dengan supremasi hukum?
Bagaimana supremasi hukum dari masa ke masa?
Bagaimana kaitan antara supremasi hukum, demokrasi dan HAM?
Bagaimana menciptakan supremasi hukum yang ideal ?
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia dikenal sebagai negara hukum, namun kebanyakan dari warga
Negara Indonesia belum mematuhi hukum-hukum yang berlaku di
Indonesia. Dalam hal ini berarti tujuan hukum yang sebenarnya belum terwujud.
Selama ini supremasi hukum merupakan agenda utama setiap pemerintahan, tetapi
sampai saat ini impian untuk menegakkan keadilan di bidang hukum belum juga
terwujud. Padahal hukum itu adalah kekuatan yang menentukan kehidupan, bukan
ditentukan atau dapat diatur sesuai keinginan individu yang berkuasa.
A. Pengertian Supremasi Hukum
Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi
(supreme) sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak
1.
2.
3.
4.
mempunyai kekuasaan dan uang. Tuduhan ini bukan tanpa bukti, banyak kasuskasus pelanggaran hukum serius yang lambat penanganannya karena tersangka
utamanya merupakan para penguasa rezim ORBA. Kasus-kasus itu, antara lain;
Kasus kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965-1966.
Kasus penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996.
Kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa.
Kasus korupsi Jamsostek.
Hal yang sama juga terjadi pada era Reformasi, masa yang seharusnya
segalam sesuatu yang buruk telah diperbaiki. Namun, pada kenyataannya untuk
keadilan di bidang hukum belum juga tercipta. Salah satunya adalah Amandemen
Kedua UUD45 Pasal 28I ayat (1) : Bahwasanya seseorang tidak dapat dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut. Dari sedikit petikan bunyi pasal tersebut,
dalam ilmu hukum dinamakan prinsip hukum non-retroaktif. Prinsip tersebut
bersumber dari asas legalitas von Feuerbach :tidak ada tindak pidana, tanpa
adanya peraturan yang mengancam pidana lebih dulu. Seperti yang tercantum
dalam pasal 1 KUHP kita. Masalah yang muncul apakah prinsip tersebut juga
berlaku untuk kejahatan berat? Sebab dalam pasal tersebut tidak membedakan
tindak pidana biasa dengan tindak kejahatan kemanusiaan seperti tindak
pelanggaran HAM berat. Merujuk pada penjelasan RUU Pengadilan HAM bahwa
pelanggaran HAM berat bukan merupakan pelanggaran terhadap KUHP. Sehingga
prinsip non-retroaktif perundang-undangan tidak berlaku pada kejahatan
kemanusiaan. Meskipun dalam RUU Pengadilan HAM pasal 37 memberlakukan
retroaktif perundangan-undangan terhadap kejahatan kemanusiaan, tetap saja
RUU tersebut akan gugur karena bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1). Karena
sistem hierarki di Indonesia tidak membolehkan hukum yang lebih rendah
tingkatannya bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Akan tetapi, pada era ini juga sudah banyak pejabat yang disidangkan
karena kasus korupsi, walaupun mereka benar-benar bersalah hanya beberapa saja
yang masuk penjara. Ternyata hal ini terjadi penyebabnya tidak lain adalah mau
disuapnya aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan.
Dari fakta-fakta yang terungkap di atas menunjukan bahwa supremasi
hukum pada era Orba sampai era Reformasi belum terwujud. Hal ini terjadi
karena sumber hukum dan aparat penegak hukum belum siap mewujudkan
keadilan di bidang hukum.
C. Hubungan Antara Supremasi Hukum, Demokrasi dan HAM
Supremasi hukum telah mati seiring dengan berjalannya sistem demokrasi di
Indonesia. Hal yang paling mendasari adalah besarnya pergesekan kekuatan
kepentingan kekuasaan dari beberapa titik pemegang kekuasaan negara. Dalam
pelaksanaan demokrasi sangat diperlukan adanya supremasi hukum yaitu menjunjung
tinggi peraturanperaturan yang berlaku untuk mengembangkan budaya hukum di semua
lapisan masyarakat demi terciptanya kesadaran hukum dan kepatuhan hukum. Selain
dari pada itu juga diperlukan sistem pemerintahan yang demokrasi yaitu sistem
pemerintahan yang mengutamakan kepentingan rakyat yaitu adanya asas dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Terakhir adalah HAM (Hak Asasi Manusia), hal ini sangat
penting terhadap pelaksanaan supremasi hukum karena berkaitan dengan hak dasar
manusia sebagai mahluk Tuhan. Demikianlah halhal yang patut diperhatikan dalam
pelaksanaan supremasi hukum di Indonesia karena sangat sesuai dan patut pula
diperhatikan dalam skala nasional yang bertitik tolak dari UUD 1945 baik Pembukaan,
pasal-pasal beserta penjelasannya.
