Anda di halaman 1dari 12

PEMIKIRAN HADIS POLITIK TATA NEGARA IMAM AL

MAWARDI MENUJU PEMILIHAN PRESIDEN 2024


(Telaah Kitab Al-Ahkam Al-Sulthoniyah)
Oleh : Luluk Evirina
Nim : 2230410011

A. PENDAHULUAN
Kasus politik di Indonesia semakin tahun semakin tambah adanya konflik, entah itu dari
partai partai politik maupun dari warga negaranya sendiri, sistem tata negara juga semakin pudar,
banyak sekali sistem ketatanegaraan yang sudah mulai rusak, untuk itu, hadis mencoba memberi
strategi atau prosedur prosedur yang pas untuk menata politik ketatanegaraan di negara kita yaitu
Indonesia. Salah satu kasus politik yang pernah ramai dibicarakan di kalangan masyarakat
indonesia adalah pemilihan umum pada tahun 2019, dimana para calon presiden sibuk
memperdebatkan visi dan misi mereka, saling adu argumen di media sosial, sehingga
menibulkan netijen netijen berkomentar negatif dan saling sindir menyindir satu sama lain.
Tak hanya itu, kasus politik di tahun ini yang sangat viral dan ramai dibicarakan yaitu
penerapan Perppu Cipta Kerja yang menimbulkan banyak pro-kontra. Viktor dalam diskusinya
dengan mengatakan bahwa ternyata pemerintah menerbitkan Perppu 2/2022 tidak memenuhi
amanat serta amar putusan Nomor 91/PUU-XVII/2020 dan tidak memenuhi putusan Nomor
139/PUU-VII/2009. MK (Mahkamah Konstitusi) menilai bahwa UU tersebut cacat formil
lantaran dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur
keterbukaan. Bebrapa partai politik juga banyak yang menolak perppu tersebut, bahkan partai elit
sekalipun, seperti contoh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimuti Yudhoyono (AHY).
AHY mengakui bahwa sejak awal partainya menolak UU Cipta Kerja. Sebab Demokrat telah
banyak mendengar jeritan kaum buruh di berbagai daerah yang menolak UU Cipta Kerja.
Meskipun banyak ditolak, pembuatan UU tetap menggelar rapat pengesahan Perppu
Cipta Kerja lewat rapat Paripurna DPR ke- 19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023,
Selasa (21/3/2023). Rapat tersebut dipimpin oleh ketua DPR RI Puan Maharani. Ketua DPD
PDI-P itu didampingi olrh pimpinan GPR lain yakni Sufmi Dasco Ahmad, Lodewijk F Paulus
dan Rachmat Gobel.

