Anda di halaman 1dari 29

1

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi.

Demokrasi secara Bahasa atau etimologis yaitu terdapat dua suku kata

yang berasal dari Bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat atau

penduduk suatu wilayah dan “cratein” atau “cratos” berarti suatu

kekuasaan atau kedaulatan. Jadi demokrasi secara Bahasa berarti keadaan

suatu negara dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada ditangan

rakyat, sedangkan kekuasaan tertinggi bersama rakyat, rakyat berkuasa,

pemerintahan rakyat dan kekuasaan rakyat.1

Demokrasi menurut Henry B. Mayo menyatakan demokrasi

sebagai politik yang menentukan kebijakan umum atas dasar mayoritas

oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat didasarkan

ataskesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana kebebasan

politik.2 Menurut Munir Fuady dalam konsep negara demokrasi,

sebenarnya yang dimaksud demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan

dalam suatu negara dimana warga negara secara memiliki hak, kewajiban,

kedudukan, dan kekuasaan yang baik dalam menjalankan kehidupannya

maupun dalam berpartisipasi terhadap kekuasaan negara, dimana rakyat

berhak untuk ikut serta dalam menjalankan negara atau mengawasi

jalannya kekuasaan baik secara langsung misalnya melalui ruang-ruang

1
Bernard L. Tanya, Op Cit, hlm. 13
2
Winarno, Op Cit, hlm.100
2

public maupun melalui wakil-wakilnya yang telah dipilih secara adil dan

jujur dengan pemerintahan yang dijalankan semata-mata untuk

kepentingan rakyat, sehingga sistem pemerintahan dalam negara tersebut

berasal dari rakyat, dijalankan rakyat, untuk kepentingan rakyat (from the

people by the people to the people).3

Secara istilah, demokrasi merupakan dasar hidup bernegara yang

menempatkan rakyat dalam posisi berkuasa (government or role by

people) sehingga pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan

mengenai hidupnya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara karena

kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Demokrasi dapat

dijustifikasikan sebagai government of, by, and for people.4

Suatu pemerintahan dapat dikatakan demokratis apabila dalam

mekanisme pelaksanaannya didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi.

Keberhasilan suatu Negara dalam menerapkan pelaksanaan demokrasi

dapat dinilai berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Mengutip dari

liputan/berita Universitas Gadjah Mada, menurut Boediono Wakil

Presiden Republik Indonesia ke II masa pemerintahan Presiden Susilo

Bambang Yudhyono periode 2009-2014 bahwa pada tahap awal

demokrasi faktor ekonomi sangat menentukan.5

3
Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm.2
4
Bagir Manan, 2003, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII Press, Jogjakarta, hlm. 11.
5
https://www.ugm.ac.id/id/berita/1514-batas-kritis-demokrasi-indonesia-diukur-dari-
penghasilan-per-kapita
3

Syarat Demokrasi berjalan ideal jika tingkat ekonomi yang stabil

dan tingkat pendidikan yang sudah maju. Dengan tingkat ekonomi yang

stabil dan pendidikan yang sudah maju hal itu berdampak pada perilaku

pemilih dan masuk kedalam kategori pemilih rasional. Penulis tertarik

mengambil penelitian di perguruan tinggi dikarenakan perguruan tinggi

merupakan tingkat pendidikan yang sudah maju. Dengan tingkat

pendidikan yang sudah maju tersebut masuk kedalam kategori pemilih

rasional.

