Anda di halaman 1dari 8

DARI REPRESENTASI POLITIK FORMAL KE REPRESENTASI

POLITIK NON-ELEKTORAL

FROM FORMAL POLITICAL REPRESENTATION


TO NON-ELECTORAL POLITICAL REPRESENTATION
Esty Ekawati

Alumnus Pascasarjana Ilmu Politik


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
E-mail: esty1wati@gmail.com
Diterima: 30 Juli 2014; direvisi: 3 Oktober 2014; disetujui: 21 November 2014

Judul Buku : Representasi Politik: Perkembangan dari Ajektiva ke Teori


Pengarang : Nuri Suseno
Penerbit : Puskapol FISIP UI
Tahun Terbit : 2013
Tebal : 148 + xxii

Abstract

Nowadays democracy is always associated with representation because basically the progress of democratic
representation is a principle that must be enforced in modern politics. The concept of representation simply defi-
ned as “absent but present” has made doubt for political scientist to build theories. Contemporary issues about
political representation in democratic representation’s framework that mainstreaming the election can not answer
the problems of society about minority representation, woman under-representation in politics and phenomenon
of non-electoral representation.

Keywords: democracy, political representation, non-electoral political representation.

Abstrak

Demokrasi dewasa ini selalu dikaitkan dengan representasi karena pada dasarnya perkembangan demokrasi
perwakilan adalah prinsip yang harus ditegakkan di dunia modern. Konsep representasi secara sederhana dapat
diartikan sebagai “menghadirkan yang tidak hadir”. Namun arti ini menimbulkan keraguan dari para ahli dan dalam
perkembangannya mencoba menajamkan konsep ini menjadi sebuah teori. Isu-isu kontemporer mengenai repre-
sentasi politik dalam kerangka demokrasi perwakilan yang mengarusutamakan pemilu, tidak serta merta mampu
menjawab persoalan di masyarakat seperti keterwakilan kelompok minoritas, perempuan dan fenomena representasi
non-elektoral yang juga menjadi persoalan penting untuk dikaji.

Kata Kunci: Demokrasi, Representasi Formal, Representasi non-elektoral.

Pendahuluan
Berbicara mengenai representasi dalam representasi dan perkembangannya hingga
perkembangan politik modern tentu tidak bisa tampil menjadi teori politik representasi,
dapat dilepaskan dari konteks sejarah. Nuri serta keterkaitan konsep representasi dengan
Suseno sebagai penulis buku ini mencoba untuk demokrasi. Uraian mengenai konsep representasi
menyajikan perkembangan asal usul konsep dimulai pada era Romawi Kuno dan kemudian

