Anda di halaman 1dari 16

MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD

D(petik satu)ESTAING DAN


FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan kemunculan politik “konservatif” dalam

kebijakan nasional di Perancis pada masa Presiden Giscard d’Estaing dan Francois Mitterand.

Dalam penelitian yang tergolong singkat ini, penulis akan berusaha menggambarkan konteks

sosial, ekonomi politik yang kemudian, mengantarkan pada pembahasan terjadinya perubahan

orientasi politik “konservatif” di kalangan politisi ataupun elite politik di Perancis di kedua

rejim presiden itu. Dalam tulisan ini, akan digambarkan bagaimana fungsi dan peran suatu

ideologi dalam kebijakan suatu negara.

Memperbincangkan mengenai politik Perancis, tentu mengingatkan kita pada beberapa

tokoh yang tengah “naik daun” dalam pemilihan presiden terkini Perancis, yakni Francois

Fillon. Menurut beberapa pemberitaan, Francois Fillon tergolong sebagai dan berjanji untuk

menjadi presiden yang konservatif jika terpilih nanti. Fillon, yang notabene merupakan seorang

konservatif republikan mendasarkan dirinya pada beberapa bayangan kebijakan, antara lain

penguatan Uni Eropa; penguatan nilai tradisional keluarga Perancis; pencabutan jaminan sosial

bagi para imigran; dan penguatan nilai Katholisisme. Dari penjelasan tersebut, kita dapat

memahami bahwa seorang konservatif merujuk pada upaya untuk mempertahankan atau

melestarikan (conserve) nilai-nilai yang dipegang selama ini. Dalam beberapa literatur

disebutkan bahwa konservatisme biasanya berdasarkan pada moralitas tertentu, meskipun

mereka sadar bahwa perubahan merupakan sesuatu yang tidak bisa dinafikan.

Dalam menelaah mengenai bagaimana tradisi tersebut terimplementasi dalam panggung

politik Perancis, kita perlu beranjak lebih dalam mengenai bagaimana tradisi kepemimpinan di

Perancis berlangsung. Dalam hal ini, tradisi kepemimpinan dimaksudkan untuk mempermudah
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
pembacaan mengenai orientasi ide atau ideologi yang diusung oleh para pemangku

kepentingan, politisi maupun birokrat Perancis.

Secara prinsipil, tradisi kepemimpinan Perancis dibedakan menjadi dua, yaitu tradisi

Atlantisisme dan Gaullisme. Atlantisisme sendiri merupakan sebuah ideologi yang

menekankan pentingnya untuk membangun kerjasama diantara Eropa, AS dan Kanada, baik di

bidang ekonomi, politik dan keamanan. Atlantisisme inilah, yang menjelaskan bagaimana

kedekatan hubungan diantara ketiganya, yang terejawantah dalam beberapa organisasi, seperti

NATO dan OECD. Sedangkan, Gaullisme sendiri merupakan sebuah ideologi yang

diperkenalkan pertama kali, oleh Charles de Gaulle, seorang Presiden Perancis yang

memerintah pada 1959-69. Lebih lanjut, Gaullisme memuat tiga prinsip, antara lain (1)

penegasan hak Perancis terhadap peran independen dan utama dalam politik dunia; (2)

dirigisme, sejenis kebijakan ekonomi Keynesian dengan fokus utama negara Perancis; dan (3)

anti-komunisme. Secara singkat, Gaullisme menitahkan independensi Perancis dalam politik

international. Selain itu, Gaullisme juga dianggap sebagai sebuah pragmatisme politik – yang

mengedepankan independensi Perancis, baik untuk menjalin aliansi dan kerja sama ekonomi.

Gaulisme kemudian, menjadi sebuah ideologi politik yang dibawa oleh empat presiden setelah

de Gaulle, dan mencerminkan kepentingan Perancis di tingkat regional dan global.

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis berusaha untuk menjawab pertanyaan “ Mengapa ideologi

konservatisme dapat bangkit di Perancis pasca-de Gaulle pada masa kepresidenan Valery

Giscard d’Estaing dan Francois Mitterand? “

C. Kerangka Konseptual

Berkaitan dengan upaya untuk menjawab rumusan masalah tersebut, penulis akan

menggunakan beberapa konsep dan teori yang dimaksudkan untuk meletakkan permasalahan

dalam konsep tertentu dan memberikan penjelasan secara teoretis mengapa fenomena atau
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
permasalahan tersebut dapat terjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan konsep

ideologi dan konservatisme/politik konservatif, serta teori siklus politik.

