Anda di halaman 1dari 24

IDEOLOGI KONSERVATISME DAN PENGARUHNYA DALAM PARTAI

POLITIK PESERTA PEMILU 1999 DI INDONESIA

Makalah
Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah sejarah politik
Yang diampu oleh :
Bp. Dr. Ari Sapto, M. Hum

Khoirul Mustakim
(120731400286)

Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Malang
April, 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Katanya sendiri diciptakan oleh
Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide".
Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai akal sehat dan
beberapa kecenderungan filosofis, atau sebagai serangkaian ide yang
dikemukakan oleh kelas masyarakat yang dominan kepada seluruh anggota
masyarakat. Macam-macam ideologi yang berkembang di dunia adalah ideologi :
anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme, konservatisme,
neoliberalisme, demokrasi kristen, fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme,
liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat sosial.
Di Indonesia sendiri, sebelum era ‘66 atau pra masa Orde Baru menguasai
pemerintahan, dikenal beberapa aliran atau ideologi politik yang menurut Herbert
Feith dan Lance Castles membentuk teori tapal kuda, yang dari kiri ke kanan
berturut-turut, yaitu : 1. Komunisme (PKI), 2. Nasionalisme Radikal (PNI), 3.
Sosialisme Demokrat (PSI), 3. Tradisionalisme Jawa (PIR), 5. Islam (Masyumi
dan NU). Perkembangan ideologi politik pada masa Orde Baru nyatanya
dipropaganda dengan menetapkan Pancasila, selain sebagai pandangan hidup dan
dasar negara, ia juga harus diambil sebagai ideologi politik suatu partai. Sehingga
kemudian yang tersedia hanya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang
beraliran Islam, Golongan Karya (Golkar) yang pragmatis sebagai partai
pemerintah, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang nasionalisme radikal.
Ketiga wadah politik ini ‘wajib’ menggunakan Pancasila sebagai ideologi
politiknya masing-masing.
Semenjak orde baru berakhir dan digantikan oleh masa reformasi, mulai
banyak bermunculan partai-partai baru dengan beberapa ideologi yang berbeda
dari yang telah dianut doleh partai-partai sebelumnya, pada akhir era orde baru
rakyat segera menuntut diadakannya pemilu dipercepat yang seharusnya
dilakukan pada tahun 2002, hingga akhirnya dilaksanakan pada tahun 1999.
Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 partai politik yang menganut ideologi
politikyang berbeda, salah satunya adalah ideologi konservatisme yang dianut

1
oleh salah satu partai politik peserta pemilu tahun 1999. Dari uraian ini saya akan
memaparkan tentang ideologi konservatisme dan pengaruhnya terhadap partai di
Indonesia dengan judul “IDEOLOGI KONSERVATISME DAN
PENGARUHNYA DALAM PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 1999 DI
INDONESIA”.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana bentuk ideologi Konservatisme?
2. Bagaimana pengaruh ideologi Konservatisme dalam partai politik di
Indonesia?
1.3 Tujuan makalah
1. Mengetahui tentang ideologi konservatisme
2. Mengetahui pengaruh ideologi konservatisme terhadap partai politik
peserta pemilu tahun 1999.
1.4 Konsep politik
Ideologi secara umum berasal dari bahasa Yunani “idea” dan “logos”. idea
mengandung arti mengetahui pikiran, melihat dengan budi. Adapun kata logos
mengandung arti gagasan, pengertian, kata, dan ilmu. jadi, ideologi berarti
kumpulan ide atau gagasan, pemahaman-pemahaman, pendapat-pendapat, atau
pengalaman-pengalaman. Salah satu dari sekian banyak ideologi politik didunia
adalah ideologi konservatisme.
Dalam ideologi konservatisme terdapat sebuah pengaruh besar yang
didalamnya dapat merubah kondisi politik sebuah partai,ideologi konservatisme
yang diterapkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada pemilu pertama
yang diikutinya telah berhasil membawa PKB masuk dalam lima besar partai
dengan perolehan suara paling banyak. Ideologi yang juga diterapkan oleh
organisasi yang berbasis massa Islam Nahdlatul Ulama (NU) ini sendiri juga telah
mengantarkan NU selalu berhasil menjadi organisasi yang paling berpengaruh dan
mempunyai massa paling banyak diantara organisasi islam lainnya, legitimasi NU
secara tidak langsung telah turut serta membawa PKB pada puncak kejayaannya
ketika Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi penguasa di Indonesia untuk masa
jabatan 1999-2001. Kekuasaan NU terhadap anggota nya juga merupakan kunci

2
penting yang menjadikan PKB partai yang sangat kuat meskipun PKB sendiri
merupakan partai yang baru terbentuk ketika pemilu pertama kali yang diadakan
setelah orde baru.
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau
kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan
yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang
diperoleh, atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah
laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam
Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain
untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi
(Ramlan Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan,
kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan
kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak
yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik
secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan
jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya
berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku
sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan.
Menurut French dan Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
1. Reward power
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi
ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.
Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang
memungkinkan orang lain menemukan kepuasan.
2. Coercive Power
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan
kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain.
3. Referent Power