Dari Representasi Politik Formal ... | Esty Ekawati | 129 


digunakan juga oleh para teolog gereja. Perubahan semua pemerintahan yang absah didasarkan pada
konsep representasi berkembang mengikuti otoritas mutlak seluruh rakyat.2
berbagai perubahan perpolitikan yang terjadi
di dunia baik secara teoritis maupun dalam Representasi Politik versus Demokrasi
tataran praktis. Nuri Suseno mencatat berbagai
Nuri Suseno menuliskan bahwa perubahan
perkembangan konsep tersebut dari sejumlah
konsep representasi berkembang mengikuti
akademisi diantaranya Hannah F. Pitkin, Monica
berbagai perubahan perpolitikan yang terjadi
Brito Viera dan David Runciman, Bernard
di dunia baik secara teoritis maupun dalam
Manin, Carl Schmitt, Mark Warren dan Dario
tataran praktis. Representasi secara sederhana
Castiglione, Nadia Urbinati, Laura Montanaro
bisa diartikan sebagai menghadirkan yang tidak
dan Michael Saward. Selain itu, Nuri Suseno juga
hadir. Jika melihat konsep representasi yang
mengemukakan perkembangan konsep dan teori
diuraikan oleh Hanna F. Pitkin melalui bukunya
representasi khususnya mengenai klaim-klaim
The Concept of Representation, ia menuangkan
representasi/representasi non-elektoral yang
gagasan/teori representasi politik yang melibatkan
berupaya untuk menjawab persoalan representasi
“election’ atau pemilihan sebagai lembaga yang
tanpa melalui politik formal (pemilu).
utama di dalam pemerintahan perwakilan.
Nuri Suseno mengawali uraiannya mengenai Hal ini berbeda dengan Suzzane Dovi yang
representasi dalam konteks sejarah dimana pada mengungkapkan bahwa representasi politik kini
masa-masa terdahulu istilah representasi tidak bukan lagi sebuah konsep terbatas yang hanya
dalam konteks politik namun digunakan dalam berbicara tentang pejabat-pejabat yang dipilih
dunia seni teater yang menggambarkan sebuah (atau ditunjuk) dalam sebuah negara nasional.3
karakter yang diperankan oleh seorang artis. Sedangkan menurut Vieira dan Runciman, ketika
Pada masa Romawi kuno, gagasan representasi berbicara mengenai representasi maka ada tiga
ini dipahami sebagai “acting for” atau “bertindak konsep yang mengikutinya, pertama, pictorial
untuk”.1 Istilah ini kemudian berkembang dan representation, mereka yang dipilih untuk
digunakan oleh para teolog dalam mendiskusikan mewakili harus menyerupai yang diwakilinya.
konsep trinitas dan otoritas penguasa tertinggi Kedua, theatrical representation, wakil yang
gereja. Pemimpin tertinggi gereja seperti Paus, terpilih harus menafsirkan, berbicara dan
merepresentasikan kekuasaan Tuhan di dunia. bertindak untuk pihak yang diwakilinya. Ketiga,
Konsep representasi mendapat makna yang lebih juridical representation, wakil yang terpilih harus
luas dengan kehadiran agama Kristen, dimana bertindak atas nama yang diwakilinya dengan
pada masa ini representasi dimaknai sebagai persetujuan demi kepentingan bersama.4.
hubungan diantara “entities” (makhluk) yang
Perdebatan yang kemudian muncul adalah
tidak harus sama/serupa tetapi dapat mengambil
tentang demokrasi versus representasi. Pitkin
alih peran masing-masing. Dalam konteks saat
dalam bukunya menulis bahwa sepanjang
itu, gereja merupakan badan yang terdiri dari
sejarahnya baik konsep maupun praktik,
komunitas penganutnya, raja, kaisar, dan Paus
representasi hampir tidak ada hubungannya
adalah pimpinan tertingginya dianggap sebagai
dengan demokrasi - pemerintahan oleh rakyat.5
representasi dari umatnya. Akan tetapi, Marsilius,
seorang Aristotelian tidak sependapat dengan 2
Ibid., hlm. 7-9.
para teolog gereja yang menyatakan bahwa
otoritas yang diperoleh penguasa tertinggi gereja 3
Suzzane Dovi, “Political Representation, dalam Stanford
berasal dari Tuhan. Menurutnya, otoritas politik Encyclopedia of Philosophy, (Stanford University Press,
2011), hlm. 6.
harus didapatkan dari persetujuan rakyat dan
4
Nuri Suseno, op.cit. hlm. 6.
5
Viera dan Runciman menjelaskan sikap para ilmuwan politik
dengan menjelaskan perbedaan makna kata demokrasi dan
representasi. Pemaknaan representasi sebagai “hadir’ sekaligus
“tidak hadir’ dipandang sebagai sebuah ketidakpastian dan
1
Nuri Suseno, Representasi Politik : Perkembangan dari
ketidak-konsistenan. Sementara demokrasi merupakan konsep
Ajektiva ke Teori, (Depok : Puskapol FISIP UI, 2013),
yang secara jelas menunjukkan pemerintahan oleh rakyat.
hlm. 6.

130 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 11 No. 2 Desember 2014 | 129–136  