Hubungan antara negara hukum dan demokrasi dapat dinyatakan bahwa negara
demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Namun, negara hukum belum tentu
negara demokrasi. Negara hukum hanyalah satu ciri dari negara demokrasi. Demokrasi
baik sebagai bentuk pemerintahan maupun suatu sistem politik berjalan di atas dan
tunduk pada koridor hukum yang disepakati bersama sebagai aturan main demokrasi.
Adapun demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan dengan adanya perilaku yang taat
pada aturan main yang telah disepakati bersama pula. Aturan main itu umumnya
dituangkan dalam bentuk norma hukum. Dengan demikian di negara demokrasi, hukum
menjadi sangat dibutuhkan sebagi aturan dan prosedur demokrasi. Tanpa aturan hukum,
kebebasan dan kompetisi sebagai ciri demokrasi akan liar tidak terkendali. Jadi, negara
demokrasi sangat membutuhkan hukum. (Winarno, 2007: 128)
Hubungan antara demokrasi dan hukum sangat erat, dapat dikatakan bahwa
kualitas demokrasi suatu negara akan menentukan kualitas hukumnya. Artinya negaranegara yang demokratis akan melahirkan pula hukum-hukum yang berwatak demokratis,
sedangkan di negara-negara yang otoriter aatau non demokratis akan lahir hukumhukum yang non demokratis. (Moh.Mahfud, 1999: 53)
Dewasa ini kehidupan ekonomi jauh lebih baik daripada periode-periode
sebelumnya berkat pemerintahan yang kuat dan otoritarian sesuai dengan pilihan yang
telah dilakukan secara sadar sebagai pecinta hukum. Lahirnya hukum-hukum yang
berkarakter responsif tanpa mengorbankan persatuan dan kesatuan serta kebutuhan
ekonomi dapat lahir di dalam konfigurasi politik yang demokratis untuk melahirkan
hukum-hukum yang renponsif itu, diperlihatkan demokratisasi di dalam kehidupan politik.
Alasan-alasan untuk melakukan demokratisasi ini sudah cukup jika kesadaran politik
masyarakat membaik, Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas oleh orpol dan
ormas, dan kehidupan ekonomi masyarakat dan pertumbuhannya sudah memadai.
Dengan modal itu, proses demokratisasi tidak akan mengancam stabilitas apalagi
persatuan kesatuan bangsa. (Moh.Mahfud, 1999:84)
BAB III
PENUTUP
1.
2.
a.
b.
c.
d.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
Supremasi hukum adalah upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan
dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadilan yang netral artinya setiap orang memiliki kedudukan dan
perlakuan yang sama tanpa terkecuali. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada era
Orde Baru. Beberapa kasus-kasus pelanggaran hukum serius yang lambat
penanganannya karena tersangka utamanya merupakan para penguasa rezim
ORBA. Kasus-kasus itu, antara lain;
Kasus kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965-1966.
Kasus penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996.
Kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa.
Kasus korupsi Jamsostek.
Hal yang sama juga terjadi pada era Reformasi, masa yang seharusnya segala
sesuatu yang buruk telah diperbaiki. Namun, pada kenyataannya untuk keadilan di
bidang hukum belum juga tercipta.
3. Hubungan supremasi hukum, demokrasi, dan HAM adalah hubungan yang tidak dapat
terpisahkan. Supremasi hukum dapat tercipta jika hukum dilaksanakan dengan berdasar
pada keadilan. Negara yang demokratis akan akan mewujudkan watak hukum yang
demokratis. Tanpa aturan hukum, kebebasan dan kompetisi sebagai ciri demokrasi akan
liar tidak terkendali. Dengan adanya demokrasi, maka Hak Asasi Manusia pun akan
dijunjung sebagai wujud negara demokrasi yang tertib hukum.
4. Untuk mencapai Supremasi yang ideal maka diperlukan penegakan hukum yaitu
diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum baik yang dilakukan
oleh individu dalam masyarakat ataupun badan hukum. Guna perwujudan
supremasi hukum yang memenuhi lebih banyak para pelaksana hukum yang
mampu bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta mempunyai
intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran, antara
lain:
1. Menindak secara tegas bagi para pelanggar hukum di semua kalangan, baik yang
ada di masyarakat, maupun di kalangan pejabat.