3
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking,
dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas
atau persyaratan seperti yang diinginkannya.
4. Expert Power
Kekuasaa yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu
keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki
pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan.
5. Legitimate Power
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power),
ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk
mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi.
Dari pengertian tentang kekuasaan diatas, kekuatan massa untuk
mendukung PKB mensukseskan pemilu pertamanya adalah berasal dari keuasaan
legitimisasi dari NU sendiri, dimana dijelaskan bahwa tipe kekuasaan Legitimate
Power merupakan kekuasaan yang sah dan kuat dari pengakuan pengikut
organisasi tersebut.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ideologi Konservatisme
A. Sejarah Ideologi Konservatisme
Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai
tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, conservāre, melestarikan;
"menjaga, memelihara, mengamalkan". Karena berbagai budaya memiliki nilai-
nilai yang mapan dan berbeda-beda, kaum konservatif di berbagai kebudayaan
mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Sebagian pihak konservatif berusaha
melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-
nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante.
Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai
“bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan
kebudayaannya yang dilembagakan.” Roger Scruton menyebutnya sebagai
“pelestarian ekologi sosial” dan “politik penundaan, yang tujuannya adalah
mempertahankan, selama mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan
dari suatu organisme sosial.”
Konservatisme belum pernah, dan tidak pernah bermaksud menerbitkan
risalat-risalat sistematis seperti Leviathan karya Thomas Hobbes atau Dua Risalat
tentang Pemerintahan karya Locke. Akibatnya, apa artinya menjadi seorang
konservatif di masa sekarang seringkali menjadi pokok perdebatan dan topik yang
dikaburkan oleh asosiasi dengan bermacam-macam ideologi atau partai politik
(dan yang seringkali berlawanan). R.J. White pernah mengatakannya demikian:
"Menempatkan konservatisme di dalam botol dengan sebuah label adalah
seperti berusaha mengubah atmosfer menjadi cair. Kesulitannya muncul dari sifat
konservatisme sendiri. Karena konservatisme lebih merupakan suatu kebiasaan
pikiran, cara merasa, cara hidup, daripada sebuah doktrin politik."
Meskipun konservatisme adalah suatu pemikiran politik, sejak awal, ia
mengandung banyak alur yang kemudian dapat diberi label konservatif, baru pada
Masa Penalaran, dan khususnya reaksi terhadap peristiwa-peristiwa di sekitar
Revolusi Perancis pada 1789, konservatisme mulai muncul sebagai suatu sikap
atau alur pemikiran yang khas. Banyak orang yang mengusulkan bahwa

5
bangkitnya kecenderungan konservatif sudah terjadi lebih awal, pada masa-masa
awal Reformasi, khususnya dalam karya-karya teolog Anglikan yang
berpengaruh, Richard Hooker – yang menekankan pengurangan dalam politik
demi menciptakan keseimbangan kepentingan-kepentingan menuju keharmonisan
sosial dan kebaikan bersama. Namun baru ketika polemic Edmund Burke muncul
- Reflections on the Revolution in France - konservatisme memperoleh
penyaluran pandangan-pandangannya yang paling berpengaruh.
Negarawan Inggris-Irlandia Edmund Burke, yang dengan gigih mengajukan
argumen menentang Revolusi Perancis, juga bersimpati dengan sebagian dari
tujuan-tujuan Revolusi Amerika. Tradisi konservatif klasik ini seringkali
menekankan bahwa konservatisme tidak mempunyai ideologi, dalam pengertian
program utopis, dengan suatu bentuk rancangan umum. Burke mengembangkan
gagasan-gagasan ini sebagai reaksi terhadap gagasan 'tercerahkan' tentang suatu
masyarakat yang dipimpin oleh nalar yang abstrak. Meskipun ia tidak
menggunakan istilah ini, ia mengantisipasi kritik terhadap modernisme, sebuah
istilah yang pertama-tama digunakan pada akhir abad ke-19 oleh tokoh
konservatif keagamaan Belanda Abraham Kuyper. Burke merasa terganggu oleh
Pencerahan, dan sebaliknya menganjurkan nilai tradisi.
Sebagian orang, kata Burke, tidak cukup mempunyai nalar dibandingkan
orang lain, dan karena itu sebagian dari mereka akan menciptakan pemerintahan
yang lebih buruk daripada yang lainnya bila mereka benar-benar mengandalkan
nalar. Bagi Burke, rumusan yang semestinya tentang pemerintahan tidak diperoleh
dari abstraksi seperti "Nalar," melainkan dari perkembangan negara sesuai dengan
apa yang dihargai zaman dan lembaga-lembaga penting masyarakat lainnya
seperti keluarga dan Gereja.
Meskipun secara nominal Konservatif, Disraeli bersimpati dengan beberapa
tuntutan dari kaum Chartis dan membela aliansi antara kaum bangsawan yang
bertanah dengan kelas pekerjaan dalam menghadapi kekuatan kelas menengah
yang meningkat. Ia membantu pembentukan kelompok Inggris Muda pada 1842
untuk mempromosikan pandangan bahwa yang kaya harus menggunakan
kekuasaan mereka untuk melindungi yang miskin dari eksploitasi oleh kelas
menengah. Perubahan Partai Konservatif menjadi suatu organisasi massa modern

