Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51

Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial


Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis

Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula


melalui Pendidikan Kewarganegaraan
Asmika Rahman
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

Diterima Pebruari 2018; Disetujui April 2018; Dipublikasikan Juni 2018


Abstrak
Politik merupakan sarana yang paling elegan dalam meraih atau mendapatkan suatu kekuasaan. Kebijakan-kebijakan yang ada
dalam suatu Negara merupakan produk politik yang digunakan oleh sekelompok orang, dalam hal ini adalah pemerintah, untuk
mempengaruhi atau merubah suatu tatanan kehidupan masyarakat. Tentu bukanlah hal mudah untuk mempengaruhi atau
memberikan pemahaman politik terhadap masyarakat. Ada beberapa faktor dominan yang dapat mempengaruhi pemahaman
politik masyarakat, yaitu faktor pendidikan, faktor lingkungan, faktor jenis kelamin, faktor keturunan sampai faktor mata
pencarian. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam mempengaruhi atau memberikan pemahaman terhadap
politik melalui sarana pendidikan di lingkungan sekolah secara khusus bagai pemilih pemula dan masyarakat secara umum.
Tujuan penulisan ini adalah agar siswa sebagai masyarakat sekaligus sebagai pemilih pemula dapat memiliki pemahaman secara
mendasar mengenai politik melalui sarana pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik. Sehingga siswa sebagai
pemilih pemula dan masyarakat secara umum melek politik dan mampu untuk menunjukkan sikap partisipatif terhadap politik.
Metode penulisan yang digunakan dalam paper jurnal ini adalah studi kepustakaan dengan didukung oleh hasil penelitian yang
relevan. Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu media sarana pendidikan politik diharapkan dapat meningkatkan
partisipasi politik pada para gerasi muda atau yang sering disebut sebagai pemilih pemula, sehingga dalam penerapan konsep
masyarakat yang demokratis dapat terlaksana dengan baik.
Kata Kunci: Konsep Dasar; Pendidikan Politik; Pemilih Pemula.

Abstract
Politics is the means the most elegant in the grab or get a power. Policies that exist within a country is a political product that is used
by a group of people, in this case is the Government, to influence or change an order of people's lives. Of course it is not easy to
influence or give a political understanding on the community. There are several factors that can affect the dominant understanding
of the political community, namely educational factors, environmental factors, factors of gender, heredity factors to livelihood.
Citizenship education has an important role in influencing or providing an understanding of politics through means of education in
the school environment in particular like a novice voters and the public in General. The purpose of thiswriting is to make the students
as well as community voters beginners can have fundamentally understanding about politics through means of civic education as a
political education. So the student as novice voters and the public in general political literacy and are able to demonstrate
participatory attitude towards politics. Writing method used in this study is a journal paper libraries supported by the results of
relevant research. Citizenship education as one of the media means of political education is expected to increase political
participation on the young gerasi or commonly referred to as novice voters, resulting in the application of the concept of community
Democratic concluded properly.
Keywords: The Basic Concept; Political Education; Novice Voters.

How to Cite: Rahman, A. (2018). Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan
Kewarganegaraan. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10 (1): 44-51.

*Corresponding author: ISSN 2085-482X (Print)


E-mail: asmikarahman89@gamil.com ISSN 2407-7429 (Online)

44
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51.