1
1. Hubungan Islam Dengan Politik
Al Qur’an ataupun Hadis sudah banyak menyiggung tentang politik, namun tidak secara
terbuka, butuh penafsiran yang teliti untuk melihat keajaiban Al-Qur’an dan hadis dalam menata
ketatanegaraan.; Sistem pemerintahannya dan kekuasaan negara pun sudah tercantum didalam
Al-Qur’an, sebagaimana yang tercantum dalam surah An-Nisa’ ayat 58-59 yang yang artinya:
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepda pemiliknya. Apabila
kamu menetapkan hukum dia antara manusia, hendaklah kamu menetapkan secara adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Studi Islam dan Politik di Indonesia memanglah suatu hal yang harus di bicarakan,
karena kajian Politik dalam lingkup islam masih minim ditemukan, mungkin sudah banyak
ulama ulama yang menafsirkan ayat ayat politil, namun masih sedikit yang menjadikannya
sebagai kajian. Beberapa contoh kajian yang berkaitan dengan islam dan negara adalah
sebagaimana dilakukan oleh Alan Samson(1968,1978), Deliar Noer (1980), Ahmad Syafi’i
Ma’arif (1983,1985), Muhammad Kamal Hasan, Muslim Intellectual Responses to “New Order”
Modernation in Indonesia (1982).1 (Halim 2005)
Pada tahun 1970-an bentuk kekuasaan mendominasi antara islam dengan pemerintahan
orde baru (hegenomic). Itu semua terbukti atas kuatanya negara indonesia secara ideo-politik
dalam menguasai sosial politik di kalangan masyarakat. Umat islam pada saat itu banyak
menolak akan munculnya konsep modernisasi, para tokoh intelectualnya pun banyak yang
menolak, akhirnya karena tokoh islam banyak yang menolak terjadilah konflik antara islam dan
orde baru. Para intelektual muda yang risau akan hal ini melakukan terobosan dengan cara
mendukung penuh dan memberi respon pro-aktif atas konsep modernisasi.2
Lalu pada akhirnya pada tahun 1980-an, hubungan antara islam dan birokrasi sudah lebih
membaik, keduanya sudah saling bisa mengerti dan timbullah hubungan timbal balik yang saling
bertoleransi. Dalam tahun ini, negara sadar bahwa islam bukanlah suatu pihak yang
dikesampingkan. Di tahun 1990 hubungan antara islam dan orde baru semakin erata, itu ditandai
dengan pedulinya orde baru atas aspirasi aspirasi umat islam, sebagai contoh adalah berdirinya
ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia) 1990. Kedudukan ICMI terhadap birokrasi
adalah harus tetap bersangkutan dengan masalah di dunia politik dengan cara memasukkan nilai
nilai islam ke dalam politik di tengah tengah majemuknya masyarakat Indonesia.3
Islam harus memberi dampak yang banyak bagi dunia politik dengan menumbuhkan
beberapa komponen seperti aqidah, syari’ah dan akhlak. Namun sampai saat ini, islam belum
sepenuhnya mwemegang kekuasaan yang tinggi dalam dunia politik, itu berarti islam harus lebih
melakukan pendekatan pendekatan di dunia politik yang dipelopori oleh ulama ulama tafsir di
dalam islam ataupun tokoh tokoh intelektual islam. Dengan adanya campur aduk islam di dalam

1
Abdul Halim, “Politik Hukum Islam Di Indonesia”, Ciputat Press, Ciputat, 2005, hlm 3
2
Abdul Halim, “Politik Hukum Islam Di Indonesia”, Ciputat Press, Ciputat, 2005, hlm 27-28
3
Abdul Halim, “Politik Hukum Islam Di Indonesia”, Ciputat Press, Ciputat, 2005, hlm 28-29 (Halim, Politik hukum di
Indonesia 2005)

2
dunia politik maka islam dapat menjadi sumber kekuatan atau pengatur sosial yang mapan juga
dapat menjadi sumber inspirasi kultural dan kerangka paradigmatik dalam pemikiran politik.
Oleh karena itu sangatlah penting mencampur adukkan islam dengan dunia politik di indonesia
ini.4
Pada tahun 1945 terjadilah pembentukan Masyumi( guna menyatukan kekuatan\
kekuatan politik umat islam untuk membentuk suatu partai dengan terbentuknya masyumi, maka
berdirilah suatu pekerjaan yang memegang teguh prinsip kepentingan bersama. Masyumi di dlam
dunia politik memegang di bidang pemilihan umum, memegang kekuasaan pemerintahan dan
sebagainya. Dalam catatan, masyumi memiliki delapan anggota istimewa, kedelapan anggota
istimewa itu bergerak di bidang sosial keagamaan seperti mengadakan acara acara dakwah
semacam pengajian, mendirikan rumah sakit, mengelola dan menyantuni anak yatim dan lain
sebagainya. Namun disamping pekerjaannnya dibidang itu, anggota istimewa juga berhak atau
dapat mengusulkan tugas lain yang berguna untuk memajukan umat islam di bidang politik.
Anggota istimewa juga berhak dimintai pendapatnya oleh masyumi. Anggota anggota istimewa
yang melanggar secara nyata dakam hal kedisiplinan maka akan di skors dari anggota dalam
masa sesuai pelanggaran yang ia perbuat, jika pelanggaran yang ia peerbuat sangat vatal, maka
skorsannya pun akan lebih lama.5
Di dalam dunia politik tata negara, sifat ketaatan merupakan sifat yang sangat penting
bagi semua pihak yang masuk dalam dunia politik tersebut. Jika tidak, maka peraturan peraturan
perunfang yndangan akan tidak ada gunanya lagi jika masyarakatnya atau yang di pimpin tidak
taay akan peraturan dan berbubat seenaknya sendiri seolah olah mereka hidup di negara yang
tidak berpolitik. Untuk itu, sikap sadar akan adanya politik harus sudah ditanam sejak dini, agar
muncul sikap taat dalam diri sendiri. Allah SWT sudah jelas menegaskan agar kita taat kepada
Allah, Rasulullah dan para pemimpin kita. Contoh taat kepada Allah SWT adalah dengan
melaksanakan ibadah wajib maupun sunnahnya dan meninggalkan larangannya, contoh taat
kepada Rasulullah adalah dengan mengamalkan sunnahnya seperti hadis hadisnya, contoh taat
kepada pemimpin pemimpin adalah dengan taat dan ikut berpartisipasi kedalam dunia politik
ataupun aturan aturan yang ada di dalam negara.6
Taat merupakan sesuatu yang penting di dalam islam, jika seandainya di dalam negara
rakyatnya tidak taat kepada pemimpin, maka bisa dipastikan sistem di dalam negara tersebut
akan kacau dan negara semakin jauh dari kata berkembang apalagi maju. Namun pemerintah
atau pemimpin juga harus bisa memahami dan peka terhadap rakyatnya, sehingga rakyat akan
makin terbuka dan akan semakintaat kepada pemimpinnya.
Politik Islam juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam nilai nilai kesolidan di dalam
dunia politik, sebab islam mempunyai ad diin wad daulah yang membedakan islam dengan
agama agama yang lain, agama agama yang lain hanya mengajarkan moral, tetapi di dalam islam
tidak hanya moral saja, sistem politik, tata negara, hukum, pemerintahan, ekonomi dan sosial pun