6
dipercepat oleh konsep tentang "Demokrasi Tory " yang dihubungkan dengan
Lord Randolph Churchill.
Sebuah koalisi Liberal-Konservatif pada masa Perang Dunia I berbarengan
dengan bangkitnya Partai Buruh, mempercepat runtuhnya kaum Liberal pada
1920-an. Setelah Perang Dunia II, Partai Konservatif membuat konsesi-konsesi
bagi kebijakan-kebijakan sosialis kaum Kiri. Kompromi ini adalah suatu langkah
pragmatis untuk memperoleh kembali kekuasaan, tetapi juga sebagai akibat dari
sukses-sukses awal dari perencanaan sentral dan kepemilikan negara yang
menciptakan suatu consensus lintas-partai. Hal ini dikenal sebagai 'Butskellisme',
setelah kebijakan-kebijakan Keynesian yang hampir identik dari Rab Butler atas
nama kaum Konservatif, dan Hugh Gaitskell untuk Partai Buruh.
Namun demikian, pada 1980-an, di bawah pimpinan Margaret Thatcher, dan
pengaruh Sir Keith Joseph, Partai ini kembali ke gagasan-gagasan ekonomi liberal
klasik, dan swastanisasi dari banyak perusahaan negara pun diberlakukan. Untuk
pembahasan lebih terinci, lihat Sejarah Partai Konservatif.
Warisan Thatcher bersifat campuran. Sebagian komentator menyatakan
bahwa ia menghancurkan konsensus tradisional dan filosofi Partai, dan, dengan
melakukan hal itu, menicptakan suatu situasi di mana public tidak benar-benar
tahu nilai-nilai apa yang dipegang oleh Partai. Kini Partai Konservatif sibuk
mencoba mencari jati dirinya kembali.
Perkembangan ideologi konservatisme di beberapa Negara di dunia :

EROPA
Di bagian-bagian lain dari Eropa, konservatisme arus utama seringkali
diwakili oleh partai-partai Kristen Demokrat. Mereka membentuk faksi besar
Partai Rakyat Eropa di Parlemen Eropa. Asal-usul partai-partai ini umumnya
adalah partai-partai Katolik dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, dan ajaran
sosial Katolik seringkali menjadi inspirasi awal mereka. Setelah bertahun-tahun,
konservatisme pelan-pelan menjadi inspirasi ideologis utama mereka, dan mereka
umumnya menjadi kurang Katolik. CDU, partai saudaranya di Bavaria Uni Sosial
Kristen (CSU), dan Imbauan Kristen Demokrat (CDA) di Belanda adalah partai-
partai Protestan-Katolik.

7
Di negara-negara Nordik, konservatisme diwakili dalam partai-partai
konservatif liberal seperti Partai Moderat di Swedia dan Partai Rakyat Konservatif
di Denmark. Secara domestik, partai-partai ini umumnya mendukung kebijakan-
kebijakan yang berorientasi pasar, dan biasanya memperoleh dukungan dari
komunitas bisnis serta kaum profesional kerah putih. Secara internasional, mereka
umumnya mendukung Uni Eropa dan pertahanan yang kuat. Pandangan-
pandangan mereka tentang masalah-masalah sosial cenderung lebih liberal
daripada, misalnya, Partai Republik Amerika Serikat. Konservatisme sosial di
negara-negara Nordik seringkali ditemukan dalam partai-partai Kristen Demokrat
mereka. Di beberapa negara Nordik, partai-partai populis sayap kanan telah
memperoleh dukungan sejak 1970-an. Politik mereka telah dipusatkan pada
pemotongan pajak, pengurangan imigrasi, dan undang-undang yang lebih keras
dan kebijakan-kebijakan ketertiban.
Pada umumnya, orang dapat mengkclaim bahwa kaum konservatif Eropa
cenderung untuk lebih moderat dalam berbagai isu sosial dan ekonomi, daripada
konservatif Amerika. Mereka cenderung cukup bersahabat dengan tujuan-tujuan
negara kesejahteraan, meskipun mereka juga prihatin dengan lingkungan bisnis
yang sehat. Namun demikian, beberapa kelompok cenderung lebih mendukung
agenda-agenda libertarian atau laissez-faire yang lebih konservaitf, khususnya di
bawah pengaruh Thatcherisme. Kelompok-kelompok konservatif Eropa sering
memandang diri mereka sebagai pengawal-pengawal prudence, moderasi,
pengalaman-pengalaman histories yang sudah teruji, dibandingkan dengan
radikalisme dan eksperimen-eksperimen sosial. Persetujuan dari budaya tinggi dan
lembaga-lembaga politik yang mapan seperti monarki ditemukan dalam
konservatisme Eropa. Kelompok-kelompok konservatif arus utama seringkali
adalah pendukung-pendukung gigih Uni Eropa.

