Oleh:
ZAHRA PUJAKUSUMA WARDANI - 50100120072 -
zahrapujakusuma13@gmail.com
(KPI B, Semester VI, Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, UIN Alauddin Makassar)
Abstrak
Peran media tentu sangat penting dalam proses mengenalkan kandidat untuk dikenal
masyarakat luas, dengan harapan terpilih, berbagai pencitraan dilakukan, menampilkan
kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan menggadang-gadangkan visi, misi serta program kerja
yang akan dilakukan dengan memanfaatkan media sebagai alat untuk mendongkrak nama dan
akhirnya memperoleh dukungan suara.
Kandidat kepemimpinan idealnya merujuk pada prinsip komunikasi politik: pertama,
konsistensi melakukan komunikasi politik, informasi yang disampaikan harus konsisten
dengan substansi platform partai. Kedua, replikasi melakukan informasi yang disampaikan
berulang kali. Dan Ketiga evidence, informasi yang disampaikan harus ada dan dapat
dibuktikan kebenaran dan eksistensinya.
Abstract
The role of the media is of course very important in the process of introducing
candidates to be known to the wider community, with the hope of being selected,
various imagery is carried out, showing the strengths possessed and promoting the
vision, mission and work programs that will be carried out by utilizing the media as a
tool to boost the name and finally got the vote.
Leadership candidates ideally refer to the principles of political communication:
first, consistency in carrying out political communications, the information conveyed
must be consistent with the substance of the party platform. Second, replication
performs information that is conveyed repeatedly. And thirdly evidence, the
information conveyed must exist and can be proven for its truth and existence.
Demokrasi merupakan salah satu istilah yang paling dikenal rakyat Indonesia
disamping istilah politik. Oleh karena itu orang tidak akan asing lagi bila
Disukai atau tidak, istilah demokrasi telah demikian akrabnya dengan mereka
selama lebih dari empat puluh tahun ini. Para pemimpin telah mempopulerkan istilah
Pencitraan adalah membuat suatu hal agar citra kita menjadi baik di mata
publik. Mencermati pengertian tersebut, paling tidak ada dua pemahaman kita tentang
pencitraan itu sendiri. Pertama: Pencitraan sebagai upaya positif untuk merekayasa
sesuatu yang baik dan bermanfaat untuk kepentingan orang banyak (publik).1
kemudian adalah penghargaan atau pujian publik pada mereka yang mengambil
Selanjutnya suka atau tidak pencitraan seperti ini juga membuat pelaku
pencitraan menjadi lebih berwibawa. Model pencitraan seperti ini bisa disebut
sebagai inovasi untuk akselerasi satu keadaan menjadi berubah yang lebih baik
1
Syarifuddin jurdi.Kekuatan Politik Indonesia. (Makassar Alauddin Perss, 2014) hal 89
Pencitraan sebagaimana tersebut itu seharusnya menjadi kebutuhan kita, terutama
Pencitraan seperti ini lebih banyak diciptakan oleh pejabat-pejabat publik, karena
mereka memiliki otoritas / kekuasaan saja, tetapi tetapi tidak memiliki wibawa dan
kecerdasan.2
adalah aktor-aktor politik. Menurut ilmuan politik baik dalam sistem kelompok yang
disebut elit politik. Dalam kenyataannya, kelompok elit tidak hanya yang berkuasa
Transformasi politik menjadi bagian dari kontribusi media. Kini media memiliki
Dalam merespons perubahan politik pasca Orde Baru, sebagian pekerja media menghadapi
realitas politik yang penuh dinamika. Kondisi demikian melahirkan perubahan perilaku
Salah satu faktor determinan adalah publikasi media yang memberitakan transformasi
politik dan pers memiliki kebebasan berekspresi sehingga dalam pemberitaannya cenderung
independen. Hal inilah yang melatari terjadinya perubahan perilaku politik masyarakat di
2
Indry j pillang.Teori-Teori politik. (Bandung: Nuansa Cendikia, 2014) hal 102-103.