1. Ideologi

Setiap orang pasti memiliki sebuah ide atau gagasan, yang mengarahkan bagaimana

seharusnya dia hidup dan berinteraksi dengan sesamanya. Namun, seringkali tidak setiap

orang secara individual tidak mendemonstrasikan idenya untuk diperkenalkan kepada

orang lain atau ranah publik. Sebuah ide yang kemudian, ditransmisikan kepada publik

secara sederhana, dapat disebut sebagai ideologi. Sebuah ideologi yang dirumuskan

bersama, tentu saja tidak berada dalam ruang hampa. Keberadaan sebuah ideologi selalu

didasarkan pada pertimbangan situasi dan kondisi kekinian, yang menuntut sebuah

perubahan bagi masyarakat. Menurut Andrew Heywood (1992), keberadaan ide dan

ideologi tersebut mempengaruhi kehidupan politik dalam beberapa cara, antara lain

1. Ide dan ideologi menyediakan sebuah persepktif tentang bagaimana dunia dipahami

dan dijelaskan;

2. Ide-ide politik juga membantu untuk membentuk sifat/hakikat (nature) sebuah sistem

politik; dan

3. Ide-ide politik dan ideologi dapat bertindak sebagai bentuk perekat sosial (social

cement), yang menyediakan kelompok-kelompok sosial, dan masyarakat luas dengan

serangkaian kepercayaan dan nilai pemersatu.

Selain itu, keberadaan ideologi tertentu juga menyediakan basis tindakan politik, yang

mana dimaksudkan untuk memelihara, memodifikasi, ataupun mementahkan system

kekuasaan yang ada. Lebih lanjut, Heywood mengidentifikasi tiga fungsi, diantaranya

1. Menawarkan sebuah keteraturan tertentu, yang biasanya dalam bentuk pandangan

terhadap dunia (world view);


MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2. Menyediakan model masa depan yang diinginkan, sebuah visi bagi masyarakat yang

baik (good society);

3. Mengkerangkai bagaimana perubahan politik dibawa dan seharusnya diciptakan.

Untuk lebih memahami manifestasi ideologi dalam sistem politik, ada baiknya untuk

menyimak paparan Seliger mengenai tingkatan ideologi. Menurutnya, ideologi terbagi

menjadi dua tingkatan, yakni (1) fundamental dan (2) operasional (operative). Di tingkatan

fundamental, sebuah ideologi memuat gagasan teroretis dan filosofis yang menerangkan

bagaimana dunia, bagaimana seharusnya dunia diorganisasikan, dan tujuan mengapa dunia

seharusnya diciptakan sedemikian rupa. Adapun dalam tingkatan operasional, ideologi

memuat bentuk gerakan-gerakan politik; terlibat dalam mobilisasi rakyat; dan perjuangan

kekuasaan. Dalam hal ini, ideologi dapat berbentuk slogan (sloganizing); retorika politik;

manifesto partai; dan kebijakan pemerintah.

2. Konservatisme dan Politik Konservatif

Sebagai sebuah konsep, mengembangkan definisi umum tentang konservatisme adalah

hal yang sulit untuk dilakukan dan cenderung untuk tidak menghasilkan sesuatu.

Demikianlah pendapat yang dilontarkan oleh Martin Greiffenhagen. Dibandingkan dengan

liberalisme atau sosialisme yang berdiri diatas ranah nasional, fenomena konservatisme

merupakan fenomena nasional yang muncul secara berbeda dari satu negara ke negara yang

lain. Greiffenhagen mencontohkan bahwa konservatisme Inggris (British conservatism)

mendasarkan dirinya pada traidisi hokum alam yang ketat, sementara konservatisme

Jerman berkembang dengan langkah sebagai oposisi terhadap ide filosofi yang sama. Disisi

lain, konservatisme Amerika berakar pada permulaan demokrasi Amerika, dan selalu

dicirikan melalui elite-elitenya.1

1
Greiffenhagen, Martin.(1979).”The Dilemma of Conservatism in Germany”. Journal of Contemporary
History, Vol. 14, No. 4 (October 1979). hal 611
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Di lain kesempatan, Ludwig Freund berargumen bahwasanya konservatisme