4
Ridwan, “Paradigma Politik NU Relasi Sunni-NUDalam Pemikiran Politik”, Pustaka Pelajar Offset, 2004, hlm 1-2
5
Yusril Ihza Mahendra, “Modenisme Dan Fundamentalis dalam politik Islam”, PT. Temprint, Jakarta, 1999
6
Katimin, “ Politik Islam Studi Tentang Azas, Pemikiran Dan Praktik Dalam Sejarah Politik Umat Islam”, Perdana
publishing, Medan, 2017

3
juga termaktub dalam agama islam tergantung kita mau menafsirkan dan mau mempelajarinya
atau tidak. Islam secara sempurna mengatur semua sisi kehidupan di dunia ini dari mulai hal
terkecil sampai ke hal yang besar, dari mulai kita berpakaian, makan, tidur, sampai dengan
urusan politik, hukum dan ekonomi, untuk itu islam tidak boleh dikesampingkan di dalam dunia
politik.7
Hadis hadis nambi Muhammad SAW juga banyak yang membahas politik politik dan
kepatuhan terhadap pemimpin atau kepala negara, salah satu dari hadisnya yang paling masyhur
adalah ucapan Nabi bahwa orang yang keluar dari jamaah dan ketaatan kepada pemimpin, lalu
meninggal dunia dalam keadaan jahiliyah. Al-Mawardi, sebagaimana yang akan kita jelaskan
nanti tentang hadis hadis politiknya, Al-Mawardi dalam hadis diatas berasal dari Abu Hurairah
yang memerintahkan umat islam agar mendengarkan, mentaati serta mematuhi semua pimpinan
setelah Nabi Muhammad SAW, baik baiknya maupun buruknya.
Imam Al-Mawardi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Ahkam Al-Sulthoniyah yang
nantinya akan kita jadikan sebagai rujuan utama, membahas politik dan aturan aturan tata negara
yang sangatlah spesifik, beliau secara rinci memaparkan ketata negaraan dari mulai
pengangkatan kepala negara, kriteria kriteria pemimpin, jabatan dan lain sebagainya. Untuk itu
pengambilan kitab Al-Ahkam Al-Sulthoniyyah karya Imam Al-Mawardi sebagai rujukan utama
merupakan tindakan yang pas untuk kita mengingat di era sekarang sistem pemerintahan dan
kasus kasus politik di Indonesia semkin banyak terjadi, dan pemilihan tema politik dalam
penulisan ini semoga bisa membantu kita dalam memeilih calon calon kepala negara terutama di
pemilihan presiden 2024 nanti.
2. Mengenal siapa itu Imam Al-Mawardi
Di pembahasan ini, kita akan langsung saja menelaah kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah
karya imam Al-Mawardi. Sebelumnya perlu kita ketahui dulu siapa itu Imam Al-Mawardi,
Nama lengkapnya adalah ‘Ali bin Muhammmad bin Habib Al-Mawardi. Nama
julukannya adalah Abu Al-Hasan dan terkenal dengan panggilan Al-Mawardi. Al-Mawardi dulu
dikenal dengan pada pembuatan dan penjualan al-warad (air mawar), lalu akhirnya keluarganya
pun populer dengan sebutan itu.
Imam Al-Mawardi lahir di kota Basrah, Irak pada tahun 364 H. Di awal awal beliau
berguru, beliau berguru pada Abu Al-Qasim as-Shumairi yang wafat pada tanggal 386. Setelah
Abu al-Qasim as-Shumairi wafat, beliau lalu memilih untuk menempuh pendidikan di Baghdad,
yang pada saat itu kota Baghdad adalah kota yang menjadi pusat pendidikan dan pengetahuan
pada zamannya. Pada saat di Baghdad, imam Al-mawardi berguru pada guru besar dan terkenal
di sana, yaitu, Abu al-Hamid al-Isyfirayini yang wafat pada tanggal 406 H dan pada saat itu
Imam Al-Mawardi menjadi murid spesialnya.
Imam Al-Mawardi belajar bahasa dan sastra kepada Imam Abu Muhammad al-Bafi yang
wafat pada tanggal 398 H. Pada saat itu, Abu Muhammad al-Bafi adalah seorang ulama yang