Ketidakadaan hubungan diantara representasi Dalam perkembangannya, demokrasi
dengan demokrasi dituliskan oleh Pitkin: representasi menjadi sebuah keharusan
dalam negara modern dengan jumlah
“Keterwakilan tidak harus berarti pemerintahan penduduk yang sangat besar dengan segala
perwakilan. Seorang raja dapat mewakili se-
kompleksitasnya. Nuri Suseno menuliskan
buah bangsa, demikian juga seorang duta besar.
Seorang pejabat publik kadang-kadang dapat seperti yang diuraikan oleh Sarah Child dan
mewakili Negara, dengan demikian institusi- Joni Lovenduski bahwa representasi politik
institusi dan praktik-praktik yang merupakan membantu memecahkan permasalahan negara
perwujudan keterwakilan diperlukan didalam modern melalui pendelegasian atau dengan
sebuah masyarakat besar dan yang terartikulasi- mempercayakan sejumlah kecil orang anggota
kan dan tidak harus terkait dengan pemerintahan majelis permusyawaratan untuk mengangkat
oleh rakyat”.6 kepentingan-kepentingan mereka dan membuat
Hal yang sama juga diuraikan oleh Bernard keputusan-keputusan (wakil terpilih yang
Manin bahwa pemerintahan perwakilan tidak membuat keputusan).8
sama dengan demokrasi. Pada saat ini umumnya Berbicara tentang demokrasi ataupun
orang berpendapat bahwa demokrasi perwakilan representasi tidak akan terlepas dari pembicaraan
adalah sebuah tipe dari demokrasi, tetapi jika tentang pemilihan (election). Untuk membedakan
diteliti lebih lanjut, menurut Manin ini tidak mengenai representasi dan demokrasi maka
tampak.7 dimensi aristokrasi dan pemilihan perlu mendapat
Konsep representasi dan demokrasi perhatian khusus. Dengan adanya dimensi
merupakan hal yang berbeda karena keduanya aristokratis ini maka akan selalu ada perbedaan
tidak lahir dalam satu periode yang sama. diantara para wakil terpilih dan para pemilihnya.
Demokrasi representasi yang kita kenal saat Di dalam sistem pemilihan juga semua warga
ini merupakan sebuah institusi politik yang negara memiliki hak untuk memilih, tetapi
muncul di zaman modern, hasil ‘perkawinan’ tidak semua warga negara memiliki kesempatan
gagasan demokrasi sebagaimana dikenal dalam untuk dipilih. Oleh sebab itu, menurut Manin,
tradisi Yunani dan gagasan representasi yang pemilihan memiliki wajah ganda: egaliter
berkembang dalam agama Kristen dan tradisi dan tidak egaliter sekaligus aristokratis dan
monarki di Inggris. Demokrasi representasi demokratis; dan dimensi-dimensi tersebut hadir
tidak dikenal pada masa Yunani Kuno (yang secara simultan dan tidak terpisahkan.
menggunakan sistem direct democracy). Wajah ganda pemilihan tersebut juga
Pertemuan kedua gagasan ini diungkapkan oleh mendapat dukungan dari Carl Schmitt yang
Pitkin bahwa demokrasi berasal dari Yunani berpendapat bahwa pemilihan merupakan
Kuno dan naik lewat perjuangan dari bawah. metode aristokrasi namun lebih demokratis jika
Demokrasi Yunani adalah demokrasi partisipatori dibandingkan dengan penunjukkan atau suksesi
dan tidak berhubungan dengan representasi. berdasarkan keturunan. Pemilihan memiliki sisi
Sebagai konsep dan praktik politik, representasi aristokrasi karena mengangkat yang superior dan
berasal dari zaman pertengahan, ketika ia para pemimpin, tetapi juga demokratis karena
dipaksakan sebagai sebuah kewajiban oleh menunjuk agen, atau pembantu yang bisa menjadi
monarki. Hanya dalam Perang Sipil di Inggris subordinat (bawahan) tapi juga bisa jadi superior
dan kemudian revolusi demokratis di abad ke-18 (atasan). Sehingga Schmitt mengatakan bahwa
kedua konsep tersebut akhirnya menjadi terkait. – pemilihan memenuhi prinsip representasi
sekaligus prinsip identitas. Prinsip identitas inilah
yang membedakan antara representasi dengan
demokrasi.9
Monica Brito Vieira dan David Runciman, “Representation”
dalam Nuri Suseno, op.cit.,hlm. 6.
6
Hanna F. Pitkin, The Concept Of Representation,
(California: University Of California Press, 1967), hlm. 2. 8
Ibid., hlm. 52-56.
7
Nuri Suseno, op.cit., hlm. 17-18. 9
Ibid., hlm. 66-67.

Dari Representasi Politik Formal ... | Esty Ekawati | 131 


Bagi Schmitt, identitas adalah unsur yang Pitkin juga menguraikan formulasi
tidak dapat dipisahkan dari demokrasi karena tentang representasi dan menyimpulkan
identitas merupakan basis dari pembentukan bahwa perwakilan disini berarti tindakan
demokrasi. Kesamaan dalam satu dan lain hal untuk memenuhi kepentingan yang diwakili
diantara sekelompok individu merupakan unsur dalam upaya merespons kepentingan mereka.
yang diperlukan untuk membentuk identitas. Perwakilan sifatnya haruslah independen;
Kesamaan identitas akan menghilangkan tindakannya harus melibatkan penilaian, dia
perbedaan diantara para wakil yang dipilih atau harus menjadi satu-satunya yang bertindak. Yang
orang yang memerintah (the ruled) dengan para diwakili pun juga harus mampu bertindak secara
pemilih atau orang yang mematuhi perintah. Oleh independen dan tidak hanya diam saja.12
karena itu, menurut Schmitt, “dalam bentuknya Perkembangan teori-teori representasi
yang paling murni, demokrasi tidak sesuai dengan politik dari masa ke masa juga diikuti
representasi.” Meskipun demikian, menurut perkembangan konsep-konsep demokrasi yang
Manin tidak berarti bahwa dalam konsep Schmitt mana telah menghasilkan rumusan mengenai
perbedaan tidak diakui sama sekali. Perbedaan demokrasi deliberasi yang didalamnya terdapat
bagi Schmitt tetap ada diantara yang memerintah upaya untuk memperjuangkan representasi
dan yang diperintah, tetapi perbedaan yang kelompok-kelompok yang tertindas maupun
dimaksudkan disini adalah dalam artian ‘fungsi’. yang termarjinalkan. Sejumlah teoritisi dalam
Manin mengkritisi pemikiran Schmitt dalam hal kelompok ini diantaranya Anne Phillips dan Iris
demokrasi, representasi dan pemilihan. Baginya, Marion Young.
pemilihan (election) memiliki unsur demokratis
Young memberikan konsepsi bahwa
karena memberi warga negara kesempatan
demokrasi adalah sistem yang dapat meminimalisir
yang sama untuk bersuara dalam mengangkat
dominasi dan menciptakan keadilan dan
atau mengganti para wakilnya. Pemilihan juga
partisipasi politik yang luas. Menurutnya,
memiliki sifat aristokrasi karena wakil yang
demokrasi deliberatif memiliki nilai-nilai inklusif
dipilih tidak dapat sama dengan konstituennya
dan kesetaraan politik dimana ketika nilai-nilai
karena memang ada individu atau kelompok yang
ini diimplementasikan maka proses pembuatan
memang memiliki kelebihan tertentu.10
kebijakan akan menciptakan keadilan, “hanya
dalam sistem politik demokrasi seluruh anggota
Representasi Politik dan Demokrasi masyarakat pada prinsipnya memiliki kesempatan
Deliberatif untuk mempengaruhi kebijakan publik untuk
Dalam perpolitikan kontemporer, perkembangan menyalurkan atau menjaga kepentingannya. Kita
teori representasi politik merupakan percaya bahwa proses demokrasi adalah media
perwujudan dari keinginan para teoritisi untuk terbaik untuk mengubah kondisi yang tidak adil
mendemokratiskan representasi. Nuri Suseno dan mewujudkan keadilan.”13
menguraikan ada tiga ciri penting perwakilan Menurut Iris Young, inklusi diperlukan
yang demokratis menurut Castiglione dan untuk mendemokratisasikan representasi karena
Warren; 1). Perwakilan berbentuk hubungan pertama, inklusi meningkatkan legitimasi
principal-agent yang berbasis teritorial dan institusi-institusi demokrasi. Kedua, inklusi
bersifat formal. Ini menjadi dasar pemerintahan merupakan antidote (tindakan untuk mengoreksi)
yang responsif terhadap kepentingan rakyatnya. kesalahan masa lalu. Oleh karena itu, konsepsi ini
2) Perwakilan berada di wilayah kekuasaan memberikan peluang bagi kelompok-kelompok
politik yang bertanggung jawab dan akuntabel yang termarginalkan/terabaikan (oleh konsep
dengan memberikan kesempatan kepada rakyat
untuk dapat memengaruhi dan melakukan
of Democratic Representation” dalam Nuri Suseno, op.cit.,
kontrol. 3). Hak untuk memilih para wakil hlm. 73.
sebagai bentuk persamaan politik.11 12
Pitkin, op.cit., hlm. 209.
10
Ibid., hlm. 69-70. 13
Iris Marion Young, Inclusion and Democracy, (Oxford:
11
Mark Warren dan Dario Castiglione, “The Transformation Oxford University Press, 2000), hlm. 6.