merupakan sebuah konsep yang tidak teridenfitikasi secara jelas sebagaimana yang dia tulis

berikut ini.2

“In contrast to liberalism and socialism and a whole series of other subject matters

of political theory, conservatism is not a clearly definable concept. Not only does

it respond to the constant flux and change in society: this would be true also of

other social movements and ideas. (Thus, modern liberalism has undergone all

kinds of transformations and has demonstrated variable aspecs of its basic creed,

ever since John Locke and Adam Smith applied similar hopes and terms to

different fields of human endeavor; and of course, we are only too familiar with

the various phases and emphases through which modern socialism has passed.)

The special point with regard to conservatism is that it varies not only as to form

or temper but also as to substance from one society to another, this is the major

point to be demostrated, and it denotes the futility of so many of our “new

American conservatives” who try to prove their case by quoting endlessly from

the British model of conservative thought, incidentally without paying sufficient

attention to the prudent qualities of flexible British conservative action.”

Untuk memahami apa yang sebenarnya diistilahkan dengan konservatisme, terdapat

beberapa kajian teoretis yang mengulas mengenai konservatisme. Salah satu ilmuwan yang

menjelaskan konservatisme adalah Samuel P. Huntington. Huntington dalam hal ini, telah

merumuskan konsep konservatisme sebagai ideologi. Menurut Samuel Huntington,

terdapat tiga konsepsi untuk memahami hakikat konservatisme sebagai sebuah ideologi.3

2
Freund, Ludwig.(1955).”The New American Conservatism and European Conservatism”. Ethics, Vol.66,
No.1, (October 1955). hal 10
3
Huntington, Samuel P.(1957).”Conservatism as an Ideology”. The American Political Science Review, Vol. 51,
No. 2 (June 1957). page 454-455
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pertama, teori aristokrasi mendefinisikan konservatisme sebagai ideologi dari sebuah

gerakan sejarah yang unik dan spesifik. Beberapa contoh gerakan bersejarah itu, antara lain

reaksi kelas agrarian-feodal-arsitokratik terhadap Revolusi Perancis; liberalisme dan

bangkitnya kelas borjuis pada akhir abad 18 dan selama pertengahan pertama abad 19.

Kedua, teori otonom yang mengartikan konservatisme sebagai hal yang tidak

berhubungan dengan kepentingan kelompok tertentu saja. Lebih dari itu, konservatisme

merupakan sebuah sistem ide yang otonom yang mengedepankan nilai-nilai universal,

seperti keadilan, ketertiban, keseimbangan dan moderasi.

Ketiga, teori situasional melihat bahwasanya konservatisme sebagai ideologi muncul

dari sebuah tipe situasi sejarah tertentu dan distingtif, dimana sebuah tantangan

fundamental diarahkan pada institusi-institusi yang mapan dan dimana pendukung dari

institusi tersebut menggelorakan ideologi konservatif sebagai tameng pertahanannya.

Jika kita dapat merangkum tentang apa yang dimaksud dengan konservatisme,

konservatisme dapat diartikan sebuah ide yang berusaha untuk mengedepankan tradisi,

sistem dan bangunan institusi yang telah ada, bahkan mapan untuk dijadikan orientasi

tindakan di masa depan. Lebih lanjut, konservatisme merupakan ide yang tidak hanya

direpresentasikan oleh politikus ataupun negarawan saja, setiap orang tanpa terkecuali

dimungkinkan untuk bertindak secara konservatif. Hal ini dikarenakan setiap orang

memiliki pedoman hidup yang senantiasa dipegang, seperti nilai dan moral. Seperti yang

dikatakan oleh Francis G. Wilson, pemikiran konservatif, lebih dari jenis yang lain

menekankan pada kontinuitas nilai-nilai moral.4 Selain itu, konservatisme juga menyetujui

akan adanya struktur ketidaksetaraan (equality) yang berubah. Alih-alih untuk berusaha

meniadakan struktur yang tidak setara tersebut, kaum konservatif melihat bahwa

4
Wilson, Francis G.(1941).”A Theory of Conservatism”. The American Political Science Review, Vol. 35, No. 1
(February 1941). page 32
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
ketimpangan yang dipahami sebagai diferensiasi penguasaan kekuasaan (possession of

power) diterima sebagai sebuah fakta yang normal dalam kehidupan sosial.5

Dalam studi lain, Dawson mengidentifikasi dua bentuk konservatisme, yakni

konservatisme primer dan sekunder, berkaitan dengan derajat aspek ketidaksetaraan yang

bervariasi.6

“The discussion of what is changing, or what aspects of inequality are varying,

leads to the preposition that, in this respect, there is a primary and secondary

conservatism. The primary or fundamental conservatism is broad in its nature,

though it is constantly intermingled with the secondary or non-essential features of

change. The conservatives may well insist on the principle of private property while

not maintaining the present system of the relations of production.”