2. Diharapkan seluruh komponen masyarakat di Indonesia dapat memahami arti serta
perlunya hukum serta menerapkan hukum yang berlaku sehingga dapat
ditegakkannya supremasi hukum yang bertujuan keadilan sosial.
3. Menghindari kasus-kasus penyelewengan hukum, seperti korupsi dan penyuapan di
manapun kita berada.
DAFTAR PUSTAKA
Ajat M Fajar. 100 Hari SBY-Boediono, Supremasi Hukum Masih Lemah.
diambil pada tanggal 6 Maret 2010,
dari http://news.okezone.com/read/2010/01/27/39/298164/100-hari-sby-boedionosupremasi-hukum-masih-lemah
Anang Usman. Supremasi Hukum, Kenyataan yang Sulit Terwujud. Diambil pada tanggal 6
Maret 2010, dari http://forum.polwiltabessurabaya.net/viewtopic.php
Budiyanto. 2004. Kewarganegaraan untuk SMA kelas X. Jakarta : Erlangga.
Diakses pada hari Kamis tanggal 4 Maret 2001
dari http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/12580-apa-pengertian-supremasihukum.
Diakses pada hari Kamis tanggal 4 Maret 2001
dari http://bataviase.co.id/content/mmbangun-supremasi-hukum
Diakses pada hari Kamis tanggal 4 Maret 2001
dari http://persma.com/baca/2009/10/26/matinyasupremasi-hukum-di-tangandemokrasi.html
Joko Budi Santoso. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMK Kelas X. Jakarta :
Yudhistira.
Kusumohamidjojo, Budiono. 1999. Ketertiban yang Adil, Problematik Filsafat
Hukum. Jakarta : Grasindo.
Moh. Mahfud. 1999. Pergulatan politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta :
Gama media.
Sunarso, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan tinggi. Yogyakarta :
UNY press.
Winarno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi.
Jakarta : Bumi Aksara.
Tim Redaksi Pustaka Setia. 2010. UUD 1945. Pustaka Setia. Bandung
: Koniawan Fajar
: Restu Yunia P
: 1. Leily fathonah
2. Saadah Tri Wijiasri
1.
a.
b.
c.
DISKUSI KELAS
Pertanyaan : Ary Gunawan (09312241034)
Deskripsi dan definisi KEADILAN yang bagaimana yang dapat menjadi point
penting dalam supremasi hukum karena kita ketahui bahwa keadilan itu bersifat
subyektif ?
Melihat kasus Minah dan kasus-kasus ketidakadilan yang lain dimana rakyat
miskin mendapat ketidakadilan dalam hukum sehingga keadilan identik dengan
kekuasaan. Bagaimana menurut kelompok Anda keadilan yang seharusnya ?
Bagaimana pendapat anda tentang mafia hukum dimana aparat penegakan hukum
sering terlibat kasus-kasus hukum ?
Jawab :
a. Keadilan yang bersifat netral yaitu tidak memihak pada salah satu golongan, dan
sama rata, serta tidak bersifat subjektif. (Koniawan Fajar R).
b. Keadilan yang seharusnya yaitu terciptanya keadilan diseluruh elemen
masyarakat. Tidak ada yang diistimewakan dalam hal kedudukan di depan hukum.
Agar adil di kalangan masyarakat kecil maka setiap orang selalu mendapat
pembela hukum saat terjerat kasus hukum, tak terkecuali pada rakyat kecil.
( Saadah Tri Wijiasri)
c.
Dyah Ana
dengan mengikuti sidang. Jadi, sebagai warga negara kita juga harus menjujung
tinggi hukum yang berlaku di Indonesia. (Leily Fatonah)
4. Pertanyaan : Ismudiati (09312241012)
Bagaimana supremasi hukum bagi warga Negara Indonesia yang berada di luar
negeri ?