PENDAHULUAN Tentu bukanlah hal mudah dalam


Di era serba canggih saat ini, kita dituntut mempengaruhi atau memberikan pemahaman
untuk berfikir secara cepat dalam hal apapun, tidak politik terhadap masyarakat (rakyat). Ada
terlepas dalam urusan politik. Politik merupakan beberapa faktor dominan yang dapat
sarana yang paling elegan dalam meraih atau mempengaruhi pemahaman politik masyarakat,
mendapatkan suatu kekuasaan. Kebijakan- yaitu faktor pendidikan, faktor lingkungan, faktor
kebijakan yang ada dalam suatu negara merupakan jenis kelamin, faktor keturunan sampai faktor mata
produk politik yang digunakan oleh sekelompok pencarian. Jika salah satu dari kelima faktor tesebut
orang, dalam hal ini adalah pemerintah, untuk dapat berperan aktif dalam masyarakat, maka akan
mempengaruhi atau merubah suatu tatanan mempengaruhi pemahaman masyarakat terhadap
kehidupan masyarakat. Misalnya kebijakan untuk politik. Dari segi budaya politik juga memiliki peran
menaikkan harga bahan bakar miyak, menaikkan besar dalam pemahaman masyarakat terhadap
harga bahan pokok makanan, menaikkan tarif politik, yaitu seperti dikemukakan oleh Gabriel Al
dasar listrik, menaikkan pajak kendaran bermotor, Almond dan Sidney Verba (1990:21) yang
merubah kurikulum pendidikan, dan lain mengatakan bahwa budaya politik adalah sikap
sebagainya. Maka dari itu masyarakat ditutut untuk orientasi warga negara terhadap sistem politik dan
melek politik atau dengan kata lain faham terhadap aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap
politik, agar tidak mudah terprovokasi atau ditipu peranan warga negara didalam sistem itu.
oleh kebijakan-kebijakan yang tidak pro terhadap Sedangkan menurut Mochtar Mas’oed dan Colin
rakyat. Rakyat mempunyai peran yang sangat Mac Andrew (1986:41) mengatakan budaya politik
penting dalam suatu Negara, karena sukses atau adalah sikap dan orientasi warga suatu negara
tidaknya sebuah pemilu akan diukur dari sebatas terhadap kehidupan pemerintahan negara dan
mana partisipasi masyarakat dalam pemilihan politiknya.
umum tersebut. Baik itu pemilihan umum legislatif, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki
presiden maupun pemilihan umum kepala daerah. peran penting dalam mempengaruhi atau
Pelaksanaan pemilihan umum tersebut selalu memberikan pemahaman terhadap politik melalui
terdapat pemilih pemula. Menurut Undang-Undang sarana pendidikan di lingkungan sekolah secara
No. 10 tahun 2008 Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 khusus bagai pemilih pemula dan masyarakat
serta pasal 20 menyebutkan bahwa pemilih pemula secara umum. Materi-materi yang berkaitan
adalah warga Indonesia yang pada hari pemilihan dengan politik secara eksplisit terdapat pada
atau pemungutan suara adalah warga Negara materi pelajaran di jenjang Sekolah Menengah Atas
Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun dan (SMA) kelas XI (sebelas), yaitu pada BAB Budaya
atau lebih atau sudah/pernah kawin yang Politik. Bab ini menjelaskan tentang pengertian
mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum budaya, politik, budaya politik, tipe-tipe budaya
termasuk pemilih karena ketentuan Undang- politik dan lain sebagainya. Sehingga harapannya,
Undang Pemilu. Pemilih pemula dalam kategori setelah peserta didik selesai menempuh materi ini,
politik adalah kelompok yang baru pertama kali peserta didik mampu untuk mendeskripsikan
menggunakan hak pilihnya (Setiajid, 2011:19). pengertian budaya politik, menganalisis tipe-tipe
Berati kriteria pemilih pemula merupakan mereka budaya politik yang berkembang dalam
yang berusia 17 tahun ke atas atau telah menikah masyarakat, mendeskripsikan pentingnya
atau yang baru pertama kali menggunakan hak sosialisasi pengembangan budaya politik, serta
pilihnya pada saat pemilihan umum dilaksanakan. mampu menampilkan peran serta budaya politik
Salah satu peran masyarakat atau pemilih pemula partisipan. Begitu juga pendidikan politik yang
dalam politik adalah memiliki fungsi kontrol dapat kita berikan kepada masyarakat sekitar pada
terhadap jalannya suatu pemerintahan, dari fungsi umumnya, yaitu dengan cara berperan aktif dalam
inilah sehingga dapat berpengaruh terhadap kegiatan kemasyarakatan seperti ikut rapat RT, ikut
kebijakan-kebijakan yang dibuat, pemerintah harus kegiatan ronda, ikut serta dalam pemilihan umum
mempertimbangkan segala sesuatunya berdasar (Kepala Desa/Dukuh) dan lain sebagainya.
atas keinginan dan kebutuhan rakyatnya, bukan Tujuan penulisan ini adalah agar siswa
karena atas dasar keinginan suatu kelompok saja. sebagai masyarakat sekaligus sebagai pemilih

