Anda di halaman 1dari 33

IMPLIKASI TRANSKULTURAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Oleh Kelompok 8

1. Fallie Adam 2021043

2. Alexandro Tewu 2021006

3. Eklesia Tatauhe 2021028

4. Siti Salimu 2021106

5. Rofalia Suoth 2021099

6. Rivaivel Lasut

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA

PROGRAM STUDI D/III KEPERAWATAN

TOMOHON

2022

1
KATA PENGANTAR

 Puji syukur kami panjatkan kepada TYME, yang telah memberikan karunia-Nya

kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Implikasi

Transkultural Dalam Praktik Keperawatan”.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Antropologi karena telah

memberikan tugas ini kepada kami serta membimbing kami dalam menyelesaikan tugas

ini.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami

mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah

ini.Semoga makalah ini dapat memberikan pemikiran serta kelancaran tugas kami

selanjutnya dan dapat berguna bagi semua pihak.

Tomohon,agustus 2022.

Kelompok 8

2
DAFTAR ISI

COVER..............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I..................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
BAB II.................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................7
2.1 Transkultural............................................................................................................7
2.2 Definisi Transcultural Nursing................................................................................7
2.3 Penggunaan Transcultural Nursing..........................................................................8
2.4 Konsep Dalam Keperawatan Transkultural...........................................................12
2.5 Implikasi Transkultural Dalam Praktik Keperawatan............................................15
2.6 Teknologi Dalam Keperawatan............................................................................25
BAB III............................................................................................................................31
PENUTUP.......................................................................................................................31
3.1    Kesimpulan.........................................................................................................31
3.2    Saran...................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiiki peradaban. Hal ini dapat dibuktikan sejak

zaman manusia purba sampai zaman manusia modern.Keunikan dalam hal peradaban

ini tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya, sehingga para ilmuan tertarik untuk

mempelajari tentang manusia.Dan ilmu yang mempelajari tentang manusia disebut

antropologi. Ada beberapa ilmu terapan yang berhubungan dengan antropologı, antara

lain sosiologi, politik, sejarah, ekonomi, dan lain-lain (Supardan, 2020).

Makhluk manusia yang membedakan dengan makhluk lainnya adalah adanyaakal

pikiran, dan dengan akalnya inilah bisa berpikir, berkreası, dan dapat survive di dunia

hingga sckarang. Kebudayaan manusia berkembang seiring dengan perkembangan

zaman karena pada hakikatnya kebudayaan dan lingkungan saling terkait. Dengan

adanya perubahan lingkungan maka manusia akan berusaha menyesuaikan diri

(adaptası) dengan berbagai cara,hasil dari adaptasi ini merupakan kebudayaan.

Antropologi diharapkan dapat menjadi wahana edukatif dalam mengembangkan

peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang

dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, semangat BhinnekaTunggal Ika dan komitmen Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Untuk mengakomodasikan perkembangan baru dan perwujudan pendidikan

sebagai proses pencerdasan kehidupan bangsa dalam arti utuh dan luas (Dkk, 2016).

4
Sosial berarti segala sesuatu yang bertalian dengan sistem hidup bersama atau hidup

bermasyarakat dari orang atau sekelompok orang yang di dalamnya sudah tercakup

struktur, organisasi, nilai-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya.

Budaya berarti cara atau sikap hidup manusia dalam hubungannya secara timbal balik

dengan alam dan lingkungan hidupnya yang di dalamnya tercakup pula segala hasil dari

cipta, rasa, karsa, dan karya, baik yang fisik materiil maupun yang psikologis, idil, dan

spiritual. Kehidupan masyarakat sebagai sistem sosial dan budaya dipandang sebagai

suatu sistem atau sistem sosial, yaitu suatu keseluruhan bagian atau unsur unsur yang

saling berhubungan dalam suatu kesatuan (Husaini et al., 2017).

Budaya memengaruhi persepsi pasien dan penyedia tentang kondisi kesehatan dan

perawatan yang tepat. Budaya juga memengarnuhi perilaku yang membuat kita terkena

penyakit dan alasan yang mendorong kita untuk mencari perawatan,bagaimana kita

menggambarkan gejala kita, dan kepatuhan kita terhadap pengobatan. Hal ini

menjadikan budaya sebagai pusat dan isu penting bagi semua profesi kesehatan.

Pasien dan penyedia membutuhkan pengetahuan tentang hubungan budaya dengan

kesehatan karena budaya adalah dasar dari masalah dan praktik kesehatan setiap orang.

Meningkatkan perawatan kesehatan membutuhkan perhatian pada pengaruh budaya

pada masalah kesehatan, kondisi,kepercayaan, dan praktik. Kesehatan masyarakat

terjadi dalam sistem budaya yang berkaitan dengan masalah kesejahteraan yang lebih

luas daripada yang ditangani oleh kekhawatiran dokter dengan penyakit dan cedera;

juga memperhatikan kesejahteraan psikologis, sosial, emosional, mental, dan spiritual.

Ketika biomedis berubah dari pendekatan yang berfokus padapenyakit menjadi konsep

5
dengan kesehatan dan kesejahteraan, perspektif budaya dan kompetensi budaya muncul

sebagai kerangka kerja sentral untuk meningkatkan perawatan.

