Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

KOMUNIKASI MASSA

Peran-Peran Komunikasi Massa

Dosen Pengampu : Rahmad Surya, M. I. Kom

Tugas Oleh :

Ahmad Ari Fauzi (1910003820012)

Prodi Ilmu Komunikasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS EKASAKTI

PADANG

2021
KATA PEGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga dapat menyelesaikan makalah Peran-Peran Komunikasi Massa, penulisan makalah
ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Massa, rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Saya yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, Saran dan kritik dari
pembaca sangat saya butuhkan untuk memperbaiki makalah ini nantinya.

Padang, 17 Juni 2021


Peran-Peran Komunikasi Massa

Media Massa Sebagai Alat Kampanye

Peran media dalam kampanye pemilu sangatlah penting. Hampir tidak ada
satupun partai politik yangtidak menggunakan media dalam sosialisasi dan kam-panye
partai. Pada beberapa partai politik, biaya dan anggaran terbesarnya banyak
dialokasikan untuk belanja iklan di media. Karena media dianggap sebagaisarana yang
efektif dan massif dalam menginforma- sikan dan memperkenalkan suatu partai berikut
pro- gram-programnya. Selain visi misi partai, tentunya sosok personal caleg-caleg dari
masing-masing par- tai banyak bermunculan dan menghiasai wajah me- dia massa baik
elektronik maupun cetak. Media bisa mengonstruksi cara pandang khalayak terkait
peristiwa-peristiwa seputar pemilu. Dalam melakukan peran tersebut, media bisa berada
pada posisi membela kemapanan, mempertahankan rezim atau menumbuh- kan
perubahan melalui pemikiran-pemikiran kritis.
Disamping itu, media massa dalam mempengaruhi khalayak juga tidak
diragukan lagi, bahkan pada masa-masa awal perkembangan teori komuni- kasi massa,
pengaruh media massa sangat kuat dan dominan sampai akhirnya muncul-muncul teori
baru yang mematahkan asumsi bahwa khalayak tak berda- ya seperti teori peluru.
Dalam konteks pemilu 2014, media massa tetap mempunyai peran penting dalam
sosialisasi program partai dan pengenalan para caleg dari partai politik. Sementara,
penguasaan atas arus informasi publik kerap terbukti menjadi alat yang am-puh untuk
membentuk opini dalam masyarakat yang pada gilirannya memberikan daya dorong
politik. Akibatnya, penguasaan atas informasi media kerap ditempatkan sebagai alat
tawar politik untuk menangdalam pertarungan politik. Peran media massa sep- erti ini
diakui oleh Nasdem, karenanya Nasdem tetap menggunakan media massa dalam
strategi komuni- kasi politik partai.
Pentingnya partai politik melakukan komuni- kasi melalui media karena
komunikasi massa mem- punyai beberapa ciri; pertama, komunikasi massa di-arahkan
kepada audiens yang relatif besar, heterogen,dan anonym. Kedua, pesan-pesan yang
disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa menca- pai sebanyak mungkin
khalayak secara serempak dan sifatnya sementara. Ketiga, komunikator cenderung
berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin
membutuhkan biaya yang besar. (Wright dalam Severin dan Tankard, 2005: 4)
Namun demikian, masalahnya adalah seberapa- pun besarnya media massa
menyediakan ruang khususuntuk pemilu, tetap saja ruang itu memiliki keterba- tasan.
Menjadi tidak mungkin fakta yang sedemikian banyak harus secara keseluruhan
diberitakan. Dengan demikian, sebenarnya yang tampil di media massa adalah
penggalan-penggalan fakta pilihan yang telah dipilih oleh redaksi media massa. Media
