Anda di halaman 1dari 53

Perilaku Memilih dan Split Ticket Voting dalam Pilkada

(Survey Pengaruh Perilaku Memilih Warga Kecamatan Buluspesantren


terhadap Perilaku Split Ticket Voting Dalam Pilkada Kebumen 2015)

SKRIPSI

Diajukan guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Ilmu Politik pada Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada

Oleh:

SYAUQY UZHMA HARIS


13/347943/SP/25731

Departemen Politik dan Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

 Urgensi Mendalami Perilaku Memilih dalam Pemilukada

Tulisan ini dibuat untuk meneliti tentang bagaimana pemilih

menggunakan preferensi tertentu menentukan pilihannya di dalam pemilu. Lebih

spesifik, pemilu yang didalami ialah Pemilihan Umum Kepala Daerah yang

dihelat di Indonesia sejak 2005. Perilaku memilih yang akan diteliti ialah tentang

perilaku warga yang tampak berbeda pilihan antara satu pemilihan dengan

pemilihan lainnya. Secara konseptual, hal tersebut telah dituliskan beberapa

sarjana sebelumnya sebagai fenomena “Split Ticket Voting”. Kajian yang

berkembang di Amerika dan Eropa yang telah lebih dulu melakukan banyak

Pemilu di dalam kehidupan bernegara1. Penulis berhipotesa bila fenomena

tersebut dapat terjadi di aras lokal, di wilayah yang masih kental dengan nilai-

nilai tradisionalisme keagamaan. Maka dari itu, konteks sosiologis akan dijadikan

setting utama dalam menjustifikasi terjadinya fenomena “Split Ticket Voting”.

Dalam literatur “Pemilu, Perilaku Memilih, dan Kepartaian” karya Sigit

Pamungkas, disebutkan bahwa Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan institusi

modern yang telah menjadi tanda bagi semua `negara yang ingin secara penuh

1 Qodari, Muhammad (2016). Split Ticket Voting dan Faktor Faktor yang Menjelaskannya
Pada Pemilu Legislatif Dan Pemilu Presiden Indonesia tahun 2014 : Ringkasan Disertasi. Fisipol
UGM Halaman 7-10

2
menerapkan demokrasi.2 Pengistilahan yang dilakukan oleh Sigit Pamungkas

diartikan bahwa secara formalitas, bila suatu negara yang tidak menganut

demokrasi namun melakukan Pemilu, maka negara itu disebut demokratis. Hal

serupa yang terjadi dengan Indonesia dalam era kontemporer sekarang ini.

Pemilihan Umum selalu saja mencari bentuk dari satu wajah ke wajah lain.

Memperluas arenanya kian jauh, baik secara vertikal hingga horizontal. Kian

nyata bahwa Indonesia kian menseriusi apa yang disebut dengan proses

demokratisasi.

Samuel P. Huntington berpendapat bahwa syarat utama yang paling

penting dalam demokrasi adalah adanya pemilihan yang kompetitif di antara para

calon pemimpin oleh rakyat yang akan dipimpinnya.3 Hal tersebut terlihat dalam

beberapa dekade kebelakang. Arena Pemilu kian luas semenjak diberlakukannya

UU Pemerintahan Daerah tahun 2004. Bumbu dari demokratisasi pun ditambah

dengan aspek penting lain, dimana terjadi penyerahan seperangkat kekuasaan ke

daerah yang disebut dengan desentralisasi. Bentuk-bentuk pemilihan kepala

daerah pun kian berubah-ubah. Hal ini menggambarkan pula bahwa demokrasi di

aras lokal pun mencari bentuk terbaiknya. Semenjak berlakunya UU

Pemerintahan Daerah tahun 2014, bentuk pemilu kepala daerah diberikan wajah

baru dengan pengistilahan “Serentak”. Beberapa aspek digunakan pemerintah

dalam menerbitkan peraturan tentang itu. Diantaranya adalah menciptakan

demokrasi yang makin partisipatif dengan biaya yang rendah.

 Perilaku Memilih Split Ticket Voting Dalam Era Demokrasi Elektoral


2 Pamungkas, Sigit (2010). Pemilu, Perilaku Pemilih dan Kepartaian. Yogyakarta. Institute
for Democracy and Welfarism. Halaman iii
3 Huntington, Samuel P. (1995). Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: Grafiti Pers.
Halaman 4

3
Dengan kian luas cakupan pemilu dari tingkat nasional hingga di tingkat

lokal, menggambarkan bahwasannya proses demokratisasi itu kian nampak

berjalan. Warga mulai terbiasa dengan proses suksesi yang kerap membuat warga

harus memiliki preferensi politiknya masing-masing. Semakin mudah bersikapnya

warga terhadap pilihannya, menggambarkan seberapa demokratisasi itu berjalan.

Bagaimana tidak, Indonesia mengalami trauma mendalam tentang apa yang

dikatakan sebagai rezim dengan penuh doktrinasi. Dimana preferensi warga

direcoki kepentingan pemerintahan nasional. Selama kurang lebih 32 tahun,

Indonesia tidak mengilhami pemilu sebagai proses demokrasi yang hakiki. Hal ini

dilihat dari perilaku memilih atau rasionalisasi warga terhadap preferensinya

memilih calon atau partai politik.

Pasca reformasi bergulir, Indonesia dikatakan memasuki era

demokratisasi. Semenjak itu pula, sebagai syarat wilayah yang ingin disebut

sebagai negara demokrasi yang utuh, maka diselenggarakanlah pemilihan umum

secara langsung. Pemilihan umun yang diselenggarakan pun beragam, dari tingkat

terndah hingga tingkat tertinggi. Dari wilayah di tingkat desa, kabupaten/kota,

provinsi, hingga nasional. Tak hanya pemilihan di ranah eksekutif, pemilihan

umum pun diselenggarakan bagi posisi perwakilan rakyat / legislatif. Sebagai

konsekuensi dari demokrasi, maka pemilihan yang diselenggarakan pun bersifat

bebas tanpa ada paksaan. Warga berhak menyampaikan rasionalisasi pemimpin

pilihannya lewat jalan pemilihan umum. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya

aneka rupa dari perilaku memilih di Indonesia.

Dalam studi perilaku memilih beberapa sarjana pernah menjelaskan

tentang perilaku memilih yang berkembang. Pendekatan pertama ialah pendekatan

4
yang disebut dengan Pendekatan Sosiologis. Pendekatan ini disebut juga sebagai

mazhab columbia. Pendekatan ini dipopulerkan oleh Paul F Lazarfeld melalui

publikasinya yang berjudul “The People Choice” dengan mengusung konsep

“Index of political predisposition”. Pendekatan kedua adalah pendekatan yang

disebut dengan pendekatan psikologis. Pendekatan ini disebut juga sebagai

mazhab michigan. Pendekatan ini dipopulerkan oleh Angus Campbell dengan

mengusung konsep “Party Identifications”, dalam karyanya yang berjudul “The

Voters Decides”. Terakhir, adalah pendekatan yang disebut sebagai “Rational

Choice” yang digagas oleh Anthony Downs. Pendekatan yang mendasarkan

preferensi ekonomis sebagai cara pemilih menentukan pilihannya ada dalam karya

“An Economic Theory of Democracy”4

Mainstream dari khazanah voting behaviour tersebut sudah berulang kali

diulas dan dikutip oleh sarjana-sarjana lain. Bentuk yang diteliti ialah tentang

studi kasus antara satu pemilihan, ke pemilihan lain. Antara satu wilayah, ke

wilayah lain. Wajah dari hasil penelitian perilaku memilih pun menambah corak

bagi berkembangnya ketiga teori tersebut. Namun, ada sisi lain kajian pasca

elektoral mengenai perilaku memilih yang terlihat sebagai sebuah fenomena.

Perilaku memilih yang mengkaji pilihan antar pemilihan satu dan yang lain

sebagai sebuah strategi. Bagaimana seorang voters bisa berperilaku berbeda antara

satu pemilihan ke pemilihan lainnya. Fenomena ini dianggap sebuah hal yang

penting untuk didalami. Karena dalam ranah kajian behavioral, perubahan

perilaku dalam waktu dekat secara serempak dan bersamaan, merupakan hal yang

menarik untuk diteliti. Hal ini yang disebut peneliti sebagai “Split Ticket Voting”

4 Pamungkas, Sigit. Op. Cit Hal. iv - v

5
Semenjak 2005, Indonesia telah menambah koleksi pemilihan langsung

yang dilakukan. Bukan hanya pemilihan kepala negara secara nasional, namun di

tingkat lokal pun berlangsung helatan pemilihan umum. Semenjak 2005,

Indonesia menggelar Pemilihan Umum Kepala Daerah yang dilakukan di tingkat

Provinsi dan Kabupaten. Maka dari itu, setidaknya ada 4 pemilihan umum yang

dilakukan oleh Warga Indonesia. Pemilihan umum tersebut terdiri dari Pemilihan

Umum Legislatif, Pemilihan Umum Presiden dan Pemilihan Umum Kepala

Daerah yang terdiri dari Gubernur dan Walikota/Bupati. Dengan demikian, makin

luas jangkauan pemilihan umum yang diselenggarakan di Indonesia. Tidak hanya

luas, pemilihan pun kini dilakukan di beberapa tingkatan, dari mulai Nasional,

Provinsi, hingga Kota/Kabupaten.

Level atau tingkatan dari pemilihan tersebut yang penulis anggap sebagai

sebuah medium/arena, mengapa fenomena “Split Ticket Voting” dapat

berkembang. Makin banyak pemilihan dan aktivitas elektoral langsung yang

dilakukan warga, maka makin banyak warga dituntut untuk membuat preferensi

politiknya. Di ruang-ruang tersebutlah, kreasi dan imaji warga terhadap sosok

pemimpin yang diinginkan menghasilkan calon pemimpin yang berbeda-beda.

