Anda di halaman 1dari 13

1.

1 Pengertian Ideologi

Kata ideologo berasal dari bahasa Latin (idea; daya cipta sebagai hasil
kesadaran manusia dan logos; ilmu). Istilah in diperkenalkan oleh filsuf perancis A.
Destut lde Tracy (1801) yang mempelajari berbagai gagasan (idea) manusia serta
kadar kebenarannya. Pengertian ini kemudian meluas sebagai keseluruhan
pemikiran, cita rasa, serta segala upaya, terutama di bidang politik . Ideologi juga
diartikan sebagai filsafah hidupdan pandangan dunia (dalam bahasa Jerman disebut
Weltanschauung).

Biasanya, ideologi selalu mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan


kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang berarti kepemimpinan, kekuasaan,
dan kelembegaan dengan tujuan kesejahteraan. Berikut ini beberapa pengertian
ideoloi.

a) A. Destult de Tracy
Ideologi adalah bagian dari filsafat yang merupakan ilmu yang mendasari ilmu-ilmu
lain seperti pendidikan, etika, politik, dan sebagainya.
b) Labiratorium IKIP Malang
Ideologi adalah seperangkat nilai, ide, dan cita-cita, serta metode
melaksankan/mewujudkannya.
c) Kamus Ilmiah Populer
Ideologi adalah cita-cita yang merupakan dasar salah satu sistem politik, paham,
kepercayaan, dan seterusnya (ideologi sosialis, ideologi islam, dan lain-lain).
d) Moerdiono
Ideologi adalah kompleksitas pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan
menjadi landasan bagi seseorang (masyarakat) untuk memahami jagat raya dan
bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengelolanya.
e) Encyclopedia International
Ideologi adalah sistem gagasan, keyakinan, dan sikap yang mendasari cara hidup
suatu kelompok, kelas, atau masyarakat tertentu.
f) Prof. Padmo Wahyono, SH.
Ideologi diberi makna sebgai pandangan hidup bangsa, filsafah hidup bangsa,
yang berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan dan akan direalisasikan
didalam kehidupan berkelompok. Ideologi ini akan memberikan stabilitas arah
dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan dinamika gerak menuju apa
yang dicita-citakan.
g) Dr. Alfian
Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap
benar dan adil mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.
h) Karl Marx
Ideologi merupakan kesadaran palsu karena Ideologi adalah hasil pemikiranyang
diciptakan oleh pemikirnya, sedangkan kesadaran dari pemikir
tersebutdipengaruhi oleh kepentingannya. Karl Marx beranggapan bahwa
Ideologimeupkan kenyataan untuk menyembunyikan dan melindungi
kepentingankepentingan kelas sosial pemikirnya. Namun, Ideologi Negara
dapatdiartikan sebagai alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan
bersama.

Dari pendapat pendapat tersebut di atas, hal yang harus dipahami adalah
bahwa suatu ideologi pada umumnya mewujudkan pandangan khas tentang
pentingnya kerjasama antar manusia dalam kerja, hubungan manusia dengan
kekuasaan ( politik negara), sumber kekuasaan bagi penguasa, dan tingkat
kesederajatan antar manusia. Sebagai akibat kekhasan tersebut suatu ideologi bisa
saja tidak dimengerti oleh kelompok lain yang tidak mau menerimanya, dan tidak
ajarang pula suatu ideologi menjadi beku, kaku, dan tidak berubah, serta menuntut
para pengikutnya untuk patuh terhadap ajarannya.

1.2 Hakikat dan Fungsi Ideologi

Suatu Ideologi pada dasarnya merupakan hasil refleksi manusia atas


kemampuannya mengadakan distansi (menjaga jarak) dengan dunia kehidupannya.
Antara ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terjadi hubungan dialektis,
sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang di
satu pihakl memacu ideologi agar semakin realistis dan di lain pihak mendorong
masyarakat supaya mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara
berpikir masyarakat dan juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.
Dengan demikian, terlihat bahwa ideologi bukanlah sekedar pengetahuan
teoritas belaka, tetapi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan.
Ideologi adalah satu pilhan yang jelas menuntut komitmen untuk mewujudkannya.
Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang berarti semakin tinggi pula rasa
komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap seorang
yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normative yang harus
ditaati dalam hidup bermasyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapatlah di kemukakan bahwa ideologi


mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan


landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam
alam sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta
menunujukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi peodman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati,
serta bertingkah laku sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung
di dalamnya.