3
Elvi juliansya, System Politik Indonesia Pasca Reformasi. (Bandung: Madura maju, 2014), hal 122
B. Landasan Teori
Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Farida Nugrahani, merupakan
prosedur penelitian yang mampu menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan,
C. Pembahasan
massa menghadapi dilema terkait dengan tuntutan reformasi media massa. Terutama
politik pasca reformasi ditandai dengan meleburnya politik dalam budaya pop.5
Salah satu elemen demokrasi adalah kebebasan pers yang kelak membangun
yang dilatari dari besarnya pengaruh media massa. Hal ini menarik dicermati dalam
paradigma akademik. Justru aspek yang cukup menarik namun belum mendapat
perhatian akademik yang baik, adalah pada dimensi media. Hal ini dianggap unik
4
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 3
5
Idy Subandy Ibrahim, Budaya Populer sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape dan Mediascape di
Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Jalasutra, 2007), h. 189
sebab pola politik media terkadang sulit diukur melalui pendekatan media dan
dikaitkan dengan peranan media massa dalam proses komunikasi yang dilaluinya. Hal
ini mencerminkan adanya kecenderungan makalah dan karya tulis yang terkait
Pada prinsipnya, komunikasi politik tidak hanya terbatas pada even-even politik
seperti pemilu saja, tetapi komunikasi politik mencakup segala bentuk komunikasi
terpisahkan dari dinamika politik, tempat komunikasi itu berlangsung. Karena itu,
kegiatan komunikasi politik di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari proses politik
terhadap isi suatu media, di antaranya adalah pengaruh pekerja media (penyiar atau
membentuk hiper realitas yang menjadi bagian fungsional dalam berbagai struktur
masyarakat, terutama hadirnya televisi dan internet yang mengambil alih fungsi sosial
manusia.7 Dalam kajian ini dinicayakan bahwa media perlu dikontrol untuk
Peran kelompok Islam dalam kancah politik Indonesia telah berlangsung sejak
jaman penjajahan Belanda. Peran politik tersebut lahir dan berkembang berkat peran
Peran intelegensia muslim tersebut telah meletakkan pola dasar bagi bangunan
politik Indonesia yakni ide pembentukan identitas kebangsaan. Pola dasar itulah yang
mengukir sejarah persentuhan (agama) Islam dengan dunia sekuler (politik). Kala itu,
6
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan Komunikasi Politik
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003).
7
Burhan Bungin, Pornomedia: SosiologiMedia, Konstruksi Sosial Tekhnologi Telematika dan Perayaan
Seks di Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 5
8
Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa; Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia abad ke-20,
Mizan, (Bandung, 2005) hal. 278-300
upaya mendirikan sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat ke dalam sebuah
negara.
Konstruksi ideologi politik tersebut selain digerakkan oleh para pemikir tokoh
pergerakan, juga didukung oleh jaringan tradisional Islam, terutama yang telah dijalin
oleh para pedagang muslim. Jaringan perdagangan tersebut telah merintis jalan bagi
Agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk di Indonesia, menjadi pondasi
Hal ini pula yang menguatkan posisi Islam dalam politik pergerakan nasional
Indonesia. Islam tidak hanya menjadi identitas pemersatu bagi kaum terjajah, namun
Akan tetapi, dinamika politik berjalan tidak selalu hanya digerakkan oleh
terutama terjadi di masa gejolak politik nasional era demokrasi terpimpin. Pada saat
dengan DPRGR
Pada era ini, parpol mengalami stagnasi. Banyak elite parpol yang duduk di
merupakan ”pembawa nubuwat atau utusan Tuhan untuk membawa berita yang maha
besar (nubuwat) baik hanya untuk dirinya sendiri atau untuk umatnya”. Pada
dasarnya kenabian adalah salah satu wujud kepemimpinan yang diamatkan Tuhan
kepada salah seorang yang terpilih di antara umat manusia untuk menjadi pemimpin
yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransfor-masikan gejala sosial, dan tak
pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan
Menurut perspektifk Kuntowijoyo, dalam ajaran Islam terdapat salah satu ayat
yang dapat dijadikan landasan yang mengandung muatan misi paradigma profetik
yaitu QS. Ali Imran: 110 yang artinya: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang
mencegah dari yang munkar (liberasi), dan beriman kepada Allah (transendensi).
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
a. Cerdas, analitis dan kritis (fathanah) terdapat dalam QS. Al- Baqarah: 151
Ayat di atas secara inplisit menjelaskan bahwa kepemimpinan seorang Rasul yang
ditugaskan untuk membacakan dan mengajar manusia menuntut dirinya untuk cerdas
atau pintar.
