Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Fathur Pramudya Putra

NIM : 11201120000048

PRODI : 4B Ilmu Politik

EMAIL : fathur.pramudya20@mhs.uinjkt.ac.id

Teori Agama dan Politik:

Hubungan Agama dan Negara dalam Politik Perspektif Islam

Pada sat ini kita akan membahas terkait dengan teori agama dan politik dan saat ini
agama yang menjadi fokus pembahasan kita adalah Islam. Maka dari itu sebelum kita
membahas lebih lanjut mengenai teori agama dan politik maka kita harus mengetahui terlebih
dahulu mengenai pengertian politik. Secara etimologi, kata politik berasal dari bahasa
Yunani, yakni polls yang berarti kota yang berstatus negara kota (city state).1 Dalam negara
kota di zaman Yunani, orang saling berinteraksi guna mencapai kesejahteraan atau kebaikan
menurut Aristoteles.2 Secara umum, Politik sendiri mempunyai dua arti, yaitu dalam arti
kepentingan umum dan kebijaksanaan. Politik dalam arti kepentingan umum adalah
rangkaian asas atau prinsip, keadaan, jalan, cara atau alat yang digunakan untuk mencapai
tujuan. Sedangkan untuk pengertian politik menurut kebijaksanaan adalah penggunaan
pertimbangan tertentu yang dapat menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan
keinginan atau cita-cita yang di kehendaki.3
Politik Islam di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di
dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah
berasal dari kata sasa yasusu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan artinya
Qama Alaiha wa radlaha wa adabbaha (jaga, latih, dan) mendidiknya). alSiyasah juga berarti
mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat keputusan, mengatur kaum, menjalankan
dan memimpinnya. Secera istilah politik islam adalah pengurusan kemaslahatan umat
manusia sesuai dengan syara’. Pengertian siyasah lainya oleh Ibn A’qil, sebagaimana yang
dikutip oleh Ibnu Qayyim, politik Islam adalah segala perbuatan yang membawa manusia
lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipun Rasullah tidak
menetapkannya dan (bahkan) Allah SWT tidak menentukanya. Visi politik menurut syara`,

1
Hidajat Imam, Teori-Teori politik (Malang:Setara Press, 2009), h.2.
2
Basri Seta, Pengantar Ilmu Politik (Yogyakarta: Indie Book Corner, 2011).h.2.
3
Abdul Halim, Relasi Islam politik & Kekuasaan, (Yogyakarta:LKIS Yogyakarta, 2013). H. 23.
realitas harus diselaraskan dengan masalah pengaturan pekerjaan rakyat, baik negara maupun
orang-orang.4

Populisme politik merupakan populisme adalah pendekatan dan/atau gerakan politik


yang mengklaim berbicara atas nama atau mewakili rakyat biasa dalam penghadapan dengan
elit politik atau penguasa politik mapan. ideologi ‘populisme politik’ adalah ‘pemihakan
atau pembelaan pada massa rakyat yang selalu dikorbankan elit politik dan/atau rezim
penguasa. Dengan ideologi ini, pemimpin populisme politik lazimnya digerakkan figur
kharismatik yang fasih dengan retorikanya menyerang elit politik tertentu dan atau rezim
penguasa. Sedangkan untuk populisme islam sendiri secara umum, baik konseptual dan
praksis keagamaan maupun realitas sistem dan praktek politik negara-negara Muslim tidak
memberikan peluang signifikan bagi munculnya populisme politik. Realitas keagamaan,
politik dan ekonomi negara-Negara Barat dimana populisme politik berkembang sangat
berbeda dengan negara-negara Muslim.5
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
partisipasi agama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan sosial semakin
jelas dan kuat, termasuk dalam menjalin relasi, kemungkinan hubungan antara Islam dan
Negara. Karena masalah ini sering menjadi masalah yang mendasarinya. Maka tidak heran
jika pemikiran tentang Islam dan negara ini telah lama dibahas dan diperdebatkan oleh para
ulama. Hubungan antara Islam dan negara di Indonesia, hampir sepanjang sejarahnya,
merupakan hubungan antagonisme dan saling curiga. Hubungan permusuhan ini terutama,
tetapi tidak seluruhnya, karena perbedaan pendapat di antara para pendiri Republik Indonesia
yang mayoritas Muslim tentang arah Indonesia yang baru merdeka. Salah satu poin
terpenting dalam perbedaan pendapat di atas adalah bahwa negara itu "Islam" atau
"nasionalis". Pembangunan negara pertama mengharuskan Islam untuk diakui dan diterima
sebagai dasar ideologis negara. Sementara itu, bangunan negara kedua menyerukan negara
harus didasarkan pada Pancasila sebagai dasar ideologis negara.6

4
Abdullah Zawawi, “Politik Dalam Pandangan Islam”, Jurnal Ummul Qura V (Maret 2015) h.89
5
Azumardi Azra, “Populisme Islam dan Politik”, Jurnal Peradaban 1 (2021) h.5
6
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta:
Democracy, 2011), h. 66
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. Islam Subtantif : Agar Umat tidak Jadi Buruk. Bandung: Mizan, 2000.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara: Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di
Indonesia. Jakarta: Democracy, 2011.

Halim, Abdul. Relasi Islam Politik & Kekuasan. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2013.

Imam, Hidajat. Teori-Teori politik. Malang: Setara press, 2009

Seta, Basri. Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Indie Book Corner, 2011.

Zawawi, Abdullah, “Politik Dalam Pandangan Islam”, Jurnal Ummul Qura V (Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai