Anda di halaman 1dari 22

EFEK KOMUNIKASI POLITIK PARTAI SOLIDARITAS

INDONESIA PADA MEDIA SOSIAL TWITTER PSI

(Survey Pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana Di Kampus)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana

Strata 1 (S-1) Komunikasi Bidang Studi Public Relations

Disusun Oleh:

Jeihan Permata Putri Latue

44222010264

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

2023
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sosialisasi politik oleh partai politik memegang peranan penting dalam


berkomunikasi efektif kepada masyarakat. Melalui sosialisasi politik atau pendidikan
politik yang intensif dan efektif, diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan
masyarakat dalam politik dan memberi penyadaran masyarakat akan hak dan
kewajibannya. Sosialisasi politik dapat dikatakan menjadi bagian penting dari proses
yang menentukan sikap politik seseorang. Menurut Arifin (2011), sosialisasi politik
merupakan proses komunikator politik menyampaikan orientasi dan sikap terhadap
fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana berada.

Dalam rangka memberi pendidikan politik, diperlukan strategi dalam


menyampaikan kampanye pesan sosialisasi politik. Pesan sosialisasi politik tersebut
dapat berupa simbol verbal maupun non verbal tersebut. Pesan tersebut dapat
dilakukan secara persuasif melalui komunikasi langsung (face to face) atau melalui
pengumpulan massa. Dapat juga dilakukan melalui media media seperti baliho,
spanduk, poster, media massa baik cetak, eletronik, dan media baru (Internet).

Pengguna internet Indonesia menurut data We Are Sociali awal tahun 2015
tercatat berjumlah 72.7 juta orang, 72 juta pengguna aktif media sosial, dimana 62
penggunanya mengakses media sosial menggunakan perangkat mobile, dan 308,2 juta
pengguna handphone. Twitter, media sosial berlogo burung warna biru menjadi salah
satu media sosial yang banyak di gemari di Indonesia. Terbukti berdasarkan data We
Are Social Twitter berada di urutan ke tiga urutan aktivitas pengguna internet yang
paling banyak di gunakan. Urutan pertama jatuh pada aplikasi Facebook disusul oleh
aplikasi Whatsapp. Menurut CEO Twitter Dick Costolo (www.cnnindonesia.com),
tahun 2015 ketika bertemu wakil presiden Jusuf Kalla mengatakan jumlah pengguna
Twitter di Indonesia yang jumlahnya mencapai 50 juta pengguna dan di yakini angka
itu akan terus bertambah di masa depan. Begitu banyaknya jenis dan pengguna di
setiap sosial media yang kini berkembang membuat banyak pula dampak dan yang
dengan secara sengaja memanfaatkan sosial media untuk dapat mencapai tujuan yang
hendak dicapai hampir dalam segala aspek kehidupan (Mirabito, 2004).

Saat masa sosialisasi dan kampanye politik, terjadi persaingan yang sengit antar
peserta pileg 2014, partai politik peserta beradu strategi sosialisasi politik dan
kampanye politik untuk memperoleh citra positif masyarakat demi meraih dukungan.
Salah satu strategi sosialisasi politik partai kontestan pileg yaitu menyampaikan pesan
sosisliasi melalui media sosial. Salah satu kontestan Pileg tahun 2014 yang
menggunakan media sosial sebagai alat sosialisasi, kampanye dalam membentuk citra
adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Sejarah Perolehan suara pada pemilu di mulai dari Debut PK dalam pemilihan
umum (Pemilu) dilakukan pada Pemilu tahun 1999 dengan perolehan suara sebesar
1,36 %. Namun PK tidak mampu memenuhi ambang batas parlemen sebesar 2 % yang
mengharuskan PK untuk berganti nama. Selanjutnya PK berganti menjadi Partai
Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipakai secara resmi sejak tanggal 2 Juli 2003. PSI
kemudian ikut serta dalam Pemilu 2004 dengan mendapatkan suara sebanyak 7,34 %.
Dengan ini, PSI menempatkan wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebanyak
45. Pada Pemilu 2014 perolehan suara PSI turun menjadi 6,79%. Sehingga, PSI hanya
menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 40 kursi turun 5 kursi sebelumnya.

