Anda di halaman 1dari 5

Peran Politik Islam di Indonesia di Tahun 2024 & Saran Strategi dalam Mengambil

Peran Strategis Dalam Dunia Politik Indonesia

Politik sering didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kewenangan , suatu


pembuatan keputusan secara kolektif, suatu sumber daya yang langkah atau sebagai arena
pertarungan kepentingan. Karena itu politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun non konstitusional. Itulah sebabnya Morgenthau menyatakan memang
ada kecenderungan bahwa meletakkan perjuangan demi kekuasaan adalah jantung politik.
Namun apakah betul kekuasaan menjadi poros utama dalam setiap aktifitas politik tanpa
memperhatikan perkembangan etis maupun moralitas. Tentu saja ini mengingat kenyataan pula
bahwa kekuasaan adalah magnet utama bagi para politisi yang telah menjadi kebiasaan
kesehariaan.
Islam mengakui manusia sebagai makhluk berfikir yang kreatif. Kreatifitas itu perlu
ditujukan untuk pengaturan kehidupan manusia, yang antara lain, melalui penggalian dan
penyusunan aturan-aturan hukum. Al-qur’an mengandung seperangkat tata nilai etika dan hukum
bernegara yang dapat di jadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahaan Negara.
Bentuk dan sistem pemerintahaan negara diserahkan kepada manusia untuk menetapkan dan
mengaturnya. Abdurrahaman Taj menegaskan dengan mengatakan: Setiap umat (bangsa) di
berbagai penjuru dunia ini (boleh) mempunyai politik dan hukum-hukum spesifik yang sesuai
dengan adat, tatanan kehidupan, dan tingkat kemajuanya.
Adapun dalam pemikiran Islam, politik dikenal dengan siyasah, ilmu yang mengurusi
urusan ummat. Pemerintahaan Islam memiliki sistem khalifah sebagai sebuah kesepakatan
berdasarkan kerelaan dan kebebasan memilih tanpa ada pemaksaan dan penyimpangan;
pembentukan pemerintahaan berdasarkan baiat, khalifah adalah wakil para pemberi amanat,
yaitu rakyat. Umat adalah pemberi kekuasaan. Diantara hak pemberi kekuasaan adalah
mengawasi wakilnya.
Pengawasan yang paling utama adalah nasihat. Agama adalah nasihat dan sesungguhnya
hak rakyat untuk bermusyawarah dengan wakilnya Islam menganjurkan untuk mendirikan partai
sesuai dengan ayat diatas, bahwa pengawasan terhadap pemerintah tidak akan berjalan jika tidak
ada peran partai-partai di dalamnya. Secara konteks keindonesiaan bahwa hukum di Indonesia
menganut sebuah prinsip “amar ma’ruf nahi munkar”(menegakkan kebaikan dan mencegah
keburukan).
Peranan politik Islam semakin signifikan di dalam politik nasional, konsep umat memang
sepanjang sejarahnya telah banyak mengilhami imajinasi kaum muslim, khususnya kaum
intelektual Islam sejak periode awal. Terminologi umat muncul lebih dari 60 kali dalam Al-
Qur'an dan memiliki beragam makna, namun dari sejumlah makna tersebut, istilah umat sejak
fase-fase awal Islam telah digunakan untuk melambangkan dan mewujudkan gagasan tentang
komunitas Islam. Dalam Islam, agama dan politik tidak dapat dipisahkan. Menurut Islam, kitab
suci Al-Qur'an memperlakukan kehidupan manusia sebagai suatu keseluruhan organik, artinya
semua bidang kehidupan manusia harus dibimbing oleh petunjuk-petunjuk yang bersumber dari
Al-Qur'an, termasuk di dalamnya kehidupan politik.
Sejak awal umat Islam pada dasarnya adalah umat yang memiliki kesadaran politik. Oleh
karena itu perkembangan politik di Indonesia tidak bisa lepaskan dari perjuangan politik Islam,
terlebih lagi mayoritas atau sebagian besar penduduk Indonesia adalah umat Islam. Meskipun
demikian, ekspresi politik bangsa Indonesia dalam kenyataannya tidak bersifat monolitik, yakni
umat Islam di Indonesia menyebar dan terbagi di berbagai partai. Sejak periode awal
kemerdekaan ekspresi politik umat Islam telah berpolarisasi ke dalam dua golongan, yakni
golongan Islam dan golongan Kebangsaan.
Namun polarisasi itu tidak harus dipahami secara mutual eksklusif, dengan implikasi
turunannya yang satu disebut pro Pancasila, dan yang lain kontra Pancasila. Dalam kenyataannya
baik anggota golongan kebangsaan maupun golongan Islam ternyata tidak juga monopolitik,
pada masing-masing golongan itu selalu ada orang-orang yang berdiri pada posisi sebagai
jembatan penghubung. Politik Islam tidak seharusnya dimaknai secara sempit sebagai agenda
untuk merebut kekuasaan formal, mengabdi kepada umat dibarengi dengan perdebatan
intelektual yang berkualitas.
Indonesia saat ini sudah termasuk negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan
Amerika Serikat. Hal ini juga berarti Indonesia adalah negara demokrasi dengan penduduk
muslim terbesar di dunia. Kita harus bangga bahwa sejak dimulainya sistem pemilihan presiden
langsung pada 2004, semuanya berjalan lancar.
Pada pemilihan presiden 2014 dan 2019 memang hanya ada dua pasangan calon presiden
dan wakil presiden, sehingga tidak bisa dihindari terjadi pembelahan dua kutub calon dan
pemilih (masyarakat). Itu sebuah konsekuensi logis. Namun kita harus bersyukur pada 2014
secara umum semua partai politik dan masyarakat mampu menerimanya dengan baik. Dari
pemilihan presiden 2014 ini dirasakan ada efek bercak-bercak "perpecahan". Namun secara
umum hal itu tidak berefek merusak pemerintahan dan program-programnya. Islam yang
rahmatan lil alamin tentu sangat berperan dalam membangun politik damai. Kasarnya, bila
semua umat Islam sejahtera, berarti Indonesia sejahtera. Bila muslim damai, berarti Indonesia
damai. Inilah hukum bilangan besar dalam ilmu statistika.
Politik bisa diterjemahkan sebagai upaya untuk meraih kekuasaan. Adapun tujuannya
adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat. Kekuasaan hanyalah alat. Maka politik itu bersifat
"jangka pendek", sedangkan keutuhan, kedamaian, dan kesejahteraan masyarakat "jangka
panjang". Jadi sesuatu yang bersifat jangka pendek jangan sampai mengalahkan sesuatu yang
bersifat jangka panjang. Begitu juga ihwal alat. Jangan sampai alat atau cara justru merusak
tujuan.
Strategi dan taktik tidak bisa dipisahkan dalam politik. Bahasa Arab menerjemahkan
politik sebagai siasah/siasat. Dan siasat itu sendiri tidak lain adalah cara. Jadi, siasat dan cara itu
semua adalah alat. Tentu ini boleh dan wajar. Namun, bila cara itu dilandasi Islam sebagai agama
rahmat, semua cara itu harus baik, teratur, dan tidak memecah belah.
Cara-cara dengan memanfaatkan teknologi bisa konstruktif atau destruktif, bergantung
pada kandungannya. Kandungan berupa hoax atau kabar bohong yang dikemas lewat teknologi
sangat berbahaya karena dianggap bukan kebohongan. Teknologi gambar dan suara bisa diatur
sedemikian rupa seolah-olah seseorang mengatakan sesuatu karena orang melihat videonya
padahal itu hasil rekayasa teknologi. Tentu masyarakat awam bisa menelan mentah-mentah
kabar bohong semacam ini. Mereka tidak tahu bahwa semua itu adalah manipulasi berbasis
teknologi. Ini sangat destruktif serta membahayakan kerukunan dan perdamaian.
Hal yang lebih mengerikan lagi adalah penyebaran informasi palsu itu dilakukan oleh
orang-orang yang melek ilmu dan teknologi. Mereka menyebarkannya apabila menguntungkan
kelompoknya, padahal informasi itu bohong dan merugikan kelompok lain. Ujung-ujungnya
terjadi saling benci dan saling menyalahkan. Sebenarnya, yang dirugikan adalah negara
Indonesia sendiri karena energi, waktu, dan dana terbuang untuk menyelesaikannya.
Kerugian ini juga bersifat laten karena akan menyisakan bercak yang terus dibawa ke
generasi penerus. Efek dari semua ini adalah kemunduran peradaban, kerugian ekonomi, dan
ketidakpercayaan negara lain. Untuk membangun kembali kerusakan fatal ini tentu memerlukan
waktu yang sangat panjang. Di sinilah umat Islam Indonesia dapat menyumbangkan peran positif
dan konstruktif bagi perpolitikan negara.