Antropologi kesehatan ialah ilmu yang mempelajari gejala-gejala dan sosio budaya,

biobudaya, dan ekologi budaya dari kesehatan dan kesakitan yangdilihat dari segi-segi

fisik, jiwa dan sosial serta perawatannya masing-masing dan interaksi antara ketiga segi

ini dalam kehidupan masyarakat, baik pada tingkat individual maupun tingkat kelompok

sosial keseluruhannya.Profesional kesehatan membutuhkan pengetahuan tentang budaya

dan keterampilan hubungan lintas budaya karena layanan kesehatan lebih efektif bila

responsif terhadap kebutuhan budaya (Ronal, dkk, 2020).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian transkultur?

2. Apa definisi transkultur nursing?

3. Bagaimana penggunaan transkultur nursing?

4. Bagaimana Konsep dalam transkultural nursing?

5. Apa implikasi transkultural dalam praktik keperawatan?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan pengertian transkultur

2. Menjelaskan definisi transkultur nursing

3. Menjelaskan penggunaan transkultur nursing

4. Menjelaskan Konsep dalam transkultural nursing

5. Menjelaskan implikasi transkultural dalam praktik keperawatan

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transkultural
Transkultural terdiri atas dua kata dasar yaitu "trans" yang berarti "berpindah" atau

"suatu perpindahan" dan satu kata lagi yaitu "kultur" yang berarti "kebudayaaan".

Kultur atau suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah

kelompok orang dan diwariskan dari generasi kegenerasi. Budaya terbentuk dari banyak

unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,

pakaian,bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,merupakan bagian

tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya

diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-

orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan

bahwa budaya itu dipelajari. Budayajuga merupakan suatu pola hidup menyeluruh.

budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turutmenentukan

perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya initersebar dan meliputi banyak

kegiatan sosial manusia (Wikipediabahasa Indonesia). Secara singkat keperawatan

transkultural atautranskultural nursing dapat diartikan sebagai keperawatan

lintasbudaya.

2.2 Definisi Transcultural Nursing


Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses

belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan

diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai,

kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan asuhan keperawatan khususnya

7
budaya atau keutuhan budaya kepada marnusia (Leininger, 2002) Asumsi mendasar dari

teori adalah perilaku Caring.Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan,

mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan

sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara

utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam

perkembangan dan pertumbuhan,masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal.

Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan

dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena

yang universal dimana ekspresi,struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu

tempat dengan tempat lainnya.

Mempertahankan budaya yaitu strategi yang pertama dilakukan bila budaya pasien

pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implemenasi

keperawatan diberikansesuai nilai- nilai yang relevan yang telah di miliki klien,sehingga

klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya. Negosiasi budaya

merupakan stategi yang keduayaitu intervensi dan implementasi keperawatan untuk

membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan

kesehatannya.

2.3 Penggunaan Transcultural Nursing


Dalam menjalankan tugas sebagai perawat,banyak perubahan-perubahan yang ada

baik dilingkungan maupun klien.Perawat harus menghadapi berbagai perubahan di era

globalisasi ini termasuk segi pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk menuntut

perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan teori-teori

yang dipelajari.Dalami lmu keperawatan, banyak sekali teori-teori yang mendasari ilmu

8
tersebut.Termasuk salah satunya teori yang mendasari bagaimana sikap perawat dalam

menerapkan asuhan keperawatan. Salah satu teori yang diaplikasikan dalam asuhan

keperawatan adalah teori Leininger tentang "transcultural nursing".Tujuan penggunaan

keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan keilmuan yang

humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan kultur

yang universal. Kultur yang spesifik ialah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik

yang dimiliki oleh kelompok tertentu. Kultur yang universal ialah nilai-nilai dan norma-

norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur (Leininger, 1979). Leininger

mengembangkan teorinya dari perbedaan kultur dan universal berdasarkan kepercayaan

bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat menjadi sumber informasi dan

menentukan jenis perawatan yang diinginkan, karena kultur adalah pola kehidupan

masyarakat yang berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan. Cultur care adalah

teori yang holistik karena meletakan di dalamnya ukuran dari totalitas kehidupan

manusia dan berada selamanya, termasuk sosial struktur, pandangan dunia, nilai

kultural, ekspresi bahasa, dan etnik serta sistem professional.

Virginia Henderson (1978) Perawatan adalah upaya membantu individu baik yang

sehat maupun sakit untuk menggunakan kekuatan,dimilikinya sehingga individu

tersebut mampu melaksanakan keinginan dan pengetahuan yang aktivitas sehari-hari,

sembuh dari penyakit atau meninggal dunia dengan tenang. Tenaga perawat berperan

menolong individu agar tidak menggantungkan diri pada bantuan orang lain dalam

waktu secepat mungkin.

Lokakarya Keperawatan (1983) Perawatan adalah pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat

9
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang menyeluruh

ditunjukkan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang

mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional dan merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat, bentuk pelayanan bio-

psiko-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga,dan masyarakat

(Lokakarya Nasional,1983).

Keperawatan didefinisikan sebagai diagnosis dan tidakanterhadap respons manusia

pada masalah kesehatan aktual atauprofessional dan situasi kehidupan (Nusing: A

Social Policy Statement, 1985;NANDA,1990).

Calilista Roy (1976) mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang

berorientasi pada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan yang

memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien. Dari

beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian

pelayanan atau asuhan keperawatan yang bersifat humanistic dan professional, holistic

berdasarkan ilmu dan kiat, standar pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik

yang melandasi perawat professional secara mandiri atau melalui upaya kolaborasi.