Misalnya, di wilayah A, ada tiga pemilihan. Untuk di pemilihan 1, warga memilih

Partai A, di pemilihan 2, warga memilih Partai B, di pemilihan 3, Warga memilih

partai C. Berdasarkan perilaku memilihnya, tentu akan ada alasan masing masing

pemilih menentukan pilihannya. Namun penting untuk melihat, bagaimana

pemilih bisa berstrategi berdasarkan perilaku memilihnya.

Split Ticket Voting adalah fenomena politik dimana pemilih membagi

pilihannya diantara beberapa pemilihan, misalnya antara pemilu legislatif dan

6
pemilu presiden. Di negara yang sidah lebih dulu melakukan pemilihan presiden

secara langsung seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, perilaku ini

bukanlah fenomena yang baru. Namun untuk Indonesia,fenomena ini tampak

semenjak pemilihan presiden langsung di tahun 2004. Di tahun itu pemilu

legislatif dimenangkan oleh Partai Golkar dengan perolehan 21,6% suara di

parlemen. Disusul dengan PDI Perjuangan di peringkat kedua dengan 18,5%

suara. Tetapi pada kenyataannya pemilu presiden dimenangkan oleh Partai

Demokrat yang hanya peringkat kelima dengan 7,5% suara.5

Tabel 1.1. Bagaimana Fenomena Split Ticket Voting bisa muncul dalam pemilihan

5 Qodari, Muhammad. Op. Cit hal 1

7
 Perilaku Memilih Sosiologis dan Kecamatan Buluspesantren

Kabupaten Kebumen sebagai Potret Masyarakat Tradisional

Untuk mendalami perilaku Split Ticket Voting, maka diperlukan contoh

kasus untuk bisa didalami. Dalam karya ini, peneliti melakukan identifikasi

terhadap beberapa pemilihan umum. Pilihan penulis jatuh pada Kecamatan

Buluspesantren Kabupaten Kebumen. Hal ini didasarkan pada vote mapping yang

menggambarkan bahwasanya telah terjadi pembagian atas pilihannya pada

Pemilukada dan Pemilu Legislatif. Berdasarkan jumlah pemilih, kedua pemilihan

tersebut memiliki rasio suara pemilih yang sah dalam angka yang tidak jauh

berbeda.

Jumlah Suara Sah


33000
31000
29000
27000 Jumlah Suara Sah
25000

Tabel 1.2. Data Jumlah Pemilih di Kecamatan Buluspesantren pada Pemilu Legislatif

2014 dan Pemilukada 20156

6 Diolah dari Data DB 1 Resmi Pemilu Legislatif 2014 Dapil 1 diunduh di laman
http://kpu.kebumenkab.go.id/arsip-pemilu/pemilu-2014/ dan

8
Berdasarkan data diatas, ketika mendalami persebaran hasil pilihan pada

Pemilu Legislatif 2014 di Kecamatan Buluspesantren, maka akan terlihat

bahwasanya jumlah perolehan kursi di daerah pemilihan tersebut ternyata tidak

didominasi oleh partai tertentu. Namun ketika dilihat peta persebaran suara, maka

akan didapatkan bahwasanya wilayah Kecamatan Buluspesantren di dominasi

oleh Partai Gerindra dan PKB. Namun pada Pemilukada, kedua partai ini bersaing

dan berbeda dukungan bagi pasangan calon. Walau secara hitung-hitungan

elektoral di legislatif, wilayah ini harusnya dengan mudah dimenangkan oleh

pasangan yang didukung oleh partai tersebut.

Tabel 1.3. Data perbandingan Hasil Suara Pemilu Legislatif 2014 dan Pemilukada 2015

Kecamatan Buluspesantren7

Persentase
Kursi Persentase Hasil Suara
Nama Pasangan Dukungan Partai Dukungan
DPRD Pilkada
DPRD

Paslon 1 Golkar, Nasdem,


39,8 % 3 48,1 %
Khayyub - Bahrun PKS
Gerindra,
Paslon 2
Demokrat, PKB, 45,9 % 3 46,4 %
Fuad - Yazid
PAN
Paslon 3
PDIP Hanura 7% 1 5,5 %
Bambang - Sunarto

Namun hitung-hitungan diatas kertas tersebut berbeda dengan realita yang

ada di lapangan. Pada Pemilukada 2015, didapatkan fakta bahwa calon yang

didukung partai mayoritas tersebut tidak memenangkan dukungan di Kecamatan

Buluspesantren. Justru calon dari Partai Golkar lah yang memenangkan peraihan

suara di Kecamatan Buluspesantren. Walau dengan selisih suara yang tidak

Data DA 1 Pemilukada Kebumen 2015 Kecamatan Buluspesantren diakses di laman


https://pilkada2015.kpu.go.id/kebumenkab/buluspesantren
7 Ibid

9
banyak, nampak ada pergeseran pilihan partai politik dari saat pemilihan legislatif

2014 dan pemilukada di tahun 2015. Kurang lebih dalam waktu 20 bulan, pilihan

mayoritas warga kecamatan buluspesantren berubah. Hal inilah yang penulis coba

ungkap bagaimana strategi pilihan dari warga kecamatan buluspesantren terhadap

dua pemilihan tersebut.

Kecamatan Buluspesantren adalah wilayah yang lokasinya tidak berjarak

jauh dari ibukota kabupaten. Hanya berjarak 11 Kilometer dari pusat

pemerintahan Kabupaten Kebumen. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS

Kabupaten Kebumen, profil dari kedua kecamatan ini jauh berbeda dari segi

jumlah penduduk. Kecamatan Kebumen sebagai pusat pemerintahan,

pekerjaannya sudah didominasi oleh pekerja kantoran baik itu pegawai negeri,

maupun pengusaha di bidang perdagangan dan jasa memiliki jumlah penduduk

sebanyak 121.635 orang. Sedangkan untuk wilayah Kecamatan Buluspesantren,

hanya berpenduduk 52.565 orang warga yang mayoritas pekerjaan sebagai petani.8

Hal ini memperlihatkan adanya kondisi yang jauh berbeda, walaupun keduanya

secara district berada pada satu daerah pemilihan. Setting sosial tersebut pun

mendukung urgensi akan penelitian ini.

Lantas, didapatkan kenyataan bahwasanya Kecamatan Buluspesantren

ialah kawasan yang didominasi oleh pekerja tradisional. Ditambah dengan profil

warganya yang agamis, dapat dilihat dari terdapatnya beberapa pesantren yang

beraliran tradisional. Di kecamatan buluspesantren pun, ormas keagamaan tumbuh

subur. Dari mulai yang tradisional dan mengakar di masyarakat seperti Nahdatul
8 Data didapat dari Publikasi “Kebumen Dalam Angka 2016” karya BPS Kebumen yang
diakses di unduh di laman :
https://kebumenkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kabupaten-Kebumen-Dalam-
Angka-2016.pdf

10
Utama, maupun yang sedikit berkemajuan macam Muhammadiyah. Disamping

itu, ada pula aliran-aliran lain dari agama islam yang makin menegaskan betapa

faktor-faktor basis sosial menjadi hal yang dominan.

 Kekalahan Paslon Fuad-Yazid dan Upaya Menemukan Adanya

Fenomena Split Ticket Voting Warga Kecamatan Buluspesantren

9
Dalam literatur karya Toni Hendrawan , disebutkan bahwa Kajian

perilaku memilih dengan menggunakan analisis kuantitatif-multivariat

sebagaimana yang dilakukan oleh Gaffar (1992), Kristiadi (1993), dan Mujani et

al (2012) terbukti lebih mampu menjelaskan dinamika perilaku memilih secara

lebih meyakinkan. Maka dari itu, peneliti mencoba menggunakan instrumen

kuantitatif dan multivariat dalam mendalami fenomena ini. Dikarenakan, studi

tentang perbedaan perilaku memilih antar pemilihan di Indonesia belum banyak

pula dilakukan. Seperti argumen yang telah dijabarkan di tahap sebelumnya,

urgensi untuk memperkaya literatur perilaku memilih menjadi dasar dilakukannya

penelitian ini.

Lebih lanjut, ada fakta bahwa pasangan calon Fuad-Yazid menang tipis

secara keseluruhan di tingkat kabupaten. Namun di wilayah Buluspesantren ini,

hasil yang ada justru memenangkan pasangan calon Khayyub-Bahrun. Ada

kekalahan pasangan calon yang menang secara basis dukungan partai di

Kabupaten. Juga secara latarbelakang dukungan ormas, pasangan calon yang

menang didukung oleh Muhammadiyah dan NU. Di sisi lain, wilayah

Buluspesantren juga dekat dengan kedua ormas ini. Timbul urgensi untuk

9 Kuatnya Pengaruh Ketokohan Dan Identitas Kepartaian Buruh Dalam Pemilu Presiden,
Thesis Universitas Gadjah Mada diakses di laman : http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=88966&obyek_id=4

11
menemukan faktor-faktor kekalahan dari kerangka perilaku memilih. Apa yang

mendasari pemilih menggunakan preferensi yang berbeda dalam Pemilukada

Bupati Kebumen 2015.

Berdasarkan fakta tentang kalahnya Paslon Fuad-Yazid di Kecamatan

Buluspesantren tersebut, penulis berupaya membuktikan terjadinya fenomena

yang disebut dengan Perilaku Split Ticket Voting. Perlu ketelitian dan instrumen

yang kuat terkait dengan ingatan dan preferensi pemilih yang membuat mereka

memutuskan pilihannya kala itu. Pertama, penulis mencoba membuktikan bahwa

profil pemilih penulis yang berada di Kecamatan Buluspesantren adalah pemilih

yang berperilaku memilih berdasarkan pendekatan sosiologis. Kedua, penulis

mencoba membuktikan apakah perilaku tersebut tergolong terhadap split ticket

voting. Ketiga, penulis mencoba mengelaborasikan dengan fakta kekalahan paslon

yang justru menang di kabupaten, dan kalah di kecamatan tersebut dikarenakan

kedua perilaku tersebut.

12
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pendahuluan dan problematisasi yang telah dibuat di bagian

sebelumnya, maka penulis berencana membuat penelitian ini dengan rumusan

masalah yaitu :

“Bagaimana Pengaruh Aspek Sosiologis Pemilih di Kecamatan

Buluspesantren terhadap Perilaku Split Tiket Voting pada Pemilukada

Kebumen 2015 ? ”

Untuk itu, agar pembahasan menjadi fokus, peneliti membatasi

objek penelitian ini hanya terhadap pemilih yang telah berumur 17 tahun

yang mengikuti Pemilu Legislatif 2014 dan Pemilukada 2015 yang ada di

Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen. Selain karena

pertimbangan waktu dan biaya, lokasi ini sengaja saya pilih karena

Kecamatan Buluspesantren secara hitung-hitungan berdasarkan data KPU

menampilkan konfigurasi adanya Split Ticket Voting. Peneliti akan

membahas hasil survey beserta analisa deskriptif dan inferensial dari pola

perilaku memilih warga berdasarkan ukuran yang di tentukan di tahapan

berikutnya.

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah dan problematisasi yang dibuat pada bagian

sebelumnya, penulis berencana membuat penelitian ini dengan tujuan yaitu:

13
1. Memahami secara umum, perilaku memilih sosiologis warga Kecamatan

Buluspesantren Kabupaten Kebumen


2. Mengidentifikasi secara khusus, strategi dan faktor dari terjadinya perilaku

“Split Ticket Voting” di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen.


3. Melihat pengaruh aspek sosiologis pemilih, terhadap fenomena “Split Ticket

Voting” di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen

D. KERANGKA TEORI

Dalam bagian ini, penulis membagi kerangka teori dalam dua terminologi.

Hal ini dilakukan dalam rangka menjawab Rumusan Masalah yang juga terdiri

dari dua terminologi secara komprehensif. Pertama adalah Teori yang dapat

menjelaskan lebih jauh soal voting behaviour. Kedua adalah tentang Teori yang

mencoba menjelaskan, bagaimana proses terjadinya pembelahan suara atau Split

Ticket Voting .

 Teori yang menjelaskan Voting Behaviour

Dalam studi perilaku pemilih yang banyak dibahas para sarjana, ada tiga

pendekatan yang seringkali dikutip dalam menjelaskan perilaku pemilih dalam

pemilu. Pertama ada pendekatan sosiologis, Kedua ialah pendekatan psikologis,

dan Ketiga ialah pendekatan rational choice. Ketiga pendekatan ini telah

dianggap mapan, dan mampu mengidentifikasi ruang gerak pemilih dalam

berperilaku. Ketiganya mewakili karakteristik perilaku dari kriteria yang berbeda.

Berdasarkan karakteristik wilayah penelitian yang ingin peneliti dalami, maka

dipilihlah pendekatan sosiologis sebagai teori utama :

 Pendekatan Sosiologis

14
Pendekatan Sosiologis dalam studi perilaku pemilih sering disebut sebagai

model Mazhab Columbia. Hal ini terjadi karena model ini dikembangkan oleh

akademisi dari Columbia University. Sebelum dikembangkan di daratan amerika,

pendekatan ini di perkenalkan oleh ilmuwan eropa. Flanagan, menyebut

pendekatan ini sebagai model sosiologi politik eropa.10 David Denver menyebut

pendekatan ini sebagai Social Determinism Approach.11 Menurut Asfar,

pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang menjelaskan bahwa

karakteristik sosial dan latarbelakang sosiologis mempunyai pengaruh yang

cukup signifikan dalam menentukan pilihan seseorang.12 Karakteristik yang

dimaksud adalah adanya persamaan latar belakang antara pemilih dan kandidat

dalam konteks karakteristik sosial seperti agama, jenis kelamin, suku, asal daerah,

umur, kekeluargaan, pekerjaan, pendidikan, dan aspek sosial lainnya.

Pendekatan ini memastikan bahwa aspek karakteristik sosial yang telah

disebutkan mempengaruhi preferensi pemilih untuk menentukan pilihannya

dalam pemilu.

Sedangkan Lazarfeld menyatakan bahwa “a person thinks, politically,

as he is socially. Social characteristics determine political preference”.13 Bila

diartikan, pendekatan ini menurut Lazarfeld menjelaskan bahwa masyarakat

cenderung memilih kandidat tertentu di dalam pemilu berdasarkan pada aspek

persamaan identitas sosial. Sebagai contoh, di dalam masyarakat yang mayoritas

10 Asfar, Muhammad. (2006). Pemilu dan Perilaku Memilih 1995-2004. Surabaya:


Pustaka Eureka.
Halaman 137
11 Ibid
12 Ibid. Halaman 138
13 Lazarfeld, Berelson, dan Gaudet (1968) dalam Gaffar, Afan. (1992). Javanese Voter.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 5

15
berkerja sebagai petani, maka di saat pemilu mereka juga akan memilih kandidat

yang berlatarbelakang sebagai petani, begitu pula untuk pekerjaan lain. Selain

itu, pada pendekatan ini juga menjelaskan bahwa kaum perempuan akan lebih

condong untuk memilih kandidat perempuan sebagai perwakilan dirinya di

dalam pemerintahan, begitu pula dengan laki-laki.

Berbagai riset telah membuktikan hal ini terutama riset-riset negara barat.

Dalam penelitian Lipset di Amerika, faktor sosiologis khususnya sektor

agama sangat tampak pada pengelompokan pemilih dalam dukungannya terhadap

partai politik. Masyarakat dengan agama Protestan Anglo Saxon cenderung lebih

mendukung Partai Republik. Sedangkan masyarakat dengan agama Katolik serta

Yahudi ditambah warga masyarakat dengan warna kulit hitam serta Hispanic
14
cenderung untuk memilih Partai Demokrat Dalam perkembangan studi voting

behaviour di Indonesia, pendekatan ini banyak digunakan dalam riset dalam

negeri terutama untuk melihat kondisi perilaku pemilih pada masa sebelum

reformasi. Akan tetapi di masa pasca-orde baru ini, melihat fenomena

kemenangan parpol bernuansa agama di beberapa daerah, menyiratkan fakta bila

pendekatan ini masih sangat layak untuk digunakan.

Sebagai contoh kasus, pada pemilu legislatif tahun 2014 yang lalu di

Provinsi Jawa Timur, Partai Kebangkitan Bangsa berhasil kembali menjadi

pemenang. PKB keluar sebagai pemenang pemilu dengan perolehan suara

3.671.911 suara dari 18.721.796 suara sah atau mencapai 19,61% dari total

suara sah. Kemenangan PKB ini bukan pertama kalinya di Provinsi Jawa

14 Ibid

16
Timur. Semenjak reformasi, PKB hanya kalah pada Pemilu 2009.15 Partai yang

memiliki basis massa pendukung yang terafiliasi dengan organisasi Nahdatul

Ulama ini memang memiliki sejarah panjang dengan Jawa Timur.

PKB sejak awal memang dikenal sebagai Partai yang mengilhami nilai-

nilai ke-NU-an. Pendiri PKB, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sendiri adalah

salah satu tokoh penting dalam perkembangan NU. Beliau merupakan Ketua

Tanfiziah NU sejak tahun 1984 hingga partai ini terbentuk. Ditambah lagi, Jawa

Timur sejak dahulu merupakan lumbung pesantren dan ulama yang berafiliasi

dengan NU. Berdasarkan pendekatan sosiologis, menjadi wajar apabila PKB

dengan basis massa utama warga NU menjadi pemenang di Jawa Timur.

Kesamaan latar belakang sosial masyarakat dengan visi keorganisasian PKB

yang didominasi oleh NU menjadi alasannya. Berdasarkan asumsi teoritik dari

penelitian tersebut, beberapa karakteristik yang digunakan dalam menjelaskan

pendekatan sosiologis adalah:

a. Persamaan agama,

b. Persamaan tempat tinggal,

c. Persamaan jenis kelamin,

d. Kekeluargaan (kandidat masih satu keluarga dengan pemilih), dan

e. Pertemanan (kandidat merupakan teman pemilih)

f. Kesamaan Jenis Pekerjaan

 Teori-teori yang menjelaskan terjadinya Split Ticket Voting

15 www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/04/24/hasil-pemilu-di-jawa-timur-pkb-
kuasai-17-kabupaten-kota-dan-pdip-16

17
Dalam karya yang dibuat oleh Linayati Lestari, yang mendalami

tentang perilaku memilih warga Nusa Tenggara Barat dalam Pemilihan Gubernur

2008, didapati fakta tentang adanya pembelahan suara yang mengakibatkan

incumbent mengalami kekalahan.16 Dalam Tesis tersebut, dinyatakan bahwa salah

satu penyebab kekalahan incumbent pada saat itu ialah Teori Accidental.

 Teori Accidental

Teori Accidental (Kebetulan), menjelaskan lahirnya perilaku split ticket

voting sebagai akibat dari struktur politik di suatu negara. Di Amerika misalnya,

partai politik lebih menonjolkan kandidat (figur) dibanding dengan partai itu

sendiri. Ketika seseorang memilih kandidat dari partai yang berbeda, adalah

konsekuensi logis karena pemilih lebih tertarik kepada figur kandidat.

Penggunaan kerangka ini dalam mengidentifikasi split ticket voting

didasarkan pada kesetaraan konsep ini dengan konsep perilaku memilih

sosiologis. Poin inti dari konsep ini menekankan bahwa parpol yang menguatkan

sosok calon/ figuritas ketimbang partai, akan selalu beriringan dengan hal-hal

yang berkaitan dengan aspek sosiologis.

