Disusun oleh :
1. Dinda Kartika 213121005
2. Yusuf Cahyana 213121006
3. Cindy Nadia 213121012
4. Mirna Pramudita 213121013
5. Desi Nurhalizah 213121015
6. Alia Azahra 213121023
7. Nur Azis Hidayatulloh 213121025
8. Sindi Sarah 213121033
9. Alpina Damayanti 213121036
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Asuhan Keperawatan dengan pendekatan
budaya berdasarkan aspek antropologi" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya dalam
Keperawatan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Meivi Sesanelvira, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Kom
selaku Dosen Mata Kuliah Psikososial dalam Budaya Keperawatan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Munculnya istilah Medicine Anthropology dari tulisan Scotch dan Paul dalam artikel
tentang pengobatan dan kesehatan masyarakat. Atas dasar ini kemudian di Amerika
lahirlah antropologi kesehatan. Ahli-ahli antropologi tertarik untuk mempelajari faktor-
faktor biologis, dan sosio-budaya yang mempengaruhi kesehatan dan munculnya
penyakit pada masa sekarang dan sepanjang sejarah kehidupan manusia dipengaruhi oleh
keinginan untuk memahami perilaku sehat manusia dalam manifestasi yang luas dan
berkaitan segi praktis.
Menurut Foster dan Anderson kesehatan berhubungan dengan perilaku. Perilaku
manusia cenderung bersifat adaptif. Terdapat hubungan antara penyakit, obat-obatan, dan
kebudayaan. Menurut Landy antropologi kesehatan adalah suatu studi tentang konfrotasi
manusia dengan penyakit serta rasa sakit, dan rencana adaptif yaitu sistem pengobatan
dan obat-obat yang dibuat oleh kelompok manusia berkaitan dengan ancaman yang akan
datang.
Menurut foster dan Anderson lapangan kajian antropologi kesehatan dibagi menjadi
2, yaitu :
1) Kutub biologis, perhatinya pada pertumbuhan dan perkembangan fisik manusia,
peranan penyakit dalam evolusi manusia, adaptasi biologis terhadap perubahan
lingkungan alam, dan pola penyakit di kalangan manusia purba.
2) Kutub sosio-budaya perhatiannya pada sistem kesehatan tradisional yang mencakup
aspek-aspek etiologis, terapi, ide, dan praktik pencegahan penyakit, serta peranan
praktisi medis tradisional, masalah perawatan kesehatan biomedik, perilaku
kesehatan, peranan pasien, perilaku sakit, interaksi dokter dengan pasien, dan masalah
inovasi kesehatan.
Menurut Foster dan Anderson ada empat hal utama yang dapat disumbangkan oleh
antropologi terhadap ilmu kesehatan yaitu:
a. Perspektif Antropologi Terdapat dua konsep dalam perspektif antropologi bagi ilmu
kesehatan
1) Pendekatan Holistik, pendekatan ini memahami gejala sebagai suatu sistem.
Pendekatan ini dimana suatu pranata tidak dapat dipelajari sendiri-sendiri lepas
dari hubungannya dengan pranata lain dalam keseluruhan system.
2) Relativisme budaya, standar penilaian budaya itu relative, suatu aktivitas budaya
yang oleh pendukungnya dinilai baik, pantas dilakukan mungkin saja nilainya
tidak baik dan tidak pantas bagi masyarakat lainnya.
b. Perubahan: Proses dan Persepsi (Perubahan Terencana)
Suatu perubahan terencana akan berhasil apabila perencanaan program bertolak
dari konsep budaya. Bertolak dari itu, perencanaan program pembaharuan kesehatan
dalam upaya mengubah perilaku kesehatan tidak hanya memfokuskan diri pada hal
yang tampak, tetapi seharusnya pada aspek psiko-budaya.
c. Metodologi Penelitian
Ahli antropologi menawarkan suatu metode penelitian yang longgar tetapi efektif
untuk menggali serangkaian masalah teoretik dan praktis yang dihadapi dalam
berbagai program kesehatan.
d. Premis
Premis atau asumsi atau dalil yang mendasari atau dijadikan pedoman individu
atau kelompok dalam memilih alternatif tindakan. Premis-premis tersebut memainkan
peranan dalam menentukan tindakan individu dan kelompok. Beberapa premis dari
sebagian besar ahli antropologi kesehatan antara lain:
1) Penyakit dalam beberapa bentuk merupakan fakta umum dari kehidupan manusia.