Peran perawat adalah melaksanakan pelayanan keperawatandalam suatu sistem

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebijakan umum pemerintah yang berlandaskan

pancasila, khususnya pelayanan atau asuhan keperawatan kepada individu,

keluarga,kelompok, dan komunitas berdasarkan kaidah-kaidah, yaitu:

1. Menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggungjawab dalam mengelola

asuhan keperawatan.

10
2. Berperan aktif dalam kegiatan penelitian dibidang keperawatan dan

menggunakan hasil dari teknologi untuk meningkatkan mutu dan jangkauan

pelayanan atau asuhan keperawatan.

3. Berperan aktif dalam mendidik dan melatih pasien dalam kemandirian untuk

hidup sehat.

4. Mengembangkan diri terus menerus untuk meningkatkan kemampuan

professional.

5. Memelihara dan mengembangkan kepribadian serta sikap yang sesuai dengan

etika keperawatan dalam melaksanakan profesinya. Berfungsi sebagai anggota

masyarakat yangberperanaktif,reproduktif,terbuka untuk menerima perubahan

serta berorientasi kemasa depan, sesuai denganperannya.

Di bawah ini peran perawat secara umum, yaitu:

1. Meyakinkan bahwa perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan.

2. Mengembangkan program surveillance kesehatan.

3. Melakukan konseling

4. Melakukan koordinasi untuk kegiatan promosi kesehatan dan fitness.

5. Melakukan penilaian bahaya potensial kesehatan dan keselamatan di tempat

kerja.

6. Mengelola penatalaksanaan akibat kerja dan pertolongan pertama pada

kecelakaan serta masalah primer di perusahaan.

7. Melaksanakan evaluasi kesehatan dan kecelakaan kerja.

8. Konsultasi dengan pihak manajemen dan pihak lain yang diperlukan.

11
9. Mengelola pelayanan kesehatan, termasuk merencanakan,mengembangkan dan

menganalisa program, pembiayaan,staffing serta administrasi umum.

Selain itu, peran perawat menurut konsirsium ilmu kesehatantahun 1989, terdiri

dari:

a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

b. Peran perawat sebagai advokat klien

c. Peran perawat sebagai edukator.

d. Peran perawat sebagai koordinatore.

e. Peran perawat sebagai kolaborator.

f. Peran perawat sebagai konsultan.

g. Peran perawat sebagai pembaruan

2.4 Konsep Dalam Keperawatan Transkultural


1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang

dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan

mengambil keputusan.

Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung

pengetahuan,keyakinan,seni,moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang

merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota kemunitas setempat.

Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus

dibiasakandengan belajar, beserta keselurahan hasil budi dan karyanya dan

sebuah rencana untuk melakukan kegiatan tertentu (Leininger, 1991).

Menurut konsep budaya Leininger (1978, 1984), karakteristik budaya dapat

digambarkan sebagai berikut : (1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat

12
universal sehingga tidak ada dua budaya yang sama persis, (2) budaya yang

bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan kepada

generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan, (3) budaya diisi dan

ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa disadari.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan

atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan

melandasi tindakan dan keputusan.

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal

daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi

pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya

yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk

kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang

mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap

bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki

oleh orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang

digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. Etnik adalah

seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok

etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang mempunyai budaya

dan sosial yang unik serta menurunkannya ke generasi berikutnya (Handerson,

1981).

13
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan

asal muasal manusia Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia

berdasarkan karakteristik fisik pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu

pada tubuh dan bentuk kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu

Kaukasoid, Negroid, Mongoloid. Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang

diturunkan atau diajarkan manusia kepada generasi berikutnya (Taylor, 1989).

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada

penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran

yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar

observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling

memberikan timbal balik diantara keduanya.

8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,

dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian

untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan

kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk

membimbing,mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok

pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi

kehidupan manusia.

10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,

kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung

atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk

14
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup

dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk

memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena

percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok

lain.

2.5 Implikasi Transkultural Dalam Praktik Keperawatan


Peningkatan jumlah penduduk dunia, terutama di kota besar terjadi akibat

cepatnya perpindahan penduduk setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan pula munculnya

variasi kultur (budaya) atau multicultural pada suatu daerah atau wilayah tertentu.

Misalnya di Indonesia, mobilitas penduduk tergolong tinggi, sehingga cukup banyak

perpindahan pendudukan antar wilayah,provinsi, bahkan ke luar negeri dengan alasan

pendidikan ataupun pekejaan. Sebagai pendatang di tempat yang baru Di

Indonesia,mobilitas penduduk tergolong tinggi, sehingga cukup banyak perpindahan

penduduk antar wilayah, provinsi,bahkan ke luar negeri dengan alasan pendidikan

ataupun pekerjaan. Sebagai pendatang ditempat yang baru,penduduk yang berpindah

tersebut tentu bisa mengalami masalah kesehatan di tempat tinggal barunya. Karenanya

menjadi penting bagi setiap tenaga kesehatan termasuk perawat untuk mengetahui

bagaimana merawat pasien dengan berbagai latar belakang budaya. Penanganan pasien

dengan perbedaan latar belakang budaya dalam keperawatan itu dikenal dengan sebutan

transcultural nusing atau keperawatan transcultural.

Keperawatan transcultural merupakan istilah bagi disiplin ilmu formal dan praktik

yang berpusat pada nilai, kepercayaan, dan praktik asuhan kultural untuk individu atau

15
kelompok tertentu. Pengembangan keperawatan transcultural perlu dilakukan karena

berbagai alasan, seperti munculnya era globalisasi. Mengadapi era globalisasi,

persaingan bebas tejadi diberbagai bidang, termasuk kesehatan. Ini pun dialami oleh

Indonesia sebagai Negara yang mulai ikut membuka perdagangan bebas,baik berupa

barang maupun jasa professional. Tenaga kesehatan seperti perawat pun dituntut

berpandangan global karena kesempatan merawat pasien dari berbagai belahan dunia

semakin besar.

Bidang keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

pelayanan kesehatan. Bidang keperawatan menyambut persaingan bebas dengan

meningkatkan profesionalismenya, yakni penerapan Model Praktik Keperawatan

Profesional (MPKP). Salah satu subsistem dari MPKP adalah pengunaan pendekatan

transcultural sebagai salah satu teoridalam pemberian asuhan keperawatan. Teori

transcultural dalam praktik keperawatan awalnya diperkenalkan oleh Madeleine

Leininger pada 1974 Teori Leininger tersebut berkeyakinan, bahwa memahami budaya

yang dianut pasien merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam memberikan asuhan

keperawatan.

Asuhan keperawatan merupakan bentuk pelayanan professional dan bagian

integral dari pelayanan kesehatan. Hal ini didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,

mencakup bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual secara komprehensif,ditujukan bagi

seluruh proses kehidupan individu,keluarga,masyarakat,baik sehat maupun sakit.

Menurut Leininger,tujuan dasar keperawatan kultural adalah memberikan asuhan

bersifat kultur spesifik dan kultur universal, sehingga menghasilkan kesehatan dan

kenyamanan individu, keluarga, kelompok, komunitas institusi.

16
Kultur spesifik adalah budaya dengan nilai - nilai dan norma spesifik yang

dimiliki oleh kelompok lain. Kultur universal merupakan nilai-nilai dan norma-norma

yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur,seperti budaya minum teh dapat

membuat tubuh sehat. Aplikasi teoritrans cultural dalam keperawatan ialah

diharapkannya kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan kultur. Ini berarti perawat

professional wajib memiliki pengetahuan dan praktik berdasarkan kultur secara konsep

perencanaan untuk praktik keperawatan (Pratiwi,2011)

Konsep keperawatan transcultural Leininger juga menjabarkan,masyarakat

dengan perbedaan kultur dapat menjadi sumber informasi dan menjadi dasar penentuan

jenis perawatan yang diinginkan dari pemberi pelayanan professional. Ini karena kultur

adalah pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan.

Culture care adalah teori holistic yang didalamnya teraplikasi ukuran dari totalitas

kehidupan manusia yang berlaku selamanya. Culture care juga mencakup struktur

social, pandangan dunia, nilai kultural, konteks lingkungan,ekspresi bahasa dan etník,

serta sistem professional. Pemahaman tentang budaya sangat penting sebelum

mempelajari keperawatan transcultural.Konsep tentang budaya dan gambaran perilaku

cerminan kebudayaan bisadi pelajari melalui antropologi dan antropologi kesehatan.

Asuhan keperawatan transcultural mencakup rangkaian proses kegiatan pada

praktik keperawatan kepada klien sesuai latar belakang budayanya. Asuhan

keperawatan ini ditujukkan guna memandirikan kliensesuai dengan budayanya. Asuhan

keperawtan diberikan sesuai dengan karakteristik ruang lingkup keperawatan dan

dikelola secara professional dalam konteks budaya klien serta kebutuhan asuhan

17
keperawatan. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan menurut Leininger

adalah:

1. Perlindungan atau mempertahankan budaya

Strategi ini bisa dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan

kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-

nilai relevan klien, sehingga kien dapat meningkatkan atau mempertahankan status

kesehatannya. Contohnya,budaya berolahraga setiap pagi, atau anjuran orang tua

terhadap perempuan hamil untuk mengkonsumsi makanan tertentu. Misalnya anjuran

mengonsumsi kepala ikan lele agar kepala bayi ideal, minum air kelapa agar kulit bayi

putih, dan air rabusan kacang hijau agar rambut bayi tebal. Hal tersebut menurut

kesehatan bisa terus dilakukam, tetapi dengan maksud lain. Ikan lele baik dikonsumsi

karena mengandung protein guna memperbaiki pertumbuhan janin. Air kelapa baik bagi

ibu hamil karena mengandung elektrolit sehingga memperkuat kontraksi otot. Dalam

hal ini, prinsip keperawatannya 1alah maintenance care, perilakubudaya yang tidak

membahayakan tentu harus dihargai.

2. Mengakomodasi atau menegosiasi budaya

Ini merupakan strategi dengan mengintervensi dengan implementas ikeperawatan untuk

membantu pasien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan

kesehatannya. Perawat membantu pasien agardapat memilih dan menentukan budaya

lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan. Misalnya, pasien hamil mempunyai

pantangan makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber

proteinhewani lain, seperti daging merah.

3. Merestrukturisasi atau mengganti budaya

18
Strategi ini dapat dilakukan bila budaya klien merugikan status kesehatannya. Misalnya,

perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup pasien dengan kebiasaan merokok

menjadi tidak merokok. Namun,seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan

harus dirancang sesuai latar belakang budaya, sehingga budaya selalu bisa dipandang

sebagai rencana hidup lebih baik. Pola rencaa hidup yang dipilih biasanya yang lebih

menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan klien.Contoh lainnya, perawat membuat

daftar makanan pantangan bagiperempuan hamil karena bisa membahayakan kondisi

janin. Perawat perlumemberikan pengertian jika ada makanan yang tidak boleh

dikonsumsitetapi ternyata sering dikonsumsi karena alasan sudah menjadi budaya siibu

hamil.