45
Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan

pemula dapat memiliki pemahaman secara politik merupakan suatu proses dalam bentuk
mendasar mengenai politik melalui sarana “siapa yang mendapatkan apa, kapan dan
pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan bagaimana” (politics as who gets, what, when, and
politik. Sehingga siswa sebagai pemilih pemula dan how). Easton (1981) merumuskan politik sebagai
masyarakat secara umum melek politik dan mampu pola-pola kekuasaan, aturan dan kewenangan,
untuk menunjukkan sikap partisipatif terhadap kehidupan publik, pemerintah, dan konflik.
politik. Adapun manfaat teoritik dari penulisan ini Affandi (1971) berpendapat bahwa yang
adalah bagi penulis dapat memberikan pengalaman dimaksud dengan politik sebenarnya ialah usaha-
yang sangat berharga dalam penyusunan usaha yang dijalankan oleh para warga negara
sistematika pembuatan paper. Penulis juga untuk mencapai kekuasaan dalam negara. Menurut
mendapatkan pengetahuan tentang konsep dasar Budiarjo (2008) politik adalah bermacam-macam
pendidikan politik dalam masyarakat. Penulis juga kegiatan dalam suatu sistem (sosial) yang
menyadari bahwa masih banyak kekurangannya menyangkut proses menentukan dan
dalam penulisan paper ini. Adapun manfaat bagi melaksanakan tujuan.
siswa dan masyarakat luas adalah membentuk
siswa dan masyarakat yang tahu dan faham akan Budaya Politik
kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana siswa Menurut G.A. Almond dan S. Verba (1991),
dan masyarakat dibekali dengan pengetahuan budaya politik adalah sikap orientasi warga negara
budaya politik dan diajarkan tentang bagaimana terhadap sistem politik dan aneka ragam
partisipasi seharusnya. bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga
negara di dalam sistem itu. Menurut Marbun
PEMBAHASAN (2005), budaya politik adalah pandangan politik
Pengertian Politik yang mempengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan
Politik memiliki makna cukup beragam. Ada politik seseorang. Budaya politik lebih
yang menyebutnya dengan seni dan ilmu mengutamakan dimensi psikologis dari suatu
pemerintahan, ilmu tentang negara, dan pembagian sistem politik, yaitu sikap, sistem kepercayaan,
kekuasaan. Pada dasarnya politik berkenaan simbol yang dimiliki individu dan yang
dengan perilaku manusia dalam mendapatkan dilaksanakannya dalam masyarakat.
kekuasaan, menjalankan kekuasaan, dan Menurut Larry Diamond (2003), budaya
mempertahankan kekuasaan. politik adalah keyakinan, sikap, ide-ide, nilai,
Ilmu politik merupakan salah satu ilmu sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentang
tertua dari beberapa cabang ilmu yang ada. Secara sistem politik negeri mereka dan peran masing-
etimologis, politik berasal dari Bahasa Yunani masing individu dalam sistem itu. Menurut Mas’oed
“polis” yang artinya negara kota. Dari istilah polis dan Andrews (1986), budaya politik adalah sikap
ini, berkembang konsep polites yang berarti warga dan orientasi warga suatu negara terhadap
negara dan konsep politikos yang berarti kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.
kewarganegaraan. Dari arti etimologis tersebut, Menurut Almond dan Powell (1966), budaya politik
politik dapat diartikan sebagai sesuatu yang adalah suatu konsep yang terdiri dari sikap,
berhubungan dengan atau antara warga negara keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yang
pada suatu negara kota. Dalam bahasa Inggris, akar sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat,
katanya adalah politics, yang bermakna termasuk pola kecendrungan-kecendrungan
kebijaksanaan (policy). Jika dilihat dari kedua khusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapat
bahasa tersebut, bahasa Yunani dan Inggris, maka pada kelompok-kelompok dalam masyarakat.
politik dapat dipahami sebagai suatu proses dan 1. Tipe-tipe Budaya Politik
sistem penentuan dan pelaksanaan kebijakan yang a. Budaya Politik Parokial (Parochial Political
berkaitan erat dengan warga negara dalam satu Culture)
negara kota (Sitepu, 2012). Budaya Politik ini terbatas pada satu wilayah
Pengertian politik dari para ahli diantaranya atau lingkup yang kecil atau sempit. Pada umumnya
dikemukakan oleh Laswell dkk (1952) bahwa budaya politik ini terdapat dalam masyarakat yang
tradisional dan sederhana. Dalam masyarakat