Jawab : Bagi warga negara Indonesia yang ada di luar negeri, keberadaan hukum
mereka ditangani oleh kedutaan besar Negara Indonesia yang ada di negara
tersebut, sehingga masih ada yang membantu mengurusi hal-hal tersebut. Namun,
jika warga Indonesia keluar negeri dengan prosedur yang kurang benar (illegal)
maka hukum mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga akan
mengakibatkan kesulitan dalam menangani hukum. (Dyah Ana)
Tambahan : Seharusnya Kedutaan Besar Republik Indonesia yang berada di luar
negeri dapat mengayomi semua WNI yang ada di negara tersebut. Pada
kenyataannya Kedubes belum mampu melindungi WNI yang ada di negara
tersebut secara optimal, khususnya dalam bidang hukum. (Koniawan Fajar R)
PERTANYAAN TAMBAHAN
1. Pertanyaan : Ary Gunawan (09312241034)
Aparat penegak hukum terkesan saling berkompetisi. Misalnya antara POLRI
dengan KPK. Bagaimana tata kelola penegakan hukum ? Misalnya pembagian
tugas (job description) antara POLRI, KPK, kejaksaan maupun pengadilan.
Jawab : POLRI, KPK, Kejaksaan dan pengadilan adalah aparat penegak hukum.
Seharusnya, aparat penegak hujum tersebut saling bekerjasama dalam
memberantas mafia hukum yang merajalela di negara ini. Jadi, seharusnya tata
kelola harus disesuaikan dengan tugas masing-masing aparat. KPK bertugas untuk
menyelidiki kasus mafia hukum. Sedangkan POLRI bertugas untuk menangkap
mafia hukun yang telah terbukti secara sah melanggar hukum. Kemudian,
kejaksaan dan pengadilan bertugas untuk memproses mafia hukum tersebut untuk
menjalani pemeriksaan dalam proses hukum. (Tita Rostiawati)
2. Pertanyaan : Raisa Nuraini (09312241017)
Menurut kelompok Anda, apa langkah yang paling efektif dalam menciptakan
supremasi hukum yang ideal agar dapat menempatkan semua rakyat sama di
depan hukum ?
Jawab :
3. Pertanyaan : Agusta Arif (09312241014)
Bagaimana cara mengoptimalkan hukum di Indonesia sehingga semua warga
negara bisa menaati hukum yang berlaku?
Jawab : Mengenalkan atau mensosialisasikan kepada masyarakat tentang aturanaturan hukum yang berlaku melalui Lembaga Sosial Masyarakat yaitu Lembaga
Bantuan Hukum. Masyarakat yang mengetahui hukum akan mematuhi hukum
karena mereka juga mengetahui sanksi yang berlaku apabila mereka melanggar
hukum yang berlaku. Jadi, akan tercipta masyarakat yang patuh dan sadar
hukum. (Leily Fatonah)
4. Pertanyaan : Fetik Rahayu (09312241013)
a. Tadi dikatakan bahwa hukum harus mengikuti perubahan yang terjadi pada
perubahan masyarakat di Indonesia. Apakah hukum di Indonesia juga seperti
itu?
(Jika ya,apa buktinya dan jika tidak apa alasan dan contohnya)
b. Bagaimana atau seperti apa cerminan terciptanya supremasi hukum di Indonesia
sekarang ini? apa yang harus dilakukan oleh generasi mendatang untuk
menciptakan supremasi hukum yang ideal?
Jawab :
a. hukum di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan perubahan yang ada di
Indonesia. Sebab masih ada sebagian hukum di Indonesia yang perubahaannya
belum sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia dalam artian belum dapat
beradaptasi sesuai dengan kultur masyarakatnya. (Dyah Ana).
b. pada saat ini supremasi hukum di Indonesia belum sepenuhnya tercipta. Masih
banyak pelanggaran hukum yang ada di Negara kita, sehingga belum ada keadilan
dalam bidang hukum di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Perbaikan
supremasi hukum di Indonesia dapat diperbaiki dengan pembekalan nilai moral
yang baik pada generasi muda, dengan begitu mereka dapat menjadi aparat
penegak hukum yang dapat menciptakan keadilan di bidang hukum. (Dyah Ana)
5. Pertanyaan : Din Azwar (09312241002)
a. Bagaimana pendapat kelompok Anda melihat keadaan hukum di Indonesia saat
ini? Kemudian bagaimana caranya agar terjadi penegakan hukum ?
b. Usaha apa yang dapat ditempuh agar masyarakat Indonesia sadar hukum ?
a.
b.
Jawab :
Hukum di Indonesia sampai saat ini masih sangat tidak berjalan dengan baik.
Keadilan belum tercipta, hukum di Indonesia masih di bawah kekuasaan belum
sebagai panglima. Orang biasa (rakyat kecil) yang diketahui melakukan tindak
pidana bahkan ada yang direkayasa, langsung diproses dan dijebloskan ke penjara.