Perilaku pemilih rasional mulai banyak terdapat di Indonesia,

terutama sejak lengsernya Soeharto dari pucuk pimpinan negara karena

digusur hembusan angin reformasi. Pemilih jenis ini tidak mementingkan

ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Faktor

seperti paham, asal-usul, nilai tradisional, budaya, agama dan psikografis

memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan. Pemilih

dalam hal ini ingin melepaskan hal-hal yang bersifat dogmatis, tradisional,

dan ikatan lokasi dalam kehidupan politiknya.6

Pada perilaku pemilih jenis tradisional masih merupakan mayoritas

masyarakat di Indonesia. Perilaku jenis ini berbanding terbalik dengan

perilaku jenis rasional dimana masyarakat masih berpegang pada ideologi,

kendati terlihat gejala-gejala semakin berkurangnya antusiasme para

6
Prof. Firmanzah, PH.D, Marketing Politik, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2008, Hal. 120
4

pendukung yang fanatik terhadap suatu partai. 7 Dari penjelasan tersebut,

berbeda dengan Perilaku Pemilih di Kota Jambi. Aspek sosiodemografi

masuk dalam pendekatan sosiologis (Columbia school), yaitu memahami

perilaku memilih seseorang berkaitan erat dengan latar belakang sosial

seseorang. Di dalam penelitian terdahulu aspek sosiodemografi di ukur

pada kedaerahan, etnisitas, dan agama.8

Pada penelitian Juanda, Novi Quintena Rahayu, Ismi Amalia, Arief

Rahman yang berjudul ”Perilaku Memilih/Voting Behavior Pemilih

Pemula Pada Pemilu Serentak 17 April 2019 Di Kota Lhokseumawe

(Studi Kasus Pada Kampus Politeknik Negeri Lhokseumawe). Hasil

penelitian tersebut bahwa faktor dominan yang mempengaruhi pemilih

pemula menggunakan hak pilihnya untuk memilih kandidat yang akan

dipilihnya, faktor tersebut merupakan (1) Citra sosial, (2) identifikasi

partai, (3) Perasaan emosional, (4) Citra kandidat, (5) Isu dan kebijakan

Politik, (6) Pemimpin berjiwa leadership, (7) Peristiwa personal, (8)

Pemimpin bijaksana, (9) Pemimpin berakhlak mulia, (10) Pemimpin yang

bertanggung jawab. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut

diatas

Perilaku pemilih secara sederhana dapat diartikan sebagai perilaku

seseorang dalam menentukan pilihannya yang menurutnya paling cocok


7
Ibid., Hal. 121
8
Wein Arifin, Perilaku Memilih dalam Pemilu, Penerbit Orbit, Yogyakarta, 2017, Hal. 17.
5

atau cocok. Perilaku pemilih dapat dikaitkan dengan adanya proses

pemilihan umum di suatu daerah negara atau wilayah tertentu.9

Studi perilaku memilih (voting behavior) merupakan studi yang

telah menjadi perhatian ilmuwan politik diseluruh dunia, seiring format

pemilihan umum yang menjadi prasyarat demokrasi disuatu negara.

Perilaku memilih merupakan bagian dari khazanah paradigma

behavioralism yang lahir karena faktor ketidakpuasan kalangan ilmuwan

politik terhadap prosedur atau cara melakukan studi politik tradisional.10

Perilaku memilih didefinisikan sebagai proses menentukan pilihan

politik dalam pemilu. Yang dimaksud proses adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihan politiknya.

Berdasarkan penjelasan tersebut penulis mengambil beberapa faktor

pendekatan perilaku pemilih, antara lain ialah :

a. Pemilih Rasional

Dalam konfigurasi pertama terdapat pemilih rasional (rational

voter). Dalam konfigurasi ini, pemilih memiliki orientasi tinggi pada

‘policy-problem-solving’ dan berorientasi rendah untuk faktor

ideologi. Pemilih dalam hal ini mengutamakan kemampuan partai

politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Program kerja

atau “platform” partai bisa dianalisis dalam dua hal: (1) kinerja partai
9
Alfrid Sentosa, Betty Karya, Perilaku Pemilih Pemula dalam Pilkada, Penerbit NEM, Bojong,2022,
hlm.9
10
Wein Arifin, Perilaku Memilih Dalam Pemilu, Orbit, Caturtunggal, 2020. Hal.14.
6

dimasa lampau (backward-looking), dan (2) tawaran program untuk

menyelesaikan permasalahan nasional yang ada (forward-looking).

Kedua hal tersebut sama-sama mempengaruhi pemilih.11

Hal yang terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa (dan

yang telah) dilakukan oleh sebuah partai atau kontestan. Oleh karena

itu, Ketika sebuah paartai atau calon kontestan ingin menarik perhatian

pemilih dalam matriks ini, mereka harus mengedepankan solusi logis

akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya,

hubungan luar negeri, pemerataan pendapatan, disintegrasi nasional,

dan lain-lain.12

Pemilih tipe ini tidak akan segan-segan “pindah ke lain hati”, dengan

beralih dari sebuah partai politik atau seorang kontestan ke partai

politik lain atau kontestan lain ketika mereka dianggap tidak mampu

menyelesaikan permasalahan nasional. Pemilih jenis ini mulai banyak

terdapat di Indonesia.

b. Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini adalah pemilih yang krtis. Artinya mereka akan

selalu menganalisis kaitan antara sistem nilai partai (ideologi) dengan

kebijakan yang dibuat. Tiga kemungkinan akan muncul Ketika

11
Prof. Firmanzah. PH.D, Marketing Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008. Hal. 120.
12
Ibid., hlm. 121.
7

terdapat perbedaan antara nilai ideologi dengan “platform” partai : (1)

memberikan kritik internal, (2) frustasi, dan (3) membuat partai baru

yang memiliki kemiripan karakteristik ideologi dengan partai lama.

Kritik bisa juga disuarakan melalui mekanisme partai politik seperti

rapat internal, rapat rutin, pleno, dan munas. Ketika pemilih tidak

merasa kritikannya tidak difasilitasi oleh mekanisme internal partai

politik, mereka cenderung menyuarakannya melalui mekanisme

eksternal partai, umpamanya melalui media massa seperti televisi,

radio, dan sebagainya. Frustasi adalah posisi yang paling sulit bagi

pemilih jenis ini. Di satu sisi, mereka merasa bahwa ideologi suatu

partai atau seorang kontestan adalah yang paling sesuai dengan

karakter mereka, di sisi lain mereka merasakan adanya ketidaksesuaian

dengan kebijakan yang akan dilakukan partai. Pembuatan partai

biasanya harus dipelopori oleh tokoh-tokoh yang tidak puas akan

kebijakan sebuah partai. Mereka memiliki kemampuan untuk

menggalang massa, ide, konsep, dan reputasi untuk membuat partai

tandingan dengan niliai ideologi yang biasanya tidak berbeda jauh

dengan partai sebelumnya. Pemilih jenis ini harus di-manage sebaik

mungkin oleh sebuah partai politik atau seorang kontestan.13

c. Pemilih Tradisional

Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya,

nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih


13
Ibid., Hal.122
8

sebuah partai politik. Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan,

pemerataan pendapatan, dan pendidikan, dan pengurangan angka

inflasi dianggap sebagai parameter kedua. Biasanya jenis pemilih ini

lebih mengutamakan figure dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai

historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu

karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan

yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta paham

yang dianut.14

Di Indonesia, pemilih jenis ini masih merupakan mayoritas. Secara

umum, masyarakat masih berpegang pada ideologi, kendati terlihat

gejala-gejala semakin berkurangnya antusiasme para pendukung yang

fanatic terhadap suatu partai.

d. Pemilih Skeptis

Pemilih jenis ini adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi

yang cukup tinggi terhadap partai politik atau seorang kontestan dan

juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Mereka

juga kurang memedulikan “platform” dan kebijakan sebuah partai

politik. Golongan putih (golput) di Indonesia atau dimanapun sangat

didominasi oleh jenis pemilihan ini. kalaupun berpartisipasi dalam

pemungutan suara, biasanya mereka melakukannya secara acak atau

random. Mereka berkeyakinan bahwa siapa pun dan dari partai apa pun
14
Ibid., Hal.123
9

yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa kea rah

perbaikan yang mereka harapkan.15

Menjadi tanggung jawab bersama untuk memberikan kepercayaan bagi

jenis pemilih ini, karena pemilihan umum dianggap sebagai salah satu

pilar bagi berjalannya sebuah sistem demokrasi (Golder, 2005).

15
Ibid., Hal.124
10

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan Pilkada tentu

menunjukkan perilaku yang berbeda-beda atau disebut dengan perilaku

pemilih. Ada pemilih yang terlibat aktif dalam kegiatan Pilkada atas

pertimbangan rasional mereka, ada pemilih yang terlibat karena

kebutuhan psikologinya dari hasil pilkada tersebut, serta adapula

pemilih yang terlibat dalam kegiatan pilkada karena adanya pengaruh

dari lingkungan terdekat.

Selain itu, perilaku pemilih juga bisa ditunjukkan dengan aktif atau

tidaknya seorang pemilih dalam setiap tahapan Pilkada. Pemilih yang

berprilaku aktif adalah mereka yang terlibat dalam seluruh kegiatan

Pilkada mulai dari kampanye, menjadi tim sukses, sosialisasi hingga

memberikan hak pilihnhya, sedangkan pemilih yang pasif adalah

mereka yang hanya dating pada saat pemungutan suara atau bahkan

tidak menggunakan suaranya sama sekali.

Semua warga yang telah memenuhi syarat menjadi pemilih dapat

menggunakan hak pilihnya dengan tepat, termasuk di dalamnya

pemilih pemula. Dengan demikian keberadaan pemilih pemula yang

baru mempunyai hak suara untuk turut memilih dalam Pemilih Umum

pun menjadi penting.16

Pemilih pemula ini dapat pula disebut sebagai pemilih muda yang

memiliki sifat dan karakter, latar belakang, pengalaman dan tantangan

yang bereda-beda. Sebagian besar dari pemilih pemula berasal dari


16
Indra Richard Rompas, Perilaku Pemilih Pemula Pda Pemilihan Umum Tahun 2019 Di Desa
Bongkudai Selatan Kecamatan Moat Kabupaten Bolaang Mongodow Timur, Jurnal ILmu Politik,
Volume 1, Nomor 1, 2020, hlm.1
11