TIONGKOK
Di Tiongkok konservatisme didasarkan pada ajaran-ajaran Kong Hu Cu.
Kong Hu Cu yang hidup pada masa kekacauan dan peperangan antara berbagai
kerajaan, banyak menulis tentang pentingnya keluarga, kestabilan sosial, dan
ketaatan terhadap kekuasaan yang adil. Gagasan-gagasannya terus menyebar di

8
masyarakat Tiongkok. Konservatisme Tiongkok yang tradisional yang diwarnai
oleh pemikiran Kong Hu Cu telah muncul kembali pada tahun-tahun belakangan
ini, meskipun selama lebih dari setengah abad ditekan oleh pemerintahan Marxis-
Leninis yang otoriter.
Setelah kematian Mao pada 1976, tiga faksi berebutan untuk
menggantikannya: kaum Maois garis keras, yang ingin melanjutkan mobilisasi
revolusioner; kaum restorasionis, yang menginginkan Tiongkok kembali ke model
komunisme Soviet; dan para pembaharu, yang dipimpin oleh Deng Xiaoping,
yang berharap untuk mengurangi peranan ideology dalam pemerintahan dan
merombak ekonomi Tiongkok.
Nilai-nilai Tiongkok yang tradisional telah muncul dengan cukup kuat,
meskipun lama ditekan oleh rezim komunis yang revolusioner. Saat ini, Partai
Komunis Tiongkok dikelola oleh para teknokrat, yang mengusahakan stabilitas
dan kemajuan ekonomi, sementara menindas kebebasan berbicara dan agama.
Partai dilihat oleh sebagian orang sebagai penerima Mandat Surgawi, sebuah
gagasan Tiongkok tradisional. Partai Komunis menjinakkan dirinya sendiri dan
tidak lagi secara konsisten menganjurkan teori Marxis yang revolusioner, dan
sebaliknya berpegang pada fleksibilitas ideologist teologi yang konsisten dengan
ucapan Deng Xiaoping, yakni mencari kebenaran di antara fakta.
Cinta tanah air dan kebanggaan nasional telah muncul kembali seperti
halnya pula tradisionalisme. Nasionalisme Tiongkok cenderung mengagung-
agungkan negara Tiongkok yang sangat tersentralisasi dan kuat. Pemerintah
berusaha untuk memenangkan dan mempertahankan kesetiaan warga negaranya
serta orang-orang Tiongkok yang baru-baru ini pindah ke luar negeri. Sebuah
buku laris baru-baru ini China Can Say No mengungkapkan sebuah sentiment
yang mendukung sebuah cara Tiongkok yang unik yang, dengan terus terang,
tidak perlu melibatkan norma-norma Amerika, seperti individualisme dan
liberalisme Barat. Selain itu, nasionalisme Tiongkok masih mungkin akan
berkembang, karena generasi para pemimpin Tiongkok akan bertumbuh dalam
lingkungan yang dipenuh dengan semangat nasionalisme.

9
B. Prinsip-prinsip Konservatisme
Berdasarkan pemikiran-pemikiran para tokoh tersebut, Clark (1991)
mengidentifikasi beberapa prinsip-prinsip aliran konservatif, diantaranya:
1. Pada dasarnya manusia itu punya dorongan kuat untuk dapat
diarahkan menjadi pribadi jahat atau baik. Pada kenyataannya
manusia tidak dapat berkembang tanpa ikatan organisasi sosial;
2. Masyarakat sebagai sebuah struktur organik didasarkan pada
sebuah tuntutan hirarki alamiah. Tanpa hirarki, setiap orang akan
jadi homogen dan proses pembentukan pribadi individu dapat
terhambat;
3. Tujuan dari pemerintah adalah untuk menjaga dan memelihara
kebutuhan dasar masyarakat. Pemerintah seharusnya tidak hanya
menegakkan hukum yang melindungi hak milik, tetapi harus secara
aktif membina lembaga-lembaga seperti keluarga dan lingkungan
yang secara konteks sosial merupakan tempat dimana individu
berkembang;
4. Moralitas, keberadaannya tidak tergantung dari pendapat individu
benar dan salah, dan karena itu setiap orang harus memiliki
prioritas untuk mengejar kebajikan daripada keinginan pribadi.
Nilai-nilai moral termasuk terdiri dari loyalitas, patriotisme, ksatria,
ketaatan, keberanian, kesetiaan, menghormati otoritas, ramah, dan
kehormatan.;
5. Kebebasan itu ada ketika individu-individu tidak berlaku
sewenang-wenang yang dikuasai oleh nafsu mereka sendiri.
Kebebesan itu mensyaratkan otoritas, tradisi, dan masyarakat yang
stabil;
6. Wewenang adalah sah ketika itu berada diantara orang-orang yang
terbiasa dengan kepemimpinan tradisional dan memiliki yang
memiliki pemahaman tentang kebenaran dan kebajikan;
7. Masyarakat itu bisa dinyatakan setara (equality) hanya dalam status
formalnya sebagai warga negara;

10
8. Keadilan dapat terpenuhi ketika tata tertib itu dijaga, hukum diatur
dengan seimbang, dan kedudukan individu diatur melalui hirarki
sosial;
9. Efisiensi berarti bahwa masyarakat berfungsi dengan baik menuju
sebuah keberhasilan tidak hanya dalam menghasilkan sebuah
materi, tetapi juga dalam pencapaian nonmaterial seperti menjaga
tata tertib, kesatuan komunitas, dan kebaikan individu.
C. Ciri-ciri konservatisme
a. Lebih mementingkan lembaga-lembaga kerajaan dan gereja
b. Agama dipandang sebagai kekuatan utama disamping upaya
pelestarian tradisi dan kebiasaan dalam tata kehidupan masyarakat.
c. Lembaga-lembaga yang sudah mapan seperti keluarga, gereja, dan
negara semuanya dianggap suci.
d. Konservatisme juga menentang radikalisme dan skeptisme