132 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 11 No. 2 Desember 2014 | 129–136  


representasi liberal) mendapatkan tempat diwakili. Jika konsepsi representasi Pitkin tidak
pembahasan.14 Hal ini dikritisi oleh Suzzane mampu lagi menjelaskan berbagai fenomena
Dovi, yang menurutnya perspektif eksklusi lebih saat ini dan konsep representasi baru muncul
tepat dalam mengangkat kepentingan kelompok- sebagai konsekuensi dari perubahan perpolitikan
kelompok minoritas dan termarginalkan. dunia, maka muncul pertanyaan adakah
Alasannya pertama, eksklusi merupakan bagian konsepsi atau teori representasi baru yang lebih
dari proses representasi yang tidak dapat ditolak. mampu menjelaskan fenomena tersebut, dan
Kedua, eksklusi bisa memperbaiki representasi apakah representasi tersebut dapat dikatakan
dan fungsi lembaga demokrasi.15 demokratis?. Untuk menjawab pertanyaan
Nadia Urbinati menggunakan konsep tersebut, Nuri Suseno menguraikan konsep
representasi sebagai advokasi untuk representrasi non-elektoral yang dikemukakan
menjelaskan pentingnya deliberasi dalam oleh Michael Saward.
demokrasi representasi. Menurutnya, demokrasi Representasi yang dikemukakan oleh
representasi membutuhkan konsep representasi Saward adalah representasi berdasarkan klaim.
yang memberikan konstituen kekuasaan untuk Dalam hal ini rakyat tidak hanya berfungsi
berpartisipasi dalam pemilihan wakil-wakil sekedar pemilih dalam pemilu, bukan hanya
mereka tetapi masih memberikan kemerdekaan yang diwakili (represented) namun rakyat juga
bagi para wakil tersebut dari konstituennya. menjadi pihak yang penting dan mendapat
Maksudnya disini adalah konstituen dapat perhatian khusus karena rakyat juga berperan
memilih wakil-wakil yang mereka anggap dapat aktif dalam membentuk dan menciptakan
mengadvokasi isu yang merupakan keprihatinan/ representasi.18 Munculnya gerakan-gerakan sosial
menjadi kepentingan konstituen. Akan tetapi, baru melalui peningkatan peran masyarakat sipil
dalam hal ini, para wakil yang dipilih masih dan arus globalisasi memunculkan aktor-aktor
memiliki pilihan untuk memutuskan isu-isu mana baru – diluar partai politik- yang mengangkat
saja yang bisa diperjuangkan.16 isu-isu penting di dunia, dengan mengklaim
bahwa mereka mewakili berbagai kelompok
Persoalan Representasi Politik : orang (etnis, penduduk, bangsa) atau kepentingan
Munculnya Representasi non-Elektoral umum (perubahan iklim, degradasi lingkungan,
punahnya warisan budaya bangsa dan lain-lain)
Teori representasi politik berkembang mengikuti
yang sifatnya transnasional. Inilah yang disebut
perkembangan politik saat ini. Konsep
sebagai representasi informal (karena tidak
representasi formal yang memfokuskan pada
dihasilkan lewat pemilihan umum).
prinsip pemilihan umum, kini dianggap tidak
cukup untuk menjawab fenomena representasi Dalam buku ini, Nuri Suseno memberikan
politik saat ini. Menurut Michael Saward, contoh kelompok representasi informal atau
konsep representasi Pitkin juga terlalu fokus representasi non-elektoral misalnya; Organisasi
pada sang wakil (representative) bukan pada Amnesti Internasional yang berbicara mewakili
pihak yang diwakili (represented),17 Padahal orang-orang yang diperlakukan tidak adil
banyak persoalan yang terjadi di pihak yang (ditangkap atau ditahan tanpa diadili, bahkan
dibunuh karena pandangan politik mereka)
oleh penguasa politik di berbagai negara.
14
Young, “Inclusion and Democracy” dalam Nuri Suseno,
op.cit., hlm. 80. Contoh lainnya adalah Greenpeace yang
merepresentasikan isu lingkungan dan generasi
15
Yang dimaksud Dovi dengan pendekatan eksklusi dalam
representasi adalah mengambil kekuasan dan pengaruh dari
di masa mendatang. Selain itu, ada juga individu
kelompok-kelompok yang mendominasi lembaga demokrasi di masa modern saat ini, Bono, vokalis band
dari kelompok yang secara historis tidak beruntung. Lihat: rock U2 serta aktivis politik Irlandia yang
Nuri Suseno, op.cit., hlm. 80.
mengatasnamakan rakyat Afrika mendesak
Nadia Urbinati, “Representative Democracy: Principles and
16
negara-negara maju untuk menghapuskan utang
Geneallogy”, dalam Nuri Suseno., op.cit., hlm. 85.
negara-negara miskin. Penghapusan utang ini
17
Michel Saward, “The Representative Claim”, dalam Nuri
Suseno, op.cit., hlm. 100. 18
Ibid., hlm.113.

Dari Representasi Politik Formal ... | Esty Ekawati | 133 


seharusnya dapat dialihkan untuk menyediakan diberikan oleh konstituensi yang layak, yang
sarana pendidikan gratis bagi rakyat dan dana terdiri dari konstituensi yang dituju (intended)
pembelian obat murah untuk pengobatan dan konstituensi yang aktual (actual). Konstituen
penderita HIV/AIDS di Afrika. 19 Individu yang dituju adalah kelompok yang dibicarakan
atau kelompok-kelompok tersebut oleh Laura oleh pembuat klaim, sedangkan konstituensi
Montanaro digunakan untuk mengembangkan yang aktual adalah kelompok yang mengakui
teorinya dengan menggunakan intuisi normatif kepentingannya terimplikasi oleh klaim yang
mendasar yang ada di jantung demokrasi: dibuat dan yang menentukan apakah sebuah
“Mereka yang berpotensi dipengaruhi oleh klaim adalah benar untuk atau tentang mereka.22
sebuah keputusan kolektif haruslah mempunyai Jika mengambil contoh tentang upaya yang
kapasitas untuk mempengaruhi keputusan dilakukan oleh Bono U2 dalam klaimnya
tersebut”.20 menyuarakan kepentingan rakyat Afrika maka
Gerakan perempuan dan teori politik dapat disimpulkan bahwa rakyat negara-negara
feminis telah memberikan peran terhadap miskin di Afrika yang tidak mampu membayar
perubahan yang terjadi dalam representasi. utang kepada negara maju adalah konstituensi
Gagasan tentang representasi dari kelompok- yang aktual dan negara-negara maju yang
kelompok minoritas yang tersingkirkan dari memberikan utang kepada negara-negara miskin
perpolitikan dan pengambilan keputusan yang di dunia (khususnya Afrika) adalah konstituensi
dikemukakan oleh teoritisi feminis seperti yang dituju yaitu kelompok yang mendengar,
Anne Phillips dan Iris Marion Young telah membaca, menerima klaim yang dibuat oleh
membantu mencairkan kekakuan. Jika dalam Bono U2 dan memberikan respons terhadap
paham kekirian, konsep kelas adalah komponen klaim tersebut.
utama dalam pembentukan identitas, maka Perdebatan representasi non-elektoral
masa sekarang etnisitas, agama, gaya hidup, memungkinkan pengkajian peranan aktor-aktor
kebudayaan telah berkembang menjadi basis nonformal serta perluasan arena perpolitikan yang
persaingan bagi identitas politik.21 Persoalan yang demokratis keluar batas negara. Menurut Nuri
sering diangkat dalam representasi informal (non- Suseno, kita tidak bisa mengabaikan globalisasi
elektoral) adalah terkait dengan isu legitimasi. dan peranan aktor-aktor nonpemerintah di
Dalam bukunya, Nuri Suseno menguraikan tingkat nasional maupun internasional untuk
bahwa dalam representasi berdasarkan pemilihan menjelaskan isu-isu terkait pengambilan
maka legitimasi dikukuhkan dan diukur melalui keputusan kolektif yang berpengaruh terhadap
pemilihan yang dilakukan secara berkala. Jika kehidupan kelompok masyarakat di suatu
seorang wakil yang telah dipilih berdasarkan wilayah. Namun harus dirumuskan, siapa yang
mekanisme perundang-undangan yang berlaku memiliki otoritas merepresentasikan kelompok
maka dia telah mendapat legitimasi formal dan yang termarjinalkan, kelompok yang terabaikan,
representasinya dianggap demokratis karena atau menyuarakan isu-isu lingkungan, penyakit
melalui pemilihan. Namun, dalam representasi menular seperti flu burung dan HIV/AIDS,
non-elektoral, tidak ada pemilu yang dapat bencana alam, isu pemanasan global dan isu
digunakan untuk mengukur keabsahan atau lainnya.
demokratis tidaknya seseorang yang membuat Salah satu definisi dari demokrasi
klaim politik. menunjukkan suatu aturan mayoritas sederhana
Michael Saward, memecahkan persoalan yang didasarkan pada prinsip “one person,
keabsahan representasi non-elektoral melalui one vote”. Jon Elster mengaitkan hubungan
pengakuan dari konstituensi. Pengakuan haruslah antara konstitusionalisme dengan demokrasi.
Elster mengkonstruksikan bahwa bangsa yang
19
Nuri Suseno, op.cit.,hlm. 90.
demokratis adalah bangsa yang melibatkan
20
Laura Montanaro, “The Democratic Legitimacy of “Self selain mayoritas, maka minoritas atau kelompok
Appointed” Representatives” dalam Nuri Suseno., op.cit.,
hlm. 22.
terabaikan seperti buruh, warga negara asing,
21
Nuri Suseno, op.cit.,hlm. 109-110. 22
Ibid.,hlm. 125.

134 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 11 No. 2 Desember 2014 | 129–136  


perempuan, tuna wisma atau minoritas lainnya teori-teori representasi politik yang baru seperti
terlibat dalam sistem pemilihan. 23 Namun representasi non-elektoral (representasi informal
yang cukup berguna dalam mendefinisikan karena tidak merupakan hasil pemilu) telah
istilah tersebut adalah dari Democratic Audit memberikan warna baru bagi perkembangan
UK, yang mengidentifikasi kontrol rakyat dunia representasi dan perpolitikan. Akan tetapi,
dan kesetaraan politik sebagai dua kunci terkait dengan teori representasi non-elektoral
dari prinsip demokrasi dan menggunakannya yang menjelaskan tentang kelompok-kelompok
untuk mengevaluasi demokrasi kontemporer. termarjinalkan kurang dibahas mengenai posisi
Kontrol rakyat merupakan inti dari demokrasi. perempuan dalam politik atau keterwakilan
Suatu sistem tidak bisa mengatakan bahwa dia politik perempuan.
demokratis hanya berdasarkan klaim bahwa ia Perempuan di seluruh dunia pada tingkat
telah memenuhi kebutuhan dan kepentingan sosial kurang terwakili suara dan kepentingannya
masyarakatnya, namun yang menjadi inti di parlemen dan jauh dari keterlibatan dalam
dari demokrasi adalah bagaimana rakyat bisa proses pengambilan keputusan-keputusan
terlibat/ambil bagian dari penentuan penyusunan politik yang menyangkut kepentingan publik
kebijakan politik. Dalam hal ini perlu diingat pada umunya dan kepentingan perempuan
bahwa kebijakan adalah sesuatu yang bukan khususnya. Padahal gerakan perempuan dan
tidak bisa dipertanyakan atau dianggap sebagai teori politik feminis telah memberikan peran
kebenaran absolut dan milik dari sebuah terhadap perubahan yang terjadi. Rendahnya
tirani. Kontrol rakyat merupakan ukuran nilai angka keterwakilan perempuan dalam struktur
independen yang menghubungkan prinsip partai politik dan parlemen, bukanlah akibat
demokrasi kedua yaitu kesetaraan politik.24 keterbatasan aspek ekonomi dan tingkat
Dalam kasus tertentu, kesetaraan politik pendidikan perempuan saja. Namun, rendahnya
berimbas pada partisipasi politik. Jika masih angka keterwakilan perempuan dalam politik
ada perbedaan kelas, gender atau etnis dalam sebenarnya dipengaruhi oleh begitu banyak
masyarakat maka ini merupakan bukti bahwa ada faktor baik itu faktor budaya patriarki, ekonomi,
ketidaksetaraan politik (inequality). Kesetaraan dan sosial politik.
politik tidak secara spesifik menunjukkan Di Indonesia, kecenderungan memahami
jenis perlakuan, ini dapat berarti bahwa setiap representasi politik untuk meningkatkan
orang itu seharusnya sama dalam kekuasannya keterwakilan perempuan masih terbatas pada
mempengaruhi kebijakan dan setiap warga kehadiran perempuan dalam politik formal
negara seharusnya memiliki kesempatan yang saja. Upaya tersebut dilakukan dengan adanya
sama untuk memilih/memenangkan kandidat kebijakan afirmasi melalui kuota untuk memenuhi
tertentu dalam suatu pemilu. Menurut Beitz, jumlah keterwakilan perempuan di partai politik
warga negara harus diperlakukan setara sebagai maupun parlemen. Jika patokan keterwakilan
partisipan dalam proses politik dan juga harus hanya itu, maka masih terjadi ketidaksetaraan
diperlakukan secara adil sebagai subjek dari politik. Pemberlakuan sistem kuota untuk
kebijakan publik.25 perempuan dalam rangka peningkatan angka
keterwakilan politik perempuan baik di partai
Penutup politik maupun parlemen masih menjadi
Buku karya Nuri Suseno ini telah menguraikan paradoks.
banyak teori mengenai representasi politik dari Disatu sisi, kebijakan kuota memang
masa ke masa dan perkembangannya. Bahkan memberikan ruang bagi perempuan untuk bisa
terlibat dalam proses politik, dan diharapkan
Jon Elster, “Introduction” to J. Elster dan R. Slagstad (Eds),
23

