Syah Firdaus
Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Kampus No.1 Grendeng Purwokerto
firdausunsoed@yahoo.co.id
Abstrak
Pasca reformasi seiring gelora demokratisasi digelar, geliat golput juga semakin me-
ningkat. Asumsi golput yang paling gampang dari jumlah pemilih terdaftar yang tidak
menggunakan hak pilihnya. Namun asumsi tersebut masih bisa diperdebatkan, pemilih
terdaftar yang tidak menggunakan haknya tidak bisa serta merta dikelompokkan seb-
agai golput. Golput hanyalah mereka yang memang sengaja tidak mau menggunakan
hak pilihnya pada saat pemungutan suara atau sengaja merusak suaranya. Dalam
pembahasan tulisan ini, dengan pendekatan konsep rational choice untuk menelaah
golput, adalah keputusan rasional untuk memperlihatkan adanya ketidaksesuaian
antara preferensi kelompok elit politik dengan publiknya di bawah. Fenomena golput
semestinya dianggap sebagai bagian dari koreksi dan kritikan sosial baik secara politis
maupun administratif. Pilihan untuk menekan golput berada di tangan para elit dengan
kesadaran mereka untuk mendeteksi bagaimana menekan persentase angka golput
setiap kali pemilu digelar .
Abstract
After the surge of democratization reforms as laid out, stretching golput also increased.
Golput the easy assumption of the number of registered voters who did not exercise
their voting rights. However, this assumption is debatable, registered voters who did
not exercise its right can not necessarily be classified as non-voters. Golput are those
who deliberately do not want to vote on polling day or deliberately damaging her voice.
In the discussion paper, the concept of rational choice approach to examine absten-
tions, was a rational decision to show the discrepancy between the preferences of the
political elite to the public below. The phenomenon of non-voters should be considered
as part of the correction and social criticism both politically and administratively.
Option to suppress non-voters in the hands of the elites with their awareness to detect
the percentage of non-voters to pressure each time the election was held.
Ketika menggelorakan kata reformasi, politik sesuai hati nurani mereka. Namun
rakyat Indonesia menyatakan diri untuk partisipasi atau kebebasan politik rakyat
berkomitmen memasuki era baru ber- Indonesia diuji melalui pemilihan umum
nama “demokratisasi”, mereka berupaya (pemilu), sebagai salah satu konsep dasar
melampiaskan euphoria “kemerdekaan” demokrasi.
dari belenggu otoritarian kekuasaan politik Pasca reformasi, pergelaran pemilu
pemerintahan Orde Baru. Dengan membe- 1999 dianggap berkualitas dan demokratis,
baskan diri untuk berekspresi, menyatakan bahkan sejajar dengan pergelaran pemilu
pendapat, serta melakukan partisipasi 1955 ketika menentukan pilihan untuk
166 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013, hlm. 165-184
gitu dinamis, sulit diprediksi dan menjadi terpapar pesan bahwa golput merupakan
tantangan sendiri bagi politisi partai politik hak setiap warga negara.
untuk mendapatkan dukungan dari pemilih Dalam blog yang diketahui milik
yang semakin rasional dan cerdas terhadap seorang mahasiswa itu tercantum pernyata-
pilihan politiknya. Misalkan saja tentang an di antaranya, “Saya bukan penjudi, dan
kemunculan Golongan Putih (golput) saya tidak mau berjudi dengan memberikan
pasca reformasi, justru semakin meningkat, suara kepada orang yang tidak saya kenal”.
tidak terkendali dan sulit ditekan menjelang Baginya, golput bisa dianggap sebagai
perhelatan pesta demokrasi (pemilu) di tamparan bagi praktik demokrasi di negara
semua tingkatan. Apa alasannya, hingga ini yang sudah berupaya keras menjalankan
cara untuk menekan angka golput, selalu demokratisasi yang substansial, sebelumnya
menarik untuk diperbincangkan. perpolitikan di Indonesia dinodai oleh sikap
Satu grup terdaftar di Facebook, kepemimpinan yang otoriter di bawah bay-
jejaring sosial populer itu, dengan nama ang Soeharto selama 32 tahun.
“Pemilu Hanya Mengotori Jarimu den- Dari hal itu, terlihat kenyataan
gan Tinta yang tak Hilang Seminggu”. Di bahwa kampanye golput tidak akan per-
bagian deskripsi grup, tercantum tulisan nah surut, namun sebaliknya cenderung
yang menyatakan bahwa, “Pemilu juga semakin terbuka dan menjadi momok
mengotori pohon, tiang listrik, jembatan, yang mengkhawatirkan bagi politisi un-
dinding dan tempat lain, dengan gambar tuk mendapatkan dukungan dan partisi-
wajah mereka yang menjajah ruang pan- pasi politik masyarakat. Pernyataan sikap
dang. Poster dan banner yang dari Aceh golput diiringi kritik pedas terhadap carut-
sampai Papua desainnya sama, seperti sama marutnya praktik demokrasi, diungkapkan
pula isi kepala mereka tentang kekuasaan”. secara gamblang oleh sejumlah kalangan,
Grup yang telah menghimpun anggota, tak terkecuali mereka yang berusia muda.
mengkritisi juga bagaimana para calon pe- Kini, ajakan golput tidak hanya melalui
mimpin yang ada nampak berusaha keras aksi jalanan, namun juga dirayakan di dunia
menggaet konstituen. Lebih lanjut, di badan maya yang aksesnya lintas ruang dan waktu.
pesan tertulis, “Ada yang tiba-tiba bersim- Golput sendiri merupakan fenom-
pati pada petani, nelayan, kaum minoritas, ena jamak ketika pemilu berlangsung di
padahal kapan mereka mencelupkan kaki negara mana pun di dunia. Mungkin sebuah
ke sawah. Masih di jejaring Facebook, ada kemustahilan untuk meningkatkan partisi-
pula grup bertajuk “Ayo Golput di Pemilu pasi politik rakyat dalam pemilu mencapai
2009”. Grup yang berlogo kotak surat suara 100 persen. Bahkan di Amerika Serikat,
disilang tinta merah bertuliskan “Pemilu negara yang disebut-sebut sebagai kiblat
2009: Jangan Pilih Stok Lama”, itu pun demokrasi itu, golput hampir mencapai 40
telah diikuti oleh puluhan anggota. Di sana persen tiap gelaran pemilu, bahkan sejak
168 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013, hlm. 165-184
George W Bush Junior mencalonkan diri lalu, yang membagi alasan golput ke dalam
menjadi presiden kedua kalinya, Golput di 3 hal. Pertama, alasan teknis, misalnya,
negara adidaya tersebut hampir mencapai orang itu sakit atau memiliki keperluan,
50%. sehingga tidak bisa datang ke bilik suara
Meski sejatinya golput ialah fenom- pada hari H sekitar 39%. Kedua, alasan
ena alamiah, namun demikian keberadaan- administratif, yakni, orang tersebut tidak
nya kerap dianggap mengganggu, bahkan terdata sebanyak 38%. Ketiga, alasan poli-
perlu dibatasi jumlahnya. Belum lama ini, tis, sebut saja, tidak percaya pemilu, tidak
MUI misalnya, sampai-sampai menyatakan ada calon favorit, sebagai bentuk protes atas
fatwa haram terhadap perilaku golput. ketidakberesan birokrasi ternyata hanya
Sejumlah pihak menganggap putusan sekitar 16%. Sehingga tidak munculnya
kontroversial itu tidak memiliki relevansi, pemilih ke TPS adalah lebih pada alasan
namun ada juga yang mengapreasiasi hal administratif dan teknis, daripada politis.
itu sebagai upaya meningkatkan partisipasi Selain itu, ada catatan menarik soal parti-
pemilih. Kenyataannya, golput merupakan sipasi pemilu dari waktu ke waktu. Ferry
sebuah realitas politik yang harus diakui mengungkapkan, dibandingkan masa lalu,
dalam praktik demokrasi di Indonesia. Pe- masa reformasi kini justru dihiasi golput
nyebab golput sendiri ditengarai berkat de- lebih tinggi, dan itu menarik untuk dikaji
gradasi kepercayaan terhadap partai peserta lebih lanjut2.
pemilu. Sebagian besar masyarakat sudah Menurut Ketua KPU Jabar, memilih
apatis karena jenuh dengan janji-janji yang atau tidak memilih itu adalah hak. “Walau
minim realisasi. Tidak sedikit pula yang itu hak, tapi ada sedikit kewajiban juga
memandang skeptis terhadap kampanye bagi kita untuk turut memilih pemimpin
para caleg, di mana mereka terkesan hanya bangsa ini, yang nantinya akan membuat
pandai memajang poster, yang justru kerap kebijakan publik yang berdampak bagi kita
merusak lingkungan. semua,”.Ke depan, pemilih bisa semakin
Dalam diskusi yang diselenggara- menjadi rational voters, yang berarti mem-
kan Forum Aktivis Bandung (FAB) berjudul pertimbangkan secara rasional tentang apa
“Memahami Perilaku Calon Pemilih”, untungnya jika memilih seseorang, apa saja
menelaah berbagai perilaku pemilih, ter- program kerjanya. Di sinilah letak penting
masuk di dalamnya golput. Ketua Komisi pencerdasan politik bagi masyarakat, yang
Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat Ferry, juga tidak terlepas dari tanggungjawab
mengungkapkan belum banyak referensi parpol. “Jangan ada parpol yang tidak men-
penelitian yang membahas non voting be- jalankan fungsi agregasinya, rekrutmennya
haviour atau perilaku tidak memilih terse- tidak jelas sehingga menghasilkan orang
but. Mengutip hasil survei oleh Lembaga yang asal, bahkan ada caleg yang tidak tahu
Survei Indonesia (LSI) atas Pilkada Jakarta 2
Golput atau Jadi Pemilih Cerdas. Diakses pada
cahsolo-ione.blogspot.com tanggal 15 Maret 2013
Firdaus, Paradigma Rational Choice Dalam Menelaah Fenomena Golput 169
nomor urutnya berapa,” kata Ferry. nakan hak pilih sebenarnya memiliki sebuah
Sementara itu, Dede Mariana, keuntungan, yakni, punya legitimasi untuk
pengamat politik asal FISIP Universitas menuntut secara hukum, moral, dan politis,
Padjajaran, mengungkapkan bahwa paling pada pemimpin terpilih jika mereka ter-
tidak ada 8 preferensi perilaku pemilih di bukti melanggar janji. Sebaliknya, mereka
Indonesia, yakni, primordialisme, ideologi, yang tidak menggunakan hak pilihnya bisa
program, transaksional, peer group, refer- dibilang tidak punya privilege itu. Perilaku
ensi, ikatan emosional, dan pilihan rasional. pemilih yang unik sewajarnya mendorong
Menurutnya, kecenderungan perilaku pe- partai politik melakukan kampanye dengan
milih di Indonesia masih cenderung primor- penanganan yang berbeda pula. Kuncinya
dialisme, sedangkan pilihan rasional belum adalah bagaimana tokoh partai menawarkan
begitu berperan,” kata Dede, yang juga sesuatu yang baru,yang dapat meyakinkan
menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian pemilih yang semakin rasional, dibanding-
Kebijakan Publik Lemlit Unpad. Menurut kan dengan pemilih yang cenderung primo-
Dede, sosialisasi pemilu terbilang masih dialisme, ideologi, program, transaksional,
kurang dilakukan politisi parpol. Dengan peer group, referensi, ikatan emosional4.
jumlah parpol sebanyak 34 partai, maka Jika kita berkaca pada pemilukada
kecenderungannya publik menjadi bingung terakhir pada tahun 2013, yakni pemilukada
dan tidak mengenal partai baru, sehingga Jawa Barat dan Banyumas, Jawa Tengah
hal inipun yang memunculkan sikap golput sebagai catatan penting fenomena politik
di Tanah Air. Ia meyakini, praktik demokra- saat ini. Dari hasil perhitungan resmi Pe-
si akan berjalan benar jika sebagian besar milukada Banyumas 2013 oleh KPU Ka-
masyarakatnya mendapatkan pendidikan bupaten Banyumas. Daftar Pemilih Tetap
politik yang benar pula. Menurutnya, perlu (DPT) sebanyak 1.315.267 orang, namun
pendidikan politik yang meluas, demi pen- hanya sebanyak 871.926 orang saja yang
guatan civil society dan mengasah kritisisme datang dan mencoblos di TPS, sementara
masyarakat. “Sebaiknya day to day politik, 443.341 orang tidak datang ke TPS. Kemu-
jangan sosialisasi hanya dilakukan ketika dian dari total 871.926 orang yang datang,
seremonialnya saja” ujarnya3. sebanyak 44.341 orang yang datang ke
Bagaimanapun sikap partisipatif TPS, diyakini telah merusak kertas suara.
tidak melakukan golput berperan dalam Sehingga angka Golput pada pemilukada
menentukan arah nasib bangsa. Salah sa- 2013 dari mereka yang tidak datang ke TPS
tunya, dengan penentuan pemimpin yang dan ‘merusak’ surat suara menjadi 487.682
tepat, yang akan membuat kebijakan publik orang (37 persen). Sedangkan suara sah
bagi semua orang. Mereka yang menggu- memilih pasangan tertinggi (pemenang) Ir
3
Perilaku Pemilih Masih Didominasi Primodial- 4
Perilaku Pemilih Masih Didominasi Primodial-
isme, Antara News. Jumat 20 Februari 2009. Diak- isme, Antara News. Jumat 20 Februari 2009. Diak-
ses pada tanggal 15 Maret 2013 ses pada tanggal 15 Maret 2013
170 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013, hlm. 165-184
Ahmad Husein-dr Budhi Setyawan hanya voter turn out. Louis Desipio, Natalie Ma-
sebanyak 368.7985. suoka dan Christopher Stout (2007) meng-
Kemudian pada pemilukada Jawa kategorikan Non–Voter tersebut menjadi
Barat (Jabar) yang digelar pada Januari tiga ketegori yakni ; (a) Registered Not
2013 lalu, tingkat antusiasme dan partisipasi Voted ; yaitu kalangan warga negara yang
politik warga Jabar dalam Pemilihan Gu- memiliki hak pilih dan telah terdaftar na-
bernur Jabar 2013 juga menurun dibanding mun tidak menggunakan hak pilih, (b) Citi-
tahun 2008. Angka golput meningkat, dari zen not Registered ; yaitu kalangan warga
jumlah 32.536.980 suara dalam DPT hanya negara yang memiliki hak pilih namun tidak
20.713.779 pemilih yang menggunakan terdaftar sehingga tidak memiliki hak pilih
hak pilihnya atau berkisar 63,85 persen dan (c) Non Citizen ; mereka yang diang-
dari total pemilih. Sementara pada Pilkada gap bukan warga negara (penduduk suatu
Jabar 2008, angka partisipasi warga tercatat daerah) sehingga tidak memiliki hak pilih6.
sebesar 67,3 persen (32,6 persen). Sedan- Arbi Sanit mengidentifikasi bahwa
gkan tahun 2013 naik menjadi 11.823.201 golput adalah mereka secara sadar yang
(36,15 persen). Ada penambahan 2.692.597 tidak puas dengan keadaan sekarang, karena
angka golput pada pilkada Jabar 2013 ke- aturan main demokrasi diinjak-injak partai
marin. Pernyataan dan pertanyaan yang politik dan juga tidak berfungsinya lembaga
digaungkan saat ini dari berbagai kalangan, demokrasi (parpol) sebagaimana kehendak
terutama pengamat dan kajian ilmu politik : rakyat dalam sistem demokrasi7.
Fenomena Golput di Indonesia su-
Golput lagi…. Golput lagi…! inilah alarm
politik yang perlu diseriusi bersama khu- dah muncul pada pemilu 1971 era pemerin-
susnya bagi penyelenggara Pemilu dan tahan Soeharto. Kemunculan golput adalah
kontestan. Pasalnya kehadiran golput
seakan ada dan tiada. Ada karena riset- bentuk protes terhadap tirani kekuasaan, dan
riset politik menunjukan peningkatan adanya manipulasi politik pada pemilu yang
jumlah secara siginifikan dan tiada karena
golput belum mendapatkan perhatian se- digelar pemerintah demi memenangkan
rius dari para kandidat, tim sukses dan kembali kekuasaan Soeharto. Bagi Rezim
manajer kampanye. Jika demikian halnya
akankan golput akan menganggu ‘sta- Orde baru golput adalah “virus” ganas yang
bilitas’ perpolitikan ditanah air dimasa- harus dihadang. Golput bahkan dikategori-
masa mendatang, seperti apa postur dan
eksistensi mereka.? Tulisan ini mencoba kan pemerintahan kala itu sebagai bagian
menelaah sisi keunikan golput dengan dari tindakan makar (subversi) keamanan
dinamikanya.
negara. Padahal tidak ada aturan konstitusi
Golput dalam terminologi ilmu atau undang-undang (UU) Indonesia yang
politik seringkali disebut dengan non-voter. menyatakan memilih sebagai kewajiban.
Terminologi ini menunjukan besaran angka 6
Pakar Hukum : Golput : Fenomena Pengabdian
Hak Konstitusional Warga Atau ?. diakses pada si-
yang dihasilkan dari event pemilu diluar tus Pakar-Hukum.blogspot. 15 Maret 2013
7
Sanit, Arbi. 1985. Perwakilan Rakyat di Indone-
5
Dari berbagai sumber media on line sia.CV Rajawali : Jakarta
Firdaus, Paradigma Rational Choice Dalam Menelaah Fenomena Golput 171
Gerakan perjuangan golput dimasa pemilu diintimidasi dan dipaksa untuk mendatangi
1971 disimbolkan dengan gerakan segi lima TPS, terutama bagi kalangan birokrat untuk
kekosongan yang diusung oleh Arif Budi- memilih Golkar sebagai salah satunya par-
man dan kawan-kawan. pol bagi PNS.
Pergelaran pemilu di era reformasi Kemudian pada pemilu 2004,
yang semakin terbuka, kemunculan angka rakyat yang memiliki hak pilih malah
golput mengalami pergeseran dan orientasi menunjukan penurunan berpatisipasi, se-
yang semakin terbuka pula. Sikap golput hingga kemunculan dan puncak peningka-
pada periode ini misalnya ditunjukan oleh tan golput pada era reformasi ini dimulai
Gusdur ketika di ‘zhalimi’ oleh Ikatan Dok- pada tahun 2004 hingga 2013 sekarang ini.
ter Indonesia (IDI) karena alasan kesehatan Titik penurunan hak pilih atau peningkatan
tidak dapat mencalonkan menjadi Presiden angka golput terjadi saat demokrasi dan ke-
RI atau sikap yang dilontarkan oleh se- bebasan sangat terbuka lebar. Pada Pemilu
jumlah ormas Islam yang tergabung dalam 1999, pemilih yang tidak menggunakan
Ukhuwah (Hidayatullah, Persis, Dewan hak pilihnya alias golput, naik menjadi 7,2
Mesjid Indonesia, Al Irsyad, Wanita Islam, persen dibandingkan Pemilu 1997 yang
Persatuan Pelajar Islam, Kahmi, dan Majelis hanya 6,4 persen saja. Pada pemilu 2004
Dakwah) yang tidak akan ikut Pemilihan yang menggelar tiga rangkaian pemilu yang
Presiden putaran ke-2. Saat ini golput su- diselenggarakan secara berurutan, seban-
dah merambah pada suksesi politik lokal yak 16 persen dari pemilih terdaftar tidak
(pilkada). Golput telah terdesentralisasi menyumbangkan suaranya untuk pemilu
seiring dengan desentralisasi politik yang legislatif. Kemudian, angka ini mengalami
digulirkan awal tahun 2005. kenaikan menjadi 21,77 persen pada saat
Sementara pada pemerintahan orde pilpres putaran pertama. Pada akhirnya,
baru kehadiran golput dianggap sebagai angka ini kembali mengalami kenaikan
ancaman. Berbagai upaya yang dilaku- pada saat pilpres putaran kedua menjadi
kan pemerintah mobilisasi pemilih untuk 23,37 persen.
mendatangi TPS, tak jarang intimidasi dan Lalu mengapa orang tidak memil-
kekerasan mewarnai setiap pemilu ke pe- ih.? Secara teoretis yang dapat menjelaskan
milu. Pada pemilu 1955 (yang demokratis) hal ini yaitu melalui pendekatan teori-teori
hingga kekuasaan di bawah pemerintahan perilaku pemilih (voter behavior) dan pema-
Orde Baru persentase angka golput tidak haman sistem kepartaian yang berlaku.
pernah menyentuh angka sepuluh persen. Jika penelusuran kita menelisik pada sudut
Bedanya pada pemilu 1955, rakyat sangat pandang perilaku pemilih maka terdapat
antusias berpartisipasi dalam politik karena beberapa konsep teori yang membantu
kebutuhannya demi menciptkan pemerin- memecahkan masalah dan mendapatkan
tahan, sedangkan pada era Orde Baru rakyat jawaban mengapa orang tidak memilih. Be-
172 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013, hlm. 165-184
tidak terlalu pesat sebagai ilmu ekonomi dengan ekonomi politik sejak kemunculan-
politik, melainkan bercabang-cabang men- nya yang hanya menjangkau fenomena dan
jadi bidang-bidang ilmu tersendiri. Ilmu kelembagaan ekonomi pasar12.
ekonomi politik bahkan cenderung semakin Pendekatan EPB juga berbeda
tertinggal jauh dibandingkan dengan dis- dengan pendekatan ilmu sosial dan politik
iplin ilmu-ilmu ekonomi positif lainnya10. konvensional, seperti pendekatan konflik
Disiplin dan cabnag-cabang ilmu terhadap realitas di dalam sistem politik,
ekonomi lainnya berkembang begitu pesat, pendekatan budaya atau pendekatan plural-
seperti ilmu ekonomi keuangan, ekonomi isme. Ilmu politik tidak mengenal institusi
perusahaan, ekonomi pembangunan, dan pasar dan sebaliknya, ilmu ekonomi tidak
regional. Bahkan, dari pengembangan mengenal bagaimana kekuatan politik dan
cabang-cabang ilmu tersebut tumbuh alat- kekuasaan dibangun dan didayagunakan.
alat analisis matematika yang baru, seperti Asumsi dasar dari pendekatan
ekonometrika. Namun, semua cabang dan pilihan rasional (rational choice) ini bahwa
disiplin ilmu ekonomi tersebut hanya manusia pada dasarnya egois, rasional, dan
berkaitan dengan dan hanya ada dalam selalu berupaya untuk memaksimumkan
lingkup pengetahuan mengenai mekanisme utilitas dan keuntungan untuk dirinya.