Dalam kajian yang didalami Edward Burke, salah satu teoretisi konservatisme, dia

mengatakan bahwasanya konservatisme cenderung menekankan pada harmoni, bukan

perjuangan sebagai tujuan penguasaan politiknya.7 Hal inilah, yang sedikit banyak

menentukan bagaimana elite-elite konservatif berusaha untuk mengamankan posisinya.

Sehingga, perubahan apapun akan selalu dilandasi oleh sikap perubahan perlahan, yang

menekankan keselarasan dengan rejim atau tradisi sebelumnya. Hal ini tentu saja, sangat

jauh dengan para liberalis, yang ingin melakukan perjuangan radikal terhadap tradisi lama.

Setelah membaca lebih jauh mengenai konservatisme sebagai ideologi, kita perlu

membaca ulang apa yang dimaksud dengan politik konservatif. Jika kita mengandaikan

bahwa konservatisme sebagai ideologi berada dalam ranah kognitif, politik konservatif

mewujud dalam ranah praktik. Tentu saja, terdapat kesenjangan untuk memahami

bagaimana kedua istilah tersebut dapat dipergunakan secara bergantian. Konservatisme

5
ibid, hal 31
6
Dawson, Christopher. Enquiries into Religion and Culture (1933); Religion and the Modern State (1935). dalam
ibid, hal 33
7
Horowitz, Irving Louis.(1956).”The New Conservatism”. Science & Society, Vol. 20, No. 1, hal 2-3
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dipakai sebagai upaya untuk menjelaskan secara teoretis bagaimana sebuah tindakan politik

dimaknai sebagai sebuah kerja kognitif. Sedangkan, tindakan politik itu sendiri tidak selalu

harus melandaskan diri pada kepemilikan terlebih dahulu mengenai ide apa yang akan

dipakai untuk menjustifikasi tindakannya.

Dalam hal ini, terma politik konservatif dianggap mampu untuk merepresentasikan

perubahan tindakan yang diambil oleh para elite politik Perancis selama terjadinya krisis

ekonomi. Secara sangat jelas, terma politik konservatif tidak dimaksudkan untuk mengganti

khasanah keilmuan yang menjadikan konservatisme sebagai tema sentralnya.

a. Basis Konservatisme Perancis

Menarik untuk memahami lebih jauh bagaimana sebenarnya konservatisme yang

menjadi orientasi politik Perancis. Dalam bahasa yang lebih populer, kita dapat bertanya

lebih jauh bagaimana corak konservatisme ala Perancis, karena kita memahami bahwa

Perancis adalah salah satu kiblat bagi pemikiran sosial dan politik modern, dengan salah

satu peristiwa besarnya, Revolusi Perancis.

1) Basis Revolusi Perancis

Revolusi Perancis menandai sebuah perubahan yang signifikan dalam skema dan

struktur kenegaraan Perancis. Peristiwa yang kemudian, menandai perubahan struktur

kenegaraan Perancis dari monarki absolut menjadi republik tersebut, tentu saja

menyisakan berbagai kelompok politik dalam politik Perancis di era selanjutnya. Dalam

pembagian yang sederhana yang dipakai Schlesinger untuk menjelaskan dua oposisi

dalam sejarah Amerika adalah kelompok liberal dan konservatif. Hanya saja,

liberalisme dan konservatisme Amerika berbeda dengan liberalisme dan konservatisme

Perancis.