Sebenarnya, banyak negara asing yang mengagumi demokrasi Indonesia dengan penduduk Islam
terbanyak ini. Rasa kagum ini jangan sampai rusak akibat orang dalam sendiri. Untuk
menghadapi politik praktis pemilihan presiden dan pemilihan legislatif serentak, harus dilakukan
perlombaan gagasan, bukan lomba hoax yang membuat masyarakat menjadi sumpek, apatis, atau
bahkan saling curiga dan benci. Islam dengan ketinggian konsepnya diharapkan menjadi rujukan
perbaikan.
Selain itu, upaya yang ditempuh partai politik Islam dalam mewujudkan pemerintahan
ideal: (1) Mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang “Maslhatir-Roiyyah”, yakni
pemerintahan yang mampu menjamin perwujudan kesejahteraan rakyat dan pemenuhan
kebutuhan dasar rakyat, memberikan rasa aman, dan tentram melindungi dan mengayomi rakyat
serta menjaga persatuan Nasional, (2) Mendorong agar penyelenggaraan pemerintahan,
penyelenggaraan negara mendasarkan tindakannya pada kepatuhan hukum dan ketaatan
berkonstitusi, (3) Mendorong upaya penegak hukum pemberantasan tindak pidana korupsi untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.
Jadi dapat disimpulkan bahwa partai politik Islam haruslah berupaya terlibat langsung
dalam membangun sebuah komunikasi politik efektif kepada setiap elemen masyarakat agar
terjalin sebuah kesepahaman bahwa partai politik sebagai pilar demokrasi yang akan
membangun sebuah tatanan pemerintahan yang lebih baik, dan tetap mempersiapkan diri dalam
mengambil posisi strategis dalam pemerintahan dengan melakukan pembenahan di internal partai
khususnya di bidang sumber daya manusia dari kader partai melalui proses rekrutmen kader
yang berkualitas serta akan membawa vivi-misi partai Islam dalam pemerintahan dengan prinsip
amar ma’ruf nahi
mungkar sebagai bentuk pegawasan partai terhadap pemegang kedaulatan dengan tetap patuh
dengan hukum serta tertib dalam menjalankan AD-ART setiap partai sehingga partai memiliki
karakter yang sifatnya visioner, bermartabat. bermoral dan mengedepankan semangat
humanisme.
Politik berkarakter merupakan hal yang penting karena, menyngkut tata cara dalam tindakan
politik, politik karakter sangat dibutuhkan untuk memelihara keharmonisan dalam pergaulan
politik.

Anda mungkin juga menyukai