46
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51.

seperti ini, spesialisasi sangat kecil dan belum dan kesadaran hak, kewajiban dan tanggung jawab
banyak berkembang. terhadap bangsa dan negara.
b. Budaya Politik Subyek (Subject Political Alfian (1990) mengidentifikasi pendidikan
Culture) politik dalam arti kata yang longgar yaitu sosialisasi
Menurut Muchar Mas’oed dan Colin politik adalah bagian langsung dari kehidupan
MacAndrews, budaya politik subjek menunjukkan masyarakat sehari-hari. Disenangi ataukah tidak,
pada orang-orang yang secara pasif patuh pada diketahui ataukah tidak, disadari ataukah tidak, hal
pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang itu dialami oleh anggota-anggota masyarakat, baik
(UU), tetapi tidak melibatkan diri dalam politik penguasa ataupun orang awam. Jadi kalau boleh
ataupun memberikan suara dalam pemilihan. disimpulkan, pendidikan politik (dalam arti kata
c. Budaya Politik Partisipan (Participant yang ketat) dapat diartikan usaha yang sadar untuk
Political Culture) mengubah proses sosialisasi masyarakat sehingga
Menurut Almond dan Verba, budaya politik mereka memahami dan menghayati betul nilai–
partisipan adalah suatu bentuk budaya dimana nilai politik yang terkandung dalam suatu sistem
anggota masyarakat cenderung diorientasikan politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil
secara eskplisit terhadap sistem sebagai penghayatan itu akan menghasilkan/melahirkan
keseluruhan dan terhadap struktur dan proses sikap dan tingkah laku politik baru yang
politik serta administratif. Budaya politik ini mendukung sistem politik yang ideal itu, dan
ditandai oleh adanya kesadaran bahwa dirinya bersamaan dengan itu lahir pula kebudayaan
ataupun orang lain, sebagai anggota aktif dalam politik baru.
kehidupan politik. Ini menunjukkan pada orang Menurut Kantaprawira (2004), pendidikan
orang yang tidak dalam kegiatan politik, paling politik yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
tidak dalam kegiatan pemberian suara (Voting) dan rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara
memperoleh informasi yang cukup banyak tentang maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai paham
kehidupan. kedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyat harus
mampu menjalankan tugas partisipasi. Bentuk-
2. Pendidikan Politik bentuk pendidikan politik dapat dilakukan melalui:
Menurut Gabriel Almond dalam Mas’oed a) Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-
(1986), pendidikan politik adalah bagian dari lain bentuk publikasi massa yang biasa membentuk
sosialisasi politik yang khusus membentuk nilai- pendapat umum; b) Siaran radio dan televisi serta film
nilai politik, yang menunjukkan bagaimana (audio visual media); c) Lembaga atau asosiasi dalam
seharusnya masing-masing masyarakat masyarakat seperti masjid atau gereja tempat
berpartisipasi dalam sistem politiknya. Mohammad menyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikan
Nuh sebagaimana dikutip oleh Wayan Sohib (2009) formal ataupun informal.
mengatakan, pendidikan politik tidak terbatas pada
pengenalan seseorang terhadap peran individu 3. Bentuk dan Proses Pendidikan Politik
dalam partisipasinya dalam pemerintahan, partai Bentuk dan proses sosialisasi atau
politik dan birokrasi. Tetapi pada hakikatnya pendidikan politik menurut Kavang (1998), itu
adalah terbangunnya proses pendawasaan dan terbagi atas dua jenis, yaitu: (a) Bentuk dan proses
pencerdasan seseorang akan tanggung jawab yang bersifat laten atau tersembunyi dimana
individu dan kolektif untuk menyelesaikan kegiatan atau aktivitasnya berlangsung dalam
permasalahan bangsa sesuai otoritasnya yang lembaga-lembaga sosial non politis seperti
mengandung makna mentalitas dan etika dalam lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan
berpolitik. keagamaan, lingkungan kerja maupun lingkungan
Menurut Surono sebagaimana dikutip sekolah atau kampus. (b) Bentuk dan proses yang
Ramdlang Naning (1982:8), pendidikan politik bersifat terbuka di mana aktivitasnya berlangsung
adalah usaha untuk masyarakat politik, dalam arti dalam lembaga politis tertentu (termasuk pemilu
mencerdaskan kehidupan politik rakyat, dan perangkat-perangkatnya).
meningkatkan kesadaran warga terhadap kepekaan Adapun bentuk sosialisasi politik
berdasarkan jumlah peserta (audience) atau massa