Pecahnya revolusi perancis dalam tatanan politik, tentu saja memunculkan

kelompok baru, yang disebut kelompok liberal (dalam bahasa Schlesinger). Kelompok
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
ini dianggap sebagai kelompok yang berusaha untuk mendapatkan kebebasan, baik

dalam ranah politik maupun ekonomi, yang mana selama di era monarki – peran raja

dan keluarga kerajaan yang sedemikian dominan dalam ranah ekonomi dan politik

meniadakan kebebasan dan peluang mereka untuk berkiprah di ranah yang sama. Oleh

karena itu, peristiwa revolusi perancis menjadi titik balik mereka untuk menjadi elite di

rejim Perancis pasca-revolusi. Lantas, pertanyaan yang menyeruak kemudian,

bagaimana nasib kelompok yang sebelum era revolusi mengalami kejayaan dan

kekuasaan yang besar. Nah, kelompok inilah yang kemudian, disebut kelompok

konservatif. Kelompok konservatif tentu saja, merupakan kelompok yang mengalami

keuntungan yang sedemikian besar ketika rejim monarki absolut berkuasa. Mereka

dapat tergolong keluarga kerajaan ataupun mitra bisnis dari keluarga kerajaan tersebut.

Oleh karenanya, peristiwa revolusi perancis dapat dimaknai sebagai momentum

hilangnya peran dominan mereka dalam politik Perancis. Mereka tergolong kelompok

orang yang “merindukan” masa monarki pra-revolusi.

2) Basis Charles de Gaulle (Gaullisme)

Setiap negara pasti memiliki tradisi politik yang unik dan khas, yang

membedakannya dengan negara lain. Hal demikian juga berlaku di Perancis. Setiap

orang di Perancis, dalam hal ini dimungkinkan untuk bertindak konservatif, ataupun

memegang ideologi konservatisme. Politisi dan negarawan di Perancis juga memiliki

beberapa karakteristik konservatisme yang berbeda dengan negara lainnya.

Menurut Stanley Hoffman, konservatisme Perancis pasca-perang dibentuk

disekitar kepribadian pemimpinnya, yaitu Charles de Gaulle yang memiliki beberapa

karakteristik, antara lain a. pada level pemerintah, terdapat ketergantungan yang kuat

pada republikanisme serta menentang federalisme; b. pada aras kontrol negara,

ditetapkan negara sentralistik yang moderat bernafaskan bonapartisme dan Gaullisme;


MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
c. menetapkan beberapa prinsip, seperti rule of law, tradisionalisme, otoritas,

kebebasan, pertahanan pada keluarga tradisional, pelayanan kesehatan publik,

dukungan yang kuat terhadap kebudayaan Perancis, Francophone, dan melawan

Amerikanisasi (pandangan sosial); menetapkan sekularisme (keagamaan);dan

menentang pelucutan nuklir (militer).8

Mengadopsi konsepsi yang dikerjakan oleh Samuel Huntington, saya berargumen

bahwasanya konservatisme di Perancis pasca-de Gaulle tergolong jenis situasional.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Presiden-presiden Perancis pasca-de Gaulle

mendeklarasikan diri untuk mengeluarkan kebijakan yang senada dengan prinsip-

prinsip Charles de Gaulle, mendemonstrasikan bahwa mereka bertindak konservatif,

dengan mendasarkan diri pada berbagai tatan institusional yang dilandaskan de Gaulle.

Meskipun tidak dapat dipungkiri, bahwa masing-masing presiden tentu saja, memiliki

prinsip berpolitiknya dan mengalami tantangan yang berbeda-beda. Apa yang

kemudian, dianggap sebagai munculnya konservatisme politik, merujuk pada ide de

Gaulle adalah perilaku mereka berusaha merestorasi apa yang selama ini menjadi

pegangan rakyat dan pemerintah Perancis, seperti negara sentralistik, republik sekuler

dan anti-amerikanisme.

3. Hubungan Konservatisme Perancis dan Gaullisme

Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, basis konservatisme Perancis, dalam era

kekinian dibagi kedalam dua tipe, yakni basis konservatif di era pasca-revolusi Perancis

dan era pasca-de Gaulle berkuasa. Era Revolusi Perancis, kelompok konservatif ditandai

dengan mereka yang berusaha untuk menggali kembali tradisi di era monarki absolut.

Sedangkan, di era pasca-de Gaulle, kelompok konservatif adalah mereka yang berusaha

8
Hoffmann, Stanley. (1974). "The Vichy Circle of French Conservatives" in Hoffmann. Decline or Renewal?
France since 1930s. page 3–25
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
menjunjung kembali visi politik dan kenegaraan yang digaungkan oleh Charles de Gaulle

selama menjadi presiden, sekaligus pendiri Republik V Perancis.