kalangan pelajar yang mudah tersentuh kemajuan teknoologi informasi

dan sangat fasih menggunakan fasilitas dan jejaring sosial, tingkat

keingintahuan mereka terhadap pemilu juga besar sehingga mereka

terbuka untuk mempelajari hal-hal baru.17 Partisipasi politik untuk

mpemilih pemula biasanya berasal dari kalangan siswa

SMA/SMK/MA dan mahasiswa semester awal, karena kegiatan ini

bukan hanya pada soal bagaimana mencoblos tanda gambar, melainkan

kesadaran dan pendewasaan politik yang perlu ditumbuhkan sejak

awal. Pemilih pemula yang baru pertama kali menggunakan hak suara

untuk memilih belum sepenuhnya paham terhadap kegiatan dalam

pemilihan umum, mereka mungkin saja mengalami kebingungan untuk

memilih siapa yang akan dipilih para wakil rakyatnya. Namun, para

pemilih pemula harus menyadari bahwa kegiatan Pemilu menentukan

masa depannya serta masyarakat dan bangsanya.18

Undang – Undang No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum

menyebutkan bahwa pemilih pemula adalah mereka yang baru pertama

kali untuk memilih dan telah berusia 17 tahun atau lebih atau

sudah/pernah menikah mempunyai hak memilih dalam pemilihan

umum (dan Pemilukada).19 Pemilih dalam setiap pemilihan umum

didaftarkan melalui pendataan yang dilakukan oleh petugas yang

ditunjuk oleh penyelenggara pemilihan umum. Pengetahuan mereka

17
Primandha Sukma Nur Wardhani, Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum,
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, Volume 10, Nomor 1, 2018, hlm. 58
18
Indra Richard Rompas, Loc.cit
19
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008
12

terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya, yang

membedakan adalah soal antusiasme dan preferensi.

Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang

dapat memilih adalah :

1. WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.

2. Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.

3. Terdaftar sebagai pemilih

4. Bukan anggota TNI / Polri (Purnawirawan / Sudah tidak ;agi

menjadi anggota TNI / Kepolisian).

5. Tidak sedang dicabut hak pilihnya.

6. Terdaftar di DPT

7. Khusus untuk Pemilukada calon pemilih harus berdomisi

sekurang-kurangnya 6 (enam) bul;an didaerah yang bersangkutan.

Pemilih pemula yang terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih

dengan rentang usia 17-22 tahun menjadi segmen yang memang unik,

seringkali memunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas.

Disebut unik, sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi,

relative lebih rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar polusi

pragmatism. Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi sementara

keputusan pilihan yang belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih

pemula sebagai swing vooters yang sesungguhnya.20 Pilihan politik mereka

20
Litbang Kompas/Gianie, “Memetakan Minat Pemilih Pemula”, (Online:
www.Indoensiamemilih.com)
13

belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu, terutama oleh orang

terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orangtua hingga kerabat dan

teman. Selain itu, media massa juga ikut berpengaruh terhadap pilihan

pemilih pemula. Hal ini dapat berupa berita di televisi, spanduk, brosur,

poster, dan lain-lain. Pemilih pemula khususnya remaja (berusia 17 tahun)

mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-

hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal

yang kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari

kesenangan, kelompok sebaya adalah paling penting dalam kehidupan

seorang remaja,sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok

teman sendiri dalam pergaulan.21 Pemilih pemula yang baru memasuki

usia hak pilih juga belum memiliki jangkauan politik yang luas, untuk

menentukan kemana mereka harus memilih. Sehingga, terkadang apa yang

mereka pilih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Alasan ini yang

menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk dipengaruhi dan

didekati dengan pendekatan materi politik kepentingan partai-partai

politik. Ketidaktahuan dalam sosal politik praktis, terlebih dengan pilihan-

pilihan dalam pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering tidak

berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek.

Pada tahun 2020 lalu, Indonesia melaksanakan Pilkada secara

serentak diseluruh Provinsi, termasuk Provinsi Jambi. Pada saat itu


21
Suhartono, “Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam PILKADA; suatu Refleksi School-
Based democracy Education (Studi Kasus Pilkada Provinsi Banten Jawa Barat)”, (Hasil Penelitian,
Pascasarjana UPI,2009) hal. 6
14

Provinsi Jambi melaksanakan Pilkada untuk memilih Gubernur dan Wakil

Gubernur Provinsi Jambi, serta beberapa Bupati dan Wakil Bupati, seperti

yang terjadi di Kota jambi yang melaksanakan pemilihan Gubernur dan

Wakil Gubernur Provinsi Jambi periode 2021–2025.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis menyusun

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Perilaku Memilih (voting behavior) Pemilih Pemula dalam

Pemilihan Kepala Daerah tahun 2020?