Anjloknya perolehan kursi PSI di pileg 2014 tidak terlepas terbelik kasus korupsi
tahun 2013 partai berlambang kabah, bulan sabit dan padi yang menyeret Presiden PSI
Lutfi Hasan Ishak menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga survei dan analis memprediksi suara partai ini di bawah ambang batas yang
artinya tidak lolos pemilu 2014. Direktur lembaga survei Soegeng Sarjadi Syndicate
(SSS) (pikiran-rakyat.com) Ari Nurcahyo memprediksi ada enam partai politik peserta
pemilihan umum 2014 tidak lolos ke Senayan, mengutip berita dari media online
www.pelita-rakyat.com, tanggal 12 desember 2013. Alasannya, partai politik tersebut
kesulitan untuk memenuhi persyaratan ambang batas parlemen. Keenam partai politik
yang diperediksi tersebut adalah Partai Nasdem, PSI, PAN, Partai Hanura, PBB dan
PKPI. Hal itu berdasarkan kajian yang dilakukan SSS melalui 18 hasil survei yang
dilakukan beragam lembaga selama 2013. Untuk PSI sendiri, kasus korupsi yang
dialami PSI berdampak kepada kader dan konstituennya di daerah. sehingga
pemberitaan korupsi tersebut kuat tentu akan berpengaruh terhadap pemilih. Kasus
Korupsi tersebut menurut Ari, memperburuk citra PSI.

Namun, hasil Pileg 2014 mematahkan prediksi lembaga survei dan pengamat
tersebut. PSI lolos persyaratan ambang batas pileg 2014, dan menempati peringkat ke
tujuh dengan memperoleh suara sebanyak 8,480,204. Sebelumnya, pada pileg tahun
2009, preolehan suara PSI sebesar 8,204,946. Artinya terjadi kenaikan sebesar 200.000
suara dari pemilu sebelumnya. Walaupun terjadi penurunan 5 kursi di parlemen.

Berbagai strategi sosialisasi politik yang dilakukan PSI untuk menaikkan citra
partai. Salah satu strategi sosialisasi politik yang di lakukan PSI memanfaatkan New
Media sebagai media bersosialisasi. PSI sendiri memiliki website resmi
www.PSI.or.id. PSI dalam website resminya, mempunyai beberapa sosial media resmi,
Fanspage Facebook dengan nama Partai Solidaritas Indonesia dengan jumlah suka
50.294, Twitter resmi @PSIejahtera dengan jumlah follower 154.035, Youtube resmi
PSI TV dengan jumlah pelanggan 7.070.

Menurut analisa PoliticaWave (www.republika.co.id) selama Maret 2014 dikutip


dari Republika.co.id tanggal 02 April 2014, pembicaraan di sosial media tentang partai
politik, pencapresan, pencalegan mengalami peningkatan. Secara garis besar Netizen
paling banyak membicarakan PDIP, sebanyak 23 persen dari 406.132 total netizen.
Kemudian Partai Demokrat (16 persen), PSI (15 persen), Partai Golkar (11 persen),
Partai Gerindra (10 persen).

Penggunaan sosial media sebagai media kampanye politik oleh partai politik
semakin meningkat. Bentuk yang digunakan dalam kampanye politik pun beragam,
mulai dari iklan langsung, video, hingga berita mengenai kampanye. Media sosial
digunakan PSI untuk membentuk opini publik sehingga memperoleh citra yang positif.
Sebuah pencitraan merupakan bagian atau salah satu model dari simulasi yang
dimaksudkan Jean Baudrillard bahwa simulasi adalah citra tanpa referensi (suatu
simulacrum). Simulacrum dapat dipahami sebagai sebuah cara pemenuhan kebutuhan
masyarakat modern atas tanda atau penampakan yang menyatakan diri sebagai realitas.
Media sosial sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas dari citra partai.

Teori Stimulus-Respon (teori S-R) digunakan dalam penelitian ini yang


mengasumsikan bahwa pesan dipersiapkan dan di distribusikan secara sistematik dan
dalam skala yang luas, sehingga secara serempak pesan tersebut dapat tersedia bagi
sejumlah besar individu, dan bukan di tujukan pada perorang saja. Untuk mendistribusi
dan mereproduksi pesan sebanyak mungkin, penggunaan teknologi merupakan alat
untuk memaksimalkan jumlah penerimaan dan respon oleh audience.

Teori S-R pada dasarnya mengatakan bahwa efek merupakan reaksi terhadap
situasi tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat mengharapkan sesuatu atau
memperkirakan sesuatu dengan sejumlah pesan yang disampaikan melalui penyiaran.
Teori ini memiliki tiga elemen, yakni: (1) Pesan (stimulus), (2) Penerima (receiver), (3)
Efek (respons).

Teori S-R disebut juga teori jarum Hipodermiks, yaitu teori yang mempunyai
asumsi bahwa komponen–komponen komunikasi (komunikator-pesan-media) amat
perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut jarum hipodermiks karena isi
media dipandang sebagai obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh audien, kemudian
diasumsikan akan bereaksi seperti yang diharapkan
Peneliti berharap dapat memberikan kontribusi pengetahuan bagi bidang studi
Public Relations, yakni dengan memberikan sumbangsih dalam pemahaman mengenai
komunikasi organisasi, dalam hal ini ialah efek komunikasi politik partai solidaritas
indonesia pada media sosial twitter PSI jakarta ( survey pada mahasiswa universitas
mercu buana di lingkungan kampus ) . Pada penelitian ini objeknya adalah Mahasiswa .