7
Ahmad Irwan Hamzani, “Politik Islam Sejarah Dan Pemikiran”, PT. Nasya Expanding Management, Pekalongan,
2021

4
paling alim dalam bidang nahwu, sastra, dan balaghah, beliau juga terkenal dengan kehebatannya
dalam berceramah, sehingga iamam Al-Mawardi sangat terpengaruh oleh kehebatan gurunya
yang satu ini. Karena itu Al-Mawardi banyak menimba ilmu oleh Abu Muhammad al-Bafi.
Al-Mawardi adalah salah satu ulama yang fukaha yang menganut pada madzab Syafi’i.
Al-Mawardi sudah sampai tingkatan mujtahid. Al-Mawardi sangat berpegang teguh dan
istiqomah dalam mengikuti madzah imam Syafi’i selama beliau hidup. Belum ada satu buktipun
yang menytakan bahwa Al-Mawardi pindah dalam madzab yang lain semasa hidupnya. Ini
dibuktikan dengan kitab kitab fikih hasil karyanya . karena ketelatenan Al-Mawardi dalam
memngarang kitab kitab fikih dan keseriusannya dalam mengajar, itu membuat Al-Mawardi
sampai pada kedudukan sqadhi al-qudrat (kepala hakim) di tahun 429 H. Bahkan dengan karya
karyanya itu Al-Mawardi mampu tampil sebagai pemimpin madzab Syafi’i.
Dalam penulisannya, Al-mawardi menggunakan gaya yang sangat jelas dan lugas, pilihan
kata dan maknanya juga sangat jelas. Susunan kata dan redaksinya pun begitu serasi. Tak hanya
itu, Al-Mawardi juga terkenal akan akhlaknya yang begitu mulia, dan mempunyai rekam jejak
pergaulan yang bersih. Imam Al-Mawardi memiliki umur 86 tahun dan wafat pada tahun 450 H.
Kitab kitab karya Imam Al-Mawardi antara lain, Al-Iqna’, Al-Ahkam Al-Sulthoniyyah,
Al-Hawi, Qawaninal-Wuzara, Tashil anNadhr, dan Ta’jil ad-Dzafr. Itu adalah kitab kitab karya
Imam Al-Mawardi di bidang fikih, masih banyak lagi kitab kitab karya Imam Al-mawardi di
bidang lainnya.8

