Abstract
Politics is the means the most elegant in the grab or get a power. Policies that exist within a country is a political product that is used
by a group of people, in this case is the Government, to influence or change an order of people's lives. Of course it is not easy to
influence or give a political understanding on the community. There are several factors that can affect the dominant understanding
of the political community, namely educational factors, environmental factors, factors of gender, heredity factors to livelihood.
Citizenship education has an important role in influencing or providing an understanding of politics through means of education in
the school environment in particular like a novice voters and the public in General. The purpose of thiswriting is to make the students
as well as community voters beginners can have fundamentally understanding about politics through means of civic education as a
political education. So the student as novice voters and the public in general political literacy and are able to demonstrate
participatory attitude towards politics. Writing method used in this study is a journal paper libraries supported by the results of
relevant research. Citizenship education as one of the media means of political education is expected to increase political
participation on the young gerasi or commonly referred to as novice voters, resulting in the application of the concept of community
Democratic concluded properly.
Keywords: The Basic Concept; Political Education; Novice Voters.
How to Cite: Rahman, A. (2018). Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan
Kewarganegaraan. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10 (1): 44-51.
44
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51.
45
Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan
pemula dapat memiliki pemahaman secara politik merupakan suatu proses dalam bentuk
mendasar mengenai politik melalui sarana “siapa yang mendapatkan apa, kapan dan
pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan bagaimana” (politics as who gets, what, when, and
politik. Sehingga siswa sebagai pemilih pemula dan how). Easton (1981) merumuskan politik sebagai
masyarakat secara umum melek politik dan mampu pola-pola kekuasaan, aturan dan kewenangan,
untuk menunjukkan sikap partisipatif terhadap kehidupan publik, pemerintah, dan konflik.
politik. Adapun manfaat teoritik dari penulisan ini Affandi (1971) berpendapat bahwa yang
adalah bagi penulis dapat memberikan pengalaman dimaksud dengan politik sebenarnya ialah usaha-
yang sangat berharga dalam penyusunan usaha yang dijalankan oleh para warga negara
sistematika pembuatan paper. Penulis juga untuk mencapai kekuasaan dalam negara. Menurut
mendapatkan pengetahuan tentang konsep dasar Budiarjo (2008) politik adalah bermacam-macam
pendidikan politik dalam masyarakat. Penulis juga kegiatan dalam suatu sistem (sosial) yang
menyadari bahwa masih banyak kekurangannya menyangkut proses menentukan dan
dalam penulisan paper ini. Adapun manfaat bagi melaksanakan tujuan.
siswa dan masyarakat luas adalah membentuk
siswa dan masyarakat yang tahu dan faham akan Budaya Politik
kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana siswa Menurut G.A. Almond dan S. Verba (1991),
dan masyarakat dibekali dengan pengetahuan budaya politik adalah sikap orientasi warga negara
budaya politik dan diajarkan tentang bagaimana terhadap sistem politik dan aneka ragam
partisipasi seharusnya. bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga
negara di dalam sistem itu. Menurut Marbun
PEMBAHASAN (2005), budaya politik adalah pandangan politik
Pengertian Politik yang mempengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan
Politik memiliki makna cukup beragam. Ada politik seseorang. Budaya politik lebih
yang menyebutnya dengan seni dan ilmu mengutamakan dimensi psikologis dari suatu
pemerintahan, ilmu tentang negara, dan pembagian sistem politik, yaitu sikap, sistem kepercayaan,
kekuasaan. Pada dasarnya politik berkenaan simbol yang dimiliki individu dan yang
dengan perilaku manusia dalam mendapatkan dilaksanakannya dalam masyarakat.
kekuasaan, menjalankan kekuasaan, dan Menurut Larry Diamond (2003), budaya
mempertahankan kekuasaan. politik adalah keyakinan, sikap, ide-ide, nilai,
Ilmu politik merupakan salah satu ilmu sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentang
tertua dari beberapa cabang ilmu yang ada. Secara sistem politik negeri mereka dan peran masing-
etimologis, politik berasal dari Bahasa Yunani masing individu dalam sistem itu. Menurut Mas’oed
“polis” yang artinya negara kota. Dari istilah polis dan Andrews (1986), budaya politik adalah sikap
ini, berkembang konsep polites yang berarti warga dan orientasi warga suatu negara terhadap
negara dan konsep politikos yang berarti kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.