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, penulis tertarik untuk mengetahui


seberapa besar efek komunikasi politik partai solidaritas indonesia pada media sosial
twitter PSI jakarta ( survey pada mahasiswa universitas mercu buana di lingkungan
kampus )
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini,
adalah: “Bagaimana efek komunikasi politik partai solidaritas indonesia pada media
sosial twitter PSI jakarta ( survey pada mahasiswa universitas mercu buana di
lingkungan kampus )?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah: “Untuk mengetahui Bagaimana efek komunikasi politik partai solidaritas
indonesia pada media sosial twitter PSI jakarta ( survey pada mahasiswa universitas
mercu buana di lingkungan kampus )”

1.4 Manfaat Teoritis


1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan


ilmu komunikasi terutama dalam bidang public relations juga diharapkan dapat
menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian yang berkaitan
dengan pengaruh efektivitas pelayanan terhadap citra organisasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan masukan kepada


mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana yang akan menjadi
responden dalam penelitian ini. Selain itu penelitian ini diharapkan juga bermanfaat
bagi tim kemahasiswaan Universitas Mercu Buana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Setiap media mampu berfungsi sebagai pendidik melalui produk yang
dihasilkan (Musman, 2017, p. 80). Para ahli sepakat bahwa media memiliki peran
penting dalam proses pembelajaran dan partisipasi politik publik. Pengetahuan
politik merupakan salah satu indikator penting dalam proses menumbuhkan
partisipasi politik (de Vreese & Boomgaarden, 2006; Gil de Zúñiga et al., 2014;
Halim & Jauhari, 2019).

Gil de Zúñiga et al. (2014, p. 614) menyatakan apabila pengetahuan politik


telah meningkat, maka partisipasi politik publik jadi terdorong. Apalagi, saat ini
internet sebagai sumber berita telah meningkatkan keberagaman dan keterbukaan
publik mendapatkan pesan sehingga memungkinkan publik lebih banyak terpapar
berita terutama tentang politik. Oleh karena itu, publik yang mengonsumsi berita
online cenderung memiliki pemahaman atau pengetahuan yang lebih baik tentang
isu politik (Prestianta, 2014, p. 81). Hal ini dibuktikan oleh temuan Gil de Zúñiga
et al. (2014) yang menunjukkan adanya efek positif dari konsumsi berita online di
media sosial dengan partisipasi politik offline dan online melalui ekspresi politik.

Selain itu, dalam penelitiannya Prestianta (2014) menjelaskan secara detail


mengenai peran media online dengan partisipasi politik online. Internet
memudahkan publik mengakses berita dan informasi secara online tentang politik,
terutama bagi warga negara yang sedang berada di luar negeri. Penelitian
Prestianta membuktikan bahwa penggunaan media berita online berhubungan
positif dengan partisipasi politik online oleh mahasiswa Indonesia di Taiwan pada
Pemilu 2014. Internet berfungsi sebagai media alternatif yang dapat memberikan
ragam berita dan informasi mengenai Pemilu 2014 di Indonesia. Media berita
online memainkan peran penting dalam mendorong partisipasi politik warga
Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Sama halnya dengan hasil dari penelitian Yang dan DeHart (2016, p. 9) di
Amerika Serikat yang menemukan penggunaan politik di media sosial dapat
menjadi prediktor yang sangat kuat dari partisipasi politik online mahasiswa di
Amerika Serikat. Namun, uniknya Yang dan DeHart juga membuktikan bahwa
penggunaan media sosial secara negatif memprediksi adanya partisipasi politik
online. Padahal, generasi muda cukup akrab untuk berselancar, membaca,
bereaksi, dan menciptakan berita atau informasi politik di media sosial. Oleh
karena itu, media sosial juga seharusnya memiliki kemampuan menjadi wadah
untuk mendidik dan menumbuhkan partisipasi politik di kalangan generasi muda.

Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menjadi penghalang bagi


partisipasi politik online (Gil de Zúñiga et al., 2014; Yang & DeHart, 2016). Ada
kemungkinan kalau mengakses media sosial untuk membangun hubungan sosial
secara berlebihan akan mengakibatkan mereka tidak dapat meluangkan waktu dan
energinya untuk komunitas serta politik. Jika generasi muda memanfaatkan media
sosial untuk mengakses sesuatu yang berhubungan dengan politik maka dapat
berpengaruh positif terhadap partisipasi politik online. Namun, jika media sosial
lebih banyak digunakan untuk sesuatu hal selain politik maka akan berpengaruh
negatif terhadap partisipasi politik online.