pasar11. Dalam pandangan ini, individu sebagai
Namun demikian, perkembangan aktor diasumsikan mempunyai serangkaian
ilmu ekonomi politik menunjukkan gairah hak milik khusus (set of properties), ter-
dan semangat baru setelah lahir dan tum- masuk seperangkat selera atau preferensi
buh perspektif teori Ekonomi Politik Baru tertentu. Karena hak milik tersebut, maka
(EPB) atau The New Political Economy manusia menjadi pelaku ekonomi yang me-
dalam decade terakhir ini. Perspektif teori miliki kapasitas untuk memutuskan secara
ini kemudian popular dengan sebuta Ra- rasional dalam memilih berbagai alternatif
tional Choice (RC) dan Public Choice pilihan ekonomi. Cara yang rasional ini juga
(PC). Perspektif baru ini berusaha untuk berlaku untuk pilihan sosial maupun politik.
menjembatani ilmu ekonomi yang cang- Dengan demikian, pendekatan ini dapat di-
gih dalam menelaah fenomena ekonomi aplikasikan untuk berbagai fenomena eko-
dalam perspektif mekanisme pasar dengan nomi maupun sosial politik, seperti sikap
fenomena-fenomena dan kelembagaan non pemilih (voters) dalam pemilu. Pendekatan
pasar (Nonmarket Institution) pada bidang- pilihan rasional ini bahkan dapat digunakan
bidang di luar ekonomi. EPB ini berbeda untuk mempelajari sikap pemerintah dalam
proses pengambilan keputusan bagi kebi-
10
Mas’oed, Mochtar. 1994. Ekonomi Politik Inter-
nasional dan Pembangunan. Yogyakarta : Pustaka jakan publik.
Pelajar.
11
Arifin, Bustanul dan Didik J Rachbini. 2001.
Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik. Penerbit
Grasindo : Jakarta. hlm. 10 12
Ibid.hlm. 11
174 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013, hlm. 165-184
Ilmu Perilaku Ekonomi dan Politik pemilu dapat dipilih kembali. Sebaliknya
Teori pilihan publik juga merupakan pemilih yang mungkin juga memaksimum-
teori perlaku yang berguna untuk mema- kan manfaat kolektif kelompoknya dalam
hami dan memprediksi perlaku pengusaha, menyalurkan aspirasi dan suara.
teknokrat, politisi dan perlaku pemilih di
dalam sistem ekonomi, politik maupun Perkembangan Public Choice atau Ra-
proses pengambilan keputusan. Dengan tional Choice dan Aplikasinya
teori pilihan publik ini bentuk-bentuk Atas dasar “kecelakaan” yang ter-
perilaku tersebut dapat dikenali dan diper- jadi dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial
kirakan sehingga arah proses pengambilan (ekonomi, sosial, dan politik) ini, ada usaha
keputusan dapat diduga sebelumnya. Perki- dari sekelompok ekonom untuk melangkah
raan dan pemahaman ini dapat digunakan lebih jauh dalam melihat kelembagaan-
karena teori ini telah berhasil mendayagu- kelembagaan non pasar dalam kerangka
nakan teori ekonomi neoklasik biasa dimana welfare economics. Kerangka teori baru
produsen dan konsumen saling bertukar ini berusaha melihat fenomena pemerintah
satu sama lain karena kepentingan yang sebagai aktor di dalam bidang politik dan
rasional dari pihak-pihak yang terlibat tadi. ekonomi atau sikap individu dalam memilih
Teori pilihan piblik tidak berbeda dengan wakil-wakilnya di parlemen. Dalam dekade
perilaku produsen dan konsumen tersebut 1980-an, khazanah literature politik, kemu-
karena proses politik pada dasarnya juga dian dipenuhi oleh tulisan-tulisan tentang
pertukaran dua belah pihak dengan basis rational choice atau public choice.Analogi
kepentingan yang rasional. Karena itu, teori permintaan dan penawaran komoditi ses-
pilihan publik sering juga disebut dengan uai hukum ekonomi klasik menjadi dasar
teori pilihan rasional.13 dan kerangka pemikiran public choice
Teori pilihan publik merupakan dalam merambah bidang-bidang sosial
aplikasi atau transformasi teori neoklasik maupun politik. Pemilih dalam hubungan
biasa di mana kepentingan individu pelaku yang lebih demokratis dapat dianggap se-
di dalam proses pertukaran tersebut di- bagai konsumen, yang meminta komoditi
modelkan dengan dimensi kolektif dalam publik, yang seharusnya disediakan oleh
kelembagaan bukan pasar, seperti pemilu, politisi atau pemerintah, yang memenang-
tawar menawar kolektif pekerja. Perilaku kan pemilu karena dukungan para pemilih
memaksimumkan utilitas juga dipakai seb- tersebut. Dengan analogi tersebut, pemer-
agai dasar menjelaskan mengapa pertukaran intah dapat diasumsikan sebagai supplier,
juga terjadi dalam proses politik. Politisi yang dapat menyediakan komoditi publik
harus memaksimumkan suara dan program untuk masyarakat. Kedua, public choice
untuk masyarakat luas agar pada masa sangat tertuju perhatiaanya terhadap fungsi
pilihan sosial (social choice function) atau
13
Arifin, Bustanul dan Rachbini.op.cit. hlm 18-19
Firdaus, Paradigma Rational Choice Dalam Menelaah Fenomena Golput 175
eksplorasi terhadap kepemilikian kes- ilmu, yang ketat, saling menafikan dan tidak
ejahteraan sosial. Analisis public choice saling menguatkan satu sama lain. Akibat
terarah pada masalah agregasi preferensi dari keterpisahaan disiplin ilmu ini, ilmu
individu untuk memaksimumkan fungsi sosial menghadapi krisis yang besar karena
kesejahteraan sosial tadi atau memuaskan banyak fenomena baru, yang tidak dapat
seperangkat kriteria normatif. Gambaran ditangkap secara sempurna oleh kedua
dasar dari pendekatan public choice adalah kelompok ilmuwan tersebut.