1) Proses keperawatan

Keperawatan transkultural juga mengenal proses atau sistematika pemberian asuhan

keperawatan berdasar latar belakang budaya pasien.Proses keperawatan transkultural

terdiri dari tahap pengkajian keperawatan transkultural dignosis keperawatan

transkultural, serta rencana tindakan keperawatan transkultural, serta tindakan sekaligus

evaluasi keperawatan transkultural. Pengkajian keperawatan trankultural sangat penting

dilakukan.Pada tahap ini,perawat transkultural menggunakan banyak cara dalam

memahami pasien guna mencoba menyesuaikan pengalaman,interpretasi, dan harapan

yang berbeda dalam budaya. Dalam proses pengkajian, hubungan antara perawat dan

pasien juga perlu diperhatikan dan didasarkan pada beberapa faktor penting yang

mempengaruhi hubungan tersebut. Pengkajian keperawatan transkulural

sebaiknyadidasarkan pada tujuh komponen. Menurut teori keperawatan trankultural

Leininger (dalam Pratiwi, 2011), komponen-komponen tersebut adalahsebagai berikut.

19
a. Faktor teknologi (technological factors)

Teknologi kesehatan adalah sarana guna memungkinkan manusiamemilih atau

mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalampelayanan kesehatan. Berkaitan

dengan pemanfaatan teknologi kesehatan,perawat perlu mengkaji persepsi klien

tentang penggunaan maupunpemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan

kesehatan. Perawatjuga perlu tahu alasan klien mencari bantuan kesehatan, alasan

mau atautidak di operasi. pemahaman soal tes laboratorium darah, serta

kebiasaanberobat klien.

b. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and philosophical factors)

Agama adalah suatu system simbol pandangan dan motivasi teramat realistis bagi

para

pemeluknya. Sifat realitis merupakan ciri khusus agama.Agama menyediakan

motivasi

sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas

kehidupan

sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti agama yang dianut,

kebiasaan

agama yang berdampak positif terhadap kesehatan, ikhtiar pasien untuk sembuh,

serta

konsep diri pasien.

c. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan (kinship and social factors)

Pada faktor ini yang perlu dikaji oleh perawat ialah nama lengkap dan nama

panggilan di dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin,

20
status perkawinan, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga,

kebiasaan atau kegiatan rutin keluarga.

d. Faktor ilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways)

Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia, mengenaiapa yang

dianggap baik dan buruk. Nilai-nilai budaya adalah sesuatumengenai baik dan buruk

yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganutbudaya. Norma adalah aturan social

atau patokan perilaku yang dianggappantas. Norma-norma budaya adalah suatu

kaidah dengan sifat penerapanterbatas pada penganut budaya terkait. Hal-hal yang

perlu dikaji berkaitandengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah posisi dan

jabatan klien,misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang digunakan,

bahasanonverbal yang ditunjukkan klien, kebiasaan membersihkan diri,kebiasaan

makan, sarana hiburan yang biasa dimanfaatkan.

e. Faktor kebijakan dan peraturan (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan

individu/kelompok dalam asuhan keperawatan transkultural.Misalnya peraturan dan

kebijakan yang diterapkan rumah sakit, mulai darijam berkunjung, baju pasien,

jumlah anggota keluarga yang boleh menungggu, hak dan kewajiban pasien atau

pun keluarga pasien.

f. Faktor ekonomi (economical factors)

Faktor ini berkaitan dengan sumber-sumber material yang dimiliki dan

dimanfaatkan pasien atau keluarganya untuk membiaya proses penyembuhan,

sumber ekononmi umum antara lain asuransi, biaya kantor,tabungan dan patungan

21
antar anggota keluarga. Faktor ekonomi ini dapat ikut menentukan pasien dirawat di

ruang yang sesuai dengan daya embannya.

g. Faktor pendidikan

Latar belakang pendidikan klien adalah pengaaman klien dalam menempuh jalur

pendidikan formal tertinggi saat ini. Dalam menempuh pendidikan formal tersebut

pasti klien mengalami suatu proses eksperimental. Semakin tinggi pendidikan klien,

semakin tinggi pula keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang

rasional. Klien dengan pendidikan tinggi juga lebih mudah beradaptasi terhadap

budaya baru yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Perawat perlu mengkaji latar

belakang pendidikan klien dan keluarga, jenis pendidikannya, serta kemampuan

belajar klien secara aktif dan mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak

terulang kembali.

Pengkajian transkultural dalam keperawatan memiliki tujuan yangberagam.

Beberapa tujuan tersebut ialah:

a. Mencari budaya pasien, pola kesehatan dihubungkan dengan pandangan,gaya

hidup, nilai budaya, kepercayaan, dan faktor sosial.

b. Mendapatkan informasi budaya secara keseluruhan sebagai dasar dari pembuatan

keputusan dan tindakan..

c. Mencari pola dan spesifikasi budaya, arti dan nilai budaya dapat digunakan untuk

membedakan keputusan tindakan keperawatan, sertanilai dan gaya hidup pasien

dapat dibantu secara profesional.

d. Mencari area yang berpotensi menjadi konflik budaya, kelalaian,perbedaan nilai

antara pasien dan tenaga kesehatan.