Adanya internet memberikan peluang bagi pemilih untuk terlibat langsung


ke dalam politik secara mudah. Hal ini didorong oleh konsumsi berita politik yang
menghasilkan pengetahuan politik untuk partisipasi politik. Umumnya, bentuk
partisipasi politik online ditunjukkan melalui kegiatan politik yang memanfaatkan
media baru, seperti mengikuti forum politik secara online; membuat opini atau
tulisan politik; meneruskan berita politik yang sifatnya memengaruhi orang lain;
dan mengikuti petisi online (Chen & Stilinovic, 2020, p. 3).

Adapun ahli lain Jung, Kim, dan Gil de Zúñiga (2011, p. 414)
memaparkan bentuk partisipasi politik online di berbagai kegiatan, di antara lain
menyumbangkan uang untuk seorang calon atau partai politik secara daring;
menghubungi kandidat atau partai melalui email; dan mengunjungi website
kandidat politik. Sementara itu, peneliti lain Kim dan Chen (2016, p. 14)
menguraikan bentuk partisipasi politik secara online dengan aktivitas mencari
informasi lebih tentang kandidat politik atau catatan pemungutan suara;
membagikan foto, video, atau audio yang berkaitan dengan kampanye atau
Pemilu; meneruskan (forward) komentar atau tulisan orang lain kepada orang
lain; meneruskan rekaman audio atau video kepada orang lain; dan berlangganan
atau menerima informasi politik. Partisipasi politik akan meningkat atas kontribusi
dari konsumsi berita dan pengetahuan politik.

Banyak penelitian tentang partisipasi politik telah memfokuskan pada


dampak langsung dari penggunaan, terpaan, atau konsumsi media dan berita
terhadap keterlibatan politik (Akmal & Salman, 2015; Halim & Jauhari, 2019;
Holt et al., 2013; Prestianta, 2014; Salman & Saad, 2015; Skoric & Poor, 2013).
Padahal media dan berita juga dapat berpengaruh secara tidak langsung melalui
salah satu kontributor pendorong partisipasi politik, seperti pengetahuan politik
(de Vreese & Boomgaarden, 2006; Gil de Zúñiga et al., 2014; Jerit et al., 2006;
Jung et al., 2011). Ada banyak juga penelitian yang melihat pengaruh
pengetahuan politik terhadap partisipasi politik. Akan tetapi, mereka
menggunakan indikator pengetahuan umum bukan pengetahuan khusus untuk
mengukur pengetahuan politik (Corrigall-Brown & Wilkes, 2014; Eveland, 2001,
2004; Jung et al., 2011; Limilia & Ariadne, 2018).

Sementara, ketika pengetahuan politik dipusatkan ke pengetahuan khusus


akan lebih relevan dan menimbulkan reaksi (Jerit et al., 2006, p. 269).
Mengalihkan fokus ke dampak secara tidak langsung dari konsumsi berita politik
terhadap pengetahuan politik khusus memungkinkan peneliti untuk melihat
pengaruh ke partisipasi politik oleh pemilih muda yang belum terjawab dalam
penelitian sebelumnya (de Vreese & Boomgaarden, 2006; Gil de Zúñiga et al.,
2014; Halim & Jauhari, 2019; Jung et al., 2011; Yang & DeHart, 2016). Oleh
karena itu, peneliti ingin mengkaji apakah ada pengaruh tingkat konsumsi berita
politik di era pandemi Covid-19 terhadap partisipasi politik pemilih muda dengan
pengetahuan politik sebagai variabel mediator
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Teori Metode Hasil Penelitian


Penelitian
(de Vreese & News, Teori Survei panel Hasil dari
Boomgaarden, Political Stimulus- dan analisis analisis
2006) Knowledge, Response konten menunjukkan
and bahwa
Participation: hubungan
The antara
Differential menonton
Effects of
berita,
News Media
pengetahuan,
Exposure on
Political dan partisipasi
Knowledge cenderung lebih
and positif daripada
Participation negatif.
(Gil de Social Media, Teori Survei panel Hasil
Zúñiga et al., Political Stimulus- dan analisis penelitian
2014) Expression, and Response konten menunjukkan
Political bahwa
Participation: penggunaan
Panel Analysisof berita media
Lagged and sosial memiliki
efek langsung
Concurrent
dan tidak
Relationships
langsung pada
partisipasi
politik offline,
serta online
yang
dimediasi
melalui
ekspresi
politik.
(Halim & Pengaruh Teori Survei panel Hasil
Jauhari, 2019) Terpaan Media Stimulus- dan analisis penelitian
terhadap Response konten menunjukkan
Partisipasi bahwa terpaan
Politik dalam media
Pilkada DKI yang
Jakarta 2017 diuji dengan
jenis media,
frekuensi
penggunaan
media, jenis
konten berita,
dan konten
berita politik
Pilkada DKI
Jakarta secara
signifikan
memengaruhi
tingkat
partisipasi
politik pada
Pilkada DKI
Jakarta
(Jung et al., The Mediating Teori Survei panel dari analisis
2011) Role of Stimulus- dan analisis mendukung
Knowledge and Response konten gagasan bahwa
Efficacy in the pengetahuan
Effects of politik dan
Communication efikasi politik
on Political berfungsi
Participation sebagai
mediator yang
signifikan
9