2. Apakah faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku pemilih

pemula dalam PILKADA serentak tahun 2020?

C. Tujuan penelitian

Dari rumusan masalah diatas, Adapun yang menjadi tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis perilaku memilih (voting behavior) pemilih

pemula dalam PILKADA serentak tahun 2020.

2. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh pada perilaku memilih

pemilih pemula dalam PILKADA serentak tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian
15

Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini,

berikut uraiannya antara lain :

1. Memahami Perilaku Memilih (Voting Behavior) Pemilih

Pemula pada PILKADA serentak tahun 2020.

2. Mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap

Perilaku Memilih (Voting Behavior) Pemilih Pemula pada

PILKADA serentak tahun 2020.

E. Landasan Teori

Teori menjadi payung peneliti dalam menganalisis masalah yang

ditemukan di lapangan. Sejumlah teori akan mendeskripsikan indicator

dan mengidentifikasi masalah serta alat untuk memecahkan masalah di

lapangan sesuai dengan variabel dan topik penelitian.22 Berikut sejumlah

teori yang peneliti gunakan :

E.1 Perilaku Pemilih (VOTING BEHAVIOR)

Perilaku Pemilih sebagai suatu keterikatan seseorang untuk

memberikan suara dalam proses pemilihan umum berdasarkan psikologis,

faktor sosiologis dan faktor rasionalitas si pemilih disebut dengan teori

Voting Behavior.23 Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah

laku seseorang dalam menemukan pilihannya yang dirasa paling disukai

atau paling cocok. Secara umum teori tentang perilaku pemilih

dikategorikan kedalam dua kubu yaitu, “Mazhab Colombia dan Mazhab

22
(Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2019), hal. 67.)
23
Kristiadi J, Pemilihan Umum dan Prilaku Pemilih di Indonesia, (Jakarta: Prisma, 1996), hlm.76
16

Michigan”. Mazhab Colombia menekankan pada faktor sosiologis dalam

membentuk perilaku masyarakat dalam menentukan pilihan di pemilu.

Model ini melihat masyarakat sebagai satu kesatuan kelompok yang

bersifat vertical dari tingkat yang terbawah hingga yang teratas. Dalam

kegiatannya Affan Gafar yang merupakan penganut pendekatan ini

mengungkapkan bahwa masyarakat terstruktur oleh norma-norma dasar

sosial yang berdasarkan atas pengelompokkan sosiologis seperti agama,

kelas (status sosial_, pekerjaan, umur, jenis kelamin dianggap mempunyai

peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku memilih.

Oleh karena itu preferensi pilihan terhadap suatu partai politik merupakan

suatu produk dari karakteristik sosial individu yang bersangkutan.24

E.2 Pendekatan Perilaku Memilih

Terdapat beberapa pendekatan pilihan rasonal yang melihat

perilaku memilih, antara lain:

a. Pendekatan sosiologis

Pendekatan ini biasa juga disebut dengan mazhab Colombia. Cikal

bakalnya berasal dari Eropa, model ini kemudian dikembangkan oleh

para sosiolog Amerika Serikat yang mempunyai latar belakang Eropa.

Pendekatan sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih

dalam kaitan dengan konteks sosial. Konkretnya, pilihan seseorang

dalam pemilu dilatar belakangi oleh demografi dan sosial ekonomi

seperti usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga,


24
Affan Gafar, Politik Indonesia Transisi menuju Demokrasi, (Jakarta: Grafindo, 1996), hlm. 67-68
17

kegiatan-kegiatan dalam kegiatan formal dan informal lainnya

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukkan

pilihan-pilihan politik.25

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan kosnep

psikologis (terutama konsep sosialis dan sikap) untuk menjelaskan

perilaku memilih seseorang. Aliran yang menggunakan pendekatan

sosiologis dalam menganalisis voting behavior ini menyatakan bahwa

preferensi politik termasuk preferensi pemberian suara di kotak

pemilihan seseorang merupakan produk dari karakateristik sosial

ekonomi dimana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama dan

seterusnya. Dalam status sosial ekonomi terdapat beberapa indicator

yang digunakan untuk melakukan analisis tentang suatu hubungan atau

pengaruh, yaitu antara lain Pendidikan, pekerjaan, pendapatan, atau

kekayaan.

b. Pendekatan Psikologis

Pendekatan ini di kembangkan oleh mahzab Michigan Efriza

(2012). The Survey Center di Ann Arbor yang memusatkan

perhatiannya pada individu. Pendekatan psikologis, yang sering

disebut dengan Mazhab Michigan (the Michigan Survey Research

Center) lebih menekankan pada pengaruh faktor psikologis seseorang

dalam menentukan perilaku politik. Pendekatan psikologi ini

mengembangkan konsep psikologi, khususnya konsep sikap dan

sosialisasi dalam menjelaskan perilaku seseorang.