22
e. Mengidentifikasi secara keseluruhan dan spesifik poa keperawatan budaya yang

sesuai untuk pasien.

f. Mengidentifikasi perbandingan informasi keperawatan budaya diantara pasien,

berbeda ataupun sama untuk dapat digunakan sebagai pembelajaran dan

penelitian.

g. Mengidentifikasi dua persamaan atau perbedaan pasien dalam pemberian kualitas

perawatan.

h. Menggunakan teori dan pendekatan riset untuk mengartikan dan menjelaskan

praktik untuk kesesuain keperawatan dan area baru dari pengetahuan

keperawatan transkultural.

Tahap kedua dari proses keperawatan transkultural adalah membuat diagnosis.

Menurut The North America Nursing Diagnosis Association(NANDA), diagnosis

keperawatan merupakan bagian dari pengobatan tehadap respon masalah kesehatan,

baik aktual maupun potensial sementara diagnosis keperawatan transkultural adalah

respon klien sesuailatar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah, atau

dikurangi melalui intervensi keperawatan. Diagnosis keperawatan pada dasarnya

sudah ditentukan dan diklasi fikasikan, tetapi dapat berubah dan berkembang

melalui hasil riset keperawatan.

Diagnosis keperawatan merupakan respon terhadap disfungsi misalnya cemas

inkontinen, pola nafas tidak efektif yang merupakan bidang wewenang

keperawatan. Demikian juga diagnosis keperawatan transkultural, bisa dimodifikasi

dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dengan alasan normatif atau empiris.

Terdapat tiga diagnosis keperawatan transkultural yang sering ditegakkan menurut

23
NANDA. Ketiganya ialah gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan

perbedaan kultur gangguan sosial berhubungan dengan disorientasi interaksi

sosiokultural serta ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem

nilai yang diyakini.

Tahap proses keperawatan transkultural selanjutnya ialah rencana tindakan

keperawatan transkultural. Rencana tindakan keperawatan terdiri dari rencana

tindakan keperawatan independen (mandiri) dan kolaboratif(kerja sama dengan

profesi lain, seperti dokter, ahli akupuntur, dsb).rencana tindakan keperawatan

meliputi penentuan prioritas sesuai dengan diagnosis keperawatan, penentuan

tujuan atau hasil dari asuhan keperawatan untuk tiap diagnosis, dan meilih langkah

tindakan keperawatan spesifik. Penentuan prioritas diagnosıs keperawatan buakan

berarti mengurutkan diagnosis menurut keutamaannya. Namun diagnosis

keperawatan diseleksi dan rencana tindakan diprioritaskan pada diagnosis utama.

Selanjutnya, dilakukan penentuan tujuan hasil keperawatan yang diharapkan.

Tujuan diagnosis keperawatan merupakan perilaku pasien yang dapat diamati.

Kriterianya, hasil tertulis yang diharapkan dari pasien,yaitu isi dan waktu harus

spesifik, bisa dijangkau, serta harus memenuhi syarat SMART. SMART

merupakan singkatan dari Spesifik, Measurable atau dapat diukur, Acceptable atau

dapat diterapkan, Realistis dan Timne atau ada batasan waktu yang akan dicapai.

Sementara untuk memilih langkah tindakan keperawatan spesifik, rencana tindakan

keperawatan transkultural dapat berpedoman pada beberapa standar. Misalnya,

Nursing Intervention Classification (NIC), American Nurse ASsOsiation

24
(ANA),atau dari standar tersebut yang dikembangkan berdasarkan data

empirispasien.

Dalam implementasi keperawatan transkultural, faktor-faktor dalam

komunikasi lintas budaya juga perlu menjadi perhatian. Ketika seorang perawat

berinteraksi dengan klien berbeda latar belakang budaya, dapat dikatakan terjadi

proses komunikasi lintas budaya atau cross-culuralcommnication. Karena itu,

beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalankomunikasi lintas budaya,

diantaranya:

a. Komunikası dengan anggota keluarga dan orang lan yang berkepentingan.

Penting untuk mengetahui keluarga klien, struktur hubungan darahdan

mengidentifikasi siapa yang menurut pasien penting dalamperawatannya. Bisa juga

terkait pihak yang bertanggung jawab akanpembuatan keputusan terkait perawatan

kesehatan pasien.

b. Pandangan budaya dalam hal pendekatan

Seberapa dekat perawatan dengan klien ditentukan oleh latar belakangbudaya

klien. Interaksi yang terjadi bisa beragam, mulai dari informalSampai formal.

c. Komunikası non-verbal

Komunikasi non-verbal terdiri dari keheningan, kontak mata,sentuhan, ruang

dan jarak, jenis kelamin, dan gender. Misalnya, setiap budaya memiliki interpretasi

berbeda tentang keheningan. Sejauh mana seorang dituntut untuk mengadakan

kontak mata atau dekat seseorang berbicara dengan orang lain juga ditentukan oleh

budaya. Budaya juga mengatur hubungan antar jenis keamin dan bagaimana peran

gender dalam suatu masyarakat.

25
d. Bahasa

Dalam komunikasi lintas budaya penguasaan bahasa adalah yang utama.

Karena penting untuk meminimalkan terjadinya salah interpretasi.

e. Tingkah laku peran sakit

Penunjukan perasaan tidak enak pasien ketika sakit juga dipengaruhi budaya.