Sedangkan seorang pejabat negara, tokoh masyarakat, pembesar yang mempunyai
liner, yang melakukan tindak pidana korupsi miliaran rupiah ataupun tindak
pidana lainnya, pasti mendapatkan perlakukan yang ekslusif. Yang mempunyai
uang banyak, pasti aman dari jeratan hukum.Banyak hukum yang serta merta
dilanggar oleh masyarakat bahkan para penegak hukum itu sendiri. Cara agar
terjadi penegakan hukum yaitu dengan mengawalinya para penegak hukum
memberi keteladanan pada masyarakat. kepatuhan pada hukum itu dipengaruhi
oleh teladan yang diberikan oleh para penegak hukum (reference group), seperti
misalnya; jaksa, hakim. Diadakannya hukuman yang berlaku adil bagi semua
elemen masyarakat. (saadah)
Agar masyarakat Indonesiadapat sadar hukum maka dapat diadakan berbagai
program penyuluhan hukum yang dilakukan selama ini terhadap masyarakat luas
terutama yang berada di desa-desa. Namun, sebenarnya yang dibutuhkan tidak
hanya kesadaran hukum masyarakat namun juga kepatuhan terhadap hukum
tersebut. . Sebagian besar masyarakat kita sadar akan perlunya hukum dan
penghormatan terhadap hukum itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
namun kenyataannya masyarakat kita cenderung tidak patuh pada hukum. Jadi
dibutuhkan juga kepatuhan dari diri sendiri seluruh elemen masyarakatuntuk
menaati hukum yang berlaku di Indonesia. (Saadah)
6. Pertanyaan : Restu Yunia P (09312241006)
a. Apakah supremasi hukum ataupun pelaksanaan hukum di Indonesia sudah ideal
atau berjalan sesuai yang diharapkan ?
b. Apakah Warga Negara Indonesia sendiri telah mendukung atau ikut berperan
dalam penegakan supremasi hukum ? apa contohnya ?
a.
b.
7.
a.
b.
Jawab :
Belum, karena masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam penegakan
supremasi hukum di Indonesia. (Koniawan Fajar R).
Sudah mendukung tetapi sebagian masih belum dapat berperan aktif dalam
penegakan supremasi hukum. Contohnya: untuk mempersingkat kasus agar tidak
disidangkan, banyak warga yang menyuap para penegak hukum agar kasusnya
tidak disidangkan. (Koniawan Fajar R).
Pertanyaan : Novi Utami (09312241046)
Bagaimana dengan supremasi hukum dengan kasus yang menimpa seorang nenek
yang mencuri coklat? Padahal nilai coklat tidak seberapa namun divonis dengan
hukuman yang tidak sesuai sedangkan para koruptor yang korupsi bermilyarmilyar justru tidak dihukum secara tegas?
Bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan penegakan supremasi hukum
di Indonesia?
Jawab :
a. Keadaan tersebut menandakan bahwa supremasi hukum di Indonesia belum
tercipta, walaupun nenek itu juga bersalah karena telah melakukan tindak pidana
pencurian. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan vonis yang dijatuhkan
kepadanya dengan para koruptor memang tidak sebanding. Para koruptor yang
tidak dihukum secara tegas juga merupakan bukti bahwa hukum di Indonesia
masih untuk para penguasa dan orang-orang yang mempunyai uang banyak.
(Leily Fatonah)
b. Pemerintah harus melakukan perbaikan pada sumber hukum dan memilih aparataparat hukum yang sesuai dengan kriteria yang harus dimiliki oleh para penegak
hukum, seperti jujur, adil, bijaksana, berani, bertanggung jawab, dan tegas. Selain
itu, para penegak hukum harus merupakan orang-orang yang berdedikasi dan
bermoral, serta mempunyai intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai
permasalahan. (Leily Fatonah)
8. Pertanyaan : Duria Fikasari (09312241022)
a. Pada point penegakan hukum yang diarahkan pada pola pencegahan segala
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat atau badan
hukum. Lalu bagaimana bila pelanggaran tersebut telah terjadi? Apakah masih
dapat dilakukan pencegahan ?
b. Apakah penegakan hukum yang ada di Indonesia saat ini telah sesuai dengan
yang diharapkan?Bila belum, bagaimana agar penegakan hukum berjalan sesuai
yang diinginkan ?
Jawab :
a.
b. Belum sesuai dengan yang diharapkan. Agar penegakan hukum dapat berjalan
sesuai yang diinginkan maka diperlukan upaya sadar hukum bagi para pelakupelaku hukum dan para penegak hukum. (Koniawan Fajar R).