Tidak ada motivasi atau tujuan tertentu dari pemilih ketika membagi /split

suaranya untuk jenis pemilihan yang berbeda. Penganut teori ini melihat paling

tidak dua aspek penting yang mengakibatkan terjadinya split ticket voting,

diantaranya yakni melemahnya identifikasi partai (Party – ID) dan adanya sistem

pemilihan yang menyebabkan menguatnya incumbent17

16 Lestari, Linayati (2008) Kekalahan Lalu Serinata-Husni Djibril Pada Pilkada


Nusatenggara Barat Tahun 2008 hal 8
17 Palmer, 1999 dalam Lestari hal 9

18
Aspek pertama yang menjadi argumen dari teori accidental adalah faktor

melemahnya party identification. Identifikasi partai pun merupakan ranah dari

voting behaviour yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya. Identifikasi partai

adalah perasaan psikologis yang terdapat di dalam diri seseorang, seseorang

memilih partai atau kandidat karena disatukan oleh identitas dan kedekatan

dengan partai atau kandidat itu. Secara normatif, tingginya identifikasi terhadap

partai akan melahirkan perilaku straight ticket voting. Ditambah lagi dengan

makin melemahnya ikatan dan relasi pemilih dengan partai. Ditambah lagi, baik

dalam Pemilu Legislatif dan Pemilukada, partai bisa melebur pada figur kandidat.

Karena di Indonesia, Pemilu Legislatif dilakukan secara terbuka, baik memilih

calon maupun memilih partai. Maupun dalam Pemilihan Kepala Daerah, partai

terbiasa berkoalisi dan mengubah wajahnya kedalam pasangan calon/kandidat.

Kriteria dalam aspek diatas yang harus ditemukan, untuk melihat kecenderungan

pemilih untuk tidak loyal pada satu partai saja.

Aspek kedua yang menjadi argumen dari teori accidental adalah faktor dari

menguatnya petahana /incumbent. Dalam kriteria kedua ini, menjelaskan bahwa

faktor dari penyebab split ticket voting ialah posisi yang tidak seimbang antara

satu kandidat yang telah lebih dulu berkuasa, dengan kandidat lain yang baru

akan mengikuti pemilihan.18 Hal ini mengakibatkan adanya perilaku kampanye

permanen yang menguntungkan petahana. Kriteria ini menganggap pemilih akan

memiliki kecenderungan tidak berpikir panjang dan tanpa motivasi tertentu dari

pemilih.

18 Lestari, Op. Cit, Hal 10.

19
Berdasarkan ulasan tersebut, maka penulis membuat indikator tentang faktor

terjadinya Split Ticket Voting dari teori ini :

a. Tingkat Pengetahuan terhadap Partai yang Rendah

b. Basis kesamaan sosial yang digunakan tidak diakomodasi oleh partai yang

sama

c. Loyalitas terhadap Partai yang Rendah

d. Pengetahuan terhadap Calon/Kandidat Rendah

e. Dominasi Incumbent selama proses Kampanye.

f. Pengetahuan terhadap Kinerja dan Prestasi Incumbent yang Rendah

E. HIPOTESIS

Mengingat latar belakang kondisi sosial masyarakat Kecamatan

Buluspesantren yang masih transisional antara tradisional dan modern: Perilaku

Memilih Warga yang Mengedepankan Aspek Sosiologis berpengaruh

terhadap terjadinya Split Ticket Voting. Karena faktor yang dominan, masih

seputar faktor-faktor kedekatan. Sedangkan faktor ideologis lainnya menempati

urutan yang lebih rendah. Hal ini diakibatkan oleh kondisi budaya masyarakat

Buluspesantren yang tradisional.

F. DEFINISI KONSEPTUAL DAN OPERASIONAL

20
1. Definisi Konseptual

a. Perilaku Memilih

Perilaku memilih merupakan sikap politik berdasarkan pertimbangan

tertentu masyarakat untuk memilih/tidak memilih calon/kandidat pada Pemilu

Legislatif 2014 dan Pemilukada 2015.

b. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan Sosiologis merupakan sebuah pendekatan yang menunjukkan

bahwa pemilih memilih kandidat berdasarkan kesamaan kriteria dan latar

belakang sosial yang ada pada dirinya dengan kandidat yang ia pilih.

c. Split Ticket Voting

Split ticket voting ialah strategi membagi suara yang dilakukan oleh

pemilih antar satu pemilihan ke pemilihan lainnya. Misalnya pemilih X memilih A

dalam pemilihan 1,sedangkan memilih B dalam pemilihan 2.

d. Teori Accidental

Teori Accidental, merupakan konsep yang mencoba mengidentifikasi

terjadinya perilaku split ticket voting bisa terjadi karena tidak disengaja.

Ketidaksengajaan tersebut, berdasarkan dua aspek, yaitu rendahnya tingkat

identifikasi partai, dan faktor menguatnya incumbent.

2. Definisi Operasional

21
Dalam penyusunan instrumen dan angket guna mencari data dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa definisi untuk membantu dalam

pembuatan angket, diantaranya :

a. Pendekatan Sosiologis

Dalam pendekatan sosiologis, ada beberapa poin definisi yang harus

dijelaskan:

 Agama,

Poin pertama tentang penjabaran perilaku memilih sosiologis ialah tentang

kesamaan latar belakang keagamaan. Peneliti menempatkan keagamaan sebagai

faktor sosiologis tertinggi dikarenakan sebuah fakta bahwa lokasi kecamatan

buluspesantren adalah basis dari salah dua ormas islam yang ada di Indonesia,

yaitu Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah.

 Kesamaan agama

 Kesamaan aliran agama

 Kesamaan ormas yang diikuti

 Kesamaan tempat pengajian

 Tempat tinggal,

Aspek sosiologis lainnya ialah tentang kesamaan lokasi tempat tinggal.

Kedekatan sosial yang satu ini didasarkan oleh basis distrik/area dimana pemilih

merasa dekat/sangat dekat terhadap calon. Contohnya, pemilih A memilih calon X

karena yang bersangkutan pernah menjadi tetangganya dalam satu desa.

22
 Memilih karena pernah satu Wilayah Tempat Tinggal

 Memilih karena calon merupakan penduduk suatu wilayah tertentu

 Jenis kelamin,

Aspek sosiologis berikutnya ialah tentang jenis kelamin. Dalam perilaku

memilih sosiologis melalui aspek ini, pemilih memiliki kecenderungan

menentukan pilihan berdasarkan kelamin/gender dari calon.

 Memilih calon karena memiliki kesamaan jenis kelamin

 Memilih calon karena pertimbangan jenis kelamin tertentu

 Hubungan keluarga,

Aspek sosiologis berikutnya ialah tentang adanya hubungan keluarga.

Dalam pandangan aspek ini, pemilih menentukan pilihan berdasarkan adanya

kedekatan yang didasarkan pada kesamaan pertalian darah/ keturunan. Dalam

profil pemilih yang berasal dari wilayah pedesaan yang cenderung homogen,

kemungkinan aspek ini terjadi masih sangat tinggi.

 Memilih calon karena masih ada pertalian saudara yang sangat dekat,

 Memilih calon karena masih kerabat/ saudara.

 Relasi pertemanan, dan

Aspek sosiologis lain yang memengaruhi pemilih dalam menentukan

pilihan ialah adanya relasi pertemanan. Pernah mengenali, akrab dan saling terikat

dalam relasi pertemanan merupakan kriteria yang digunakan pemilih dalam

menentukan pilihan.

23
 Memilih calon tertentu karena saling berteman dan saling kenal

 Kesamaan Pekerjaan

Aspek sosiologis terakhir ialah kesamaan pekerjaan. Dalam masyarakat

dengan budaya tradisional tinggi, maka mayoritas pekerjaannya berada di sektor

agraris. Hal tersebut, paralel dengan profil dari kecamatan buluspesantren yang

mayoritas penduduknya adalah petani dan pedagang hasil bumi.

 Memilih calon tertentu karena pernah bekerja pada tempat yang sama

 Memilih calon tertentu karena kesamaan jenis pekerjaan

 Memilih calon tertentu karena jenis pekerjaan calon

b. Split Ticket Voting : Accidental Theory

 Split Ticket Voting

Split ticket voting ialah strategi membagi suara yang dilakukan oleh

pemilih antar satu pemilihan ke pemilihan lainn

a. Misalnya pemilih X memilih A dalam pemilihan 1,sedangkan memilih B

dalam pemilihan 2.

 Memilih calon yang berasal dari partai yang berbeda dalam pemilu legislatif

dan pemilihan bupati kebumen

 Tingkat Pengetahuan terhadap Partai yang Rendah

24
Pada aspek ini, pemilih lebih melihat calon/kandidat dalam menentukan

pilihannya. Hal itu disebabkan oleh tingkat pengetahuan dari pemilih terhadap

latar belakang partai dari calon/kandidat yang rendah.

 Memilih calon/kandidat dari partai yang yang berbeda karena tidak

mengetahui partai yang mendukungnya.

 Loyalitas terhadap Partai yang Rendah

Pada aspek ini, pemilih merupakan tipikal orang yang tidak memiliki

basis ideologi yang cukup kuat. Loyalitas pemilih pada partai politik tertentu

dinilai cukup rendah.

 Memilih calon/kandidat dari partai yang yang berbeda karena tidak memiliki

ideologi terhadap partai politik tertentu.


 Memilih calon/kandidat dari partai yang yang berbeda karena tidak memiliki

loyalitas tertentu pada partai politik

 Pengetahuan terhadap Calon/Kandidat Rendah

Pada aspek ini, pemilih pun dinilai sebagai entitas yang kurang

tersosialisasikan dengan baik dalam pemilihan. Pengetahuan terhadap

keseluruhan kandidat yang minim, mengakibatkan pemilih tidak banyak memiliki

pilihan, hal ini yang mengakibatkan terjadinya split ticket voting

 Memilih calon/kandidat dari partai yang berbeda karena minimnya sosialisasi

tentang keseluruhan calon/kandidat


 Memilih calon/kandidat dari partai yang berbeda karena pemilih hanya

memiliki pengetahuan dari satu calon dan tidak mengetahui yang lainnya.