25
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 2010). hlm. 186
18

Munculnya pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan

beberapa ilmuwan politik terhadap pendekatan sosiologis. Beberapa

ilmuwan yang menganut pendekatan psikologis ini menganggap

pendekatan sosiologis secara metodologis sulit dilaksanakan, terutama

dalam aspek pengukurannya. Pendekatan ini melihat fakto psikologis

yang melatarbelakangi pilihan seseorang. Konsep yang ditawarkan

adalah identifikasi partai. Konsep ini mengacu pada proses pemilih

melalui nama seseorang yang merasa dekat dengan salah satu partai.

Identifikasi partai diartikan sebagai perasaan yang sangat dekat yang

dimiliki oleh seseorang terhadap salah satu partai.26

Pendekatan psikologis berasumsi bahwa keputusan seorang

individu dalam memberikan suara kepada kandidat tertentu merupakan

persoalan respon psikologis. Pendekatan psikologis mensyaratkan

adanya “kecerdasan” dan rasionalitas pemilih dalam menentukan

pilihannya. Pada pendekatan psikologis penekanan lebih pada individu

itu sendiri. Menurut psikologis, ada tiga faktor yang berpengaruh

terhadap perilaku pemilih. Tiga faktor tersebut adalah identifikasi

partai, orientasi isu atau teman dan orientasi kandidat. Identifikasi

partai yang dimaksud disini adalah sekedar partai apa yang dipilih

tetapi juga tingkat identifikasi individu terhadap partai tersebut.

Menurut Philip Converse dalam Affan Gaffar, “identifikasi partai

diartikan sebagai keyakinan yang diperoleh dari orang tua dimasa

muda dan dalam banyak kasus, keyakinan tersebut tetap membekas


26
Ibid.
19

sepanjang hidup, walaupun semakin kuat atau memudar selama masa

dewasa27

c. Pendekatan Rasionalitas

Dua pendekatan terdahulu menempatkan pemilih pada waktu dan

ruang kosong baik secara implisit maupun eksplisit. Mereka

beranggapan bahwa perilaku pemilih bukanlah keputusan yang dibuat

menjelang atau ketika ada di bilik suara, tetapi sudah ditentukan jauh

sebelumnya, bahkan jauh sebelum kampanye dimulai. Karakteristik

sosiologis, latar belakang keluarga, sosialisasi, pengalaman hidup

merupakan variabel yang mempengaruhi perilaku politik seseorang.

Tetapi pada kenyataannya, ada sebagian pemilih yang mengubah

pilihan politiknya dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Ini

disebabkan oleh ketergantungan pada peristiwa-peristiwa politik

tertentu yang bisa saja mengubah preferensi politik seseorang. Ada

faktor situasional yang mempengaruhi perilaku pemilih. Faktor

situasional ini bisa berupa isu-isu politik pada kandidat yang

dicalonkan. Isu-isu politik ini menjadi bahan pertimbangan yang

penting dimana para pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan

penilaian terhadap isu-isu politik. Artinya pemilih pemula dapat

menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

rasional.28 Pendekatan pilihan rasional diartikan sebagai pendekatan

memilih sebagai produksi kalkulasi untung dan rugi. Bagi pemilih


27
Ibid,
28
Muhamad Asfar, Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Prilaku Pemilih, Edisi No. 16.
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), hlm.34
20

pertimbangan untung dan rugi digunakan untuk membuat keputusan

tentang partai atau kandidat yang dipilih terutama untuk membuat

keputusan apakah ikut memilih atau tidak memilih. 29 Pendekatan

rasional membawa kita pada kesimpulan bahwa para pemilih benar-

benar rasional. Para pemilih melakukan penilaian yang valid terhadap

visi, misi dan program kerja partai dan kandidat. Pemilih rasional

memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan, dan informasi yang cukup.

Tindakan mereka bukanlah karena factor kebetulan atau kebiasaan, dan

tidak semata-mata untuk kepetingan diri sendiri, melainkan juga untuk

kepentingan umum, menurut pikiran dan pertimbangannya yang logis.

F. Kerangka Pikir

Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini adalah sebagai

berikut: Penelitian ini berusaha melihat perilaku memilih pemula 1

pada pilkada 2020 di Program Studi Ilmu Politik Universitas Jambi.