47
Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan

yang mengikutinya dibedakan menjadi bentuk terhadap manusia (penculikan, pembunuhan,


umum dan bentuk terbatas. Bentuk umum terjadi perang gerilya dan revolusi).
bila massa (audience) yang melaksanakannya tidak
dibatasi jumlahnya sedangkan bentuk yang 6. Pemilih Pemula
terbatas jumlahnya dibatasi untuk kalangan Pemilih adalah sebagai semua pihak yang
tertentu. menjadi tujuan utama para kontestan untuk
mereka pengaruhi dan keyakinan agar mendukung
4. Partisipasi Politik dan kemudian memberikan suaranya kepada
Secara etimologi kata partisipasi berasal dari kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini
kata latin “Pars” dan “capere”. Pars berarti bagian- dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada
bagian dan capere berarti mengambil atau ikut umumnya. Konstituen adalah kelompok
serta. Jadi diartikan partisipasi adalah “ikut serta masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu
mengambil bagian”. Kemudian dalam bahasa ideology tertentu yang kemudian termanisfestasi
Inggris, disebut participate atau participation dalam institusi politik seperti partai politik
berarti mengambil bagian atau mengambil (Prihatmoko, 2005).
peranan. Rush dan Althoff (2001) mengatakan Pemilih di Indonesia dibagi menjadi tiga
bahwa partisipasi politik adalah keterlibatan kategori. Pertama pemilih rasional, yakni pemilih
individu sampai macam-macam tingkatan di dalam yang benar-benar memilih partai berdasarkan
sistem politik. penilaian dan analisis mendalam. Kedua, pemilih
Menurut Budiardjo (2008), sebagai definisi kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis
umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik dan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula,
adalah kegiatan seorang atau kelompok orang yakni pemilih yang baru pertama kali memilih
untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan karena usia mereka baru memasuki usia pemilih.
politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Pemilih pemula adalah warga negara yang didaftar
negara dan secara langsung atau tidak langsung oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih,
mempengaruhi kebijakan pemerintah (public dan baru mengikuti pemilu (memberikan suara)
policy). Kegiatan ini mencakup kegiatan seperti pertama kali sejak pemilu yang diselenggarakan di
memberikan suara dalam pemilihan umum, Indonesia dengan rentang usia 17-21 tahun
menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (Fenyapwain, 2013).
(contacting) atau lobbying dengan pejabat Pahmi (2010) mengatakan bahwa pemilih
pemerintah atau anggota parlemen, menjadi adalah warga Negara Indonesia yang telah genap
anggota partai, atau salah satu gerakan sosial berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah
dengan direct action dan sebagainya. kawin.
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 2008
5. Bentuk Partisipasi Politik Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20
Menurut (Mas’oed & Andrews 1986) menyebutkan bahwa pemilih pemula adalah warga
partisipasi politik terbagi dalam 2 (dua) bentuk, Indonesia yang pada hari pemilihan atau
yakni secara Konvesional dan Non Konvensional. pemungutan suara adalah warga Negara Indonesia
Hal tersebut adalah: yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih
a. Partisipasi politik secara konvensional adalah atau sudah/pernah kawin yang mempunyai hak
pemberian suara (voting), diskusi politik, pilih, dan sebelumnya belum termasuk pemilih
kegiatan kampanye, membentuk dan karena ketentuan Undang-Undang Pemilu.
bergabung dalam kelompok kepentingan, Sedangkan menurut Suhartono (2009:6)
komunikasi individual dengan pejabat politik pemilih pemula khususnya remaja mempunyai nilai
dan administrasi. kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung
b. Partipasi politik secara non konvensional pada hal-hal yang informal dan mencari
adalah pengajuan petisi demonstrasi, kesenangan, oleh karena itu, semua hal yang
konfrontasi mogok, tindakan politik terhadap kurang menyenangkan akan dihindari.
harta benda (perusakan, pemboman,
pembakaran), tindakan kekerasan politik