Hal terakhir menjadi basis argumentasi hubungan konservatisme Perancis dan

Gaullisme. Selain itu, pembahasan sebelumnya yang menjelaskan sejarah munculnya

Gaullisme menjadi relevan untuk memahami politik konservatif Perancis di era

kontemporer. Konservatisme Perancis di era kontemporer memang bukan merupakan

Gaullisme. Namun, konservatisme politik Perancis di era pasca-de Gaulle selalu

mendasarkan diri pada Gaullisme. Disinilah, letak korespondensi konservatisme Perancis

dan Gaullisme.

4. Teori Siklus Bisnis Politik

Sebelum membahas teori siklus bisnis politik, sebenarnya diawali dari sebuah asumsi

bahwa terdapat sebuah teori siklus umum yang diperkenalkan oleh seorang sejarawan

Amerika. Teori yang dikenal sebagai teori siklus politik, tak lain adalah sebuah teori yang

diturunkan dari teori siklus secara umum, yang menandai terjadinya perubahan sosial dari

satu era ke era yang lain. Teori ini diperkenalkan oleh sejarawan Amerika, Arthur

Schlesinger yang melakukan kajian menganai dinamika panggung politik sepanjang

sejarah Amerika berlangsung. Dia berargumen bahwasanya perubahan rejim politik yang

utama, didasari oleh perasaan nasional (national mood). Alih-alih untuk melihat perubahan

politik secara top-down, Schlesinger membawanya pada aras bottom-up, yang meletakan

mentalitas massa daripada penciptaan figur atau individu berpengaruh selama periode

tertentu.

Dalam penelitian tentang sejarah Amerika yang cukup panjang tersebut, Schlesinger

memperkenalkan dua titik atau konsep untuk menjembatani poros perubahan dari waktu ke

waktu, yakni tujuan publik (public purpose) dan kepentingan privat (private interest).

Lebih jauh, tujuan publik merujuk pada sejumlah hal yang dianggap menjadi kepentingan
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
bersama. Sifat dari kepentingan bersama ini biasanya universal dan berdiri diatas banyak

golongan atau kelompok. Hal yang dapat menjadi ilustasi tujuan publik adalah kepentingan

publik untuk mendapatkan keamanan dan jaminan hidup, seperti mendapatkan iklim

kebebasan politik; hak untuk selamat dari perang dan sebagainya. Sedangkan, kepentingan

privat merujuk pada sejumlah hal yang dianggap menjadi kepentingan masing-masing

individu, seperti kebebasan untuk memilih, memiliki hak kepemilikan privat maupun

membuka usaha atau bisnis. Kepentingan privat, disini seringkali diasosiakan dengan

kepentingan pasar.

Dalam studinya, Schlesinger menggolongkan orang-orang atau massa menjadi dua

tipologi, yaitu liberal dan konservatif. Pertama, kelompok liberal diasosiasikan dengan

kelompok yang menginginkan perubahan (progresif), hingga tak ayal ingin mereformasi

berbagai struktur politik maupun ekonomi di suatu negara. Kelompok ini tentu saja, ingin

membuka harapan dan masa depan yang baru dengan meninggalkan tradisi lama yang

dianut selama ini. Kedua, kelompok konservatif dikategorikan sebagai kelompok yang

berusaha mempertahankan tatanan dan tradisi sosial yang telah berkembang selama ini.

Meskipun sadar bahwa perubahan adalah sesuatu yang tak terelakkan, kelompok ini tetap

berusaha mendasarkan diri pada tatanan yang sudah ada. Dalam bahasa yang lebih

pragmatis, kelompok konservatif ini biasanya adalah kelompok yang diuntungkan oleh

tatanan sebelumnya, dan tidak diuntungkan oleh tatanan yang baru. Perlu dicatat bahwa

kedua kelompok ini tidak akan selalu sama, baik sifat ataupun bentuknya di setiap siklus

perubahan. Dari penjelasan inilah, kita perlu memahami bagaimana konteks terjadinya

perubahan siklus politik, yang memunculkan politik konservatif di era kepresidenan

Giscard d’Estaing dan Francois Mitterand.

