Anda di halaman 1dari 7

kampanye politik Sandiaga Uno

PENDAHULUAN

Tahun 2018 dan 2019 menjadi tahun politik bagi masyarakat indonesia.
Karena di tahun tersebut terjadi peristiwa penting bagi bangsa indonesia dalam
menentukan nasibnya 5 tahun kedepan. Peristiwa tersebut yakni pemilihan
pemilihan gubernur serentak dan pemilihan presiden. Pemilu merupakan sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan
untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, presiden, serta untuk membentuk
pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam
rangka mewujudkan tujuan nasional1.

Pemilihan umum tak lepas dari strategi strategi yang dilakukan oleh para
kandidat demi mendapatkan banyak suara untuk terpilih sebagai pemenang. Salah
satu strategi yang digunakan adalah kampanye, Strategi Kampanye Politik dapat
dimaknai sebagai keseluruhan keputusan kondisional pada saat ini tentang tindakan
yang akan dijalankan guna mencapai tujuan politik pada masa depan, yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam
waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari rakyat2.

Pelaksanaan kampanye juga dilakukan melalui media internet dalam rangka


pencitraan yang nantinya berkembang menjadi upaya persamaan sebuah gagasan
atau isu suatu kelompok kepada masyarakat dengan harapan mendapatkan
tanggapan. Berikut adalah jenis-jenis kampanye: pertama, Product Oriented
Campaigns, Ini merupakan kampanye yang berorientasi pada produk dan bersifat
komersil. Kedua, Candidate Oriented Campaigns, Ini merupakan kampanye yang
berorientasi pada kandidat. Ketiga, Ideologically or Cause Oriented Campaigns

1
Gunarko. “Pentingnya Pemilu Dalam Negara
Demokrasi”http://www.memoonline.co.id/read/611/20180208/150951/pentingnya--
pemiludalam-negara-demokrasi/. (diakses pada 11 november 2018 pukul 13.29)
2
Anwar Arifin. Komunikasi Politik Paradigma- Teori- Aplikasi- Strategi Komunikasi Politik
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 2003. Hlm.145
Kampanye ini berorientasi pada tujuan-tujuan khusus yang sifatnya sosial3. Tulisan
ini membahas tentang jenis kampanye kedua yang berorientasi pada kandidat.

Dalam aktifitas politik, setiap kandidat dan partai politik mencoba berbagai
usaha untuk memperoleh dukungan dalam pencapaian tujuan politiknya. Untuk itu,
diperlukan sarana komunikasi dan informasi. Salah satu tujuan komunikasi politik
adalah membentuk citra politik yang baik bagi khalayak. Roberts (1997) dalam
Arifin, 2003: 105 menyatakan bahwa komunikasi tidak secara langsung
menimbulkan pendapat atau perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara
khalayak mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang
mempengaruhi pendapat atau perilaku khalayak.

Citra politik dianggap memiliki kemampuan untuk mempengaruhi persepsi


pemilih terhadap tokoh yang ditawarkan. Jadi citra akan mempengaruhi perilaku
pemilih dalam hal ini menyangkut minat. Sikap dan tindakan seseorang terhadap
suatu obyek sangat ditentukan oleh pencitraan obyek tersebut. Pencitraan
merupakan keseluruhan persepsi yang terbentuk dari obyek berdasarkan informasi
dan pengalaman masa lalu konsumen. Media sosial sebagai salah satu sarana
informasi yang sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dimasa sekarang.
Media sosial mempunyai empat manfaat bagi aktifitas politik suatu partai maupun
kandidat yaitu sebagai Information, service, access to political power and space.
(Informasi, pelayanan, akses kekuatan politik dan ruangan).

Douglas Hagar (2014) dalam Campaigning Online: Social Media in the


2010 Niagara Municipal Elections menuturkan, media sosial bisa berkontribusi
pada keberhasilan politik. Ini karena media sosial membuat kandidat dalam sebuah
pemilihan bisa berinteraksi dengan para calon pemilih dengan skala dan intensitas
yang tak bisa dicapai lewat pola kampanye tradisional seperti kampanye dari pintu
ke pintu, brosur, bahkan peliputan oleh media cetak dan televisi. Selain itu, biaya
kampanye media sosial juga jauh lebih murah karena tidak ada biaya yang langsung
diasosiasikan dengan media sosial semacam Facebook, Twitter, dan Youtube.

3
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-kampanye.html diakses pada 11
november 2018 pukul 15.07
Media sosial juga unggul karena memberi kesempatan para calon pemilih
untuk berdialog dua arah dengan kandidat, tidak seperti model kampanye
tradisional yang cenderung searah, dari kandidat ke calon pemilih. Sifat komunikasi
politik antara kandidat dan calon pemilih bisa menjadi multiarah, seperti dari
kandidat ke pemilih, pemilih ke kandidat, atau antarpemilih.

Pada pemilihan presiden 2019, kedua kandidat melakukan kampanye


melalui media sosial. Tetapi kandidat nomer 2, Prabowo – Sandiaga lebih memilih
kampanye dari media sosial yang diutamakan. Hal ini dikarenakan kampanye
melalui media sosial karena lebih hemat, muatannya strategis, dan lebih dimengerti
masyarakat.4

4
https://www.liputan6.com/pilpres/read/3671221/alasan-Sandiaga-pilih-kampanye-di-media-
sosial diakses pada 11 november 2018 pada pukul 16.01
Pembahasan
Kampanye ditinjau dari perspektif komunikasi politik memiliki banyak
pengertian. Kotler dan Roberto (1989) mendefiniskan dalam Cangara, Komunikasi
Politik, 2016, kampanye sebagai berikut:

“Campaign is an organized effort conducted by one group (the change


agent) which intends to persuade others (the target adopters), to accept, modify, or
abandon certain ideas, attitudes, practices and behavior”

Unsur-unsur penting yang terkandung dalam pengertian ini meliputi


kelompok yang disebut sebagai agen perubahan, lalu sasaran yang merupakan
khalayak atau konsituen, yang diharapkan mampu menerima, memodifikasi ide,
sikap dan perilaku tertentu.

Beberapa unsur ini juga tertuang dalam definisi konsep kampanye oleh
Lilleker (2006: 49):

“A campaign is a series of events all designed to communicate to an


audience and gamer support from that audience. Campaigns are used by a wide
range actors, both commercial and political, and are designed to win over the
audience through a range of increasingly sophisticated techniques”

Tujuan kampanye akan bisa terlaksana apabila strategi kampanye yang


digunakan tepat. Ada beberapa prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan strategi kampanye, yakni positioning, branding, segmenting,
strategi media, dan strategi non-media (forum-forum kampanye) (Heryanto, 2013:
35-48).

Positioning berkaitan dengan bagaimana seorang aktor atau politisi mampu


mempengaruhi persepsi dan masuk dalam daftar top of mind khalayak. Ada daya
jual yang khas dan tidak dimiliki oleh kompetitor lain yang pada akhirnya menjadi
pilihan pertama bagi khalayak dalam kontestasi pemilihan umum (Pileg maupun
Pilpres). Brand sejatinya merupakan merek. Merek berkenaan dengan sesuatu yang
melekat dalam dagangan yang menjadikannya berbeda dengan dagangan lainnya.
Heryanto (2013: 37) menambahkan bahwa branding dalam konteks pemasaran
politik, lebih merupakan upaya strategis mengembangkan identitas untuk menarik
perhatian dan minat masyarakat agar lebih mengenal produk politik. Segmenting
berkaitan dengan sistem keteraturan sosial, yang tercermin dalam sistem nilai,
norma, budaya, etika, moralitas, serta peraturan adat dan pemerintah. Dalam hal ini,
partai politik harus mampu mengidentifikasi kelompok-kelompok yang ada dalam
masyarakat agar bisa memahami sifat dan karakteristik kelompok-kelompok
tersebut – untuk mempermudah ekspansi politik sesuai target.

Strategi media dalam memasarkan produk politik dimaksudkan sebagai


strategi marketing politik yang diaplikasikan melalui media. Strategi marketing
politik melalui media dapat dikategorikan dalam tiga saluran media, yaitu melalui
media lini atas (aboveline media) seperti surat kabar, televisi dan majalah, media
lini bawah (belowline nedia) seperti poster, spanduk, baliho, dan media baru (new
media) yaitu melalui medium internet. Dan strategi non-media berkaitan dengan
struktur komunikasi, seperti face to face informal, struktur sosial tradisional
(adanya opinion leader atau tetua adat), saluran input (kelompok penekan), dan
saluran output (legislative dan birokrasi).