48
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51.

7. Teori Perilaku Pemilih (Voting Behavior) tentang partai atau kandidat yang dipilih,
Perilaku pemilih (voting behavior) dapat terutama untuk membuat keputusan apakah
dianalisis dengan tiga pendekatan, antara lain ikut memilih atau tidak ikut memilih (Sitepu,
adalah : 2012).
a. Pendekatan Sosiologis. Keterkaitan antara Studi mengenai perilaku memilih juga
model sosiologis dengan perilaku pemilih dikembangkan oleh Dennis Kavanagh (Imawan
terhadap keanggotaan kelompok mengatakan 1995) sebagai berikut:
bahwa pemilih cenderung mengadopsi pola- a. Structural Approach. Dalam pendekatan ini
pola pemungutan suara dicerminkan oleh struktur social dipandang sebagai basis dari
faktor ekonomi dan kedudukan sosialnya pengelompokan politik. Bahwa tingkah laku
dimana ia berada, terutama dalam politik seseorang, termasuk dalam menentukan
kelompoknya. Pengaruh sosiologis terhadap pilihan politiknya, ditentukan oleh
perilaku pemilih yakni identifikasi kelas sosial pengelompokan sosialnya yang pada umumnya
yakni kesamaan yang dalam pandangan didasarkan atas kelas sosial, agama, desakota,
pemilih ada diantara kedudukan sosial dirinya bahasa dan nasionalisme.
dengan kedudukan sosial partai politik. Namun b. Sociological Approach. Pendekatan ini
juga aspek agama, kelas sosial, etnisitas, berpendapatbahwa tingkah laku politik
gender, dan juga aspek daerah tempat tinggal seseorang dipengaruhi oleh identifikasi serta
(Sitepu, 2012). norma-norma yang dianut oleh satu kelompok.
b. Pendekatan Psikologis. Pemilih yang secara Dalam pendekatan ini, mobilitas seseorang
psikologis terikat dengan partai politik, atau untuk keluar dari satu kelompok dan
berupa kesamaan psikologis yang terlihat bergabung dengan kelompok lain masih
antara diri dan keadaan seseorang dengan dimungkinkan.
partai yang hendak dipilihnya. Lalu kemudian c. Ecological Approach. Pendekatan ini
ada lagi yang namanya identifikasi kelas sosial memandang faktor-faktor yang bersifat
yaitu kesamaan yang dalam pandangan ekologis, seperti daerah, sangat menentukan
pemilih, ada diantara kedudukan sosial dirinya tingkah laku politik seseorang. Misalnya, dalam
dan kedudukan sosial partai politik. Para pendekatan ini percaya bahwa mereka yang
pemilih dilihat sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di daerah pesisir pantai
menidentifikasikan dirinya dengan satu partai lebih bersikap demokratis dibandingkan
politik tertentu. Jadi, intinya adalah bahwa dengan mereka yang berada di pegunungan.
identifikasi seseorang pemilih dengan d. Social Psychological Approach. Dalam
partaipartai politik tidak didasarkan kepada pendekatan ini tingkah laku dan keputusan
kesamaan kelas sosial akan tetapi didasarkan politik seseorang sangat dipengaruhi oleh
pada kesamaan orientasi budaya (Sitepu, interaksi antara factor internal, seperti sistem
2012). kepercayaan, dan factor eksternal, seperti
c. Pendekatan Rasional. Alasan pilihan rasional pengalaman politik. Pendekatan ini
berupa perhitungan tentang untung dan rugi memandang bahwa tingkah laku dan
secara pribadi jikalau seseorang memilih kepercayaan individu menentukan dan
sebuah partai politik (suatu hal yang dapat membentuk norma-norma kelompok.
menjelaskan mudahnya perpindahan e. Rational Choice Approach. Pendekatan ini
seseorang dari partai satu kepartai yang memandang bahwa semakin modernnya serta
lainnya). Pendekatan pilihan rasional melihat makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat,
kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi maka masyarakat akan selalu
untung dan rugi. Oleh sebab itu yang menjadi memperhitungkan keuntungan dan kerugian
pertimbangan adalah tidak hanya “ongkos” yang akan diperoleh bila melakukan satu
memilih dan kemungkinan suaranya dapat tindakan politik.
memengaruhi hasil yang diharapkan. Bagi
pemilih, pertimbangan untung rugi
dipergunakan untuk membangun keputusan