2) Seluruh kelompok manusia, telah mengembangkan metode dan aturan, sesuai
dengan sumber daya dan strukturnya, untuk mengatasi atau merespon terhadap
penyakit.
Seluruh kelompok manusia telah mengembangkan seperangkat kepercayaan,
pengertian, dan nilai-nilai yang konsisten dengan matriks budayanya untuk
memahami tentang penyakit dan menentukan tindakan untuk mengatasinya.
2.3 Definisi Budaya
Budaya dapat diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya
misalnya, kebudayaan material dan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada
semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini
adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi. Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi,
misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Banyak ahli budaya mendifinisikan arti budaya dan kebudayaan ini dengan berbagai
argumen, tetapi intinya adalah sama, koentjaraningrat (1990) menjelaskan bahwa
kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta buddayah yang berarti budi atau akal, bisa
juga daya dari budi, sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa. Kessing
(1992) mengadopsi berbagai pengertian kebudayaan dari para ahli yang kemudian dapat
disimpulkan bahwa budaya adalah suatu yang mengandung unsur pengetahuan,
kepercayaan, adat istiadat, perilaku yang merupakan kebiasaan yang diwariskan.
Selain itu sumber data lainnya menyampaikan alasan mengapa perawat perlu
mempunyai pengetahuan tentang suatu budaya. Alasannya adalah mengurangi komplain,
rasa tak nyaman atau mencegah kesalahpahaman atau misunderstanding juga merupakan
salah satu alasan. Misunderstanding dapat terjadi akibat perbedaan budaya dan nilai-nilai
antara pasien dan perawat. Menurut Galant pengetahuan tentang budaya dapat membantu
menghindari misunderstanding dan dapat memberikan pelayanan lebih baik (Galanti,
2000).
2.5 Sikap Perawat Terhadap Klien Dengan Budaya Yang Berbeda
Perawat bersikap menghargai budaya kliennya atau keluarganya. Mereka berusaha
untuk memahami budaya – budaya klien yang sangat variatif, walaupun budaya sangat
berbeda jauh. Menurut Leininger, manusia mempunyai hak untuk dipahami, dihargai,
dimengerti dan digunakan budayanya dalam perawatan. Oleh karena itu seorang perawat
kesehatan seyogyanya mempunyai kemampuan untuk mengerti dan memahami pasien-
pasiennya (Leininger, 1989). Ketidakmampuan perawat untuk memahami pasien bisa
berakibat masalah. Sumber utama masalah dalam merawat pasien dari latar belakang
budaya yang berbeda adalah adanya ketidakmengertian dan tidak adanya rasa toleransi.
Sehingga adanya pengertian dari perawat dan upaya penyesuaian diri akan mengurangi
atau mencegah permasalahan-permasalahan yang tidak perlu terjadi.
B. PENGKAJIAN
- Data Demografi
• Nama lengkap: Tn. Ali anyang
• Nama panggilan: Tn. A
• Nama keluarga: Tn. A
• Alamat: Barito raya
• Jenis kelamin: laki-laki
• Tempat lahir : Barito raya
• Dignosis medis : Ulkus peptikum
- Data Biologis/variasi biocultural
• Warna kulit: sawo matang (turgor kulit baik)
• Rambut: ikal
• Struktur tubuh: kurus
• Bentuk wajah: bulat
• TTV:
TD : 90/50 mmHg
N : 72 x/menit
R : 20 x/menit
S : 380C
Beberapa komponen yang spesifik pada pengkajian transkultural.
- Faktor Teknologi
• Keluarga Tn. A menggunakan fasilitas perahu kayu untuk menyeberangi desa
kemudian menggunakan transportasi darat untuk sampai ke RS.
• Bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah setempat dan kadang juga
menggunakan bahasa Indonesia
• Keluarga klien kurang meyakini tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien yang
tidak sesuai dengan keyakinannya
- Faktor agama dan filosofi
• Keluarga tn. A mempercayai tentang adanya Tuhan yang maha kuasa yang dianggap
sebagai para dewa
• Pandangan klien dan keluarga tentang sakit yang diderita karena merupakan hukuman
dari para dewa
• Yang dilakukan klien dan keluarganya untuk berusaha menyembuhkan klien adalah
membaca mantra, menyajikan sesajen, dan menggunakan daun sawang
- Faktor social dan ikatan kekerabatan (kindship)
• Pernyataan klien atau orang lain tentang kesehatannya: Buruk
• Status perkawinan: Belum pernah menikah
• Klien dirumah tinggal dengan: Orang tua.