“Constitutionalisme and Democracy” dalam Anne Phillips, The


mampu membawa kepentingan perempuan dan
Politic of Presence, (Oxford: Clarendon Press, 1995), hlm. 27. kelompok-nya. Namun, di sisi lain, perempuan-
perempuan yang masuk dalam dunia politik tidak
24
Phillips, ibid., hlm. 27-28.
saja mengalami hambatan dari segi ekonomi dan
25
Charles Beitz, “Political Equality” dalam ibid., hlm. 38. sosial tapi juga persoalan ideologi, mekanisme

Dari Representasi Politik Formal ... | Esty Ekawati | 135 


dan budaya patriarki masih menjadi persoalan untuk benar-benar bisa meluruskan paradoks
yang cukup terjal bagi perempuan. Oleh karena representasi yang terjadi saat ini. Hal ini juga
itu, yang terlihat, pemberlakuan sistem kuota bagi menjadi pekerjaan rumah bagi partai politik untuk
perempuan hanya untuk memenuhi daftar caleg benar-benar memberikan porsi keterwakilan
ataupun patuh terhadap undang-undang yang politik perempuan tanpa diskriminasi.
mengharuskan angka 30%. Padahal persoalan Mewujudkan representasi politik kelompok
keterwakilan yang penting adalah bagaimana minoritas maupun kelompok terpinggirkan
perempuan-perempuan terpilih ini bisa mewakili bukanlah hal mudah untuk diwujudkan karena
kepentingan kelompok-kelompoknya. Skeptisme membutuhkan political will dari elit-elit politik
bahkan muncul untuk mempertanyakan akankah dan pemangku kepentingan.
perempuan-perempuan terpilih yang duduk
di parlemen benar-benar menyuarakan dan Daftar Pustaka
memperjuangkan kepentingan perempuan, atau
justru terjebak dalam dominasi maskulinitas tanpa
Buku
bisa melawan. Dalam segi representasi formal Dovi, Suzzane. 2011. “Political Representation”
yang ada payung hukumnya pun perempuan dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy.
masih mengalami under-representation, apalagi Stanford: Stanford University Press.
representasi non-elektoral yang notabene Phillips, Anne. 1995. The Politic of Presence. Oxford:
belum memiliki kerangka hukum formal yang Clarendon Press.
mengaturnya. Pitkin, Hanna F. 1967. The Concept Of Representation.
Terkait dengan representasi informal (non- California: University Of California Press.
elektoral) persoalan klaim yang diuraikan Suseno, Nuri. 2013. Representasi Politik :
dalam buku ini masih meninggalkan pertanyaan Perkembangan dari Ajektiva ke Teori. Depok :
Puskapol FISIP UI.
besar. Apakah jika memang ada kelompok
atau individu yang mengklaim bahwa mereka Young, Iris Marion. 2000. Inclusion and Democracy.
Oxford: Oxford University Press.
mewakili kepentingan kelompok tertentu, itu
dibenarkan oleh kelompok-kelompok yang
diwakili?. Misalnya, Serikat Petani mengklaim
mewakili dan menyuarakan kepentingan para
petani dan buruh di daerah tertentu, seperti
memperjuangkan pembaruan agraria, melindungi
hak asasi petani, mewujudkan kedaulatan pangan,
dan melawan neoliberalisme. Tapi sebenarnya
para buruh tani ini tidak merasa memberikan
mandat atau menyuarakan kepentingannya
lewat organisasi tersebut, bahkan mungkin saja
menurut buruh tani ini mereka tidak mengalami
permasalahan yang harus diperjuangkan. Atau
sebaliknya, keberadaan serikat petani tersebut
justru untuk melakukan represi/penundukan
terhadap petani agar tidak bersuara. Selain itu,
bisa juga kepentingan organisasi terkait persoalan
pendanaan dan kepentingan ekonomi politik
lainnya yang mengatas-namakan petani dan
buruh tani.
Hal itulah yang kemudian menjadi pekerjaan
rumah besar bagi para organisasi-organisasi
yang mengklaim mewakili kelompok minoritas,
kelompok tertindas dan kelompok lainnya

136 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 11 No. 2 Desember 2014 | 129–136  

Anda mungkin juga menyukai