Dalam kasus prabowo – Sandiaga dalam melakukan kampanye yang lebih


gentar melakukannya adalah pihak calon wakil presiden nomor urut 2, Sandiaga
Uno. Hal ini dilakukan karena Sandiaga Uno merupakan pemain baru dalam tingkat
nasional, sedangkan Prabowo sudah pernah tiga kali menyalonkan diri sebagai
presiden.

Kampanye yang dilakukan pun lebih berfokus pada Sandiaga, karena


masyarakat belum terlalu mengenal sosok Sandiaga Uno. Positioning yang
dilakukan pihak paslon nomor 2 (Sandiaga Uno) dengan membuat kesan kepada
calon pemilih bahwa ia mewakili generasi millenial dan juga berjalan bersama
dengan ‘emak-emak’. Hal ini dilakukan agar Sandiaga Uno memiliki kesan dan
pembeda dari lawan politik yang lainnya.

Dalam hal brand, Sandiaga Uno selalu memakai kemeja biru dalam setiap
ia berkampanye, hal ini membuat suastu gerakan kampanye dari para pendukung
paslon nomer 2 dengan sebutan RABU BIRU (rabu bincang seru). Branding dengan
menggunakan kemeja biru ternyata sudah dilakukan sejak pemilihan gubernur
jakarta lalu, dengan niata sebagai pembeda dari lawan politiknya yaitu ahok-djarot
yang kala itu mengenakan baju motif kotak-kotak “warisan” dari Jokowi. Baju
kotak-kotak merupakan "warisan" Joko Widodo saat mencalonkan diri sebagai
Gubernur DKI pada 2012, yang berpasangan dengan Ahok. Setelah Jokowi terpilih
menjadi presiden, corak baju kotak-kotak dipakai pasangan Ahok-Djarot.

Sandiaga mengatakan keputusan tampil dengan balutan kemeja biru


merupakan pertanda keduanya sudah dari awal memikirkan langkah
mempersatukan warga Jakarta yang kini terbelah. Makna biru, kata Sandi,
merupakan warna sejuk dan melambangkan keteguhan. 5

Sejatinya apa yang dilakukan Sandiaga Uno dengan selalu memakai baju
berwarna biru akan tertanam dalam benak masyarakat bahwa baju biru maka
Sandiaga Uno, terlepas dari makna sebenarnya dari pemakaian baju biru tersebut.

Segmentasi yang dilakukan oleh kandidat nomor 2 adalah mendekatkan diri


ke kalangan ‘emak-emak’ dan juga ke kalangan pemilih pemula atau millenials.
Dari 197 juta jumlah pemilih sementara, setengahnya adalah perempuan sehingga
pemilih perempuan jadi ceruk yang sangat menarik untuk digarap oleh kedua
kandidat. Menurut Hurriyah, pemilih perempuan menjadi incaran karena beberapa
kelebihan dibanding para pemilih laki-laki. Karakter pemilih perempuan dinilai
lebih loyal dan punya peran strategis untuk berkampanye.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat ada 5.035.887 orang


pemilih pemula pada Pemilu 2019. Data ini masuk dalam Daftar Penduduk Pemilih
Potensial Pemilu (DP4). Jumlah ini didapat dari hasil pengurangan total Daftar
Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) dan data penduduk wajib KTP
elektronik. DP4 berjumlah 196.545.636, sedangkan jumlah data wajib KTP
sejumlah 191.509.749.6

5
Friski riana. Makna di Balik Baju Biru Anis-Sandi Saat Debat Pilkada DKI
https://pilkada.tempo.co/read/865525/makna-di-balik-baju-biru-anis-sandi-saat-debat-pilkada-
dki diakses pada 12 november 2018 pukul 06.59
6
dwi andayani. Ada 5 Juta Pemilih Pemula di Pemilu 2019
https://news.detik.com/berita/4215354/ada-5-juta-pemilih-pemula-di-pemilu-2019. Diakses
pada 12 november 2018 pukul 07.53
Sudah dijelaskan diataas bahwa kandidat nomor 2 lebih memilih kampanye
menggunakan media sosial karena lebih menghemat biaya.

Anda mungkin juga menyukai