harus me- milih, memilah, menonjolkan, menyembunyikan, dan memberikan frame
pemberitaan dari rangkaian peris-tiwa pemilu. Hal yang demikian menjadikan adanya
kemungkinan bias dan kecenderungan pemberitaan pada kepentingan-kepentingan
tertentu. Pembodohan publik terjadi melalui media yang sudah tidak lagi berpihak
kepada warga lantaran harus melindungi ke-pentingan politik tertentu. Dalam kondisi
ini, media sudah kehilangan esensi untuk melakukan kontrol so- sial, apalagi harus
menjadi pilar demokrasi.
Media yang idealnya merupakan perpanjangan demokrasi akhirnya menjadi
ancaman bagi demokra-si. Sementara, tanggung jawab media yang sejatinya berfungsi
sebagai ekspresi keberagaman pendapat beralih rupa menjadi ekspresi keberagaman.
Dalam situasi demikian media sudah tidak dapat lagi seb- agai saluran yang pasif,
netral, dan sekadar menjadi kumpulan medium yang melaporkan informasi. Akantetapi,
media massa telah menjadi arena sosial atau panggung publik yaitu suatu arena dimana
berbagai kelompok berusaha menampilkan definisi situasi ser-ta definisi realitas sosial
menurut versi mereka send- iri. (Nugraha, 1991: viii)
Tiadanya pesan yang jelas tentang misi sebuah kampanye politik, terutama yang
dilakukan melalui media massa, memperkuat dugaan bahwa pelaku poli-tik lebih banyak
menjadikan media sebagai jembatan menuju popularitas. Iklan politik media tak
ubahnya “serangan udara” bahkan propaganda melalui sarana media kepada publik.
Penggunaan media sangatlah penting dalam proses kampanye dan sosialisasi poli- tik
modern, media massa bukan hanya menjadi bagianyang integral dari politik, tetapi juga
memiliki posisi yang sentral dalam politik. Media massa merupakan saluran
komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan menyebarluaskan
informasi, men-jadi forum diskusi publik dan mengartikulasikan tuntutan masyarakat
yang beragam. Semua itu di-karenakan sifat media massa yang dapat menjangkau
khalayak yang begitu jauh, beragam, dan luas terpen-car (Pawito, 2009: 91).
Dengan karakter yang dimilikinya, media men- jadi kekuatan yang bisa
menyatukan dan menggir- ing opini masyarakat kepada salah satu partai poli- tik
peserta pemilu dengan memberikan arah ke manamereka harus berpihak dan prioritas-
prioritas apa yang harus dilakukan. Dengan kemampuannya, me- dia dapat memberi
semangat, menggerakkan peruba- han, dan memobilisasi masyarakat untuk memilih
pada pemilihan umum (pemilu).
Meminjam pendekatan Jurgen Habermas (1989: 171), “Inasmuch as the mass
media today strip awaythe literary husk from the kind of bourgeois self-inter-pretation
and utilize them as marketable forms for the public services provided in a culture of
consumers, theoriginal meaning is reserved”. Media dalam perkem-bangannya lebih
berorientasi kepada pembentukanopini publik dibandingkan dengan mengembangkan
ruang publik bagi terciptanya ruang yang memung- kinkan perdebatan atau pertukaran
ide antara anggotamasyarakat. Situasi tersebut diperparah ketika mediajuga menjadi
agen yang memanipulasi opini publik, dan mengoordinasikan publik menjadi pemirsa
dan konsumen yang pasif.
Jika meminjam pendekatan ini, iklan atau kam- panye politik yang banyak
mengekspos citra tanpa disertai bobot visi, misi, dan program, telah meming-girkan hak
publik. Iklan politik melalui media han- ya sekadar ditujukan untuk meningkatkan citra
dan performa partai politik, bisa dikatakan ruang publik melalui media telah direbut
dan dikuasai para pelaku politik. Publik yang berharap mendapatkan lebih darisekadar