1.2 Pengaruh ideologi konservatisme pada partai peserta pemilu tahun 1999
A. Pemilu tahun 1999
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah 1999 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 7 Juni 1999 untuk
memilih 462 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-
Indonesia periode 1999-2004.
Pemilihan Umum ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan setelah
runtuhnya Orde Baru dan juga yang terakhir kalinya diikuti oleh Provinsi Timor
Timur.
Pemilihan Umum ini diikuti oleh 48 partai politik, yang mencakup hampir
semua spektrum arah politik (kecuali komunisme yang dilarang di Indonesia).
Penentuan kursi dilakukan secara proporsional berdasarkan persentase suara
nasional.
Pemilihan Umum ini seharusnya diselenggarakan pada tahun 2002, namun
atas desakan publik untuk mengadakan reformasi serta mengganti anggota-

11
anggota parlemen yang berkaitan dengan Orde Baru, maka pemilihan umum
dipercepat dari tahun 2002 ke tahun 1999 oleh pemerintah waktu itu.
Tabel nama partai dan jumlah perolehan suara pada pemilu 1999
No. Partai Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Suara Kursi
1. Partai Indonesia Baru 192.712 0,18% 0 0,00%

2. Partai Kristen 369.719 0,35% 0 0,00%


Nasional Indonesia
3. Partai Nasional 377.137 0,36% 0 0,00%
Indonesia
Partai Aliansi 85.838 0,08% 0 0,00%
Demokrat Indonesia
5. Partai Kebangkitan 289.489 0,27% 0 0,00%
Muslim Indonesia
6. Partai Ummat Islam 269.309 0,25% 0 0,00%
7. Partai Kebangkitan 300.064 0,28% 1 0,22%
Ummat
8. Partai Masyumi Baru 152.589 0,14% 0 0,00%
9. Partai Persatuan 11.329.905 10,71% 58 12,55%
Pembangunan
10. Partai Syarikat Islam 375.920 0,36% 1 0,22%
Indonesia
11. Partai Demokrasi 35.689.073 33,74% 153 33,12%
Indonesia Perjuangan
12. Partai Abul Yatama 213.979 0,20% 0 0,00%
13. Partai Kebangsaan 104.385 0,10% 0 0,00%
Merdeka
14. Partai Demokrasi 550.846 0,52% 5 1,08%
Kasih Bangsa
15. Partai Amanat 7.528.956 7,12% 34 7,36%
Nasional
16. Partai Rakyat 78.730 0,07% 0 0,00%
Demokratik
17. Partai Syarikat Islam 152.820 0,14% 0 0,00%
Indonesia 1905
18. Partai Katolik 216.675 0,20% 0 0,00%
Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat 40.517 0,04% 0 0,00%
20. Partai Rakyat 54.790 0,05% 0 0,00%
Indonesia
21. Partai Politik Islam 456.718 0,43% 1 0,22%
Indonesia Masyumi
22. Partai Bulan Bintang 2.049.708 1,94% 13 2,81%
23. Partai Solidaritas 61.105 0,06% 0 0,00%
Pekerja Seluruh

12
Indonesia
24. Partai Keadilan 1.436.565 1,36% 7 1,51%
25. Partai Nahdlatul 679.179% 0,64% 5 1,08%
Ummat
26. Partai Nasional 365.176 0,35% 1 0,22%
Indonesia – Front
Marhaenisme
27. Partai Ikatan 328.654 0,31% 1 0,22%
Pendukung
Kemerdekaan
28. Partai Republik 328.564 0,31% 0 0,00%
29. Partai Islam 62.901 0,06% 0 0,00%
Demokrat
30. Partai Nasional 345.629 0,33% 1 0,22%
Indonesia – massa
Marhaenisme
31. Partai Musyawarah 62.006 0,06% 0 0,00%
Rakyat Banyak
32. Partai Demokrasi 345.720 0,33% 2 0,43%
Indonesia
33. Partai Golongan 23.741.749 22,44% 120 25,97%
Karya
34. Partai Persatuan 655.052 0,62% 1 0,22%
35. Partai Kebangkitan 13.336.982 12,61% 51 11,03%
Bangsa
36. Partai Uni Demokrasi 140.980 0,13% 0 0,00%
Indonesia
37. Partai Buruh 140.980 0,13% 0 0,00%
Nasional
38. Partai Musyawarah 204.204 0,19% 0 0,00%
Kekeluargaan Gotong
Royong
39. Partai Daulat Rakyat 427.854 0,40% 2 0,43%
40. Partai Cinta Damai 168.087 0,16% 0 0,00%
41. Partai Keadilan dan 1.065.686 1,01% 4 0,87%
Persatuan
42. Partai Solidaritas 49.807 0,05% 0 0,00%
Pekerja
43. Partai Nasional 149.136 0,14% 0 0,00%
Bangsa Indonesia
44. Partai Bhineka 364.291 0,34% 1 0,22%
Tunggal Ika
Indonesia
45. Partai Solidaritas Uni 180.167 0,17% 0 0,00%
Nasional Indonesia
46. Partai Nasional 96.984 0,09% 0 0,00%
Demokrat

13
47. Partai Muslimin 46.839 0,05% 0 0,00%
Indonesia
48. Partai Pekerja 63.934 0,06% 0 0,00%
Indonesia
Jumlah 105.786.661 100,00% 462 100,00%
Table 1. Tabel nama partai dan perolehan suara pada pemilu tahun 1999. (sumber :Wikipedia.org)