penekanan dalam menilai keputusan- Pendekatan ini dapat berdimensi
keputusan yang rasional, baik oleh individu teoritis, tetapi juga mempunya preskripsi
anggota masyarakat, warga negara maupun aplikasi sehingga dapat menjadi referensi
keputusan rasional oleh pemerintah14. kebijakan publik atau bahan yang berman-
faat di dunia akademis. Public choice dapat
Perbandingan Paradigma Ekonomi dipakai untuk menunjukkan bagaimana
Klasik dan Pilihan Publik15 sikap (behavior). Yang diintrepetasikan
Ekonomi
Variabel Pilihan Publik sesuai medium budaya dan ideologi yang
Klasik
Politisi, Partai ada dan sangat mudah diterangkan sebagai
Produsen,
Politik, Bi- ekspresi dari persepsi individu terhadap
Supplier Pengusaha,
rokrasi, Pemer-
Distributor kepentingannya. Pendekatan ini juga dapat
intah
Demander Konsumen Pemilih (voters) digunakan untuk mengiluminasikan kondi-
Jenis ko- si-kondisi keberhasilan tindakan kolektif,
Barang Privat Barang Publik
moditi
dan untuk menunjukkan mengapa lainnya
Jenis Trans- Voluntary Politics as
aksi Transaction exchange tidak. Dengan demikian, public choice
Catatan : Voluntary Transaction dan Politics as dapat menjadi petunjuk bagi pengambil
exchange agak sukar dibandingkan keputusan untuk menentukan pilihan kebi-
jakan yang paling efektif.
Dengan demikian, para ekonom mu- Dengan demikian, public choice
lai merambah wilayah baru di luar bidang sangat erat kaitannya dengan pemilih,
ekonomi dengan perspektif public choice parpol, politisi, birokrat, kelompok kepent-
sebagai jembatan yang dapat menganalisis ingan dan aturan-aturan pemilu. Semua ini
masalah-masalah di luar kerangka analisis biasanya dikaitkan dengan ilmu politik,
yang bertumpu pada fenomena pasar. Inilah tetapi pada saat ini para ahli ekonomi poli-
yang memungkinkan pertemuan kembali tik mengembangkan pendekatan baru yang
bidang ekonomi dan politik dalam suatu disebut public choice tersebut. Jadi, public
wilayah analisis, sehingga perkembangan choice bukan suatu objek studi, melainkan
ilmu-ilmu sosial di masa mendatang tidak cara untuk menelaah subjek, yang secara
lagi tersekat dalam kotak-kotal disiplin definitive diartikan sebagai the economic
14
Arifin dan Rachbini.op.cit.hlm.18-20 study of non market decision making16.
15
Ibid. hlm. 20 16
Arifin dan Levine.op.cit. halaman 21
176 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013, hlm. 165-184
kritis dari kebijakan politik penguasa Orde secara sadar memilih menjadi golput.
Baru tentang penyelenggaraan pemilu. Dengan demikian, penghitungan mengenai
Kelompok golput menilai, pemilu yang jumlah golput riil pun akan semakin sulit
pertama kali dilaksanakan di era Orde Baru dilakukan24.
tersebut sudah direkayasa oleh Golkar dan Banyak hal yang menyebabkan ren-
ABRI sebagai pendukung utamanya, guna dahnya tingkat partisipasi. Dalam konteks
memenangkan pertarungan politik selama pilkada di beberapa daerah, kemungkinan
mungkin di Indonesia22. golput disebabkan oleh: Pertama, Ban-
Golput dalam penyelenggaraan pe- yaknya perantau yang tidak bisa pulang di
milu adalah hal yang wajar. Asumsi golput berbagai daerah ketika ada jadwal pemilu
yang paling gampang adalah diambil dari dilakukan, sehingga banyak dari warga
jumlah pemilih terdaftar yang tidak meng- yang bekerja di luar kota malas untuk me-
gunakan hak pilihnya. Dengan prediksi itu, ninggalkan pekerjaannya; Kedua, Kejenu-
maka pemilu eksekutif pada 5 juli lalu me- han dari rutinitas mencoblos dalam pemilu,
mang telah menorehkan catatan tersendiri. kecenderungan terjadinya penggelem-
Untuk pertama kalinya, sepanjang sejarah bungan pemilih golput bisa terkondisikan
pemilu di Indonesia, jumlah golput men- mengingat rangkaian acara politik terlalu
capai lebih dari 20 persen. Padahal, sejak padat sepanjang tahun. Situasi ini mem-
pemilu 1971 hingga rezim otoriter Orde buat publik jenuh dan memilih melakukan
Baru berakhir, jumlah golput hanya berkisar aktivitas rutinnya; Ketiga, Tidak mau
sekitar 10 persen saja23. menggunakan hak pilihnya, warga yang
Menurut Ramlan Surbakti, asumsi secara sadar tidak mau menggunakan hak
tersebut masih bisa diperdebatkan, yang pilihnya memang tidak bisa dikaji secara
menegaskan bahwa pemilih terdaftar yang kualitatif, namun secara riil mereka tidak
tidak menggunakan haknya tidak bisa menggunakan haknya.
serta merta dikelompokkan sebagai golput. Faktor lokal lain seperti mobilitas
Golput hanyalah mereka yang memang sen- masyarakat di kota besar dan buruknya
gaja tidak mau menggunakan hak pilihnya cuaca pada sejumlah tempat, juga sempat
pada saat pemungutan suara atau sengaja disebut sebagai penyebab penurunan tingkat
merusak suaranya. Golput harus dilakukan partisipasi itu. Di samping itu, ketidakpedu-
sebagai sebuah kesadaran politik. Dengan lian masyarakat terhadap keberlangsungan
pengkategorian seperti ini, tentu lebih sulit pemilu ditenggarai sebagai salah satu faktor
menelaah seberapa banyak pemilih yang signifikan dalam pilkada. Bisa juga disebab-
kan oleh sosialisasi yang tidak tuntas atau
22
Golput Haram, Tuhan Pun Tertawa. dalam situs
tukangngarang,wordpress.com. diunggah pada 12- mengenai sasaran. Sementara Koordinator
12-2008. Diakses pada tanggal 15 Maret 2013.