 Dominasi Incumbent selama proses Kampanye

25
Pada aspek ini, pemilih dinilai tidak menerima proses kampanye secara

adil dan berimbang. Hal ini disebabkan oleh adanya campur tangan ataupun

dominasi dari incumbent atau calon petahana. Walau dalam studi kasus

Kabupaten Kebumen, tidak ada calon petahana, namun peran petahana dalam

proses kampanye bisa masuk dalam kategori ini.

 Memilih calon/kandidat dari partai yang berbeda karena calon petahana lebih

dominan dalam kampanye


 Memilih calon/kandidat dari partai yang berbeda karena petahana ikut dalam

kampanye.

 Pengetahuan terhadap Kinerja dan Prestasi Incumbent yang

Rendah

Pada aspek ini, pemilih dinilai sebagai sosok yang tidak banyak

mengetahui tentang incumbent dan segala kinerja dan prestasinya. Hal tersebut

berpengaruh pada tahap evaluasi oleh pemilih yang minim dilakukan. Pada kasus

Kabupaten Kebumen, tidak ada petahana dalam pemilihan bupati. Namun

penting melihat bagaimana accidental proccess terjadi karena tidak adanya

evaluasi terhadap petahana.

 Memilih calon/kandidat dari partai yang berbeda karena tidak mengetahui

kinerja dan bupati diperiode sebelumnya


 Memilih calon/kandidat dari partai yang berbeda karena pemilih tidak

melakukan evaluasi terhadap petahana

 Basis kesamaan sosial yang tidak diakomodasi oleh partai

26
Pada aspek ini, pemilih lebih melihat calon ideal yang akan dipilih.

Pilihan tersebut sudah didasarkan pada kesamaan kriteria sosial tertentu, namun

ada konflik dimana calon tersebut bukan berdasarkan partai yang dipilih pada

pemilihan biasanya. Pemilih tipe ini sudah lebih tingi tingkat pengetahuannya

terhadap parpol.

 Memilih calon/kandidat dari partai yang berbeda karena calon yang ideal

bukan berasal dari partai yang biasa dipilih

G. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ilmiah dalam kasus ini dapat digunakan metode

penelitian kuantitatif melalui metode survei. Metode penelitian survei merupakan

metode penelitian dengan mengambil sampel dari suatu populasi yang

menggunakan angket sebagai alat bantu untuk pengumpulan data-data primer19

Dalam metode penelitian survei ini, objek analisa penelitian merupakan

individu dari yang telah diteliti melalui angket survei. Secara umum,ada

beberapa fungsi dari metode penelitian survei yang di antaranya adalah sebagai

penjajagan atau eksploratif, deskriptif, penjelasan, evaluasi, prediksi atau

peramalan kejadian tertentu yang terjadi pada masa yang akan datang, penelitian

operasional, dan pengembangan indikator-indikator.20

Dalam penelitian ini, metode survei dipilih sebagai metode

penelitian kuantitatif untuk mencari data perilaku memilih di Kecamatan

19 Efendi, Sofian dan Masri Singarimbun. (2008). Metode Penelitian Survai.


Jakarta: LP3ES. Halaman 3
20 Ibid. Halaman 4

27
Buluspesantren, Kabupaten Kebumen dan faktor-faktornya yang menyebabkan

terjadinya split ticket voting.

1. Populasi

Populasi merupakan jumlah dari keseluruhan dari unit analisa yang ciri-

cirinya akan diduga.21 Populasi keseluruhan dari penelitian ini adalah seluruh

warga masyarakat di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen yang

memiliki dan menggunakan hak pilihnya dengan baik sehingga menjadi suara

sah dalam Pemilu Legislatif 2014 dan Pemilukada 2015 yang lalu, khususnya

pada surat suara DPRD dan Bupati Kabupaten Kebumen. Dari data yang telah

didapat dari KPU Kabupaten Kebumen, tercatat sebanyak 30.488 suara sah untuk

DPRD Kabupaten Kebumen. Hal ini akan dijadikan acuan dalam penentuan

populasi bahwa terdapat 30.488 yang nantinya akan diambil sampel dari besaran

jumlah tersebut.

2. Sampel

Sampel merupakan sekelompok objek penelitian yang diambil dari

keseluruhan populasi yang ada yang menjadi fokus objek penelitian dan

diasumsikan dapat mewakili keseluruhan populasi tersebut. Dalam menentukan

jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus SLOVIN yang telah banyak

21 Ibid. Halaman 3

28
digunakan dalam penghitungan sample survei. Margin error yang ditentukan

oleh peneliti dalam hal ini adalah lima persen (5%).

Rumus SLOVIN :

n = N / ( 1 + N . d2)
n = 30.488 / ( 1 + 30.488 . (5/100)2)
n = 394,8199
n = 395 (dibulatkan)

Tabel 1.4 Hasil Perhitungan Rumus Sampling Sloving dengan Margin Error 5%

Dari rumus SLOVIN di atas maka jumlah sample yang akan

diambil adalah sebanyak 395 responden. Sedangkan untuk mengantisipasi

kesalahan dalam pengambilan data, peneliti menambahkan dua puluh lima

sampel untuk digabungkan dalam penelitian ini. Sehingga, total jumlah

sampel yang akan diteliti adalah sebanyak 420 jiwa.

3. Sampling

Sampling adalah teknik dalam pengambilan data penelitian melalui

pemilihan sampel objek penelitian. Teknik sampling yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah metode simple random sampling yang mana obyek

penelitian dibagi ke dalam beberapa kategori berdasarkan letak teritorialnya. Hal

ini mengingat teritorial obyek penelitian sangat banyak, yaitu satu wilayah

Kecamatan Buluspesantren. Dimana, dari keseluruhan jumlah desa yang terdiri

dari 21 buah, masing masing akan diambil sebanyak 20 responden. Kemudian

untuk penentuan sampel yang diambil, peneliti menggunakan teknik simple

29
random sampling untuk mengambil data pada sampel di masyarakat secara

langsung pada level desa.

Hal ini dilakukan mengingat data hasil pemilu versi KPUD Kebumen,

masing-masing desa di Kecamatan Buluspesantren ini hasilnya sangat

variatif. Perbandingan jumlah responden yang setara di tiap desa, mencoba

mengakomodir keberagaman tersebut. Barulah pilihan acak terhadap responden,

dilakukan di tingkat desa.

4. Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah

Pendekatan sosiologis, psikologis, rational choice, serta teori accidental dan

intensional.

Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah pertimbangan

masyarakat dalam memilih kandidat tertentu pada pemilu legislatif dan

pemilukada 2015.

5. Alat Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data yang selanjutnya menjadi fokus analisa adalah

dengan menggunakan angket. Angket merupakan daftar pertanyaan

terstruktur dengan alternatif jawaban yang telah tersedia sehingga responden

tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan aspirasi, persepsi, sikap,

keadaan, atau pendapat pribadinya.22

22 Ibid

30
Desain angket yang digunakan yaitu angket tertutup dengan skala linkert.

Semua pernyataan yang digunakan bersifat positif. Pilihan jawaban yang

disediakan yaitu Sangat Setuju (skor 4), Setuju (skor 3), Tidak Setuju (skor 2), dan

Sangat Tidak Setuju (skor 1). Cara menentukan skor akhir penulis menggunakan

rata-rata skor. Penggunaan skor tersebut digunakan sesuai dengan empat kategori

skor yang dikembangkan dalam skala likert dan digunakan dalam penelitian.

Adapun kriteria yang dimaksud yaitu sebagai berikut:

Kriteria Analisis Deskripsi

Rentang Kategori Skor Penafsiran


1,00 – 1,74 Sangat Tidak Setuju
1,75 – 2,49 Tidak Setuju
2,50 – 3,24 Setuju
3,25 – 4,00 Sangat Setuju

Tabel 1.5 Rentang Kategori Skor Skala 4 adaptasi skala likert

31
6. Tabel Indikator

Jenis
Variabel Dimensi Indikator
Variabel Memilih calon karena adanya
Agama
persamaan agama
Memilih calon karena adanya
Tempat Tinggal
persamaan
Memilih tempat
calon tinggal
karena adanya
Jenis Kelamin
Independen Sosiologis persamaan jenis kelamin
Memilih calon karena adanya
Keluarga
hubungan
Memilihpersaudaraan/ keluarga
calon karena adanya
Pertemanan
kedekatan pertemanan/kerabat
Memilih calon karena adanya
Pekerjaan
persamaan jenis pekerjaan
Split Ticket Memilih partai yang berbeda

Voting antar pemilihan


Tingkat Memilih partai/calon yang

Pengetahuan berbeda karena pengetahuan

terhadap
Basis Partai
kesamaan terhadap
Memiih partai yang rendah
partai/calon yang

sosial yang tidak berbeda karena basis kesamaan

diakomodasi sosial tidak hanya diakomodasi


Loyalitas Memilih partai/calon yang
Menentukan oleh satu partai
terhadap Partai berbeda karena rendahnya tingkat
Pilihan yang
Dependen
Pengetahuan
yang Rendah Memilih loyalitas
partai/calon yang
bersifat Split
terhadap berbeda karena adanya faktor
Ticket Voting

Calon/Kandidat pengetahuan terhadap


Dominasi Memilih partai/calon yang

Incumbent berbeda karena adanya dominasi

selama proses calon petahana/incumbent dalam


Pengetahuan Memilih partai/calon yang

terhadap Kinerja berbeda karena pengetahuan yang

dan Prestasi rendah terhadap kinerja prestasi

Incumbent yang incumbent

Tabel 1.6 Indikator antar Variabel Dependen  Independen

32
7. Alur Pikir Penelitian

Menentukan
Pilihan dalam
Pemilihan Split Ticket Voting
Legislatif Menggunakan
Voters/
d Aspek
Pemilih
Menentukan Sosiologis
Pilihan dalam sebagai Penentu Straight Ticket Voting
Pemilihan
Bupati
d

Data Perilaku Memilih Independen Variabel Dependen Variabel

Tabel 1.7 Alur Pikir Penelitian dan Posisi Masing-masing Variabel

8. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur dalam

angket tiap pertanyaannya tersebut benar-benar mengukur apa yang

diukur. Pengujian dilakukan dengan melihat korelasi antara tiap

pertanyaan dengan nilai total23. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

SPSS 22.0 sebagai alat bantu dalam melakukan uji validitas.

