Anda di halaman 1dari 7

Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa

A. Pengertian Ideologi

Secara etimologi, ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas 2 kata, yaitu
idea dan logos. Idea yang berarti gagasan, cita-cita atau konsep; Logos yang berarti
pemikiran/ilmu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa- ideologi mempunyai arti
pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau
ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.1

Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh


beberapa ahli. Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt de Tracy pada tahun
1796. Menurut Tracy, ideologi yaitu ‘science of ideas’, suatu konsep generik atau
alamiahnya sebagai sebuah ilmu tentang ide atau filosofi tentang ide/pemikiran.
Sedangkan, Ramlan Surbakti mengemukakan ada dua pengertian Ideologi, yaitu Ideologi
secara fungsional dan Ideologi secara struktural. Ideologi secara fungsional memiliki arti
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang
dianggap paling baik. Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua tipe, yaitu
Ideologi yang doktriner dan Ideologi yang pragmatis. Ideologi yang doktriner bilamana
ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi itu dirumuskan secara sistematis, dan
pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Sebagai
contohnya adalah komunisme. Sedangkan Ideologi yang pragmatis, apabila ajaran-ajaran
yang terkandung di dalam Ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci,
namun dirumuskan secara umum hanya prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu
disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem
ekonomi, kehidupan agama, dan sistem politik.2

B. Perbedaan Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup

a.Ideologi Terbuka

Ideologi terbuka hanya berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam


tujuan-tujuan dan norma norma sosial-politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan
dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat. Operasional cita-cita
yang akan dicapai tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati
secara demokratis. Dengan sendirinya, ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter
dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. Ideologi terbuka
hanya dapat ada dan mengada dalam sistem yang demokratis. Adapun ciri khas dari
ideologi terbuka, di antaranya:

1
Suhari, Dwi Retnani Srinarwati, Irnawati, dan Bernadetta Budi Lestari, “Pencegahan Paham Radikalisme
Melalui Pemahaman Ideologi Pancasila dan Budaya Sadar Hukum”, Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan
Masyarakat, Vol 1 No. 2 (2021), 193.
2
July Hidayat, “Desain Sebagai Fenomena Ideologi”, Jurnal Desain Interior UPH Jakarta, Vol 5 No. 1 (Juni,
2007), 35.
1. Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan
diambil dari harta kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat sendiri.
2. Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan konsensus
masyarakat. Ideologi terbuka tidak diciptakan, melainkan ditemukan dalam
masyarakat sendiri.
3. Ideologi terbuka itu adalah milik seluruh rakyat; masyarakat dapat menemukan
dirinya kembali di dalamnya.
4. Ideologi terbuka itu tidak hanya dapat dibenarkan, melainkan dibutuhkan.
5. Isinya tidak langsung operasional.

b. Ideologi Tertutup

Ideologi tertutup adalah ajaran atau pandangan dunia atau filsafat yang menentukan
tujuan-tujuan dan norma-norma politik dan sosial, yang ditasbihkan sebagai kebenaran
yang tidak boleh dipersoalkan lagi, melainkan harus diterima sebagai sesuatu yang
sudah jadi dan harus dipatuhi. Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh
dipermasalahkan berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang lain. Isinya
dogmatis dan apriori sehingga tidak dapat dirubah atau dimodifikasi berdasarkan
pengalaman sosial. Karena itu ideologi ini tidak mentolerir pandangan dunia atau nilai-
nilai lain. Adapun ciri khas dari ideologi tertutup di antaranya:

1. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan
berupa cita-cita sebuah kelompok yang mendasari suatu program untuk mengubah
dan membaharui masyarakat.
2. Ideologi tertutup adalah musuh tradisi.
3. Kalau kelompok itu berhasil untuk merebut kekuasaan politik, ideologinya itu
akan dipaksakan pada masyarakat.
4. Pola dan irama kehidupan, norma-norma kelakuan, dan nilai-nilai masyarakat
akan diubah, sesuai dengan ideologi itu.
5. Dengan sendirinya ideologi tertutup tersebut harus dipaksakan berlaku dan
dipatuhi masyarakat oleh elite tertentu, yang berarti bersifat otoriter dan
dijalankan dengan cara yang totaliter.
6. Bidang yang segera dikuasai sepenuhnya dan dipergunakan bagi penyebaran
ideologi itu adalah bidang yang mempengaruhi sikap-sikap masyarakat: bidang
informasi dengan media massa dan bidang pendidikan.

C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai perwujudan dari nilai-nilai budaya bangsa dituangkan dan


diterapkan melalui peraturan perundang-undangan. Pancasila dicantumkan dalam
Pembukaan UUD 1945 dan ditafsirkan oleh pasal-pasal atau batang tubuh UUD 1945.
Sifat dasar Pancasila sebagai ideologi negara diperoleh dari sifat dasarnya yang pertama
dan utama (pokok), yakni dasar negara yang dioperasionalkan secara individual maupun
sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita
kemerdekaan Indonesia: meciptakan negara yang merdeka, Bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Untuk mencapai cita-cita itulah Pancasila berperan sebagai ideologi negara.3
Menurut Kaelan, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi
terbuka adalah sebagai berikut:

1. Nilai dasar, yaitu hakekat dari kelima sila Pancasila.


2. Nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta
lembaga pelaksanaanya.
3. Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu
realisasi pengamalan yang bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

D. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi lainnya (Liberal dan Komunis)

a. Liberalisme
Ciri- ciri dari liberalisme adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kecenderungan untuk mendukung perubahan
2. Mempunyai kepercayaan terhadap nalar manusiawi
3. Bersedia menggunakan pemerintah untuk meningkatkan kondisi manusiawi.
4. Mendukung kebebasan individu.
5. Bersikap ambivalen terhadap sifat manusia
Adapun kelemahan dari paham atau ideologi liberalisme jika dibandingkan ideologi
Pancasila di antaranya :
1. Liberalisme buta terhadap kenyataan bahwa tidak semua orang kuat
kedudukannnya dan tidak semua orang kuat cita- citanya.
2. Liberalisme melahirkan “Binatang Ekonomi” yaitu manusia yang hanya
mementingkan keuntungan ekonomisnya sendiri.

b. Komunisme

Ada 3 ciri negara komunisme yaitu :


1. Berdasarkan ideologi Marxisme- Laninisme, artinya bersifat materialis, ateis dan
kolektivistik.
2. Merupakan sistem kekuasaan satu partai atas seluruh rakyat.
3. Ekonomi komuis bersifat etatisme.
Ideologi komunisme bersifat absolutilasi dan determinisme, karena memberi
perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat, kebebasan individu,
hak milik pribadi tidak diberi tempat di negara komunis.

Setelah membandingkan kedua ciri di atas dengan paham negara RI yaitu Pancasila,
maka dapat disimpulkan bahwa pancasila sebagai ideologi memberi kedudukan seimbang
kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

3
Agus, Aco. “Relevansi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka di Era Reformasi”. Jurnal Office, Vol. 2 No. 2 (2016),
230-231.
E. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Kelima Sila Pancasila

Nilai-nilai dasar Pancasila dapat diartikan sebagai asas-asas yang diterima warga
negara sebagai dalil yang mutlak serta sebagai kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan
lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila di antaranya Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan. Pancasila sendiri dirumuskan dari nilai-nilai bangsa Indonesia
yang luhur. Pengamalan butir-butir Pancasila yang mengandung nilai-nilai kebaikan itu
hendaknya diterapkan di semua sektor kehidupan, dari bidang politik, hukum, ekonomi,
sosial, budaya, dan lainnya.

1. Nilai Ketuhanan pada Sila Pertama Pancasila


Bunyi dari sila pertama ialah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada lambang
Garuda Pancasila, sila pertama dilambangkan dengan bintang emas dengan latar
belakang warna hitam. Bintang emas menggambarkan bahwa bangsa Indonesia
mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Itu berarti bangsa Indonesia ialah
bangsa yang bertuhan dan memercayai Tuhan, menjalankan perintah dan larangan
Tuhan sebagai bangsa yang religius. Selain itu, Indonesia menjamin kemerdekaan
setiap warga negara dalam menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan yang
dipilih. Contoh dari penerapan sila pertama di antaranya yakni:
1. Percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa serta menjalankan perintah dan
menjauhi larangan-Nya sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
2. Saling menghormati dengan pemeluk agama lain.
3. Memiliki toleransi antar umat beragama.
4. Tidak memaksakan kehendak antarumat beragama.
5. Tidak mencemooh atau mengejek kepercayaan orang lain.
2. Nilai Kemanusiaan pada Sila Kedua Pancasila
Bunyi sila ke-2 ialah “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Menurut Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), sila tersebut merupakan perwujudan nilai
kemanusiaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Manusia merupakan makhluk yang
berbudaya, bermoral, dan beragama. Contoh dari penerapan sila kedua di antaranya
yakni:
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa
lain.

3. Nilai Persatuan dalam Sila Ketiga


Sila ke-3 dalam Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia” mengandung
butir-butir pengamalan dan makna yang mendalam. Selain sebagai dasar negara
Republik Indonesia, Pancasila merupakan rumusan atau pedoman dalam menjalani
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Istilah Pancasila
terdiri dari dua kata dalam bahasa Sansekerta. Panca yang berarti lima dan sila yang
bermakna prinsip atau asas. Terdapat sejumlah butir pengamalan yang terkandung di
dalam sila ke-3. Berikut di antaranya:
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka
Tunggal Ika.
6. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa

4. Nilai Kerakyatan dalam Sila Keempat Pancasila

Sila keempat Pancasila berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat


kebijaksanaan dan pemusyawaratan/perwakilan”. Berikut butir-butir pengamalan sila
keempat Pancasila:
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang
10. Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran
dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
11. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
12. Mendengarkan dan menghargai saran atau kritik dari orang lain.

5. Nilai keadilan dalam Sila Kelima Pancasila


Sila ke-5 pada Pancasila berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Sila kelima ini juga mengandung nilai-nilai luhur, di antaranya yakni:
1. Menjunjung tinggi keadilan sosial di kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam
bidang ekonomi, politik, pendidikan, dan seterusnya.
2. Menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Menghormati hak dan kewajiban orang lain.
4. Menghargai hasil karya orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, Aco. “Relevansi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka di Era Reformasi”. Jurnal Office,
Vol. 2 No. 2 (2016), 230-231.

July Hidayat, “Desain Sebagai Fenomena Ideologi”, Jurnal Desain Interior UPH Jakarta, Vol
5 No. 1 (Juni, 2007), 35.

Suhari, Dwi Retnani Srinarwati, Irnawati, dan Bernadetta Budi Lestari, “Pencegahan Paham
Radikalisme Melalui Pemahaman Ideologi Pancasila dan Budaya Sadar Hukum”,
Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, Vol 1 No. 2 (2021), 193.

Anda mungkin juga menyukai