2.2 Komunikasi Melalui Media Sosial Twitter

2.2.1 Komunikasi

Menurut Shannon dan Weaver, komunikasi adalah suatu proses interaksi


manusia yang saling memengaruhi satu sama lain baik sengaja maupun
tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal namun juga
pada nonverbal seperti ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi
(Wiryanto, 2004: 7). Di dalam suatu proses komunikasi terdapat beberapa
unsur agar proses komunikasi tersebut dapat terjadi. Unsur-unsur tersebut
adalah: Pertama, sumber. Sumber adalah dasar yang digunakan dalam
penyampaian pesan. Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku, dokumen,
dll (Widjaja, 2000: 30). Sumber juga dapat disebut sebagai komunikator.
Kedua, pesan. Pesan adalah segala sesuatu yang disampaikan oleh seseorang
dalam bentuk simbol yang dipersepsi dan diterima oleh khalayak dalam
kesatuan makna (Cangara, 2014: 139). Simbol yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dapat berupa verbal atau non-verbal. Pesan yang
dimaksud di dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan
pengirim kepada penerima. Pesan tersebut dapat disampaikan secara tatap
muka atau melalui saluran komunikasi. Isi dari pesan tersebut dapat berupa
informasi, ilmu pengetahuan, hiburan, nasihat atau propaganda. Dalam
penyampaian pesan terdapat beberapa teknik penyusunan, salah satunya
adalah Glamour Theory. Teori ini menunjukkan bahwa suatu pesan yang
dikemas dengan cantik kemudian ditawarkan dengan daya persuasi, maka
khalayak akan tertarik dengan pesan tersebut (Cangara, 2014: 140). Ketiga,
media. Media adalah saluran penyampaian pesan. Media Komunikasi ini
dapat dikategorikan dalam media komunikasi umum dan media komunikasi
massa. Di dalam media komunikasi massa masih dapat dikategorikan lagi
dalam pers, radio, film dan televisi. Pada kategori pers, media komunikasi
9

massa meliputi segala barang yang dicetak yang ditujukan untuk publik
tertentu termasuk melalui buku (Widjaja, 2000: 35).

2.2.1 Media Sosial Twitter

Twitter adalah sebuah situs jejaring sosial yang sedang berkembang


pesat saat ini karena pengguna dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya
dari komputer ataupun perangkat mobile mereka dari manapun dan
kapanpun. Setelah diluncurkan pada Juli 2006, jumlah pengguna Twitter
meningkat sangat pesat. Pada September 2010, diperkirakan jumlah
pengguna Twitter yang terdaftar sekitar 160 juta pengguna (Chiang, 2011).
Pengguna Twitter sendiri bisa terdiri dari berbagai macam kalangan yang
para penggunanya ini dapat berinteraksi dengan teman, keluarga hingga
rekan kerja. Twitter sebagai sebuah situs jejaring sosial memberikan akses
kepada penggunanya untuk mengirimkan sebuah pesan singkat yang terdiri
dari maksimal 140 karakter (disebut tweet).
Tweet sendiri bisa terdiri dari pesan teks dan foto. Melalui tweet
inilah pengguna Twitter dapat berinteraksi lebih dekat dengan pengguna
Twitter lainnya dengan mengirimkan tentang apa yang sedang mereka
pikirkan, apa yang sedang dilakukan, tentang kejadian yang baru saja
terjadi, tentang berita terkini serta hal lainnya. Pada tahun April 2010,
jumlah tweet yang diposting mencapai 55 juta tweet/hari (Jackoway, dkk.,
2011, hlm. 2), lalu kemudian pada tahun 2011, tercatat rata-rata sekitar 140
juta tweet telah dikirimkan oleh pengguna Twitter (Twitter Blog, 2011).
Berbagai macam manfaat dapat diperoleh dari tweet dimulai dari
event detection (deteksi kejadian, salah satunya bencana alam), prediksi
pergerakan pasar saham, prediksi pemilu hingga penyebaran penyakit di
suatu wilayah. Sebagai contoh, untuk prediksi pergerakan pasar saham,
analisa dilakukan dengan cara menganalisa tweet yang berisi mood positif
dan negatif Ketika suatu topik banyak dibicarakan oleh penggunanya
dalam kurun waktu yang bersamaan maka akan menjadi topik hangat atau
Trending Topics.
Pengguna Twitter dapat menulis pesan berdasarkan topik yang
sedang diperbincangkan dengan menggunakan tanda pagar (#) atau hashtag
yang berfungsi untuk mengelompokkan berbagai data postingan sehingga
pengguna dapat mencari tweet lain menggunakan tag yang sama. Selama
para pengguna Twitter membagikan topik tersebut dengan Retweet, maka
akan semakin lama topik itu bertahan dalam daftar Trending Topics.
9