23 Soekidjo Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2002,


hal. 148

33
H. TEKNIK ANALISA DATA

Dalam penelitian perilaku memilih split ticket voting, peneliti

mencoba mengurai dan menganalisa data menggunakan dua cara, yaitu

deskriptif dan inferensial :

 Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang

telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum atau generalisasi.24 Analisis ini hanya berupa

akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi semata dalam arti tidak

mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat

ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan.Teknik analisis ini biasa

digunakan untuk penelitian-penelitian yang bersifat eksplorasi

 Statistik Inferensial

Bila dalam statistik deskriptif hanya bersifat memaparkan data, maka

dalam statistik inferensial sudah ada upaya untuk mengadakan penarikan

kesimpulan dan membuat keputusan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.25

Biasanya analisis ini mengambil sampel tertentu dari sebuah populasi yang

jumlahnya banyak, dan dari hasil analisis terhadap sampel tersebut

24 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif, dan R&D (Cet.


IX. Bandung: Alfabeta, 2010). hal. 20
25 Ibid

34
digeneralisasikan terhadap populasi. Oleh karena itulah statistik inferensial ini

juga disebut dengan istilah statistik induktif.

Berdasarkan kebutuhan, analisa inferensial yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah:

a. Analisis Pengaruh/ Regresi Sederhana.

Analisis pengaruh atau regresi, peneliti gunakan sebagai salah satu

instrumen analisa. Analisa pengaruh/regresi digunakan sebagai cara uji hubungan

pengaruh antar variabel. 26Analisa yang regresi yang dipilih ialah analisa regresi

sederhana dengan membandingkan variabel independen terhadap variabel

dependen. Dalam pengerjaannya, peneliti menggunakan piranti SPSS. 22 sebagai

medium dan alat bantu analisa.

I. Sistematika Penulisan

Pada bagian ini, penulis mencoba menggambarkan secara singkat

gambaran isi skripsi ini secara keseluruhan. Skripsi yang dibuat kali ini, dibagi

kedalam 5 bab. Dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

1. Bab I : Pendahuluan

Bab I penulis desain sebagai introduksi akan maksud dan tujuan dalam

melakukan penelitian ini. Berisi tentang setting sosial dan perilaku memilih

26 Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi, Regresi dan Analisa Jalur Dalam Penelitian,
Bandung : Pustaka Setia, 2007, hal. 188

35
masyarakat Kabupaten Kebumen yang berakibat pada timbulnya fenomena Split

Ticket Voting. Hal tersebut diangkat menjadi isu problematis yang kemudian

perlu dijawab secara teoritis.

Bab I disusun atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kerangka teori, hipotesis, definisi operasional dan konseptual, metode penelitian,

teknik analisa data, dan sistematika penulisan.

2. Bab II : Kondisi Umun lokasi Penelitian dan Profil Responden

Bab II berisi existing data yang diperlukan untuk menjelaskan bagaimana

profil wilayah yang akan diteliti. Penulis perlu menjelaskan bagaimana kondisi

Kabupaten Kebumen secara sosiologis. Hal ini berkaitan dengan profil responden

yang akan dijadikan narasumber dari survey yang dilakukan.

Bab II disusun atas Profil Kabupaten Kebumen, Hasil Pemilu Legislatif

2014, Hasil Pemilukada Bupati Kebumen 2015, Profil Kecamatan

Buluspesantren, Kondisi Masyarakat Buluspesantren.

3. Bab III : Analisa Data : Ulasan Statistik Deskriptif

Bab III merupakan tahap awal peneliti melakukan analisa data. Pada

bagian ini, peneliti menjabarkan hasil identifikasi tahap awal dari tiap pertanyaan

dari hasil survey. Peneliti menjabarkan data dan jawaban dari responden. Pada

tahap ini, analisa masih bersifat deskriptif. Penulis lebih banyak melaporkan hasil

survey secara umum.

Bab III disusun atas data jenis kelamin, data pilihan parpol responden

pada pemilu legislatif dan pemilukada bupati, data tentang split ticket voting,

36
data tentang perilaku memilih sosiologis, data tentang split ticket voting. Pula

ditambahkan beberapa cross tabulation/ tabulasi silang dari tiap data hasil survey

tersebut.

4. Bab IV : Analisa Data : Ulasan Statistik Inferensial dan Penarikan

Kesimpulan

Pada Bab IV ini, penulis telah lebih jauh mengulas data yang didapatkan

dari responden. Setelah sebelumnya hanya menjabarkan dan mendeskripsikan,

pada bab ini penulis akan pula menganalisa dan melakukan proses statistik

inferensial. Dalam penelitian ini, seperti yang dijelaskan sebelumnya, peneliti

akan melihat bagaimana uji regresi sederhana dari tiap-tiap variabel.

Bab IV disusun atas data analisa data variabel dependen dan independen,

analisa regresi sederhana, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan.

5. Bab V : Penutup

Pada bagian terakhir di Bab V, penulis mencoba mengulas secara

keseluruhan dan menuliskan kesimpulan. Pada bagian ini, penulis mencoba

jawab rumusan dan problematisasi dan hipotesis yang telah ditulis di bagian

awal. Sebagai peneliti, ada pula tanggung jawab teoritik bagi penulis untuk

menuliskan

Bab V disusun atas beberapa penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran,

dan refleksi teoritik.

37
Ilustrasi Sistematika Penulisan

Bab I : Latar Belakang, Rumusan


Masalah, Tujuan Penelitian,
Kerangka Teori, Hipotesis, Definisi
30% Operasional Dan Konseptual,
Metode Penelitian, Teknik Analisa
Data, Dan Sistematika Penulisan.
BAB I

Bab II : Kondisi Umum


10% Masyarakat Kabupaten Kebumen
BAB II dan Profil Responden

25% Bab III : Analisa Data : Ulasan


BAB III Statistik Deskriptif

Bab IV : Analisa Data : Ulasan


20% Statistik Inferensial Regresi
BAB IV
Sederhana

BAB V 15%
Bab V : Kesimpulan Saran dan
Refleksi teoritis

Tabel 1.8 Ilustrasi Sistematika Penulisan beserta konten dan porsinya

38
BAB II

A. PROFIL LOKASI PENELITIAN

a. Kabupaten Kebumen

Kebumen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah

bagian selatan yang mempunyai dukungan alam dengan potensi cukup tinggi.

Keragaman dan kelengkapan topologi wilayah mulai dari kawasan pantai selatan

yang mendukung sub sektor perikanan, dataran rendah yang relatif subur untuk

pertanian serta dataran tinggi, baik berupa perkebunan maupun hutan,

memberikan peluang yang sangat besar bagi kemandirian wilayah dalam

mencukupi kebutuhan sendiri.

Kelebihan-kelebihan tersebut masih ditambah dengan kondisi iklim dan

cuaca yang bersahabat. Suhu udara berada pada kisaran 21,10°C sampai 33,90°C

dengan tingkat kelembaban pada rentang 74,00 hingga 102,00 persen.

Sepanjang musim penghujan pada tahun 2015, tercatat dari stasiun pengamat

cuaca, jumlah hari hujan mencapai 141 hari dengan tingkat curah hujan mencapai

3.229,00 mm.

Wilayah dengan luas mencapai 12.811,15 km² atau 1,72 persen

dari total luas Indonesia, terbentang sepan- jang 263 km dari barat ke

timur dan 226 km dari utara ke selatan. Luas sawah sebesar 31,03 persen,

tegal/kebun 33,41 persen, rumah/bangunan & lahan sekitarnya 20,31

39
persen serta hutan

negara 13,16 persen.27

Kabupaten Kebumen

terdiri dari 26 kecamatan

yang terbagi menjadi 11

kelurahan dan 449 desa.

Sebelas kelurahan itu

berlokasi masing-masing di Kecamatan Kebumen 5 kelurahan, Kecamatan

Gombong 2 kelurahan dan Kecamatan Karanganyar 4 kelurahan. Pada tahun

2015 jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 1.930 RW dan dibagi menjadi 7.127

Rukun Tetangga (RT), masih sama seperti tahun sebelumnya.