Adapun kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah yang akan kita bahas merupakan kitab yang di
tulis Imam Al-Mawardi atas permintaan pimpinan khalifah pada zamannya yaitu Al-Qa’im bi
Amrillah sekitar tahun 422-467 H. Meskipun belum ada bukti bahwa khalifah Al-Qa’im bi
Amrillah lah yang menyuruh penulisan kitab teersebut, namun jika dilihat dari kedudukan Al-
mawardi yang saat itu bergelar Qadhi Qudrat pada tahun 429 H yang taklain adalah masa
pemerintahan Khalifah Al-Qa’im bi Amrillah.
Hukum hukum yang terdapat di dalam kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyyah ini sebagaimana
yang diucapkan sendiri oleh Imam Al-Mawardi sebagai berikut:
“saya sengaja mengkhususkan kitab untuk membahas hukum-hukum yang terkaita
dengan kekuasaan, yang berisi perkara memenga wajib ditaati agar berbagai madzab para
fukaha bisa diketahui dan apa-apa yang menjadi hak dan kewajibannya bisa dipenuhi supaya
adil pelaksanaab dan keputusannya.”
Oleh sebab itu, didalam kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyyah berisi atau menjelaskan
tentang sistem politik, administrasi, keuangan, peperangan, dan sosial di dalam Negara Khalifah
pada zamannya. Dalam penulisannya, Imam Al-Mawardi berpedoman pada Al-Qur’an, As-
Sunnah, ijma’, dan qiyas sebagaiman dalil yang sering digunakan pada mazhab Syafi’i. Imam

8
Imam Al-Mawardi, Ahkam Sulthaniyah; Sistem Pemerintahan Khalifah Islam, Terj. Khalifurrahman Fath dan
Fathurrahman, Jakarta, Qisthi Press, 2014, hal 1-2

5
Al-Mawardi juga menggunakan berbagai pandangan mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik, dan
Imam Syafi’i.
Kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah karya Imam Al-Mawardi terdiri dari dua puluh bab, antara lain
adalah, tentang akad imamah, pengangkatan wizarat, pengangkatan imarah ‘ala al-bilad (kepala
daerah), pengangkatan Imarah ‘ala al-Jihad (panglima perang)dan lain sebagainya. Sampai bab
bab yang menjelaskan tentang jizya, kharaj, hukum ihya’ al-mawat(menghidupkan tanah
mati)dan ekplorasi air, termasuk juga tambang, hima dan irfaq (proteksi lahan dan kepemilikan
umum), hingga diwan (administrasi), ahkam al-jara’i (hukum tindak kriminal), dan hisbah.
Di tinjau dari struktur kebahasannya, kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah memuat berbagai hukum
yang sebagaiman menurut Imam Al-Mawardi dianggap penting untuk menjadi pedoman oleh
para penguasa dan jajarannya, agar bisa menjalankan tugasnya dengan amanah, di sisi lain, kitab
ini juga bermanfaat bagi masyarakat agar dapat mengetahuia hak hak apa saja yang harus
didapati dari sang penguasa, dan agar masyarakat dapat memilih pemimpin dengan baik. Nah,
dengan begitu, untuk menghadapi pemilihan presiden 2024, sangatlah cocok untuk menjadikan
kitab ini sebagai rujukan, agar kita dapat memilih pemimpin yanh benar benar sesuai kriteria
yang baik dan dapat amanah dalam menjalankan tugasnya9

Tetapi, kitab ini masih memuat hukum hukum syara’ yang didalamnya memuat sistem
pemerintahan (nidzam alhukum), sistem ekonomi (nidzam Al’Uqbat), termasuk juga masalah
administrasi dalam satu kitab. Oleh karena itu, kita Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah merupakan kitab
yang memang khusus membahas masalah politik atau peerintahan ketata negaraan.
3. Sistem Politik Tata Negara Dalam Kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah
Mengingat akan pentingnya hukum hukum di dalam pemerintahan, untuk itu perlu kita
membahas atau mempelajari ketatanegaraan untuk memajukan sistem pemerintahan di negara
kita. Dalam pembahasan ini kita akan langsung saja membahas sistem politik tata negara di
dalam kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah.
Kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah memuat dua puluh bab, diantaranya:
Bab Pertama : Pengangkatan Imamah ( kepemimpinan)
Bab Kedua : Pengangkatan Wizarat (para pembantu Khalifah)
Bab Ketiga : Pengangkatan Imarah ‘ala al-bilad (Kepala Daerah)
Bab Keempat : Pengangkatan Imarah al-jihad (Panglima Perang)
Bab Kelima : Peperangan untuk kemslahatan umum;