Baqarah: 213. Tabligh merupakan salah satu misi utama yang diemban oleh para
Rasul. Dalam rangka menyampaikan hak-hak Allah SWT, maka para rasul dituntut
c. Lemah-lembut dan kasih sayang Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Anbiya
ayat 107 dengan terjemahan ”Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
d. Membawa misi tauhid (transedental) terdapat pada QS. Al Araf: 59, ayat
Adapun menurut perspektif hadits terdapat beberapa akhlak pemimpin dalam Islam,
diantaranya:11
10
Zein, A. Prophetic Leadership Kepemimpinan Para Nabi. (Bandung: PT Karya –Kita, 2008)
11
Tobroni. The Spiritual Leadership; Pengefektifan Organisasi Noble Industry Melalui Prinsip-Prinsip
Spiritual Etis. (Malang: UMM Press, 2005)
a. Memimpin untuk melayani bukan dilayani. Pernyataan ini diambil dari salah satu
hadits yang bunyi terjemahannya “pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan)
mereka.
c. Jujur dan tidak munafik. Diantaanya berdasarkan hadits “Allah melaknat penyuap,
“ka’ab bin Iyadh ra bertanya; “Ya Rasulullah, apabila seseorang mencintai kaumnya, apakah
itu tergolong fanatisme? Nabi SAW menjawab, “Tidak, fanatisme (‘Ashabiyah) ialah bial
gagasan tentang hubungan negara dan agama (Islam) atau hubungan politik dan Islam
telah berlangsung secara dinamis sejak zaman kolonial. Setelah runtuhnya Orde Baru
dan munculnya suatu era yang kemudian dikenal dengan era reformasi, kebijakan
Indonesia, adalah partai yang menggunakan label Islam (nama, prinsip, dan simbol),
atau tidak menggunakan label Islam tetapi perjuangan sebenarnya adalah terutama
atau tidak menggunakan label Islam, programnya juga untuk kepentingan semua
Islam memperoleh kemenangan sebetulnya tidak sepenuhnya benar dan fair. Karena
Muslim Indonesia sendiri terdapat beberapa variabel, dan tidak tunggal apalagi dalam
pilihan politik.
Penelitian yang dilakukan Clifford Geertz misalnya bisa kita jadikan acuan
bahwa menurutnya penduduk Muslim khususnya di Jawa itu terdiri dari tiga
klasifikasi yaitu Abangan, Santri dan Priyayi. Dari ketiga klasifikasi masyarakat
muslim Jawa tersebut hanya masyarakat santri-lah yang lebih condong menjatuhkan
pilihan politiknya kepada partai-partai Islam, sementara abangan dan priyayi lebih
Di samping itu, hal ini membuktikan bahwa embel-embel agama tidak cukup
menunjukkan bahwa wacana keagamaan belum bisa dijadikan entry point untuk
12
Arsekal Salim, Partai Islam Dan Relasi Agama Negara, (Jakarta: Pusat Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah, 2000) hlm. 8
13
Muchammad Yuliyanto, Meneropong Masa Depan Parpol Islam, (Suara Merdeka, 2002).
Ke depan partai-partai politik Islam seyogyanya lebih mengedepankan dimensi
Kepiawaian dalam mengemas jargonjargon politik menjadi suatu skill yang harus
tidak hanya baik untuk umat Islam, tetapi juga sekiranya akan membawa kebaikan
eksklusif.14
D. Penutup
Dalam konteks politik modern, media massa tidak hanya menjadi bagian
integral dari politik, tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam politik. Tuntutan
massa yang dapat mengangkat pesanpesan (informasi dan pencitraan) secara massif
dan menjangkau khalayak atau publik yang beragam, jauh, dan terpencar luas.
14
Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, (Jakarta: Paramadina, 2003) hlm. 52 dan
55
Kepemimpinan profetik merupakan kemampuan mengendalikan diri dan
mempengaruhi orang lain dengan tulus untuk mencapai tujuan bersama. Paradigma
Dimana paradigma profetik ini merupakan seperangkat teori yang tidak hanya
mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat
untuk menyemarakkan dinamika politik tanah air juga sangat berguna untuk
menambah referensi dan bahkan bisa menjadi ‘alternatif’ terhadap stagnasi sistem
politik konvensional.
Kekalahan partai-partai politik Islam dalam dua kali pemilu pada era reformasi bukan
merupakan the end dari sejarah politik Islam Indonesia dan kesuraman masa
depannya asalkan para aktifis parpol Islam berani belajar dari sejarah untuk kemudian