2.3 Teori S-R

Teori S-O-R dikemukakan oleh Hovland, Janis dan Kelly pada tahun 1953
yang merupakan kepanjangan dari Stimullus (pesan) – Organism
(komunikan/penerima) – Response. Peran kognisi dilambangkan dengan huruf O
diantara S dan R yang mana dapat dimaknai bahwa kognisi merupakan proses
akal atau mental memperoleh, menyimpan, mendapatkan serta mengubah
pengetahuan. Pada teori tersebut apabila organism diberikan stimullus tertentu
maka akan menimbulkan perilaku tertentu, seperti halnya reaksi khusus akan
diperoleh dari stimullus khusus pula, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi penerima. Mengutip pendapat
Hovland, Janis dan kellye dalam Mar’at (1981) mengemukakan bahwa dalam
bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu perhatian,
pengertian, dan penerimaan. Respon atau perubahan sikap bergantung pada proses
terhadap individu. Stimullus merupakan informasi yang di berikan kepada
komunikan dapat memugkinkan untuk diterima maupun ditolak berdasarkan
respon pada stimulus yang telah disampaikan. Dari pengolahan informasi tersebut
akan menimbulan suatu pengertian dan penerimaan yang kemungkinan
sebaliknya. Perubahan sikap dapat terjadi berupa perubahan kognitif, afektif, dan
konatif ari model S-O-R tersebut dapat diasumsikan apabila stimulus telah
mendapat perhatian dari organism (diterima) maka mengerti stimulus ini dan
dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu organism mengolah stimulus
tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah
diterimanya (bersikap). Sehingga menimbulkan efek tindakan berdasarkan respon
dari stimulus yang telah diberikan kepada penerima tersebut.

2.4 Komunikasi Politik

Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari


pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah (Ramlan
Surbakti, 2010: 152). Komunikasi politik adalah proses di mana informasi politik
9

yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan
di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Kejadian tersebut
merupakan proses yang berkesinambungan, melibatkan pula pertukaran informasi
di antara individu-individu dengan kelompok- kelompoknya pada semua tingkatan
masyarakat. Lagi pula tidak hanya mencakup penampilan pandangan-pandangan
serta harapan-harapan para anggota masyarakat, tetapi juga merupakan sarana
dengan mana pandangan dan asal-usul serta anjuran-anjuran pejabat yang
berkuasa diteruskan kepada anggota-anggota masyarakat selanjutnya juga
melibatkan reaksi-reaksi anggota-anggota masyarakat terhadap pandangan-
pandangan dan janji serta saran-saran para penguasa. Maka komunikasi politik itu
memainkan peranan yang penting sekali di dalam sistem politik: komunikasi
politik ini menentukan elemen dinamis, dan menjadi bagian menentukan dari
sosialisasi politik, partisipasi politik, dan pengrekrutan politik (Michael Rush dan
Phillip Althoff, 2008: 24)

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan pengertian


komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi politik yang relevan dari
satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem
sosial dengan sistem-sistem politik. Dalam hal ini komunikasi politik merupakan
proses yang berkesinambungan, dan melibatkan pula pertukaran informasi di
antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan
masyarakat.

2.5 Efek Komunikasi Politik

Dampak komunikasi politik seperti citra politik dan pendapat umum serta efek
distribusi partisipasi politik yang dapat diukur adalah hasil pemungutan suara
dalam pemilihan umum. Strategi komunikasi politik yang harus digunakan ialah
merawat ketokohan sebagai pahlawan politik, membesarkan partai, menciptakan
kebersamaan, serta membangun konsensus berdasarkan visi, misi dan program
politik yang jelas. Kegiatan pemilihan umum yang berkaitan langsung dengan
komunikasi politik ialah kampanye dan pemungutan suara. Kampanye pemilihan
umum merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak
9

memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi


massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di negara
demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik
agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau
politikus selaku komunikator politik (Anwar Arifin, 2006: 39-40).