Daftar 26 Kecamatan di Kabupaten Kebumen


1. Kecamatan Kebumen 10. Kecamatan Ayah 19. Kecamatan Buayan
2. Kecamatan Karangsambung 11. Kecamatan Sadang 20. Kecamatan Sempor
3. Kecamatan Rowokele 12. Kecamatan Alian 21. Kecamatan Kuwarasan
4. Kecamatan Adimulyo 13. Kecamatan Prembun 22. Kecamatan Puring
5. Kecamatan Poncowarno 14. Kecamatan Klirong 23. Kecamatan Sruweng
6. Kecamatan Karanggayam 15. Kecamatan Mirit 24. Kecamatan Gombong
7. Kecamatan Buluspesantren 16. Kecamatan Ambal 25. Kecamatan Petanahan
8. Kecamatan Karanganyar 17. Kecamatan Pejagoan 26. Kecamatan Padureso
9. Kecamatan Kutowinangun 18. Kecamatan Bonorowo

Tabel 2.1 Data jumlah kecamatan di Kabupaten Kebumen

b. Kecamatan Buluspesantren

27 Data BPS Kabupaten Kebumen 2016 pada publikasi : Kebumen Dalam Angka 2016,
diakses di laman https://kebumenkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kabupaten-Kebumen-
Dalam-Angka 2016.pdf

40
Kecamatan Buluspesantren merupakan kecamatan yang berada dekat pusat

pemerintahan Kabupaten Kebumen. Lokasinya hanya berjarak 11km dari pusat

kota Kebumen. Kecamatan Buluspesantren terdiri dari 21 desa dengan jumlah

Rukun Warga sebanyak 89 RW, 289 Rukun Tetangga (RT), dan 91 dusun. Desa/

kelurahan yang membawahi RW terbanyak adalah Desa Brecong sebanyak 8 RW

yang terdiri dari 24 RT, sedangkan desa/ kelurahan yang membawahi RW terkecil

adalah Desa Banjarmukadam sebanyak 1 RW dan 5 RT.28

Penduduk Kecamatan Buluspesantren pada tahun 2015 berjumlah

52.366 dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 26.220 jiwa dan

penduduk perempuan sebanyak 26.146

28 Data BPS Kabupaten Kebumen 2016 pada publikasi : Kecamatan Buluspesantren


Dalam Angka 2016 diakses di laman
https://kebumenkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kecamatan-Buluspesantren-Dalam-Angka-
2016.pdf

41
Tabel 2.2 Data BPS tahun 2015 tentang Persebaran Penduduk Kecamatan Buluspesantren

Hal tersebut menyebabkan sex ratio wilayah ini sebesar 100. Ditinjau dari

distribusi persebaran penduduknya, jumlah penduduk terbanyak berada di Desa

42
Brecong, yaitu sebesar 4.030 jiwa (7,7 persen) dan desa dengan penduduk paling

sedikit adalah Desa Karangglonggong sebanyak 854 jiwa (1,63 persen).29

Kecamatan Buluspesantren, memiliki layanan pendidikan dan kesehatan

yang cukup memadai. Di Kecamatan Buluspesantren terdapan 39 unit Sekolah

Dasar, 7 Sekolah lanjutan tingkat pertama, dan 2 sekolah menengah atas/ sekolah

menengah kejuruan.Berdasarkan Data BPS tahun 2015, luas lahan Kecamatan

Buluspesantren dalah sebesar 49,31 Ha yang terdiri dari lahan pertanian sawah

sebesar 21,02 Ha, lahan pertanian non sawah 13,32 Ha dan lahan non pertanian

14,94 Ha. Berdasarkan luas lahan pertanian yang seluas itu, jumlah Rumah

Tangga Usaha Tanaman Pangan di Kecamatan Buluspesantren jumlahnya

sebanyak 10.214 orang. Dengan persebarannya di kelompok tani yang jumlahnya

80 orang.

Jumlah angkatan kerja di Kecamatan Buluspesantren pada tahun 2014

sebesar 30.644 jiwa atau 78,42 persen dari total penduduk usia kerja yang berusia

lebih dari 15 tahun. Pada tahun 2014, di 58,56 persen tenaga kerja yang ada di

Kecamatan Buluspesantren, bekerja di sektor pertanian30. Jumlahnya pekerja

untuk sektor pertanian mencapai 17.445 jiwa. Di lain sektor, 4.178 jiwa mengisi

sektor industri, 3.689 jiwa di sektor perdagangan, hotel dan restoran, 3.437 di

sektor jasa, 911 jiwa di sektor konstruksi, serta 465 jiwa di bidang angkutan dan

komunikasi.

29 Data BPS Kabupaten Kebumen 2016 pada publikasi : Statistik Daerah Kecamatan
Buluspesantren 2016, diakses di https://kebumenkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-
Daerah-Kecamatan-Buluspesantren-2016.pdf
30 ibid

43
JUMLAH SEKTOR PEKERJAAN
20000
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000 JUMLAH PEKERJA
0
a n
str
i
ra
n s a si si
ni u to Ja uk ka
ta nd s str ni
Pe
r I ,Re Ko
n m
u
o tel ko
n
n,H d a
ga tan
gan gk
u
a
rd an
Pe

Tabel 2.3 Data sebarang sektor pekerjaan warga Kecamatan Buluspesantren 2014

c. Data Sosiologis Masyarakat Kecamatan Buluspesantren

Berdasarkan data yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, maka

penulis melakukan justifikasi terhadap profil sosiologis Kecamatan

Buluspesantren menjadi wilayah tradisional yang mayoritas warganya bekerja

sebagai petani. Mayoritas warga bekerja di sektor agraris yang berkarakteristik

khas pedesaan. Hal tersebut menegaskan bahwa nilai-nilai sosial yang sangat

mendasar lainnya pun bakal menjadi variabel yang berpengaruh untuk didalami.

Jika dilihat dari apek keagamaan, mayoritas penduduk Kabupaten

Kebumen beragama Islam. Walaupun umat Islam merupakan mayoritas,

kerukunan kehidupan beragama sangat terjaga di Kabupaten Kebumen. Dari segi

sarana ibadah, jumlahnya secara proporsional mengikuti jumlah pemeluk agama.

Pada Tahun 2005 di Kabupaten Kebumen terdapat tempat peribadatan antara lain

1.229 buah masjid, 4.588 langgar/mushola, 51 gereja dan 8 vihara. Berdasarkan

data Sensus Penduduk 2010, 98,92% penduduk Kabupaten Kebumen beragama

44
Islam, 0,6% Kristen Protestan, 0,3% Katholik, 0,17% Budha, 0,004% Hindu dan

0,002% penduduk memeluk agama konghucu. Proporsi tersebut cenderung tetap

dari tahun ke tahun yang menandakan tidak adanya perubahan struktur penduduk

dari segi kepemelukan agama.31

Bila penulis bisa menambahkan, ada fakta lain mengenai karakteristik

khas dari Kecamatan Buluspesantren ialah tentang tidak adanya dominasi. Banyak

aliran agama yang berbasis ormas yang berkembang di daerah ini. Baik

Muhammadiyah, Nahdatul ulama dan lain sebagainya memiliki pengurus

cabangnya di wilayah ini. Beberapa desa memang terkenal dengan basis dari

wilayah salah satu ormas tersebut. Namun jumlah dari daerah-daerah tersebut

dirasa sebanding. Oleh karena itu, tidak ada dominasi yang nampak dari

organisasi tersebut. Hal ini pula yang terjadi pada hasil Pemilu Legislatif di Dapil

Buluspesantren, hampir tidak ada partai yang menguasai secara mayoritas.

Di sisi lain, instrumen pendidikan informal seperti pondok pesantren pun

tampak hadir di tengah-tengah wilayah Kecamatan Buluspesantren. Institusi

formal pendidikan berasaskan nilai-nilai islam, merupakan contoh bagaimana

nilai-nilai keagamaan tetap dipelihara dan dijunjung tinggi di wilayah ini.

Setidaknya ada 6 pondok pesantren yang terdaftar di kementrian agama sejak

tahun 2009. Pondok pesantren ini tersebar dari ujung barat hingga ujung timur di

kecamatan ini.32

31 Rencana Jangka Panjang Daerah Kebumen 2005-2025 Bab 2, diakses di laman


http://www.data1.sapa.or.id/files/dppk/16-bab-ii-gambaran-umum-kabupaten-kebumen.doc
32 Daftar Alamat Pondok Pesantren Provinsi Jawa Tengah, Dirjen Pendidikan Islam
Kemenag, diakses di laman http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/pontren-33.pdf

45
Poin-poin diatas, menghantarkan penulis pada keyakinan bahwa nilai-nilai

sosiologis memiliki pengaruh dan peran penting dalam kehidupan warga di

Kecamatan Buluspesantren. Poin tersebut yang coba dilihat dari seberapa warga

menggunakan preferensi nilai-nilai tersebut, menjadi faktor memutuskan pilihan

terhadap dukungan politiknya. Terlebih dalam arena pemilihan di tingkat lokal

yang terjadi dalam beberapa tahap. Hal ini yang peneliti yakini sebagai cikal bakal

lahirnya perilaku split ticket voting.

B. DATA HASIL PEMILU 2014, PILKADA 2015, DAN

PERGESERAN SUARA

a. Data Hasil Pemilu 2014

Dalam perebutan kursi DPRD Kabupaten, 7 kursi yang tersedia bagi para

caleg secara merata diduduki oleh 1 calon dari 7 partai. Hal tersebut didapatkan

dari data penetapan hasil pemilu yan disahkan KPUD Kebumen. Partai yang

berhasil mewakilkan anggotanya di DPRD Kebumen ialah, Partai Nasdem, Partai

Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai Amanat Nasional.

Masing-masing yang duduk di parlemen, ialah calon dengan suara

terbanyak dalam partai. Dari data dibawah, dapat dilihat perolehan suara

terbanyak dipegang oleh caleg dari Partai Golkar. Sedangkan suara mayoritas

lainnya yang dominan ialah Partai Gerindra dan PKB.

Berikut ini adalah datanya :

46
NO NAMA PARTAI PEROLEHAN
1 Musito Nasdem 2582
2 H. Chumndari PKB 4102
3 Ermi Kristianti PKS 1774
4 M Taufik PDIP 2611
5 H. Purwanto Partai Golkar 6212
6 Hj. Sri Susilowati Partai Gerindra 4964
7 Suhartono PAN 2692

Tabel 2.4 Daftar Anggota DPRD Dapil 1 Kebumen dan Perolehan suaranya.33

b. Data Hasil Pemilukada Bupati 2015

Pemilukada Kabupaten Kebumen 2015 dilaksanakan pada 9 Desember

2015. Pemilukada ini dilakukan serentak bersamaan pada tahun tersebut sebagai

perubahan format pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara serempak.

Pemilukada Kebumen diikuti oleh 3 pasangan calon dari gabungan partai yang

berbeda. Tidak ada calon perseorangan dalam pemilukada Kabupaten Kebumen

2015.