23
Budiman, Arif. Golput, Gejala dan Masa De- 24
Pilkada dan Peluang Golput. Mohammad Ali
pannya. Dalam situs golputgolput.blogspot.com. Andrias. Diunggah pada tanggal 9 Oktober 2011.
diakses pada tanggal 15 Maret 2013 Dan diakses pada tanggal 15 Maret 2013
Firdaus, Paradigma Rational Choice Dalam Menelaah Fenomena Golput 179
pilihan untuk mencoblos seperti kepemi- adanya mobilisasi politik. Sedangkan dalam
likan saham. Bagi kelompok ini, ibaratnya pilkada langsung tahun 2005, jumlah pemil-
pemilik modal, mereka yang tidak terlibat ih yang menggunakan haknya mengalami
dalam proses tentunya tidak punya hak perubahan yang signifikan dibandingkan
untuk ikut mengubah proses yang tengah dengan pemilu di masa Orde Baru.
berlangsung. Hanya saja, Riswandha me- Partisipasi merupakan salah satu
nyayangkan jika menjadi golput menjadi aspek penting demokrasi. Asumsi yang
pilihan emosional, apalagi jika langkah itu mendasari demokrasi (dan partisipasi),
justru dilakukan kelompok masyarakat yang orang yang paling tahu tentang apa yang
berpendidikan. Politik tidak bisa dilihat baik bagi dirinnya adalah orang itu sendiri.
sekedar sebagai proses membagi-bagi kursi Karena keputusan dan politik yang dibuat
kekuasaan. dan dilaksanakan oleh pemerintah me-
Sementara menurut Komaruddin nyangkut dan mempengaruhi kehidupan
Hidayat, fenomena golput harus dilihat warga masyarakat, maka masyarakat berhak
sebagai bagian ketika ada sekelompok ikut serta menentukan isi keputusan politik.
orang ingin member catatan bahwa mereka Oleh karena itu, yang dimaksud dengan
yang sedang berkompetisi saat ini not fully partisipasi politik ialah keikutsertaan warga
ok. Secara moral, peringatan seperti itu negara biasa dalam menentukan segala
wajar saja dilakukan. Yang dilarang dalam keputusan yang menyangkut atau mempen-
undang-undang hanya mereka yang secara garuhi hidupnya29.
sengaja menggunakan kekerasan atau an- Miriam Budiardjo mengemukakan
caman kekerasan dan menghalang-halangi definisi umum dari partisipasi politik adalah
seseorang yang akan menggunakan hak kegiatan seseorang atau kelompok orang
pilihnya28. untuk ikut serta secara aktif dalam kehidu-
pan politik, yakni dengan jalan memilih
Golput dan Partisipasi Politik dalam
pemimpin negara dan secara langsung atau
Pilkada
tidak langsung, mempengaruhi kebijakan
Tingkat partisipasi masyarakat
pemerintah Aktivitas ini mencakup tindakan
dalam pemilu pada masa rezim Soeharto
seperti memberikan suara dalam pemilihan
di atas 85%, bahkan pernah menembus
umum, sehingga partisipasi memilih meru-
angka 90%, sedangkan angka yang tidak
pakan salah satu bentuk partisipasi politik
melakukan partisipasi hanya berkisar 15%
yang paling sering dan mudah untuk dilihat
saja. Dalam ranah demokrasi, angka kisaran
terutama dalam negara-negara demokratis30.
tersebut masuk dalam kategori partisipasi
yang tinggi. Namun secara riil politik, di 29
Surbakti, Ramlan. 1995. Memahami Ilmu Poli-
masa Orde Baru, yang terjadi bukanlah par- tik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
hlm.40
tisipasi politik dengan ‘kesadaran’, tetapi 30
Budiarjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai
Politik. Penerbit Yayasan Obor Indonesia : Jakarta.
28
Asgart. Sofian Munawar. Loc.Cit hlm. 2.
Firdaus, Paradigma Rational Choice Dalam Menelaah Fenomena Golput 181
yang kemudian muncul, mengapa seseorang bahkan di Kabupaten Indragiri Hulu Provin-
berpartisipasi atau kurang berpartisipasi si Riau, sekitar 50% pemilih yang tercatat
dalam proses politik? Secara garis besar ada dalam daftar pemilih tetap tidak melak-
dua hal yakni kesadaran politik dan keper- sanakan haknya,terakhir pilkada di Jawa
cayaan kepada pemerintah, yang dimaksud Barat dan Banyumas angka golput sekitar
dengan kesadaran politik ialah kesadaran 30-35%. Angka-angka tersebut menyisakan
akan hak dan kewajiban sebagai warga pertanyaan. Mengapa angka warga yang
negara. Hal ini menyangkut pengetahuan tidak menggunakan hak pilihnya tinggi.
seseorang mengenai lingkungan masyara- Dan ini menjadi jawaban kita bersama bagi
kat dan politik dan menyangkut minat dan ilmuwan politik, terutama praktisi politik
perhatian seseorang terhadap lingkungan atau parpol untuk mengurangi angka golput.
masyarakat dan politik tempat dia hidup. Jawabannya hanya pada masyarakat, beri-
Yang dimaksud dengan sikap dan keper- kan mereka kebijakan politik yang populis
cayaan kepada pemerintah ialah penilaian sesuai dengan kebutuhannya, dengarkan
seseorang terhadap pemerintah, apakah ia aspirasi mereka. Ciptakan lingkungan bebas
menilai pemerintah dapat dipercaya dan korupsi disemua institusi pemerintahan.
dapat dipengaruhi atau tidak ?33.