Sesuai dengan penjelasan di atas tentang dampak komunikasi politik dapat


diambil kesimpulan bahwa, dampak komunikasi politik seperti citra politik dan
pendapat umum, serta efek distribusi partisipasi politik yang dapat diukur ialah
melalui hasil pemungutan suara dalam pemilihan umum

2.6 Partai Politik

Partai Politik banyak diartikan berbeda-beda oleh para ahli, salah satunya yang di
kutip oleh B.Hestu Cipto Handoyo tentang Carl J.Friedrich yang mengatakan
bahwa “Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan pemerintah bagi
pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil”

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Partai adalah pihak, segolongan


orang, perkumpulan yang seasas, sehaluan, setujuan, dan sebagainya dalam
ketatanegaraan. Sedangkan arti politik menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan; segala urusan dan
tindakan kebijaksanaan, siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu
negara atau terhadap negara lain

Dari pemahaman secara terminologis seperti diatas dapat dipahami bahwa Partai
Politik tidak lain adalah segolongan orang yang berkumpul atas dasar kesamaan
asas, haluan dan tujuan yang aktivitasnya berkaitan dengan urusan dan tindakan
kebijaksanaan termasuk siasat mengenai pemerintahan suatu negara. Dengan
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa Partai Politik akan selalu erat kaitannya
dengan kesamaan asas, haluan, tujuan, kebijaksanaan pemerintah dan siasat.
9

Partai Politik memiliki peran yang penting dan fundamental dalam masyarakat
demokrasi. Sebuah partai sejatinya adalah perantara masyarakat dalam
menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Partai Politik tidak akan menjadi
besar tanpa adanya dukungan dari masyarakat itu sendiri. Ini yang membuat
adanya simbiosis mutualisme antara masyarakat dan Partai Politik. Bagaimanapun
Partai Politik sangat bergantung dengan adanya anggota partainya yang tidak lain
berasal dari masyarakat, baik itu dari segi kepengurusan dan bisa sampai ke
pendanaan partai itu sendiri.

Partai Politik adalah elemen penting yang juga merupakan salah satu syarat sistem
demokrasi dapat dijalankan, Partai Politik dapat dikatakan sebagai kendaraan
politik bagi seseorang untuk mengisi jabatan di pemerintahan melalui proses
demokrasi. Partai politik juga menghubungkan antara masyarakat dengan lembaga
atau pemerintahan

Keberadaan Partai Politik dalam negara demokrasi adalah suatu keniscayaan .


Dengan kata lain untuk menjadi sebuah negara demokrasi keberadaan partai
politik adalah sebuah keharusan. Jimly asshiddiqie menyatakan dalam bukunya
bahwa partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat
penting dalam sistem demokrasi. Partai memerankan peran penghubung yang
sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan
banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menenetukan
demokrasi, political parties created democracy. Oleh karena itu, partai politik
merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the
degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis.

2.7 Konsep Khalayak

Khalayak biasa disebut dengan istilah penerima, sasaran, pembaca, pendengar,


pemirsa, audience, decoder, atau komunikan. Khalayak adalah salah satu unsur
dari proses komunikasi. Oleh karena itu, khalayak tidak boleh diabaikan sebab
berhasil tidaknya suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak
(Cangara, 2010: 157). Bagi komunikator, komunikasi dikatakan berhasil apabila
9

pesan yang disampaikan melalui suatu saluran atau media dapat diterima,
dipahami, dan ditanggapi secara positif oleh khalayak sasaran, dalam arti sesuai
dengan harapan yang diinginkan komunikator (Sendjaja, 2005: 24). Menurut
pengertian yang dipakai secara umum dalam komunikasi, pihak yang menjadi
tujuan disampaikannya suatu pesan disebut sebagai penerima (receiver), khalayak
(audience), atau komunikan. Walaupun demikian, khalayak sebenarnya hanyalah
suatu peran yang bersifat sementara. Pada giliran berikutnya, penerima pesan akan
memprakarsai penyampaian suatu pesan berikutnya dan pada saat itu khalayak
telah berubah peran menjadi komunikator. Pengertian yang sama berlaku pula
dalam komunikasi politik. Pihak yang tadinya dikenal sebagai komunikator atau
saluran, pada saat yang lain dapat pula diidentifikasi sebagai penerima pesan.
Untuk itu, pembahasan khalayak pada bab ini akan ditekankan pada khalayak
(audience) dalam arti masyarakat luas atau yang sering disebut publik sebagai
salah satu komponen dalam proses komunikasi. Khalayak adalah penerima
(reciever) pesan yang dikirimkan oleh sumber atau komunikator dengan
menggunakan media. Dalam studi komunikasi, khalayak bisa berupa individu,
kelompok, atau masyarakat (Cangara, 2010: 157). Khalayak media massa modern
memiliki beberapa ciri yang sama, tetapi sangat berbeda dalam beberapa hal.
Khalayak media massa tertarik pada pasokan konten untuk memenuhi kepuasan
alih-alih terbentuk dalam respons terhadap pertunjukan atau ketertarikan berkala
(McQuail, 2012:146)