Dari table diatas terdapat lima partai yang memiliki pengaruh dan suara
paling banyak, kelima partai dari yang teratas tersebut adalah : Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) mendapat jumlah suara paling banyak dengan total
33.74% presentase, disusul oleh Partai Golongan Karya (GOLKAR) dengan
perolehan total 22,44% presentase, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan
total presentase 10,21%, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan total
presentase 12,61% , dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan total perolehan
7,12%.
Kelima besar partai pemenang pemilu tahun 1999 ini memperoleh 86,12%
presentase suara dari total 100% presentase suara yang diperoleh.
Partai-partai pemenang pemilu tahun 1999 mempunyai ideology politik
yang berbeda satu sama lain, PDI-P menganut ideologi Nasionalisme, GOLKAR
menganut ideologi Pancasila, PPP dan PAN dengan ideologi Islam, dan PKB
dengan ideologi Islam dan Konservatisme.
Dari beberapa partai peserta pemilu 1999, partai PKB adalah satu-satunya
partai penganut ideologi konservatisme yang berhasil masuk dalam lima besar
perolehan suara dan kursi terbanyak di DPR.

B. Partai Kebangkitan Bangsa


Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), adalah sebuah partai politik Berideologi
Konservatisme di Indonesia. Partai ini didirikan di Jakarta pada tanggal 23 Juli
1998 (29 Rabi'ul Awal 1419 Hijriyah) yang dideklarasikan oleh para kiai-kiai
Nahdlatul Ulama, seperti Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid, A.
Mustofa Bisri, dan A. Muhith Muzadi).
Kisah pendirian PKB dimulai pada 11 Mei 1998. Ketika para kyai sesepuh
di Langitan mengadakan pertemuan. Mereka membicarakan situasi terakhir yang
menuntut perlu diadakan perubahan untuk menyelamatkan bangsa ini dari
kehancuran. Saat itu para kyai membuat surat resmi kepada Pak Harto yang isinya

14
meminta agar beliau turun atau lengser dari jabatan presiden. Pertemuan itu
mengutus Kyai Muchid Muzadi dari Jember dan Gus Yusuf Muhammad
menghadap Pak Harto untuk menyampaikan surat itu. Mereka berangkat ke
Jakarta, meminta waktu tetapi belum dapat jadwal. Sehingga sebelum surat itu
diterima, Pak Harto sudah mengundurkan diri terlebih dahulu tanggal 23 Mei
1998.
Pada tanggal 30 Mei 1998, diadakan istighosah akbar di Jawa Timur. Lalu
semua kyai berkumpul di kantor PWNU Jatim. Para kyai itu mendesak KH Cholil
Bisri supaya menggagas dan membidani pendirian partai bagi wadah aspirasi
politik NU. Ia menolaknya karena tidak mau terlalu berkecimpung jauh dalam
dunia politik dan merasa lebih baik di dunia pesantren saja. Akan tetapi para kyai
terus mendorongnya karena dinilai lebih berpengalaman dalam hal politik. Pada
saat itu Gus Dur belum ikut dalam pertemuan ini.
Kemudian pada tanggal 6 Juni 1998, KH Cholil Bisri mengundang 20 kyai
untuk membicarakan hal tersebut. Undangan hanya lewat telepon. Tetapi pada
hari H-nya yang datang lebih 200 kyai. Sehingga rumahnya di Rembang sebagai
tempat pertemuan penuh. Dalam pertemuan itu terbentuklah sebuah panitia yang
disebut dengan Tim “Lajnah” yang terdiri dari 11 orang. Ia sendiri menjadi ketua
dengan sekretarisnya adalah Gus Yus. Panitia ini bekerja secara maraton untuk
menyusun platform dan komponen-komponen partai termasuk logo (yang sampai
saat ini menjadi lambang resmi partai) yang pembuatannya diserahkan kepada
KH.A. Mustofa Bisri. Selain itu terbentuk juga Tim Asistensi Lajnah terdiri dari
14 orang yang diketuai oleh Matori Abdul Djalil dan sekretarisnya Asnan Mulatif.
Pada tanggal 18 Juni 1998 panitia mengadakan pertemuan dengan PBNU.
Dilanjutkan audiensi dengan tokoh-tokoh politik (NU) yang ada di Golkar, PDI
dan PPP. Panitia menawarkan untuk bergabung, tanpa paksaan. PBNU sendiri
menolak pendirian partai. Setelah itu pada tanggal 4 Juli 1998, Tim ‘Lajnah’
beserta Tim dari NU mengadakan semacam konferensi besar di Bandung dengan
mengundang seluruh PW NU se-Indonesia yang dihadiri oleh 27 perwakilan.
Hari itu diputuskan nama partai. Usulan nama adalah Partai Kebangkitan
Bangsa, Partai Kebangitan Ummat dan Partai Nahdlatul Ummat. Akhirnya hasil
musyawarah memilih nama PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Lalu ditentukan