Dalam pembacaan teori siklus tersebut, tampak tidak terdapat sebuah argumen yang

meyakinkan mengapa terjadi perubahan orientasi politik. Dalam penjelasan lebih lanjut,
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
atas dasar apa seorang pemimpin melakukan perubahan kebijakan, kapan itu dilaksanakan

dan atas variabel apa perubahan itu dapat diamati. Untuk mengatasi persoalan tersebut,

teori siklus bisnis politik yang diperkenalkan William Nordhaus dapat digunakan.

Secara sederhana, siklus bisnis politik berbicara mengenai siklus-siklus yang

mengaitkan variabel-variabel makroekonomi, seperti keluaran (output), pengangguran

(unemployment), dan inflasi (inflation), yang disaksikan melalui siklus elektoral. Terdapat

dua dasar model untuk melihat trend siklus terkait, yaitu model oportunistik dan partisan.

Model oportunistik adalah model yang diperkenalkan pertama kali, oleh sebuah tesis

yang berpengaruh dari Nordhaus, pada dekade 1970an, yang melihat bahwa struktur

ekonomi dilihat dari sebuah downward-sloping kurva Phillips, yang menggambarkan

sebuah tarik ulur (trade-off) antara tingkat pengangguran dan inflasi yang tak diperkirakan

(unexpected inflation).9 Adapun inflasi yang tak diperkirakan ini, seringkali didikotomikan

dengan inflasi yang diperkirakan, yang mana berdasarkan pada inflasi yang diobservasi di

masa sebelumnya. Dia berargumen bahwa para pemilih (voters) identik sangat

mendasarkan diri pada pencapaian inflasi agregat dan keluaran pengangguran relatif

terhadap keluaran yang paling diinginkan (most preferred outcomes). Mereka cenderung

untuk menginginkan tingkat pengangguran dan inflasi yang rendah. Bercermin dari

kecenderungan pemilih inilah, para pejabat politik petahana (incumbent) berusaha untuk

melakukan serangkaian kebijakan untuk menekan tingkat pengangguran dan inflasi

menjelang hari-hari pemilihan (electoral days).

Analisis Nordhaus dapat dilihat sebagaimana argumennya berikut.10

“A second proposition which is widely accepted is that there is more of a trade-off

in the short-run (a quarter or a year) than in the long run; a given change in unemployment

9
Nordhaus, William D.. (1975).”The Political Business Cycle”. The Review of Economic Studies, Vol. 42, No. 2
(April 1975). hal 169
10
ibid,hal 170
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
will lead to less inflation in the short run than in the long run. There are two basic reasons

for the difference: first, the usual presumption is that unemployment affects money wages

and money wages then affect prices. To the extent that there are lags in the relation

between unemployment and inflation, the short-run effect will be less than the long-run

effect. Second, there is a feedback from prices to wages. Higher inflation leads agents

to expect higher inflation in the future. This higher expected rate of inflation leads unions

and workers to escalate their wage demands by some fraction (that is, workers consider

real wages rather than simply money wages). This also leads to a long-run relation which

is steeper than the short run.”

Kemudian, dalam model partisan, sikus diinduksi oleh perbedaan-perbedaan diantara

partai-partai, yang berdasar pada ideoogi dan tujuan-tujuan ekonomi mereka. Model

partisan ini, menurut Hibbbs, didasarkan pada preferensi-preferensi yang berbeda diantara

lintas partai atas inflasi dan pengangguran.11 Lebih lanjut, argumen yang diajukan Alesina

memperkenalkan ekspektasi-ekspektasi rasional kedalam model partisan original Hibbs,

yang memahami bahwasanya fluktuasi-fluktuasi pada inflasi dan pengangguran, didorong

oleh perbedaan-perbedaan partisan, yang dikombinasikan dengan ketidakpastian mengenai

keluaran-keluaran pemilihan umum. Model ini cukup berbeda seperti yang diperkenalkan

Nordhaus, yang mengandaikan perilaku pemilih dan harapan yang irrasional serta

misinformasi yang dimiliki.12 Alesina menunjukkan bahwa fluktuasi ekonomi dapat

dihindarkan jika partai-partai melakukan adposi terhadap aturan kebijakan bersama yang

kooperatif, yang mana membuat konstituennya diuntungkan dalam jangka panjang.13

11
Hibbs, D.(1977).”Political Parties and Macroeconomic Policy. American Political Science Review 71. hal
1467
12
Alesina, A.(1987).”Macroeconomic Policy in a Two-party System as A Repeated Game. Quarterly Journal of
Economics 102. hal 653
13
ibid
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5. Model Pemilih Median (Median Voter Model)