• Tindakan yang dilakukan keluarga jika ada anggota keluarganya sakit: mengusapkan
daun sawang pada tubuh yang sakit
- Nilai-nilai budaya, kepercayaan dan pandangan hidup
• Masyarakat suku bakumpai-dayak dibariton apabila ada keluarga yang sakit dan tidak
dapat disembuhkan menurut keluarga klien mangatakan bahwa sakit tersebut
merupakan hukuman dari dewa. Sehingga biasanya dilakukan upacara badewa yang
dilakukan secara alternative pengobatan sebagaimana lazimnya para penganut
animism dalam melakukan pemujaan para dewa dengan membuat sesajen untuk
dipersembahkan kepada dewa yang dimaksud. Untuk mempercepat datangnya roh
gaib, diperlukan sarana penunjang berupa seperangkat gamelan. Upacara ini biasanya
dilakukan oleh seorang dalang atau pembaca mantra.
- Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Tn.A biasanya di tunggu dengan kedua orang tua atau keluarga yang lain.
Tn.A berkerja serabutan( tidak tentu), biaya pengobatan dari tabungan keluarga dan
bantuan dar pemerintahan atau bantuan dari tempat Tn.A tinggal, Tn.A tidak memeliki
asuransi kesehatan .
- Faktor Pendidikan
• Klien hanya sampai pada tingkat sekolah menengah, sementara orang tua klien tidak
sekolah
• Sehat menurut klien dan keluarga jika seseorang mampu bekerja dan beraktivitas
seperti biasa tanpa hambatan
• Sakit menurut klien dan keluarga jika mendapat hukuman dari yang maha kuasa
sehingga tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa
• Jenis penyakit yang sering diderita oleh keluarga klien adalah nyeri pada ulu hati
• Pemahaman sakit menurut klien dan keluarga adalah klien sedang mendapat hukuman
dari dewa sehingga klien perlu memberikan sesajen dan didalam tubuh klien terdapat
roh jahat yang hanya mampu diusir dengan mengusap daun sawang pada tubuh klien.
• Klien dan keluarga berharap agar petugas kesehatan mampu memberikan pertolongan
dalam membantu penyembuhan klien
C. Analisa Data
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya peradangan pada
lambung
2. Ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Distres spiritual/gangguan spiritual berhubungan dengan batasan atau pencegahan
praktik ritual keagamaan atau budaya di RS
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kepercayaan tentang efektifitas perilaku
promosi kesehatan
E. Intervensi
Salah satu dari diagnosa keperawatan yang paling memberi pengaruh kepada
petugas kesehatan, klien, dan keluarga, serta kebudayaan suku:
Distress kultural berhubungan dengan batasan atau pencegahan praktik ritual
keagamaan atau budaya di RS
Distress kultural berhubungan dengan batasan atau pencegahan praktik ritual
keagamaan atau budaya di RS, ditandai dengan :
F. Rencana tindakan
• Kaji seberapa jauh keyakinan pasien dan keluarga.
• Anjurkan keluarga klien menyalakan sesaji di rumah dan mendoakan dari rumah
• Kaji individu terhadap perubahan-perubahan yang baru dialami klien.
• Gali pengertian individu tentang masalah-masalah dan pengharapannya pada
pengobatan dan hasil-hasil diharapkan.
• Tetapkan apakah keyakinan realistis atau tepat.
• Pastikan hak-hak pasien untuk menolak semua atau sebagian dari aturan pengobatan
yang dianjurkan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asih Yasmin. 1998. Standart Perawatan Pasien: Proses keperawatan, diagnosis, dan
evaluasi, Jakarta : EGC.
Kozier, B., Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. 2010. Buku Aja Fundamental
Keperawatan ; Konsep, Proses & Praktik. Jakarta : EGC.
Debora, Oda. 2012. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Salemba
Medika.
https://www.academia.edu/39570540/Askep_tentang_keperawatan_transkultural. Diakses
pada 30 Desember pukul 08.04.