49
Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan

SIMPULAN matakuliah Penulisan Karya Ilmiah. Telah


Siswa sebagai pemilih pemula atau membimbing dan mengarahkan dalam pembuatan
masyarakat secara umum dituntut untuk melek paper jurnal ini. Terimakasih juga kepada prodi
terhadap politik, agar dapat berperan sebagai Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
pengontrol terhadap jalannya pemerintahan yang Program Pascasarjana, sudah memberikan
berkuasa. Untuk menciptakan masyarakat yang kesempatan dalam berkarya dan pengembangan
melek politik, maka diperlukan pendidikan politik diri.
sejak dini. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki
peranan penting dalam memberikan pemahaman DAFTAR PUSTAKA
Affandi, M. (1971). Himpunan Kuliah Ilmu Ilmu
terhadap politik melalui sarana pendidikan di
Kenegaraan. Alumni Bandung.
lingkungan sekolah bagi pemilih pemula. Politik
Alfian. (1990). Masalah dan Prospek Pembangunan Politik
dapat dipahami sebagai suatu proses dan sistem
di Indonesia, Kumpulan Karangan, Jakarta: PT.
penentuan dan pelaksanaan kebijakan yang Gramedia.
berkaitan erat dengan warga negara dalam satu Almond, G. & G. Bingham Powell, Jr. (1966). Comparative
negara kota. Pendidikan politik adalah bagian dari Politics: A Developmental Approach. Boston: Little
sosialisasi politik yang khusus membentuk nilai- Brown and Company Inc.
nilai politik, yang menunjukkan bagaimana Almond, G. & Sidney .V. (1990). Budaya Politik Tingkah
seharusnya masing-masing masyarakat Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
berpartisipasi dalam sistem politiknya. Pendidikan
Budiardjo, M. (2008). Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
politik dalam hal ini dilakukan melalui mata
Gramedia Pustaka Utama.
pelajaran pendidikan kewarganegaraan, secara
Diamond, L. (2003). Developing Democracy: Towards
eksplisit terdapat pada materi pelajaran di jenjang Consolidation. Yogyakarta: IRE Press.
Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI (sebelas), Easton, D. (1981). A Framework for Political Analysis.
yaitu pada BAB Budaya Politik. Partisipasi politik Chicago: The University of Chicago Press.
adalah kegiatan seorang atau kelompok orang Fenyapwain, M.M. (2013). Pengaruh Iklan Politik dalam
untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan Pemilukada Minahasa Terhadap Partisipasi
politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Pemilih Pemula di Desa Tounelet Kecamatan
Kakas. Journal “Acta Diurna” Volume I. No. 1
negara dan secara langsung atau tidak langsung
Tahun 2013.
mempengaruhi kebijakan pemerintah (public
Imawan, R. (1995). Pemilihan Umum 1992. Dinamika
policy). Pemilih pemula adalah warga negara
Pemilih dalam Pemilu 1992. Suatu Evaluasi.
Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih Jakarta: Center for Strategic and International
berdasarkan ketentuan undang-undang pemilihan Studies.
umum dengan usia minimal 17 tahun atau Kantaprawira, R. (2004), Sistem Politik Indonesia, Suatu
sudah/pernah kawin serta baru pertama kali Model Pengantar, Edisi Revisi, Bandung: Sinar
mendapatkan hak suara pada saat pemilu baru Algensindo.
dilaksanakan. Perilaku pemilih (voting behavior) Kavang, D. (1998). Political Culture. Bandung: Armico.
Khalehar, M.F.A,, Ade A.J.S, Ivan S.Z., Prayetno, (2017),
dapat dianalisis dengan tiga pendekatan, antara
Perilaku Memilih Pemilih Pemula pada Proses
lain (a) Pendekatan Sosiologis, (b) Pendekatan
Pemilihan Kepala Desa Laut Dendang Tahun
Psikologis, (c) Pendekatan Rasional. Pendekatan
2016, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 9 (1):
yang digunakan dalam ha ini adalah pendekatan 99-101.
rasional, yaitu pertimbangan untung rugi dalam Kharisma, D. (2015). Peran Pendidikan Politik terhadap
memilih partai atau kandidat calon pemimpin, Partisipasi Politik Pemilih Muda. Jurnal Politico 1
terutama untuk membuat keputusan apakah ikut (7): 1-15.
memilih atau tidak ikut memilih yang dilakukan Laswell, H. D., Lerner, D., & Rothwell, C. E. (1952). The
oleh siswa sebagai pemilih pemula atau masyarakat Comparative Study of Elites. Stanford: Hoover
Institute Studies.
secara umum.
Marbun, B.N. (2005). Kamus Politik. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Mas’oed, M., & Andrews, C. (1986). Perbandingan Sistem
Terimakasih kepada Dr. Marzuki, M.Ag,. dan
Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
DR. Suharno, M.Si. selaku dosen pengampu