Berkaitan dengan maksud untuk menjelaskan munculnya kebijakan yang tergolong

konservatif dibawah Giscard d’Estaing dan Francois Mitterand, sebuah model diperlukan

untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis situasi politik yang kompleks. Lebih

lanjut, Model Pemilih Median (MPM) ini biasanya digunakan dalam model pembuatan

kebijakan majoritarian (majoritarian decision making). Roger D. Congleton berargumen

bahwa tidak ada penjelasan yang lebih transparan atau dikomunikasikan dengan mudah

dari sebuah keluaran politik (political outcomes) di sebuah demokrasi daripada semua

keluaran politik itu yang merefleksikan preferensi-preferensi pemilih median.14 Pemilih

median adalah pemilih yang berada ditengah-tengah kubu, yang biasanya menentukan

menang tidaknya suatu calon. Keberadaan jenis pemilih inilah, yang memungkinkan

sebuah koalisi untuk mengubah spektrumnya, dari kanan ke tengah ataupun kiri ke tengah.

D. Hipotesis

Berdasar kerangka konseptual yang telah dibahas sebelumnya, analisis mengenai

munculnya fenomena konservatisme politik Perancis di era Valery Giscard d’Estaing dan

Francois Mitterand akan dilakukan sebagai berikut. Pertama, diskursus ideologi dalam ranah

operasional, sebagaimana yang dipaparkan Seliger muncul dalam perbincangan mengenai

perubahan orientasi kebijakan, terutama kebijakan ekonomi pada era Valery Giscard d’Estaing

dan Francois Mitterand. Kedua, kebijakan konservatisme di Perancis yang bercorak Gaullisme

kembali muncul di Perancis pada era pemerintahan Presiden Valery Giscard d’Estaing dan

Francois Mitterand disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi yang melanda Perancis dan dunia

pada saat itu. Melalui analisis ekonomi makro yang mengandaikan perilaku pemilih yang

rasional, perubahan kebijakan ke arah konservatif tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk

Congleton, Roger D.”The Median Voter Model”. Center for Study of Public Choice George Mason
14

University. hal 1
MUNCULNYA KONSERVATISME POLITIK DI PERANCIS DIBAWAH PRESIDEN VALERY GISCARD
D(petik satu)ESTAING DAN
FRANCOIS MITTERAND
ANDI TRISWOYO
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mengembalikan simpati dan kepercayaan konstituen terhadap kepemimpinan mereka. Adapun

upaya untuk mengembalikan tersebut dengan berusaha mengendalikan tingkat pengangguran

dan inflasi yang ada. Ketiga, perubahan kebijakan yang konservatif tersebut disamping

dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan konstituen, juga diarahkan untuk menggaet

kelompok pemilih, yang disebut sebagai pemilih median.

E. Sistematika Penulisan

Argumen pokok skripsi ini hendak dianalisis di bab V, yang membahas bagaimana praktik

munculnya konservatisme politik di kedua era presiden, baik Valery Giscard d’Estaing dan

Francois Mitterand berlangsung, dimana masing-masing sub-bab berusaha menjelaskan proses

munculnya kebijakan yang non-konservatif menjadi konservatif. Adapun untuk menjelaskan

tersebut, perlu juga untuk memahami beberapa konsep yang melatar belakangi argumen-

argumen dalam skripsi ini, diantaranya

a. Kerangka konseptual, yang terdiri dari ideologi, Gaullisme, konservatisme, teori siklus

bisnis politik dan model pemilih median dibahas di bab I;

b. Gaullisme, yang tak lain merupakan salah satu ideologi di Perancis dibahas di bab II;

c. Fenomena konservatisme politik di Perancis yang mempertimbangkan kontestasi

politik dibahas di bab III;

d. Peristiwa krisis ekonomi yang terjadi di dua dekade (1970an dan 1980an) yang menjadi

plot awal munculnya konservatisme politik di Perancis dibahas di bab IV.

Sedangkan untuk kesimpulan, akan dibahas di bab VI.

Anda mungkin juga menyukai