15
siapa-siapa yang menjadi deklarator partai. Disepakati 72 deklarator, sesuai
dengan usia NU ketika itu. Jumlah itu terdiri dari Tim Lajenah (11), Tim Asistensi
Lajenah (14), Tim NU (5), Tim Asistensi NU (7), Perwakilan Wilayah (27 x 2),
Ketua–ketua Event Organisasi NU, tokoh-tokoh Pesantren dan tokoh-tokoh
masyarakat. Semua deklarator membubuhkan tanda tangan dilengkapi naskah
deklarasi. Lalu diserahkan ke PBNU untuk mencari pemimpin partai ini.
Ketika masuk ke PBNU, dinyatakan bahwa yang menjadi deklaratornya 5
orang saja, bukan 72 orang. Kelima orang itu yakni KH Munasir Allahilham, KH
Ilyas Ruchyat Tasikmalaya, KH Muchid Muzadi Jember dan KH. A. Mustofa
Bisri Rembang dan ditambah KH Abddurahman Wahid sebagai ketua umum
PBNU. Nama 72 deklarator dari Tim Lajnah itu dihapus oleh semua oleh PBNU.
Dalam menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat Nahdliyin, PBNU
menanggapinya secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada adanya kenyataan bahwa
hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa secara
organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan
kegiatan politik praktis. Namun demikian, sikap yang ditunjukan PBNU belum
memuaskan keinginan warga NU. Banyak pihak dan kalangan NU dengan tidak
sabar bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi
politik warga NU setempat. Di antara mereka bahkan ada yang sudah
mendeklarasikan parpol yakni Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai
Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah
PBNU tanggal 3 Juni 1998 yang menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim
Lima yang diberi tugas untuk menampung aspirasi warga NU. Tim Lima diketuai
oleh KH Ma'ruf Amin (Rais Suriyah/Koordinator Harian PBNU), dengan anggota,
KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Prof Dr KH Said Aqil Siradj, M.A.
(Wakil Katib Aam PBNU), H M. Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan
Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Untuk mengatasi hambatan
organisatoris, Tim Lima itu dibekali Surat Keputusan PBNU.
Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima
seiring semakin derasnya usulan warga NU untuk mendirikan partai politik, maka
pada Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998

16
memberi Surat Tugas kepada Tim Lima, selain itu juga dibentuk Tim Asistensi
NU yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H
Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma'ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz,
M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin,
Drs. Amin Said Husni dan Muhaimin Iskandar. Tim Asistensi NU bertugas
membantu Tim NU dalam mengiventarisasi dan merangkum usulan pembetukan
parpol.
Pada tanggal 22 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat
untuk mendefinisikan dan mengelaborasikan tugas-tugasnya. Tanggal 26 - 28 Juni
1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra
Cipanas untuk membahas usulan pendirian PKB dari para Kiai yang telah
berkumpul di Rembang yang di dalam usulannya telah menyerahkan berkas-
berkas Platform Partai, AD/ART, Tanda Gambar Partai. Pertemuan ini
menghasilkan lima rancangan yaitu:
1. Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi Politik
2. Mabda' Siyasiy
3. Hubungan Partai Politik dengan NU
4. AD/ART
5. Naskah Deklarasi

C. Pengaruh Konservatisme pada Partai Kebangkitan Bangsa


Partai ini pertama mengikuti pemilu pada tahun 1999 dan pada tahun 2004
mengikutinya lagi. Partai yang berbasis kaum NU ini sempat mengajukan Gus
Dur sebagai presiden yang menjabat dari tahun 1999 sampai pertengahan 2001.
Pada tahun 2004, partai ini memperoleh hasil suara 10,57% (11.989.564) dan
mendapatkan kursi sebanyak 52 di DPR. Partai Kebangkitan Bangsa mendapat 27
kursi (4,82%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah
mendapat sebanyak 5.146.122 suara (4,9%). Ini berarti penurunan besar (50%
kursi) dari hasil perolehan pada tahun 2004.
Semenjak pertama kali mengikuti pemilu pada tahun 1999 partai
kebangkitan bangsa telah mendapat respon yang positif dari masyarakat, hal ini
dikarenakan partai kebangkitan bangsa menggunakan ideologi yang berbasiskan

17
Islam dan Konservatisme, yang mana ideologi ini merupakan paham yang sama
dengan partai sebelum partai kebangkitan bangsa ini berdiri sendiri yaitu
Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan pecahan dari Masyumi.
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan
memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti
pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi
Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang
mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu
golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan
pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu
1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan
diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang
mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang
dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid.
Pengaruh yang besar dari NU inilah yang menjadikan kekuatan dasar PKB
untuk ikut dalam pemilu tahun 1999, masyarakat pada umumnya mengenal NU
karena NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola
pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum
ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-
Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan
realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti
Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi.
Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i
dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam
Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah.
Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid
Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Paham Ahlussunah waljama’ah yang dianut oleh NU mampu menarik
simpati sebagian besar masyarakat jawa, masyarakat cenderung lebih memilih NU
karena sikap NU sendiri yang tidak serta merta menghapus adat-adat jawa pada

18
masa lampau yang sangat bertentangan dengan Islam, tetapi NU lebih memilih
untuk meneruskan dan memelihara (Konservativ) adat yang telah dilaksanakan
oleh masyarakat Jawa pada umumnya, dengan sedikit mengubah dan
memeberikan unsure-unsur islam pada adat-adat tersebut. Berbeda dengan
beberapa organisasi Islam lain yang lebih memilih untuk menghapus dan
menghentikan seketika adat yang bertentangan dengan islam tersebut. Hal inilah
yang menjadikan NU salah satu organisasi Islam dengan pengikut terbesar di
Indonesia.
Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah
yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim
tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan
istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa
dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh
NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara
melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai
yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKB, PNU, PKU, Partai
SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa
dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU.
Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu
berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari (2009) memperkirakan
ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau
pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut
sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham keagamaannya
dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga
atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di
pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir
terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian
besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki
problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus

19
sunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan
dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan
pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa
banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini
basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di
perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem
pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan
cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah
memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari
ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara
Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal
oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.
Partai kebangkitan bangsa secara tidak langsung telah mendapatkan
dukungan dan suara dari para pendukung NU yang merupakan organisasi islam
konservativ. Partai Kebangkitan Bangsa sejak awal mengikuti pada pemilu 1999
telah merasakan dukungan yang sangat besar hingga bisa masuk dalam lima besar
partai dengan perolehan suara terbanyak. Partai Kebangkitan Bangsa memperoleh
51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai
Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

20
BAB III
KESIMPULAN
Konservatisme merupakan paham politik yang ingin mempertahankan
tradisi dan stabilitas sosial, melestarikan pranata yang sudah ada, menghendaki
perkembangan setapak demi setapak, serta menentang perubahan yang radikal.
Definisi lain mengatakan, konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang
mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, conservāre,
melestarikan; “menjaga, memelihara, mengamalkan“. Di lain sumber,
konservatisme diartikan sebagai ideologi dan filsafat yang menjunjung tinggi
nilai-nilai tradisional.
Perubahan tidak selalu berarti kemajuan. Oleh karena itu, perubahan
sebaiknya berlangsung tahap demi tahap, tanpa menggoncang suatu struktur
politik dalam negara atau masyarakat yang bersangkutan.Namun, biasanya
ideologi ini, hanya diterapkan sebagai dasar golongan tertentu, tidak sebagai dasar
negara. Politik konservatif dinilai cenderung “kolot” oleh para liberalis, karena
konservatif selalu menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional tanpa satupun
dilewatkan, akibatnya banyak ketidakseragamnya dengan hukum di zaman
sekarang, bagi kaum konservatif, konservatisme merupakan bentuk skeptis dari
kritik atas pemerintahan .
Ciri-ciri ajaran ideologi konservatisme
a. Lebih mementingkan lembaga-lembaga kerajaan dan gereja
b. Agama dipandang sebagai kekuatan utama disamping upaya
pelestarian tradisi dan kebiasaan dalam tata kehidupan masyarakat.
c. Lembaga-lembaga yang sudah mapan seperti keluarga, gereja, dan
negara semuanya dianggap suci.
d. Konservatisme juga menentang radikalisme dan skeptisme
Gejala-gejala konservatisme
a. Masyarakat terbaik adalah masyarakat yang tertata.
b. Agar tertata, maka diperlukan pemerintah & memiliki kekuasaan
yang mengikat tapi bertanggung jawab.
c. Penguasa hrs bertanggung jawab membantu yang lemah.

21
Ideologi konservatisme yang dianut oleh PKB secara tidak langsung telah
memberikan dampak yang besar bagi partai ini, sejak awal berdiri dan mengikuti
pemilu pertamanya pada tahun 1999 PKB telah merasakan pengaruh dari ideologi
ini.
PKB mampu meraih posisi lima besar partai dengan suara dan kursi
terbanyak di DPR. Hal ini dikarenakan posisi PKB yang juga merupakan partai
terusan dari NU yang menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' pada
tahun 1984 yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi. NU sejak awal berdiri telah
mendapat respon yang besar dari masyarakat Indonesia karena NU merupakan
organisasi Islam yang berpaham konservativ. Maka dari itu PKB yang mendapat
dukungan langsung dari NU juga merasakan pengaruh yang besar dari ideologi
Konservatisme ini.
PKB kembali menduduki peringkat ketiga pada Pemilu 2004 dengan raihan
12.002.885 suara (10,61 persen) dan mendapat 52 kursi DPR RI. Periode lima
tahunan berikutnya, raihan suara PKB di Pemilu 2009 meraih 5.146.302 suara
(4,95 persen) dan mendapat 28 kursi DPR.

22
DAFTAR PUSTAKA
Asyari, Suadi. 2009. Nalar Politik NU-Muhammadiyah. Yogyakarta : LKIS.

Budiarjo, Miriam. 2002. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Clark, John. 1991. Democratizing Development: The Role of Voluntary


Organizations. Lynne: Rienner Publishers.

Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia


Widiasarana Indonesia.

Direktori Penyelenggara Pemilu. “Pemilihan Umum Tahun 1999”. 04April 2014.


http://kepustakaan-
presiden.pnri.go.id/election/directory/election/?box=detail&id=27&from_box=list
&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=

DPP PKB. “Sejarah Pendirian PKB. 30 Maret 2014. http://pkb.or.id/sejarah-


pendirian

PBNU. “Basis Pendukung”. 30 Maret 2014. http://www.nu.or.id/a,public-m,static-


s,detail-lang,id-ids,1-id,9-t,basis+pendukung-.phpx

Wikipedia Indonesia. “Pemilihan umum legislatif Indonesia 1999”. 30 Maret


2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_1999

23

Anda mungkin juga menyukai