1.3 Ideologi Sebagai Suatu Sistem

Ideologi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem berpikir yang digunakan oleh
suatu masyarakat untuk menginterprestasikan (mengartikan) hidup dan
kehiduupannya. Dapat juga dikatakan sebagai identitas suatu masyarakat atau
bangsa (identity), yang sering disebut dengan istilah “kepribadian bangsa”. Mengingat
ideologi merupakan suatu sistem berpikir dalam semua aspek kehidupan, maka ia
dapat diterapkan ke dalam sistem politik, ekonomi, dan sosial budaya. Mula-mula
digali dari kenyataan-kenyataan yang (induktif), kemudian dirumuskan dalam suatu
sistem, dan akhirnya diterapkan kembali dalam segala aspek kehidupan (deduktif).
Ideologi biasanya adalah sistem yang tertutup (deduktif-induktif). Apabila suatu
masyarakat menganut sistem ideologi tertentu, itu berarti masyarakat tersebut
menggunakan sistem deduktif; yaitu seluruh kehidupan masyarakat baik politik,
ekonomi, maupun kehidupan sosial-budaya sehari-hari bersumber dari nilai-nilai
tertentu yang dianut oleh ideologinya. Contohnya ialah sosialisme-marxisme,
liberalisme, dan agama tertentu.

Ideologi dapat juga mengandung pengertian bahwa dia harus menegara, yaitu
nilai-nilai yang dikandungnya diatur melalui negara. Jadi, sesungguhnya negaralah
yang mempunyai peran penting di dalam sistem ideologi guna mengatur warga
negaranya dan mencapai cita-cita dan tujuannya.

1.4 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional

Suatu sistem filsafat pada tingkat perkembangan tertentu melahirkan ideologi.


Biasanya ideologi lebih mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan
sebagai satu kehidupan nasional yang esensinya adalah kepemimpinan, kekuasaan
dan kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan. Secara filosofis, ideologi bersumber
pada suatu sistem filsafat dikembangkan dan dilaksanakan oleh suatu ideologi.
Berdasarkan asas teoritis demikian, maka nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila adalah falsafah hidup yang berkembang dalam sosio-budaya Indonesia.
Nilai Pancasila yang telah terkristalisasi dianggap sebagai nilai dasar dan puncak
(sari-sari) budaya bangsa.

Sedemikian mendasarnya nilai-nilai Pancasila dalam menjiwai dan memberikan


watak (kepribadian, identitas), pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai filsafat
adalah wajar. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan
mendasar dan hakikat rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan : Ketuhanan,
Kemanusiaan, Kenegaraan,, Kekluargaan dan Musyawarah, serta Keadilan Sosial.

Nilai dan fungsi filsafat Pancasila telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Ini
berarti, dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa dan negara Indonesia, secara
melembaga dan formal, kedudukan dan fungsi Pancasila ditingkatkan. Dari
keudukannya sebagai filsafat hidup ditingkatkan menjadi filsafat negara “dari kondisi
sosio-budaya yang terkristalisasi menjadi nilai filosofis-ideologis yang kontinental”
(dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945).

1.5 Pengertian Ideologi Terbuka

Sebelum kita mengetahui apa yang dimaksud dengan ideologi terbuka secara
lebih mendalam, marilah kita mengetahui arti ideologi lebih dahulu. Secara etimologis
ideologi dibentuk dari dua kata yaitu “ideo” yang berarti pemikiran, khayalan,
keyakinan, konsep, dan “logoi” atau “logos” yang berarti logika, pengetahuan, ilmu.
Menurut Ali Syariati ideologi adalah suatu keyakinan-keyakinan atau gagasan
gagasan yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa atau
suatu ras tertentu. Oleh CC Rodee ideologi diartikan sebagai sekumpulan gagasan
yang secara logis berkaitan dan mengidentifikasikan nilai-nilai yang memberi
keabsahan bagi institusi politik dan pelakunya. Ideologi dapat digunakan untuk
membenarkan status quo atau membenarkan usaha untuk mengubahnya (dengan
atau tanpa kekerasan). Selanjutnya Destutt De Tracy mendefinisikan ideologi sebagai
“Science of ideas”, dimana didalamnya ideologi dijabarkan sebagai sejumlah program
yang yang diharapkan membawa perubahan institusional (lembaga) dalam suatu
masyarakat. Sedang Kirdi Dipoyuda membatasi pengertian ideologi sebagai suatu
kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematik dan menyeluruh tentang manusia
dan kehidupannya baik individual maupun sosial, termasuk kehidupan negara.