Guna melihat perilaku pemilih pemula ada tiga pendekatan yang

digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih pemula. Pendekatan

sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan rasional.

Gambar 1.

Kerangka Pemikiran Perilaku Pemilih Pemilih Pemula pada Pilkada 2020

Pilkada tahun 2020

29
Surbakti Ramlan, Op.cit, hlm. 186
21

Pemilih Pemula di Program Studi


Ilmu Politik Universitas Jambi

Perilaku Pemilih

Pendekatan Sosiologis Pendekatan Psikologis Pendekatan Rasionalitas

1. usia, jenis kelamin, agama,


1. latar belakang
pekerjaan, 1. identifikasi partai keluarga
2. latar belakang keluarga, 2. orientasi isu atau 2. sosialisasi
kegiatan-kegiatan dalam teman 3. pengalaman
kegiatan formal dan 3. orientasi kandidat. hidup
informal.

Perilaku Memilih Pemilih


Dari bagan diatas maka, perilaku pemilih pemilih pemula di Kota Jambi
Pemula pada Pilkada 2020
studi kasus Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Jambi diukur

berdasarkan pendekatan sosiologis,psikologis, dan rasionalitas. Pendekatan

sosiologis lebih menekankan pada perilaku pemilih karena adanya faktor dari

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman-temannya atau

sekitarnya.
22

Selanjutnya untuk perilaku memilih berdsarkan pendekatan psikologis

diukur berdasarkan faktor pengetahuan pemilih tentang calon kepala daerah yang

akan dipilih, serta adanya kebutuhan yang dimiliki oleh pemilih pemula Ketika

memilih salah satu calon kepala daerah.

G. Metode Penelitian

G.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati.30 Metode penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi

yang wajar (natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat

kualitatif. Metode kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis

yang mengutamakan penghayatan dan berusaha untuk memahami serta

menafsirkan makna sesuatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia

dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.

Pembahasan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik, yaitu

data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka

statistic, melainkan dalam bentuk narasi. Dengan memberi pemaparan

gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif.

Dalam penelitian ini akan diperoleh gambaran mengenai Perilaku Memilih

Pemilih Pemula di Kota Jambi.

G.2 Lokasi Penelitian

30
Moleong, Lexy J, Meteodologi penelitian kualitatif, (Bandung: Rosdakarya,1977), hal. 33
23

Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah Program Studi Ilmu

Politik Universitas Jambi yang beralamat di Jl. Jambi – Muara Bulian

No.KM. 15, Mendalo Darat, Kec. Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro

Jambi, Jambi. Hal ini dikarenakan Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik

Universitas Jambi merupakan isntansi Pendidikan yang paling tinggi

tingkatannya di wilayah tersebut dan terdapat pemilih pemula.

G.3 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini mengungkapkan apa yang dikumpulkan dan

dalam pelaksanaanya bisa menambah dan memperluas dan menggeser

focus penelitian. Pembatasan dalam penelitian kualitatif ini lebih

didasarkan pada tingkat kepentingan/urgensi dari masalah yang dihadapi

dalam penelitian ini. Fokus dalam penelitian ini adalah Perilaku Memilih

Pemilih Pemula pada Pilkada Serentak Tahun 2020.

G.4 Sumber Data

Guna mendapatkan suatu laporan pengamatan yang baik dan

terarah maka diperlukan data yang lengkap dan relevan dengan persoalan

yang dihadapi, sehingga dapat dipercaya kebenarannya. Sumber data

mengemukakan tentang sumber data yang digunakan dalam kegiatan

penelitian. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:


24

a) Data Primer adalah data yang langsung diperoleh dari lokasi

penelitian atau objek penelitian.31 Dalam kaitannya dengan

penelitian mengenai perilaku memilih pemilih pemula pada

pilkada serentak tahun 2020.

b) Data Sekunder adalah data-data yang diperoleh dan digunakan

untuk mendukung data primer.32 Adapun data skunder tersebut

dapat bersumber dari buku-buku, catatan KPU, literatur dan

penelitian-penelitian terdahulu yang telah dipublikasikan.