kewarganegaraan. Dari arti etimologis tersebut, Menurut Almond dan Powell (1966), budaya politik
politik dapat diartikan sebagai sesuatu yang adalah suatu konsep yang terdiri dari sikap,
berhubungan dengan atau antara warga negara keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yang
pada suatu negara kota. Dalam bahasa Inggris, akar sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat,
katanya adalah politics, yang bermakna termasuk pola kecendrungan-kecendrungan
kebijaksanaan (policy). Jika dilihat dari kedua khusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapat
bahasa tersebut, bahasa Yunani dan Inggris, maka pada kelompok-kelompok dalam masyarakat.
politik dapat dipahami sebagai suatu proses dan 1. Tipe-tipe Budaya Politik
sistem penentuan dan pelaksanaan kebijakan yang a. Budaya Politik Parokial (Parochial Political
berkaitan erat dengan warga negara dalam satu Culture)
negara kota (Sitepu, 2012). Budaya Politik ini terbatas pada satu wilayah
Pengertian politik dari para ahli diantaranya atau lingkup yang kecil atau sempit. Pada umumnya
dikemukakan oleh Laswell dkk (1952) bahwa budaya politik ini terdapat dalam masyarakat yang
tradisional dan sederhana. Dalam masyarakat
46
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51.
seperti ini, spesialisasi sangat kecil dan belum dan kesadaran hak, kewajiban dan tanggung jawab
banyak berkembang. terhadap bangsa dan negara.
b. Budaya Politik Subyek (Subject Political Alfian (1990) mengidentifikasi pendidikan
Culture) politik dalam arti kata yang longgar yaitu sosialisasi
Menurut Muchar Mas’oed dan Colin politik adalah bagian langsung dari kehidupan
MacAndrews, budaya politik subjek menunjukkan masyarakat sehari-hari. Disenangi ataukah tidak,
pada orang-orang yang secara pasif patuh pada diketahui ataukah tidak, disadari ataukah tidak, hal
pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang itu dialami oleh anggota-anggota masyarakat, baik
(UU), tetapi tidak melibatkan diri dalam politik penguasa ataupun orang awam. Jadi kalau boleh
ataupun memberikan suara dalam pemilihan. disimpulkan, pendidikan politik (dalam arti kata
c. Budaya Politik Partisipan (Participant yang ketat) dapat diartikan usaha yang sadar untuk
Political Culture) mengubah proses sosialisasi masyarakat sehingga
Menurut Almond dan Verba, budaya politik mereka memahami dan menghayati betul nilai–
partisipan adalah suatu bentuk budaya dimana nilai politik yang terkandung dalam suatu sistem
anggota masyarakat cenderung diorientasikan politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil
secara eskplisit terhadap sistem sebagai penghayatan itu akan menghasilkan/melahirkan
keseluruhan dan terhadap struktur dan proses sikap dan tingkah laku politik baru yang
politik serta administratif. Budaya politik ini mendukung sistem politik yang ideal itu, dan
ditandai oleh adanya kesadaran bahwa dirinya bersamaan dengan itu lahir pula kebudayaan
ataupun orang lain, sebagai anggota aktif dalam politik baru.
kehidupan politik. Ini menunjukkan pada orang Menurut Kantaprawira (2004), pendidikan
orang yang tidak dalam kegiatan politik, paling politik yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
tidak dalam kegiatan pemberian suara (Voting) dan rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara
memperoleh informasi yang cukup banyak tentang maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai paham
kehidupan. kedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyat harus
mampu menjalankan tugas partisipasi. Bentuk-
2. Pendidikan Politik bentuk pendidikan politik dapat dilakukan melalui:
Menurut Gabriel Almond dalam Mas’oed a) Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-
(1986), pendidikan politik adalah bagian dari lain bentuk publikasi massa yang biasa membentuk
sosialisasi politik yang khusus membentuk nilai- pendapat umum; b) Siaran radio dan televisi serta film
nilai politik, yang menunjukkan bagaimana (audio visual media); c) Lembaga atau asosiasi dalam
seharusnya masing-masing masyarakat masyarakat seperti masjid atau gereja tempat
berpartisipasi dalam sistem politiknya. Mohammad menyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikan
Nuh sebagaimana dikutip oleh Wayan Sohib (2009) formal ataupun informal.