9
Imam Al-Mawardi, Ahkam Sulthaniyah; Sistem Pemerintahan Khalifah Islam, Terj. Khalifurrahman Fath dan
Fathurrahman, hal 2-3

6
Bab keenam : Otoritas di bidang peradilan;
Bab Ketujuh : kepala seksi tindak kriminal;
Bab Kedelapan : Kepemimpinan warga bernasab mulia;
Bab Kesembilan : Kedudukan imam Shalat;
Bab Kesepuluh : pemimpin jamaah haji;
Bab Kesebelas : Amil zakat;
Bab Kedua belas : Pembagian perolehan harta fa’i dan ghanimah;
Bab Ketiga : Ketentuan jizyah dan kharaj;
Bab Keempat Belas : Ketentuan yang berlaku didaerah berbeda;
Bab Kelima Belas : Ihya’ Al-Mawat ( Menghidupkan lahan mati) dan Eksplorasi air;
Bab Keenam Belas : Hima’ dan Irfaq ( proteksi lahan dan kepemilikan umum);
Bab Ketujuh Belas : Hukum Iqtha’ (pemberian lahan milik negara);
Bab Kedelapan Belas : Diwan (Administrasi) dan ketentuan hukumnya;
Bab Kesembilan Belas : Ahlan Al-Jaraim (hukum tindak kriminal);
Bab Kedua Puluh : Ketentuan seputar hisbah
Dari kedua puluh bab diatas, kami akan menyinggung beberapa bab aja untuk dibahas sebagai
berikut:
a. Pengangkatan Imamah (kepemimpinan)
Nabi bersabda: Tidak halal/boleh bagi tiga orang yang sedang berada (perjalanan) di padang
yang luas kecuali mereka mengangkat salah satunya sebagai pemimpin. (H.R Abu Dawud)
Sanad dari hadis diatas adalah sebagai berikut : nabi Muhammad SAW, Abu Hurairah,
abu Salamah, Nafi’, muhammad Ibnu ‘Ajlan, Hatim bin Ismail, Ali Bin Bahrin, Abu dawud
No Murid Murid Terkenal Abu
Dawud
1 Imam Turmudzi
2 Imam Nasa’i
4 Abu Thayib bin Ibrahim
5 Abu ‘Amr Ahmad bin Ali
6 Ahmad bin Sulaiman An
Najjar
7 Ali bin Hasan bin Al ‘Abd Al
Anshory
8 Muhammad bin Bakr bin

7
Daasah at Tammaar
9 Abu AlibMuhammad bin
Ahmad Al Lu’lu’y
10 Muhammad bin Ahmad bin
Ya’qub Al Matutsy

Dalam pengangkatan pemimpin atau presiden, para ulama fiqh mempunyai perbedaan
pendapat .Pendapat yang paling masyhur dikalangan masyarakat adalah pendapat ulama bahwa
pengangkatan pemimpin atau presiden adalah hukumnya wajib baik itu di dalam negaranya
dalam situasi aman ataupun sedang tidak aman. Pendapat yang kedua adalah bahwa
pengangkatan pemimpin atau presiden hukumnya adalah tidak wajib baik di negara itu dalam
kondisi aman maupun tidak aman.
Pendapat selanjutnya adalah bahwa pengangkatan seorang pemimpin atau presiden hanya
wajib ketika didalam suatu negara sedang tidak aman aman saja, sedangkan bagi negara yang
aman aman saja maka tidak wajib pengangkatan seorang pemimpin atau presiden. Sedangkan
pendapat yang terakhir adalah pengangkatan pemimpin atau presiden itu hanya wajib ketika
negara dalam kondisi aman, namun tidak wajib jika negara dalam kondisi tidak aman.10
Di dalam kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah pengangkatan imamah atau pemimpin atau
juga presiden hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya jika sudah ada yang diangkat menjadi
presiden, maka gugurlah kewajibannya mengangkat orang lain menjadi pemimpin atau presiden.
Namun jika tidak ada seorang pun yang diangkat menjadi pemimpin atau presiden maka harus
dibentuk dua kelompok :
- kelompok pertama : Adalah kelompok yang bertugas untuk memilih pemimpin bagi
umat atau rakyat (atau di negara kita sekarang adalah
dikenal dengan sebutan MPR).
- Kelompok Kedua : Adalah kelompok yang bertugas mengangkat salah satu orang untuk
dijadikan pemimpin atau presiden (disebut juga MPR).
Selain kelompok diatas, tidak ada hukum dosa jika kepemimpinan ditangguhkan. Kedua
kelompok diatas wajib memenuhi syarat syarat yang mu’tabar (legal).11