Ideologi pada hakikatnya jelas tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur yang
ada didalamnya. Koento Wibisono (dalam Musthafa Kamal Pasha,dkk 2003:137-138)
mengemukakan bahwa setiap ideologi harus mempunyai tiga unsur yaitu:

a. Keyakinan, yaitu adanya keyakinan akan adanya gagasan vital yang diyakini
kebenarannya
b. Mitos, yaitu sesuatu yang dimitoskan secara optimistik dan deterministik pasti akan
menjamin tercapainya tujuan
c. Loyalitas, yaitu menuntut adanya keterlibatan secara optimal dari para
pendukungnya.

Sedangkan menurut Sastrapratedja unsur-unsur tersebut yaitu antara lain sebagai


berikut:
a. Adanya suatu penafsiran terhadap kenyataan
b. Setiap ideologi memuat seperangkat nilai atau ketentuan moral
c. Ideologi memuat suatu orientasi pada tindakan

Sementara ada pula yang berpendapat bahwa dalam suatu ideologi terdapat
beberapa hal yang akan disakralkan, yaitu mempunyai pahlawan, memiliki dokumen-
dokumen suci, dan memiliki ritual sendiri. Adapun fungsi ideologi secara umum antara
lain:

1. Struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan


untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam
sekitarnya.
2. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta
menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta
melakukan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang
terkandung di dalamnya.

Salah satu unsur yang harus ada dalam suatu ideologi menurut Koento
Wibisono yaitu adalah unsur loyalitas atau kesetiaan, maksudnya yaitu setiap individu
atau orang yang menganut suatu ideologi maka dirinya dituntut harus setia meyakini,
mempertahankan serta memperjuangkan ajaran atau doktrin yang ada dalam
ideologinya tersebut. Tapi satu yang perlu kita ingat dan kita camkan bahwa sikap
setia tersebut jangan sampai memunculkan sikap yang berlebihan yaitu hanya
menganggap ideologinya saja yang paling baik dan benar. Hal ini tambah lagi
diperparah jika watak ideologinya tersebut menutup diri atau statis dari pemikiran atau
penafsiran baru sesuai dengan perkembangan zaman.Tentu ideologi ini dapat kita
anggap tidak mungkin lagi menjadi pembimbing perjalanan bangsa dan negara dalam
mencapai tujuan.
Jika suatu ideologi mempunyai sifat tertutup, maka ideologi tersebut akan
kehilangan fungsinya sebagai pembimbing manusia dalam bersikap dan bertingkah
laku. Dalam suatu ideologi tertutup ini, simbol yang diwariskan dari generasi
sebelumnya tentu tidak bisa ditafsirkan kembali tetapi hanya ditiru dan diulang-ulang.
Akibatnya yaitu manusia hanya berbicara tanpa mengetahui makna apa yang
dibicarakan karena dalam situasi seperti ini terjadi suatu diktatur rohani yang sangat
merendahkan sifat keakuan manusia, serta menghilangkan inisiatif dan kreatifitasnya.