Berdasarkan observasi di perawatan maternitas, mengekspresikan nyeri melahirkan

juga ada kecenderungan berbeda karena latar belakang budaya si ibu.misalnya,

suku Batak cenderung akan berteriak, sedangkan suku jawa lebih banyak merintih.

2.6 Teknologi Dalam Keperawatan


Transkultural Teknologi merupakan hasil dari kebudayaan masyarakat. Teknologi

muncul dari cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat nya. Dalam era ini,

teknologi banyak dipakai di berbagai pekerjaan, termasuk dalam dunia kesehatan.

Teknologi kesehatan merupakan alat atau cara yang dipakai tenaga kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan, secara langsung maupun tidak langsung. Penggunaan

teknologi dalam kesehatan diperlukan untuk menunjang diagnostik atau diguakan dalam

tindakan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Karena itu, teknologi kadang

diharuskan dalam tindakan medis maupun keperawatan. Namun tidak semua

masyarakat bisa menerima penggunaan teknologi kesehatan.Leininger dan McFarland

(pratiwi,2011) menjelaskan tentang dilema memperkenalkan ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam pelayanan kesehatan. Dilema tersebut berupa penolakan terhadap

pelayanan kesehatan baru dan penolakan terhadap medis ilmiah. Ada beberapa hal yang

mendasari munculnya penolakan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan baru,

diantaranya:

26
a. Adanya model "berlawan"

Adanya kecenderungan pemahan bahwa pengobatan ilmiah beroak belakang dengan

pengobatan tradisional. Pada model ini, pandangan masyarakat berlawanan dengan

anjuran kesehatan, sehingga terjadinya penolakan. Penolakan tersebut bisa terjadi

terharap tindakan medis,tindakan keperawatan, dan lainnya. Pada model ini juga

terdapat perbedaan persepsi antara anjuran kesehatan dengan kepercayaan masyarakat.

Biasanya yang terjadi adalah pada perspektif kesehatan suatu tindakan dianjurkan untuk

menyelamatkan jiwa pasien, tetapi menurut keyakinan individu, keluarga atau

masyarakat tindakan tersebut dianggap membahayakan.

b. Dikotomi kognitif

Kepercayaan masyarakat bahwa ada penyakit yang dapat di sembuhkan oleh dokter

dan ada yang tidak. Hal ini mengakibatkan sikap dan perilaku, bisa mendukung

kesehatan ataupun merugikan kesehatan.Dikotomi kognitif ini menimbulkan berbagai

perbedaan peri laku masyarakat. Misalnya, pada sebuah kasus penyakit, tiap individu

atau masyarakat bisa mengambil tindakan berbeda, mereka akan menyelusuri siapa

yang sakit dan dari mana asal sakit.

c. Penolakan masuk rumah sakit

Ada tiga hal yang membuat masyarakat tertentu menolak masuk rumah sakit.

Pertama, masyarakat menganggap bahwa rumah sakit sebagai tempat untuk mati atau

tempat dilakukannya tindakan menakutkan. Kedua,adanya pertentangan antara

perawatan medis dengan perawatan tradisional. Misalnya, pembuangan ari-ari atau

placenta, dalam adat jawa biasanya ari-ari dibawa pulang untuk dikubur atau

27
dihanyutkan disungai.Namun, di beberapa rumah sakit, utamanya di barat, ari-ari

biasanya dijadikan bahan obat atau kosmetik.

d. Persepsi berbeda tentang tingkah laku peranan

Persepsi ini sering terjadi ketika seorang tenaga kesehatan sedang mengkaji masalah

pasien atau memberi pengobatan pada pasien. Misalnya,seorang dokter dianggap

otoriter karena memiliki hak untuk mengajari pasien tentang apa yang harus dan tidak

boleh dilakukan pasien. Di sisilain, keluarga pasien dianggap pihak yang paling berhak

dalam membuat keputusan. Persepsi tersebut mengakibatkan muncul pertentangan

antara peran dokter dengan peran keluarga. Begitu juga dengan perawat, perawat selalu

membuat keputusan tindakan keperwatan, sehingga pasien ditatanan manapun seperti

tidak punya hak untuk membuat keputusan.

e. Pengobatan, pencegahan, dan konsep memelihara

Dalam budaya barat ada ungkapanan apple a day keeps the doctor away ".

Ungkapan itu melahirkan kosep imunisasi. Namun masyarakat tradisional

mengidentikkan imunisasi sebagai medis gaya barat, sehingga terjadi penolakan.

Sebagian masyarakat tidak menyadari bahwa imunisasi merupakan hal penting sebagai

tindakan preventif untuk mencegah berbagi penyakit.Selanjutnya, penolakan

masyarakat dalam birokrasi medis ilmiah juga menjadi dilema memperkenalkan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan kesehatan. Birokrasi dalam pelayanan

kesehatan ini disebut teknologi karena dianggap sebagai sesuatu yang canggih.