G.5 Teknik Penentuan Informan

Penelitian selalu dihadapkan pada sumber informasi (informan)

yang akan memberikan informasi yang sesuai dengan permasalahan dan

fokus penelitian. Informan merupakan orang yang akan menjawab

pertanyaan-pertanyaan pada saat wawancara yang dilakukan sebagai cara

pengumpulan data secara kualitatif. Penentuan sampel dalam penelitian

kualitatif tidak didasarkan perhitungan statistic. Sampel yang dipilih

berfungsi untuk mendapatkan infoirmasi yang maksimum, bukan untuk

digeneralisasikan.33

Adapun Teknik yang digunakan dalam penentuan informan

menggunakan Purposove Sampling artinya, mengambil informan atau

narasumber dengan tujuan tertentu sesuai dengan tema penelitian karena

31
Bambang Prasetyo. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasinya. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada 2013) hlm.125
32
Ibid, 126
33
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2017), hlm. 219
25

orang tersebut dianggap memiliki informasi yang diperlukan bagi

penelitian.

Informan penelitian dipilih berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan, dimana kriteria tersebut adalah pihak-pihak yang memahami

mengenai perilaku pemilih pemula pada Pilkada serentak tahun 2020.

Berdasarkan hal tersebut, maka informan dalam penelitian ini terdiri dari:

a) Anggota KPU Kota Jambi sebanyak 1 orang. Tujuan dipilihnya

anggota KPU tersebut dikarenakan pihakKPU memilikik

kewajiban untuk membentuk kesadaran politik pada

masyarakat, khususnya pemilih pemula.

b) Kepala Program Studi Ilmu Politik Universitas Jambi.

Tujuannya adalah Kepala Program STudi ILmu Politik adalah

pihak yang bertanggungjawab untuk mengelola Pendidikan di

Ilmu Politik Universitas Jambi termasuk membantu KPU

memberikan kesadaran politik pada pemilih pemula.

G.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan Teknik Langkah yang paling

utama dalam penelitian, karena pengumpulan data dapat dilakukan dalam

bebragai setting, berbagai sumber dan berbagai cara.34 Teknik yang

digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini

adalah:

34
Op. Cit., Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. hlm 137.
26

a) Wawancara, yaitu Teknik pengumpulan data dengan interview

pada seseorang, Teknik ini digunakan sebagai pengumpulan data

apabila ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam dan jumlah

informannya sedikit/kecil.35

b) Dokumentasi adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh

data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan

angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang

dapat mendukung penelitian yang kemudian akan ditelaah.36

G.7 Teknik Analisis Data

Proses mencari dan Menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategorisasi data kedalam

kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun

kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

35
Ibid., hlm 137.
36
Ibid., hlm 359
27

membuat keismpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain.37

Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu mulai dari lapangan

atau fakta empiris dengan cara terjun kelapangan, mempelajari,

menganalisis, menafsir, dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada

di lapangan. Analisis data di dalam peneloitian kualitatif dilakukan

bersamaan dengan proses pengumpulan data.38 Tahapan analisis data

sebagai berikut:

1) Pengumpulan data

Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai

dengan hasil observasi dan wawancara dilapangan.

2) Reduksi Data

Yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.

Dimana reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasi. Data-data yan gtelah direduksi memberikan gambaran

yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti

untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan.

3) Penyajian Data

Penyajian data berupa sekumpulan informasi yant telah tersusun

yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk


37
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 244
38
Moleong, Lexy J, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Rosdakarya, 2002) hal. 87.
28

matriks, networks, chart, atau grafis. Sehingga peneliti dapat menguasai

data.

4) Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang

diperoleh. Untuk itu, peneliti berusaha mencari pula, model, tema,

hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan

sebagainya. Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat yaitu dengan cara

menbgumpulkan data abru. Dalam pengambilan keputusan, didasarkan

pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas

masalah yang diangkat dalam penelitian.

Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan terkait.

Pertama peneliti melakukan penelitian dilapangan dengan menggunakan

wawancara atau observasi yang disebut tahap pengumpulan data. Karena

data yang dikumpulkan banyak maka diadakan reduksi data, setelah

direduksi kemudian diadakan sajian data, selain itu pengumpulan data juga

digunakan untuk penyajian data, selain itu pengumpulan data juga

digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tahapan tersebut selesai

dilakukan, maka diambil keputusan atau verifikasi.39

G.8 Keabsahan Data/Triangulasi

39
Ibid., hal.88
29

Keabsahan data dikontrol dengan metode Triangulasi. Triangulasi

yaitu tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan seuatu

yang lain diluar data itu. Teknik triangulasi yang digunakan adalah

pemeriksaan melalui sumber lain. Empat macam triangulasi sebagai

Teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,

penyidik, dan teori.40 Penelitian ini menggunakan triangulasi dengan

sumber dan triangulasi dengan metode:

1) Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan

mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif.

2) Triangulasi dengan metode, ialah dengan jalan memanfaatkan

peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan

Kembali derajat kepercayaan data.

40
Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfbeta, 2017),
hlm. 330

Anda mungkin juga menyukai