mengatakan, pendidikan politik tidak terbatas pada
pengenalan seseorang terhadap peran individu 3. Bentuk dan Proses Pendidikan Politik
dalam partisipasinya dalam pemerintahan, partai Bentuk dan proses sosialisasi atau
politik dan birokrasi. Tetapi pada hakikatnya pendidikan politik menurut Kavang (1998), itu
adalah terbangunnya proses pendawasaan dan terbagi atas dua jenis, yaitu: (a) Bentuk dan proses
pencerdasan seseorang akan tanggung jawab yang bersifat laten atau tersembunyi dimana
individu dan kolektif untuk menyelesaikan kegiatan atau aktivitasnya berlangsung dalam
permasalahan bangsa sesuai otoritasnya yang lembaga-lembaga sosial non politis seperti
mengandung makna mentalitas dan etika dalam lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan
berpolitik. keagamaan, lingkungan kerja maupun lingkungan
Menurut Surono sebagaimana dikutip sekolah atau kampus. (b) Bentuk dan proses yang
Ramdlang Naning (1982:8), pendidikan politik bersifat terbuka di mana aktivitasnya berlangsung
adalah usaha untuk masyarakat politik, dalam arti dalam lembaga politis tertentu (termasuk pemilu
mencerdaskan kehidupan politik rakyat, dan perangkat-perangkatnya).
meningkatkan kesadaran warga terhadap kepekaan Adapun bentuk sosialisasi politik
berdasarkan jumlah peserta (audience) atau massa
47
Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan
48
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51.
7. Teori Perilaku Pemilih (Voting Behavior) tentang partai atau kandidat yang dipilih,
Perilaku pemilih (voting behavior) dapat terutama untuk membuat keputusan apakah
dianalisis dengan tiga pendekatan, antara lain ikut memilih atau tidak ikut memilih (Sitepu,
adalah : 2012).
a. Pendekatan Sosiologis. Keterkaitan antara Studi mengenai perilaku memilih juga
model sosiologis dengan perilaku pemilih dikembangkan oleh Dennis Kavanagh (Imawan
terhadap keanggotaan kelompok mengatakan 1995) sebagai berikut:
bahwa pemilih cenderung mengadopsi pola- a. Structural Approach. Dalam pendekatan ini
pola pemungutan suara dicerminkan oleh struktur social dipandang sebagai basis dari
faktor ekonomi dan kedudukan sosialnya pengelompokan politik. Bahwa tingkah laku
dimana ia berada, terutama dalam politik seseorang, termasuk dalam menentukan
kelompoknya. Pengaruh sosiologis terhadap pilihan politiknya, ditentukan oleh
perilaku pemilih yakni identifikasi kelas sosial pengelompokan sosialnya yang pada umumnya
yakni kesamaan yang dalam pandangan didasarkan atas kelas sosial, agama, desakota,
pemilih ada diantara kedudukan sosial dirinya bahasa dan nasionalisme.
dengan kedudukan sosial partai politik. Namun b. Sociological Approach. Pendekatan ini
juga aspek agama, kelas sosial, etnisitas, berpendapatbahwa tingkah laku politik
gender, dan juga aspek daerah tempat tinggal seseorang dipengaruhi oleh identifikasi serta
(Sitepu, 2012). norma-norma yang dianut oleh satu kelompok.
b. Pendekatan Psikologis. Pemilih yang secara Dalam pendekatan ini, mobilitas seseorang
psikologis terikat dengan partai politik, atau untuk keluar dari satu kelompok dan
berupa kesamaan psikologis yang terlihat bergabung dengan kelompok lain masih
antara diri dan keadaan seseorang dengan dimungkinkan.