10
Lukman Arake, Hadis Hadis Politik Dan Pemerintahan, D.I. Yogyakarta, Lintas Nalar,CV, 2020, hal 6-7
11
Imam Al-Mawardi, Ahkam Sulthaniyah; Sistem Pemerintahan Khalifah Islam, Terj. Khalifurrahman Fath
dan Fathurrahman, hal 10-11

8
Syarat-syarat dua kelompok diatas adalah :
1. Adil dalam artian sebagai berikut;
2. Memiliki pengetahuan yang dapat mengantarkannya mampu mengetahui orang yang berhak
diangkat sebagai imam atau pemimpin sesuai dengan syarat syarat yang legal
3. memiliki gagsan dan sikap nijaksana yang membuatnya mampu memilih orang yang paling
layak diangkat menjadi pemimpin atau presiden dan yang paling penting adalah pemimpinatau
presiden yang dipilih adalah orang yang paling arif dalam mengatur berbagai kepentingan.
Syarat syarat kelompok Imamah (kepemimpinan)

Adapun beberapa syarat seorang pemimpin di dalam kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah ada tujuh,
diantaranya adalah :
1. Adil dengan keterangan sebagai berikut;
2. Memiliki pengetahuan yang mampu membuatnya berijtihad di dalam berbagai kasus dan
hukum.
3. Memiliki panca indra yang sehat, baik telinga, mata, maupun mulut sehingga ia dapat secara
langsung menangani persoalan yang diketahuinya.
4. Memiliki organ tubuh yang sehat dan terhindar dari cacat yang dapat menghalanginya dari
menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dengan baik dan cepat
5. Memiliki gagasan yang membuatnya mampu memimpin rakyat dan mengurusi berbagai
kepentingan.
6. Memiliki keberanian dan sifat kesatria yang membuatnya mampu melindungi negara dan
melawan musuh
7. Memiliki nasab dari silsilah suku Quraisy, berdasarkan nash dan ijma’.12 (namun untuk syarat
yang ketujuh ini tidak berlaku bagi negara kita, yaitu indonesia, adapun syarat ketujuh itu dibuat
pada masa khalifah khalifah terdahulu).

Termasuk yang Allah jelaskan dalam surat As-Sajadah, yang artinya

12
Imam Al-Mawardi, Ahkam Sulthaniyah; Sistem Pemerintahan Khalifah Islam, Terj. Khalifurrahman Fath
dan Fathurrahman, hal 11