Dalam konteks inilah, rendahnya Simpulan
partisipasi politik rakyat dalam pemily Memang harus diakui bahwa kita
selalu menarik dikaji, karena hal tersebut belum bisa mengindentifikan secara jelas,
terkait dengan legitimasi “penguasa” baru apakah golput dilakukan secara sadar
sebagai pemimpin dan penyelenggara maupun tidak. Dari data-data kasus diber-
pemerintahan. Pada pemilu 1999, presen- bagai momen pemilu hingga pilkada, data
tase voter turn out (pemilih terdaftar yang golput didapat bersamaan dengan kesalahan
menggunakan hak pilihnya) menurun dari pendataan pemilih, yang bersifat teknis
92% pada pemilu 1999 menjadi 84% pada administratif. Namun angka-angka terse-
pemilu legislatif 2004. Kecenderungan but menyadarkan kita bahwa rakyat adalah
sama juga terjadi pada pemilu presiden yang pemegang kedaulatan, bahwa pemimpun
lalu, bahwa voter turn out hanya berkisar dalam menjalankan pemerintahan haruslah
pada angka 76%. mendapat legitimasi dari yang dipimpin.
Dalam pilkada, rata-rata angka par- Kita tidak bisa mengkategorikan
tisipasi rakyat yang tidak menggunakan hak golput yang terjadi dalam rentetan pilkada
pilihnya mencapai 20-30%. Misalnya hasil di Indonesia mutlak dalam asumsi Paige,
dari Kabupaten Kukar 29,3%, Pekalongan Milbarth dan Goel. Dalam konteks perilaku
32%, Kebumen 28,2%, Cilegon 23,7%, memilih di Indonesia angka golput dapat
Bangka Tengah 41%, Bangka Selatan 30%, bersumber dari kesalahan teknis adminstra-
dan Bangka Barat 32%, Purbalingga 27,5%, tif dan kesadaran politik dan kepercayaan
33
Ibid.hlm.143-144 kepada pemerintah yang rendah.
Firdaus, Paradigma Rational Choice Dalam Menelaah Fenomena Golput 183
Arfin, Bustanul dan Didik J Rachbini. 2001. ______, 1996. Perspektif Ekonomi Politik
Ekonomi Politik dan Kebijakan Baru. CIDES : Jakarta.
Publik. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia : Jakarta. ______. 2000. Diagnosa Ekonomi dan
Kebijakan Publik. Pustaka Sinar
Budiardjo, Miriam. 1998. Edisi revisi, Par- Harapan: Jakarta.
tisipasi dan Partai Politik. Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta. ______.2006. Ekonomi Politik dan Teori
Pilihan Publik. Ghalia Indonesia:
Caporaso, James A dan David P Lavine. Bogor.
2008. Teori-Teori Ekonomi Politik.
Penerbit Pustaka Pelajar : Yogya-
karta. Sumber lain :
Khoiruddin, 2004, Partai Politik dan Agen- Asgart, Sofian Munawar. Dilema Me-
da Transisi Demokrasi (Menakar kanisme Perwakilan : Fenomena
Kinerja Partai Politik Era Transisi Golput dalam Pemilu 2009 dan
di Indonesia). Yogyakarta : Pustaka Model Represntasi Alternatif. Diak-
Pelajar. ses pada politik.kompasiana.com
pada tanggal 15 Maret 2013
Maliki, Zainuddin (editor), 2001. De-
mokrasi Tersandera. Yogyakarta Budiman, Arif. Golput, Gejala dan Masa
:Galang Press. Depannya. Dalam situs golput-
golput.blogspot.com. diakses pada
Mas’oed, Mochtar. 1994. Ekonomi Politik tanggal 15 Maret 2013
Internasional dan Pembangunan.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Golput Haram, Tuhan Pun Tertawa. dalam
situs tukangngarang,wordpress.
Sanit, Arbi. 1985. Perwakilan Rakyat di com. diunggah pada 12-12-2008.
Indonesia.CV Rajawali : Jakarta Diakses pada tanggal 15 Maret
2013.
184 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013, hlm. 165-184
Golput atau Jadi Pemilih Cerdas. Diakses Pakar Hukum : Golput : Fenomena Peng-
pada cahsolo-ione.blogspot.com abdian Hak Konstitusional Warga
tanggal 15 Maret 2013 Atau ?. diakses pada situs Pakar-
Hukum.blogspot. 15 Maret 2013
“Hasil PEMILU 2009: Partai Golput Men-
jadi Pemenang”, dalam Nusanta- “Perilaku pemilih Parpol Tak Beri Hara-
raku.Com. 10 April 2009. Diakses pan, Golput Naik”, dalam Kom-
pada tanggal 15 Maret 2013 pas, 28 Juli 2008. Diakses pada
tanggal 15 Maret 2013
Pilkada dan Peluang Golput. Mohammad
Ali Andrias. Diunggah pada tanggal
9 Oktober 2011. Dan diakses pada Perilaku Pemilih Masih Didominasi Pri-
tanggal 15 Maret 2013 modialisme, Antara News. Jumat 20
Februari 2009. Diakses pada tanggal
Jumlah Golput Melambung. Diakses pada 15 Maret 2013
situs www.yipd.or.id pada tanggal
15 Maret 2013 www.kpu.co.id