Alfian menegaskan supaya sebuah ideologi dapat efektif berfungsi sebagai


ideologi tanpa melahirkan sikap fanatisme buta, dan berhasil membudaya dalam
masyarakat, maka pada dirinya harus dapat memenuhi beberapa persyaratan, antara
lain:

1) Dimensi Realita, yaitu dimensi ini mencerminkan kemampuan ideologi untuk


mengadaptasikan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Maksudnya yaitu ia (ideologi) mencerminkan bahwa dirinya identik dengan realitas
yang ada dalam masyarakat.
2) Dimensi Idealisme, yaitu bahwa kualitas idealisme yang ada dalam ideologi
mampu menggugah harapan, optimisme dan motivasi para pendukungnya
sehingga gagasan vital yang terkandung didalamnya tersebut benar-benar diyakini
dan akan bisa diwujudkan.
3) Fleksibilitas, yaitu dimensi yang mencerminkan atau menggambarkan
kemampuan suatu ideologi dalam mempengaruhi serta menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakat. Mempengaruhi disini berarti ikut serta mewarnai
proses perkembangan masyarakat, sedangkan menyesuaikan diri ini dapat
diartikan bahwa masyarakat berhasil menemukan penafsiran-penafsiran baru
terhadap nilai-nilai dasar dari ideologi itu sesuai dengan realita baru yang muncul
yang mereka hadapi.

Jika kita menarik pengertian bahwa ideologi itu tidak lain merupakan
pandangan hidup yang disertai dengan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan atau dicita-citakan serta sudah menjadi milik sekelompok, maka
dalam ideologi sekurang-kurangnya harus memuat tiga komponen dasar, yaitu:

1. Keyakinan Hidup yaitu konsepsi menyeluruh tentang alam semesta


Dalam konsepsi ini tergambar secara jelas akan keyakinan hidupnya berhadapan
dengan alam semesta, yang didalamnya tercermin tiga keyakinan dasar yaitu hal-
hal yang berasal dari persoalan hakikat yang menyangkut diri pribadi, dan hakikat
yang menyangkut hubungannya dengan sesama dan dengan Tuhan.
2. Tujuan Hidup yaitu konsepsi tentang cita-cita hidup yang diharapkan atau
diimpikan
3. Cara-cara yang dipilih untuk mencapai tujuan hidup
Dalam pengertian cara-cara yang dipilih ini termasuk juga didalamnya berbagai
macam lembaga, program aksi dsb.

1.6 Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Dinamis

Sebagai suatu ideologi yang menjadi pengawal dan pengarah perjalanan hidup
bangsa Negara Republik Indonesia. Pancasila tentu tidak boleh berubah jati dirinya
menjadi sebuah ideologi yang bersifat tertutup yaitu seperti agama karena sangat
membahayakan bangsa dan negara. Oleh karena itulah, ideologi Pancasila harus
tetap menjadi suatu ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis.

Suatu ideologi dikatakan terbuka dan dinamis yaitu apabila suatu ideologi
tersebut bisa dan dapat menerima dan mengembangkan pemikiran-pemikiran baru
atau dengan kata lain dapat menerima penafsiran baru tanpa harus takut kehilangan
jati dirinya. Pemikiran-pemikiran baru tersebut tentu harus tetap berada dalam koridor
serta tidak bertentangan dengan nilai dasarnya. Ideologi yang seperti inilah yang
dapat kita sebut sebagai ideologi yang bersifat demokratis. Dalam kedudukannya
sebagai ideologi yang bersifat demokratis, Pancasila tentu harus bisa menerima
pemikiran atau penafsiran baru dalam rangka pengembangannya agar nilai-nilai dasar
yang terkandung di dalamnya agar bisa terwujud secara optimal.

Pancasila disamping menerima penafsiran atau pemikiran baru, tentu juga harus
mampu mendorong penafsiran-penafsiran atau pemikiran baru agar selalu terjaga
kerelevanannya dengan perkembangan zaman. Karena apabila suatu ideologi tidak
dapat menerima atau mendorong suatu pemikiran atau penafsiran baru, maka ideologi
yang seperti itulah disebut sebagai ideologi tertutup.
Sebagai ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis, nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila tentu bersifat abadi, tetapi dalam pengaplikasian atau
penjabarannya harus bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan dan dinamika
masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis
tentu bisa menerima atau mengakomodasi pemikiran/penafsiran yang berasal dari
luar sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dasarnya tersebut karena hal itu dapat
memperkaya tata kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.