Calon pertama yang mengikuti Pemilihan Bupati berasal dari koalisi Partai

Golkar, Partai Nasdem dan PKS. Koalisi ini mengusung calon bupati bernama

Khayyub M Lutfi dan wakilnya Akhmad Bakhrun. Calon Kedua yang mengikuti

Pemilihan Bupati berasal dari koalisi Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKB dan

PAN. Koalisi ini mengusung calon bupati bernama M. Yahya Fuad dan wakilnya

KH. Yazid Mahfudz. Calon ketiga yang mengikuti Pemilihan Bupati berasal dari

koalisi PDI Perjuangan dan Partai Hanura. Koalisi ini mengusung calon bupati

bernama Bambang Widodo dan Wakilnya Sunarto.

33 Model DB1- DPRD Kabupaten Kebumen Pemilu 2014, diakses di laman


http://kpu.kebumenkab.go.id/downloads/2014/MODEL%20DB/DPRD%20KABUPATEN/DB-1-
DPRD-2-3305-KEBUMEN%201.pdf

47
Pasangan Partai Hasil di Hasil di
Persentase Persentase
Calon Pendukung Kabupaten Buluspesantren

Golkar,
Khayyub-
PKS, 289.826 42,34% 14.924 48,13%
Bahrun
Nasdem
PKB, PAN,
Fuad-
Gerindra, 350.060 51,13% 14.385 46,39%
Yazid
Demokrat
Bambang- PDIP,
44.708 6,53% 1.701 5,49%
Sunarto Hanura
Berdasarkan data pasangan calon diatas, hasil dari Pilkada pada 9

Desember 2015 dimenangkan oleh pasangan nomor urut 2 yaitu pasangan Fuad

Yazid. Namun kemenangan tersebut memang tidak terpaut banyak suara. Hal ini

di wajar saja karena pasangan nomor urut 2 didukung oleh lebih banyak partai

politik. Akan tetapi, pada daerah pemilihan di wilayah Kecamatan

Buluspesantren, justru peraih suara terbanyak ialah pasangan nomor urut 1.

Tabel 2.5 Jumlah Suara Pasangan Calon di tingkat Kabupaten dan Kecamatan Buluspesantren34

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bagaimana perbedaan hasil

persentase di wilayah Kabupaten Kebumen dan di tingkat Kecamatan

Buluspesantren. Namun tidak mudah untuk menjustifikasi/menentukan penyebab

mengapa pilihan parpol dan hasil suara tersebut bisa pindah dari satu pasangan

pada pasangan lain. Ketidaksertamertaan ini yang coba peneliti jawab pada

penelitian lapangan survei yang akan dilakukan.

Bagaimana dukungan yang besar terhadap calon nomor urut 2, dengan

adanya dukungan dari 3 partai bersuara besar. Namun bisa dikalahkan oleh calon

yang hanya didukung secara dominan oleh partai golkar. Ditambah, sebelum

34 Hasil Rekapitulasi Resmi Pilkada Kebumen di Laman Pilkada 2015 KPU RI, diakses di
laman http://pilkada2015.kpu.go.id/kebumenkab

48
pemilihan dimulai, ada deklarasi dukungan yang dilakukan oleh ormas-ormas di

Kabupaten Kebumen. Misalnya, pada saat itu Muhammadiyah dan NU secara

kompak dan bersamaan, menyatakan dukungan kepada calon pasangan nomor

urut 2. Dukungan ormas dari level struktural, di tingkat kabupaten, hingga

kenyataan bahwa wilayah Kecamatan Buluspesantren adalah basis dari kedua

ormas tersebut tidak cukup untuk membuat calon pasangan nomor urut 2 untuk

menang. Fakta tersebut yang peneliti gunakan sebagai pijakan urgensi untuk

mencari faktor-faktor mengapa pemilih membagi suaranya.

c. Pola Pergeseran Suara Dan Split Ticket Voting

Walaupun menjadi basis dari ormas islam sekaliber Nahdatul Ulama

maupun Muhammadiyah, tidak serta merta membuat pasangan calon nomor urut 2

menang di kecamatan Buluspesantren. Kenyataan bahwa warga yang memiliki

profil dan homogen ini, justru membuatnya samar. Warga yang mayoritas bekerja

sebagai petani, apakah kesemuanya akan memilih partai yang memiliki platform

yang pro kepada petani. Begitu pula bagi warga ormas NU dan Muhammadiyah,

ketika pengurus cabang melakukan deklarasi dukungan, apakah anggotanya akan

serta merta memilih calon nomor urut 2.35 Karena secara pilihan politik, mereka

nampak merata secara jumlah parpol yang terpilih.

Berdasarkan peraturan Pemilu Legislatif yang sifatnya terbuka,

dimungkinkan bagi setiap partai untuk mengedepankan calon/figur sebagai

pendulang suara. Para tokoh masyarakat lokal dari tiap parpol berlomba saling

mencari dukungan. Dukungan tersebut hadir karena adanya kedekatan baik


35 Baca : Ketua PCNU-Muhammadiyah Kompak Dukung Fuad-Yazid, diakses di
laman http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/ketua-pcnu-muhammadiyah-
kompak-dukung-fuad-yazid/

49
kepada parpol maupun kepada calon. Begitu pula yang terjadi pada Pemilukada.

Tiap partai berkoalisi untuk menggalang suara dan memenuhi kriteria minimum

pencalonan. Maka dari itu, wajah parpol pun terbagi oleh wajah figur calon yang

sudah memiliki kedekatan dengan warga sebelumnya. Irisan antara parpol dan

calon/figur ini yang coba peneliti ungkap dari pendekatan sosiologis warga dalam

perilaku memilih.

Bagaimana peran aspek-aspek sosiologis macam Agama dan seluruh

instrumentasinya. Begitu pula, relasi pekerjaan yang mayoritas pada sektor

pertanian. Juga tentang pola warga pedesaan yang memiliki pola relasi paguyuban

yang memiliki banyak kesamaan. Kesamaan-kesamaan sosiologis tersebut apakah

digunakan warga sebagai preferensi utama mereka menentukan pilihan. Sehingga

hasilnya pun akan sama pada tiap pemilihan. Namun ternyata tidak demikian,

maka survei ini dilakukan untuk melihat ketidakidentikan dan kekhasan warga

Kecamatan Buluspesantren dalam menentukan pilihannya. Hingga membuat

penulis memiliki hipotesis bahwa faktor accidental yang mampu menjelaskan

mengapa suara pemilih bisa terbagi.

50
DAFTAR PUSTAKA

a. Buku Dan Publikasi Cetak


Qodari, Muhammad (2016). Split Ticket Voting dan Faktor Faktor yang

Menjelaskannya Pada Pemilu Legislatif Dan Pemilu Presiden

Indonesia tahun 2014 : Ringkasan Disertasi. Fisipol UGM


Pamungkas, Sigit (2010). Pemilu, Perilaku Pemilih dan Kepartaian.

Yogyakarta. Institute for Democracy and Welfarism.


Huntington, Samuel P. (1995). Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta:

Grafiti Pers
Asfar, Muhammad. (2006). Pemilu dan Perilaku Memilih 1995-2004.

Surabaya: Pustaka Eureka.


Lazarfeld, Berelson, dan Gaudet (1968) dalam Gaffar, Afan. (1992).

Javanese Voter. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Lestari, Linayati (2008) Kekalahan Lalu Serinata-Husni Djibril Pada

Pilkada Nusatenggara Barat Tahun 2008


Soekidjo Notoatmodjo (2002) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta:

Rineka Cipta
Sugiyono (2010). Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan

Kualitatif,Kuantitatif, dan R&D ,Bandung: Alfabeta


Efendi, Sofian dan Masri Singarimbun. (2008). Metode Penelitian

Survai. Jakarta: LP3ES


Maman Abdurrahman. (2007) Analisis Korelasi, Regresi dan Analisa Jalur

Dalam Penelitian, Bandung:Pustaka Setia

b. Buku dan Publikasi Daring

51
Hendrawan, Toni (2015). Kuatnya Pengaruh Ketokohan Dan Identitas

Kepartaian Buruh Dalam Pemilu Presiden, Thesis Universitas

Gadjah Mada diakses di laman :

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?

mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=ht

ml&buku_id=88966&obyek_id=4

Rencana Jangka Panjang Daerah Kebumen 2005-2025 diakses di laman :

http://www.data1.sapa.or.id/files/dppk/16-bab-ii-gambaran-umum-

kabupaten-kebumen.doc
Data DB 1 Resmi Pemilu Legislatif 2014 Dapil 1 diunduh di laman

http://kpu.kebumenkab.go.id/arsip-pemilu/pemilu-2014/
Data DA 1 Pemilukada Kebumen 2015 Kecamatan Buluspesantren diakses

di laman https://pilkada2015.kpu.go.id/kebumenkab/buluspesantren
Data BPS Kabupaten Kebumen 2016 pada publikasi : Kebumen Dalam

Angka 2016, diakses di laman

https://kebumenkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kabupaten-

Kebumen-Dalam-Angka 2016.pdf
Data BPS Kabupaten Kebumen 2016 pada publikasi : Kecamatan

Buluspesantren Dalam Angka 2016 diakses di laman

https://kebumenkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kecamatan-

Buluspesantren-Dalam-Angka-2016.pdf
Data BPS Kabupaten Kebumen 2016 pada publikasi : Statistik Daerah

Kecamatan Buluspesantren 2016, diakses di

https://kebumenkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-

Daerah-Kecamatan-Buluspesantren-2016.pdf

52
Data Lengkap Pondok Pesantren Provinsi Jawa Tengah, Dirjen Pendidikan

Islam Kemenag, diakses di laman

http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/pontren-33.pdf

c. Artikel dan Publikasi Daring

www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/04/24/hasil-pemilu-di-jawa-

timur-pkb-kuasai-17-kabupaten-kota-dan-pdip-16
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/ketua-pcnu-muhammadiyah-

kompak-dukung-fuad-yazid/

53

Anda mungkin juga menyukai