partai yang hendak dipilihnya. Lalu kemudian c. Ecological Approach. Pendekatan ini
ada lagi yang namanya identifikasi kelas sosial memandang faktor-faktor yang bersifat
yaitu kesamaan yang dalam pandangan ekologis, seperti daerah, sangat menentukan
pemilih, ada diantara kedudukan sosial dirinya tingkah laku politik seseorang. Misalnya, dalam
dan kedudukan sosial partai politik. Para pendekatan ini percaya bahwa mereka yang
pemilih dilihat sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di daerah pesisir pantai
menidentifikasikan dirinya dengan satu partai lebih bersikap demokratis dibandingkan
politik tertentu. Jadi, intinya adalah bahwa dengan mereka yang berada di pegunungan.
identifikasi seseorang pemilih dengan d. Social Psychological Approach. Dalam
partaipartai politik tidak didasarkan kepada pendekatan ini tingkah laku dan keputusan
kesamaan kelas sosial akan tetapi didasarkan politik seseorang sangat dipengaruhi oleh
pada kesamaan orientasi budaya (Sitepu, interaksi antara factor internal, seperti sistem
2012). kepercayaan, dan factor eksternal, seperti
c. Pendekatan Rasional. Alasan pilihan rasional pengalaman politik. Pendekatan ini
berupa perhitungan tentang untung dan rugi memandang bahwa tingkah laku dan
secara pribadi jikalau seseorang memilih kepercayaan individu menentukan dan
sebuah partai politik (suatu hal yang dapat membentuk norma-norma kelompok.
menjelaskan mudahnya perpindahan e. Rational Choice Approach. Pendekatan ini
seseorang dari partai satu kepartai yang memandang bahwa semakin modernnya serta
lainnya). Pendekatan pilihan rasional melihat makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat,
kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi maka masyarakat akan selalu
untung dan rugi. Oleh sebab itu yang menjadi memperhitungkan keuntungan dan kerugian
pertimbangan adalah tidak hanya “ongkos” yang akan diperoleh bila melakukan satu
memilih dan kemungkinan suaranya dapat tindakan politik.
memengaruhi hasil yang diharapkan. Bagi
pemilih, pertimbangan untung rugi
dipergunakan untuk membangun keputusan
49
Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan
50
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51.
Naning, Ramdlang, (1982), Pendidikan Politik dan Sitepu, P. A. (2012). Teori-teori Politik. Yogyakarta: Graha
Regenerasi, Jakarta: Liberty. Ilmu.
Pahmi, S.Y. (2010). Politik Pencitraan. Jakarta: Gunung Suhartono. (2009). Tingkat Kesadaran Politik Pemilih
Press. Pemula Dalam Pilkada; Suatu Refleksi School-
Pasaribu, P., (2017). Peranan Partai Politik dalam Based Democracy Education (Studi Kasus Pilkada
Melaksanakan Pendidikan Politik. JPPUMA: Jurnal Provinsi Banten Jawa Barat)”, (Hasil Penelitian,
Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 5 (1): 51-59 Pascasarjana UPI, 2009) hal 6.
Prihatmoko, J.J. (2005). Pemilihan Kepala Daerah Suharyanto, A. (2017). Pemahaman Siswa Tentang
Langsung. Filosofi, Sistem dan Problema Konsep Demokrasi Dalam Pendidikan
Penerapan di Indonesia. Semarang: Pustaka Kewarganegaraan, dalam Prosiding Seminar
Pelajar. Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial
Rush, M & Althoff, P. (2001). Pengantar Sosiologi Politik. Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1 2017, Hal. 530-534
Setiajid. (2011). Orientasi politik yang mempengaruhi Undang-Undang nomor 10 tahun 2008.Tentang Pemilih
pemilih pemula dalam menggunakan hak pilihnya Pemula.
pada pemilihan Walikota Semarang Tahun 2010.
Integralistik No.1/Th.XXII/211, Januari-Juni 2011,
hal. 18-33.
51