1. Asal Mula Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dan Dinamis

Pada berbagai kesempatan tentu kita bertanya-tanya darimana Istilah Pancasila


sebagai ideologi terbuka itu muncul?. Istilah Pancasila sebagai ideologi terbuka
muncul dari:

a) Penjelasan Umum UUD 1945


1) “Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang
tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada Undang-Undang yang
lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabut”.
2) “Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidup negara ialah
semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin
pemerintahan”.
b) Dikemukakan oleh Presiden Soeharto
1) Pada tanggal 10 Nopember 1986 dalam acara pembukaan Penataran Calon
Manggala BP-7 Pusat.
2) Pada tanggal 16 Agustus 1989 dalam pidato kenegaraan 1989 sebagai berikut:
“Itulah sebabnya, beberapa tahun lalu saya kemukakan, bahwa pancasila
adalah ideologi terbuka, maka kita dalam mengembangkan pemikiran baru
yang tegar dan kreatif untuk mengamalkan Pancasila dalam menjawab
perubahan dan tantangan zaman yang terus bergerak dinamis, yakni:
1. Nilai-Nilai dasar Pancasila tidak boleh berubah
2. Pelaksanaannya kita sesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita
hadapi dalam tiap kurun waktu.
2. Ciri-Ciri Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Dinamis

Sebagai ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis, Pancasila jelas memiliki
berbagai ciri-ciri sehingga ia dikatakan sebagai ideologi terbuka dan dinamis. Ciri-ciri
tersebut antara lain:

a. Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak berasal dari luar melainkan digali dan
diambil dari moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
b. Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang melainkan hasil
musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut.
c. Bahwa ideologi itu tidak diciptakan oleh negara melainkan digali dan ditemukan
dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu masyarakatlah yang memiliki
ideologi Pancasila.

3. Faktor yang Mendorong Pemikiran Mengenai Keterbukaan dan Kedinamisan


Ideologi Pancasila

Menurut Moerdiono, terdapat beberapa faktor yang mendorong pemikiran


mengenai keterbukaan ideologi Pancasila. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai
berikut :

a. Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika masyarakat Indonesia


berkembang amat cepat. Dengan demikian tidak semua persoalan hidup dapat
ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran ideologi-ideologi
sebelumnya.
b. Kenyataan bangkrutnya ideologi tertutup seperti Marxisme-
Leninisme/Komunisme. Dewasa ini kubu Komunisme dihadapkan pada pilihan
yang amat berat, menjadi suatu ideologi terbuka atau tetap mempertahankan
ideologi lama.
c. Pengalaman sejarah politik kita sendiri dengan pengaruh Komunisme sangat
penting. Karena pengaruh ideologi Komunisme yang pada dasarnya bersifat
tertutup, Pancasila pernah merosot menjadi ancaman dogma yang kaku.
Pancasila tidak lagi tampil sebagai acuan bersama, melainkan sebagai senjata
konseptual untuk menyerang lawan-lawan politik. Kebijaksanaan pemerintah pada
saat itu menjadi absolut. Konsekuensinya, perbedaan-perbedaan menjadi alasan
untuk secara langsung dicap sebagai anti Pancasila.
d. Tekad kita untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai catatan, istilah
Pancasila sebagai satu-satunya asas telah dicabut berdasarkan Ketetapan MPR
tahun 1999. Namun, pencabutan ini kita artikan sebagai pengembalian fungsi
utama Pancasila sebagai dasar negara. Dalam kedudukannya sebagai dasar
negara, Pancasila harus dijadikan jiwa bangsa Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, terutama dalam pengembangan Pancasila sebagai
ideologi terbuka. Di samping itu, ada faktor lain, yaitu tekad bangsa Indonesia
untuk menjadikan Pancasila sebagai alternatif ideologi dunia.

4. Nilai-Nilai yang Terdapat Dalam Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Dinamis.

Sebagai ideologi terbuka dan dinamis, Pancasila jelas mampu menyelesaikan


berbagai masalah yang melanda bangsa ini. Namun bagaimanapun baiknya atau
mampunya ideologi menyelesaikan berbagai masalah tersebut tanpa didukung
sumber daya yang memiliki keinginan, baik pemerintah beserta rakyat maka hal
tersebut hanya menjadi angan-angan saja.