Penolakan ini disebabakan karena hal-hal dibawah ini:

a. Asumsi kepercayaan yang keliru

28
Banyak perencanaan nasional didasarkan atas asumsi bahwa cara-cara yang berhasil

di negara-negara barat pasti berhasil diterapkan di negara-negara berkembang. Para

petugas kesehatan pun sering kali lupa mengubah kebudayaan dan pola pikir suatu

masyarakat tidaklah mudah.Misalnya, prosedur pelayanan kesehatan rawat jalan di

rumah sakit Guangzhou, china semuanya sudah online. Para petugas kesehatan disana

tidak banyak lagi menggunakan kertas, sehingga dokter terbiasa langsung menawarkan

resep berupa obat kimia atau tradisional. Itu dilakukan usai dokter melihat hasil kajian

perawat dan data pasien dari komputer. Hal ini masih sulit diaplikasikan di negara lain.

b. Pengobatan klinis versus pencegahan

Masyarakat biasanya lebih suka pengobatan yang kuratif dari pada tindakan

preventif. Hal ini biasanya berkaitan dengan kondisi finansial.Tindakan kuratif biasanya

lebih murah dan tidak berkala, sebaliknya tindakan preventif biasanya mahal dan harus

berkala. Misalnya, asuransi kesehatan banyak diikuti oleh masyarakat ekonomi

menengah ke atas.

c. Prioritas peribadi dari para petugas kesehatan

Sering kali petugas kesehatan berasumsi bahwa prioritas pribadi mereka merupakan

prioritas kelompok sasaran juga. Misalnya untuk kasus kanker serviks di indonesia.

Menurut dara riset kesehatan dasar 2013 oleh kementrian kesehatan, kanker serviks

termasuk penyakit denga prevalensi yang tinggi dan juga menjadi peringkat pertama

pembunuh perempuan Indonesia. Namun masih banyak perempuan Indonesia yang

enggan melakukan uji pap Smear. Alasannya, mereka mengganggap itu bukan prioritas,

dibanding dengan gizi anak, pendidikan anak, ataupun kebutuhan rumah tangga lainnya.

29
Jelas bahwa apa yang di prioritaskan tenaga kesehatan tidak sama dengan prioritas

kelompok sasaran.

d. Asumsi keliru mengenai pengambilan keputusan

Para petugas kesehatan di negara berkembang berasumsi bahwa pasien sendirilah

pembuat keputusan mengenai pertolongan medis yang diinginkan. Kenyataannya

dinegara-negara tersebut, keputusan medis biasanya merupakan keutusan kelompok.

Contoh, sosialisasi keluarga berencana (KB) di indonesia. Walaupun sasarannya adalah

ibu-ibu rumah tangga .tetapi para ibu tersebut harus memita izin kepada suaminya

dalam keikutsertaan program KB, Maka penting juga bagi petugas kesehatan untuk

mensosialisasikan program ini kepada pihak lain seperti para suami,orang tua dan

mertua.

e. Kekurangan dalam pelayanan kesehatan

Masyarakat biasanya kurang percaya terhadap pelayanan kesehatan medis ilmiah

karena berbagai hal. Contohnya, obat-obatan kurang konsisten, pemilihan obat yang

kurang teliti, petugas kurang menguasai bahasa masyarakat setempat, serta proporsi

tenaga kesehatan dan masyarakat yang sakit tidak seimbang.

f. Konflik peranan profesional

Banyak kaum profesional mengalami dilema etik. Di satu sisi mereka dituntut untuk

memberikan bantuan bagi yang membutuhkan. Sementara di sisi lain, mereka juga

dibatasi oleh badan-badan peraturan yang membedakan antara para klien layak dan

tidak layak dilayani.

30
BAB III

PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Transkultural keperawatan sangat dibutuhkan dalam dunia keperawatan ketika

perawat menghadapi pilihan yang sulit di mana perawat harus memilih budaya yang

dianut oleh klien atau teori kesehatan yang ia pelajari. Transkultural juga dibutuhkan

saat perawat melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implmentasi, sampai evaluasi.

Lingkungan sangat mempengaruhi adanya penyakit karena salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya penyakit adalah dari faktor ksternal atau lingkungan sekitar.

Kebudayaan dapat mempengaruhi status gizi pada orang dewasa, namun pada anak

tradisi tidak mempengaruhi status gizi.

31
3.2    Saran
Bagi mahasiswa sebaiknya dapat mengetahui dan memahami tentang kebudayaan

dan pengaruhnya terhadap status kesehatan masyarakat, agar dapat memberikan

penyuluhan dan edukasi dengan baik dan benar. Bagi pembaca sebaiknya dapat

menerapkan mengenai penjelasan yang telah diuraikan dalam makalah ini.

32
DAFTAR PUSTAKA

Asriwati, I.(2019). BUKU AJAR ANTROPOLOGI KESEHATAN DALAM

KEPERAWATAN. https://books.google.co.id/

Alivia. (2021,Juni). Makalah Penerapan Transkultural Dalam Praktik Keperawatan.

https://id.scribd.com/document/484123900/MAKALAH-PENERAPAN-

TRANSKULTURAL-DALAM-PRAKTIK-KEPERAWATAN-pdf

Deger , V. (2018). Transkulturalnursing.

https://www.researchgate.net/publication/327787660_Transcultural_Nursing

Hastuti, P ,et all. (2021). Antropologi Kesehatan Dalam Keperawatan .

https://books.google.co.id/

Suprato. (2021). Buku Ajar Antropologi Kesehatan Dalam Praktik Keperawatan.

https://www.researchgate.net/profileaSuprapto-Suprapto-10/publication/

355912994_BUKU_AJAR_ANTROPOLOGI_KESEHATAN/links/

6184003c3c987366c32789ee/BUKU-AJAR-ANTROPOLOGI-KESEHATAN.pdf

Yullianti. (2020,Apri;). Makalah Implikasi Transkultural Dalam Praktik Keperawatan.

https://id.scribd.com/document/475633302/MAKALAH-IMPLIKASI-

TRANSKULTURAL-DALAM-PRAKTIK-KEPERAWATAN

33

Anda mungkin juga menyukai