Dalam komunikasi politik, khalayak adalah sejumlah besar orang yang menerima
pesan-pesan politik yang disampaikan melalui media (media massa, media baru,
dan media sosial). Dalam pilkada, misalnya, khalayak politik yang dipandang
sebagai penerima pesan adalah masyarakat pemilih. Pemilih adalah semua pihak
yang menjadi tujuan utama para kandidat politik untuk dipengaruhi dan
diyakinkan agar mendukung serta memberikan hak suaranya (Firmanzah, 2008).
Secara umum, khalayak bukan hanya dalam proses komunikasi politik, melainkan
dalam berbagai bidang kajian. Baik dari sudut pandang ilmu politik maupun
komunikasi, terdapat persamaan gambaran mengenai ciri-ciri khalayak yang ideal.
Gambaran tersebut adalah mempunyai perhatian untuk mengikuti perkembangan
9

politik yang terjadi di sekelilingnya (dalam proses komunikasi dikenal proses


seleksi pada diri khalayak dalam atensi, interpretasi, dan retensi). Oleh karena itu,
perhatian menjadi prasyarat bagi berlangsungnya komunikasi. Artinya, khalayak
mempunyai akses informasi yang teratur, baik melalui saluran antarpribadi
maupun media massa. Dengan kata lain, pertama-tama harus ada dorongan rasa
ingin tahu atau peduli terhadap apa yang terjadi di masyarakat dan negaranya.
9

REFERENSI
Buku :
Abdillah S., Ubed. 2002. Politik Identitas: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas.
Magelang: Yayasan Indonesiatera.
Ahmad, Nyarwi.2012. Manajemen komunikasi Politik dan Marketing Politik,
Sejarah, Perspektif dan Perkemnbangan Riset, Yogyakarta: Pustaka Taman,
2012.
Anas, Sudijono. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada Press.
Arni Muhammad. 1992. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Bina Aksara. h 127
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
_________________. 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Atmoko, Bambang Dwi. 2012. Instagram Handbook. Jakarta: Media Kita.
Jurnal:
Anshari, F. (2013). Komunikasi Politik di Era Media Sosial. Jurnal
Komunikasi. https://doi.org/10.1021/acs.orglett.5b02435
Alver & Caglar. 2015. The Impact Of Symbolic Interactionism On Research
Studies About Communication Science. International Journal of Arts &
Sciences, CD-ROM. ISSN: 1944-6934 :: 08(07):479–484
(2015). http://universitypublications.net/
Budiyono. 2015. Fenomena Komunikasi Politik dalam Media Sosial. Jurnal
IPTEK-KOM, Vol. 17 No. 2, Desember 2015: 143-160 ISSN 1410 – 3346.
(Sumber: https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/iptekkom/article/view/436 dia
kses 5 April 2019.
Boyd, D. M., & Ellison, N. B. 2007. Social network sites: Definition, history, and
scholarship. Journal of Computer-Mediated
Communication. https://doi.org/10.1111/j.1083-6101.2007.00393.x
Cristian, Valeriani, Barberá, Bonneau, Jost, Nagler & Tucker. 2015. Political
Expression and Action on Social Media: Exploring the Relationship Between
Lowerand Higher-Threshold Political Activities Among Twitter Users in Italy.
9

Journal of Computer-Mediated Communication, International Communication


Association. Vol 20 (2015) 221–239 © 2015. doi:10.1111/jcc4.12108.
Faisyal. 2018. Membangun Image Partai Di atas Panggung Dramaturgis. Jurnal
Oratio Directa, Vol 1, No.2, (2018). E-ISSN 2615-07435
(Sumber https://www.ejurnal.ubk.ac.id/index.php/oratio/article/view/59/41 yan
g diakses 28 Maret 2019).
Glucksman, Morgan. 2017. The Rise of Social Media Influencer Marketing on
Lifestyle Branding: A Case Study of Lucie Fink. Elon Journal of
Undergraduate Research in Communications, Vol. 8, No. 2 • Fall 2017.
Habibi. 2016. Meninjau Perkembangan Perda Syariah di Indonesia.Jurnal el-
Qanuniy Volume 2 Nomor 1 Januari 2016.
Hadi, Ido Prijana. 2009. Perkembangan Teknologi Komunikasi Dalam Era
Jurnalistik Modern. E-Journal PETRA.
Hariyariti, Puji. 2006. New Propaganda Model: Pertarungan Wacana Politik dalam
Bisnis Media.Jurnal Komunikasi. Volume 1, Nomor 1, Oktober 2006. ISSN
1907 -848X. h 1 - 96.

Anda mungkin juga menyukai