Penjabaran ideologi Pancasila ini jelas bersifat fleksibel dan bukan bersifat doktrin
seperti yang terjadi pada zaman Orde Baru. Hal ini ditunjang oleh eksistensi ideologi
Pancasila yang memang sejak dahulu digulirkan oleh para pendiri bangsa dan telah
melalui pemikiran-pemikiran yang mendalam sebagai hasil kristalisasi dari nilai-nilai
bangsa Indonesia sendiri. Fleksibilitas ideologi Pancasila ini ada karena mengandung
nilai-nilai sebagai berikut :

a. Nilai-nilai Dasar
Nilai dasar yang dimaksud disini yaitu nilai yang terkandung dalam kelima butir
sila yang ada dalam Pancasila. Nilai dasar ini merupakan suatu hakikat dari sila-
sila Pancasila yang bersifat universal yang didalam nilai tersebut mengandung
tujuan, cita-cita dan nilai yang baik dan benar. Nilai-nilai ini sebagaimana kita
ketahui jelas tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Jadi tidaklah keliru
Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu norma dasar yang menjadi sumber
hukum tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilaiyang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah kemudian dijabarkan dalam berbagai
Pasal-pasal UUD 1945 yang mengatur lembaga-lembaga negara, hubungan antar
penyelenggara negara disertai tugas dan wewenangnya.
b. Nilai Instrumental
Nilai ini merupakan suatu bentuk penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar
Ideologi Pancasila agar lebih bersifat kekinian dan sesuai dengan tuntutan zaman.
Bentuk-bentuk penjabaran nilai ini adalah dalam bentuk kebijakan, arahan,
strategi, ssasaran serta lembaga pelaksanaannya. Contoh nilai ini yaitu: Undang-
Undang, Keppres, Peraturan Pemerintah dll.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis ini merupakan penjabaran nilai instrumental secara lebih konkret
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya pengamatan praksis
ini maka akan diketahui apakah penjabaran nilai Pancasila ini sudah sesuai atau
tidak dengan perkembangan zaman, IPTEK dan dinamika masyarakat.

Walaupun ideologi Pancasila bersifat terbuka dan dinamis, tentu ada beberapa hal
atau batas-batas yang tidak boleh dilanggar antara lain:

a. Stabilitas nasional yang dinamis


b. Larangan terhadap Ideologi Marxisme, Leninisme, Komunisme
c. Mencegah berkembangnya paham liberal
d. Paham Atheisme.
e. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan masyarakat
f. Penciptaan norma-norma baru yang harus melalui konsensus di masyarakat.

5. Dimensi-Dimensi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Dinamis.

Sebagai ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis, Pancasila sudah barang tentu
memiliki kekuatan yang sangat tergantung pada kualitas dari dimensi-dimensi yang
dikandungnya. Dimensi-dimensi tersebut antara lain:

1. Dimensi Realitas, yaitu bahwa ideologi Pancasila benar-benar merupakan


pencerminan dari realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
Indonesia. Pancasila ini dirumuskan dari pengkolaborasian dari nilai luhur yang
terdapat dalam agama dan budaya bangsa Indonesia. Sehingga dapat kita
katakan Pancasila merupakan hasil kristalisasi dari nilai luhur yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia.
2. Dimensi Idealisme, yaitu bahwa kualitas idealisme yang ada dalam Pancasila
mampu memberikan harapan, optimisme dan motivasi kepada para
pendukungnya, sehingga gagasan yang terkandung di dalamnya bukan hanya
sekadar konsep tetapi suatu saat dapat diwujudkan secara konkret dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Dimensi Fleksibilitas, yaitu Pancasila harus bersifat luwes, fleksibel, dinamis, dan
selalu terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru agar tetap bisa mengantisipasi
tuntutan zaman tanpa hanyut atau hilang dalam arus perubahan. Seorang
sejarawan yaitu Ahmad Syafii Ma’arif mengatakan bahwa “Sebagai dasar negara
dan ideologi politik, Pancasila memang harus bersifat lentur dan terbuka untuk
selalu dikaji ulang, asal semuanya itu dilakukan secara jujur dan bertanggung
jawab”.

Anda mungkin juga menyukai