50
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 44-51.

Naning, Ramdlang, (1982), Pendidikan Politik dan Sitepu, P. A. (2012). Teori-teori Politik. Yogyakarta: Graha
Regenerasi, Jakarta: Liberty. Ilmu.
Pahmi, S.Y. (2010). Politik Pencitraan. Jakarta: Gunung Suhartono. (2009). Tingkat Kesadaran Politik Pemilih
Press. Pemula Dalam Pilkada; Suatu Refleksi School-
Pasaribu, P., (2017). Peranan Partai Politik dalam Based Democracy Education (Studi Kasus Pilkada
Melaksanakan Pendidikan Politik. JPPUMA: Jurnal Provinsi Banten Jawa Barat)”, (Hasil Penelitian,
Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 5 (1): 51-59 Pascasarjana UPI, 2009) hal 6.
Prihatmoko, J.J. (2005). Pemilihan Kepala Daerah Suharyanto, A. (2017). Pemahaman Siswa Tentang
Langsung. Filosofi, Sistem dan Problema Konsep Demokrasi Dalam Pendidikan
Penerapan di Indonesia. Semarang: Pustaka Kewarganegaraan, dalam Prosiding Seminar
Pelajar. Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial
Rush, M & Althoff, P. (2001). Pengantar Sosiologi Politik. Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1 2017, Hal. 530-534
Setiajid. (2011). Orientasi politik yang mempengaruhi Undang-Undang nomor 10 tahun 2008.Tentang Pemilih
pemilih pemula dalam menggunakan hak pilihnya Pemula.
pada pemilihan Walikota Semarang Tahun 2010.
Integralistik No.1/Th.XXII/211, Januari-Juni 2011,
hal. 18-33.

51

Anda mungkin juga menyukai