9
“Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah. Kesabaran dan ketabahan
dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok
yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. (QS. As Sajadah 24)”.
Dan dalam surat Al-Maidah :
“Dan hendaklah kamu (Pemimpin) memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Alloh dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah
kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah
diturunkan Alloh kepadamu (QS. Maaidah :49)”.
Dan dalam surat An-Nahl :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu Pemimpin) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat dan Alloh melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. AN
Nahl 90)”.
Semua surat surat diatas adalah dalil nyata yang menyatakan bagaimana harusnya seorang
pemimpin bersifat adil dan baik bagi rakyatnya.
Di kitab ini dijelaskan, pada saat pengangkatan pemimpin dilakukan dengan dua cara,
pertama penunjukan oleh imam sebelumnya atau pemimpin sebelumnya, pemimpin sebelumnya
yang akan mengangkat pemimpin selanjutnya harus memperhatikan silsilah dari pemimpin yang
akan ditunjuk selanjutnya, dan harus dilihat juga dari segi kelebihan, nasab, dan sifat arif dan
dermawannya kepada rakyat, apabila sudah dipilih, maka pemimpin yang baru langsung saja
dibaiat dan diangkat kepemimpinannya, namun apabila pemimpin yang baru tidak mau dijadikan
pemimpin dengan alasan tidak sanggup, maka ia tidak boleh dipaksa, karena syarat akad untuk
menjadi pemimpin adalah dilandasi rasa kerelaan dan tanpa didasari unsur paksaan ataupun
intimidasi.
Yang kedua adalah, apabila ada dua calon kandidat yang terpilih, maka yang dipilih
adalah yang lebih tua, namun jika pemenangnya adalah yang muda, maka itu tetap sah sah saja.
Jika antara keduanya ada yang lebih pandai dan ada yang lebih berani, maka yang berhak dipilih
adalah yang terlebih dahulu dibutuhkan negaranya saat itu, apabila kondisi negaranya pada saat
itu membutuhkan pemimpin yang pemberani, maka yang berhak dipilih adalah yang lebih berani
daripada yang lebih pintar.
Apabila pada saat itu, negaranya sedang butuh pemimpin yang pandai, maka yang berhak
dipilih adalah pemimpin yang lebih pandai daripada yang lebih berani.13
Apabila pilihan sudah dijatuhkan kepada salah satu keduanya, namun terjadi perebutan
kursi diantara keduanya, untuk menyikapi hal itu sebagian ulama fukaha berkata. “Sungguh

13
Imam Al-Mawardi, Ahkam Sulthaniyah; Sistem Pemerintahan Khalifah Islam, Terj. Khalifurrahman Fath dan
Fathurrahman, hal 11

10
merugi jika keduanya terhalang untuk menduduki kursi imamah (kepemimpinan) dan akhirnya
kursi tersebut diserahkan kepada seseorang yang tidak memiliki keahlian seperti keduanya.”
Sebagian besar ulama mengatakan bahwa perebutan kursi pada masing masing calon
pemimpin bukanlah sesuatu yang tercela dan terlarang, juga bukan sesuatu yang dimurkai, sebab
hal tersebut sudah ada pada masa khalifah khalifah terdahulu, jadi tidak heran jika pada saat ini
di negara kita juga banyak terjadi kasus seperti itu.
Para fukaha juga belum menemukan kata sepakat apabila ada dua kandidat yang
menempati kursi imamah (kepemimpinan) jika mempunyai kedudukan, derajat, kepintaran, dan
kelihaian yang sama.
Nah, namun di negara kita tercinta ini, Indonesia yang sebentar lagi akan ada pemilihan
presiden 2024, presiden dipilih oleh rakyat langsung yang nantinya akan ditimbang lagi oleh
keputusan MPR, oleh karena itu dimohon untuk semua rakyat Indonesia agar memilih pemimpin
yang sesuai dengan kriteria yang sama atau cocok dengan syarat syarat imamah yang sudah kita
sebutkan di atas tadi menurut kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah karya Imam besar yang masyhur
dengan julukan Al-Mawardi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Ahmad Baihaqi, Abu Bakar, Dala’il An Nubuwwah

11
Al-Mawardi, Imam. 2014. Ahkam Sulthaniyah; Sistem Pemerintahan Khalifah Islam. Translated by
Khalifurrahman Fath dan Fathurrahman. Jakarta: Qisthi Press.

Arake, Lukman. 2020. Hadis Hadis Politik Dan Pemerintahan. D.I. Yogyakarta: Lintas Nalar, CV.

Halim, Abdul. 2005. Politik hukum di Indonesia. Ciputat: Ciputat Press.

—. 2005. Politik Hukum Di Indonesia. Ciputat: Ciputat Press.

—. 2005. Politik Hukum Islam Di Indonesia. Ciputat: Ciputat Press.

Hamzani, Ahmad Iewan. 2021. Politik Islam Sejarah Dan Pemikiran. Pekalongan: PT. Nasya Expanding
Management.

Mahendra, Yusril Ihza. 1999. Medernisme Dan Fundamentalis Dalam Politik Islam. Jakarta: PT. Temprint.

Ridwan. 2004. Paradigma Politik NU Relasi Sunni NU Dalam Pemikiran Politik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.

12

Anda mungkin juga menyukai