nama-nama partai dan simbol-simbol politik harus rela menikmati “serangan udara”
yang mendo- minasi dan kurang bermakna bagi pendidikan politik. Harus dihindari,
terjadinya kooptasi terhadap ruang publik oleh kepentingan ekonomi politik elite poli-
tik.
Ada sejumlah kekhawatiran bahwa pengaruhmedia massa sangat kecil dalam
mengubah sikap danperilaku pemilih dalam setiap pemilihan umum. Paraanalis melihat
media massa hanya mampu dalam tata-ran memperkokoh sikap dan perilaku yang telah
ada, bukan mempengaruhi untuk mengubah sikap dan perilaku tersebut. Namun,
pandangan ini agak berbe-da dengan pendapat Dan Nimmo dan Robert L.Savage(dalam
Cangara, 2009: 412) yang mengatakan bahwa“there is a close relationship between
candidate im- age and voting behavior.” Di sini dapat dilihat bahwaperan media massa
dalam kampanye adalah dapat membuat perbedaan terutama bagi orang-orang yang
bersikap independen dan belum punya pilihan, yang dapat merubah sikap dan
perilakunya setelah melihatcitra partai politik melalui media.
Peran media massa adalah menyampaikan in- formasi kepada publik
berdasarkan peristiwa dan pendapat dalam masyarakat. Media massa menyusunrealitas
dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi wacana yang memiliki kekuatan
mengkam- panyekan berbagai fenomena, termasuk kampanyepolitik. Media bukanlah
ruang hampa sehingga un- tuk mengharapkan kerja jurnalisme dalam praktiknyasesuai
dengan elemen jurnalisme pada kenyataannya menghadapi kompleksitas tertentu. Pada
satu sisi media membentuk realitas politik, tetapi bersamaan dengan itu di sisi lain,
realitas politik-lah yang mem- pengaruhi media. Hal yang sama terjadi pada bidang
ekonomi, sosial, dan budaya. Proses ini disebut Gross- ber (1998: 7), sebagai
mediamaking. Terminologi me-diamaking menyiratkan bahwa ketika media dibentuk
pada saat yang bersamaan media membentuk sesuatuyang lain.
Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang ha-rus ditempuh oleh Nasdem agar
tetap survive dalam kancah politik nasional, apalagi partai ini adalah par-tai politik
yang terbilang baru, diantaranya adalah; Pertama, sejauh mana partai baru terutama
Nasdem melakukan konsolidasi internal untuk antisipasi po- tensi hengkang atau
keluarnya pengurus dan kader. Menjelang 2014 ini mau tidak mau bertarung dalam
konstelasi politik. Hal ini tergantung kemampuan Nasdem melakukan konsolidasi
internal dalam par tai. Kemampuan elite Nasdem untuk menyatukan ke-lompok dan
kepentingan di internal Nasdem menjadiujian terdekat, sukses atau tidak.
Kedua, ini konsolidasi organisasi atau institusi dalam rangka menjadikan partai
modern dan demokra-tis. Jadi jangan ada ketergantungan pada sosok figur dan sejauh
mana menerapkan prinsip merit sistem di rekrutmen. Ketiga, sejauh mana melakukan
konsoli- dasi ideologi dalam transformasi gagasan ‘restorasi Indonesia’ jadi gagasan
partai. Karena belum punya basis massa, maka harus diintensifkan konsolidasi
ideologinya agar platform mutlak diterima oleh ma- syarakat. Keempat, konsolidasi
elektroral, di mana kemampuan Nasdem harus melakukan konsolidasi elektoral di
pemilu untuk memenuhi parliamentary threshold (PT) di pemilu 2014.
Namun yang perlu diingat bahwa banyak poli- tikus, caleg, atau ketua partai
politik yang mengejar popularitas lewat iklan politik, namun realitas di la- pangan
menunjukkan sebaliknya. Mereka yang kasat- mata popular di hadapan publik calon
pemilih, tapi kenyataannya menunjukkan bahwa aspek elektabili- tas mereka rendah.
Dengan demikian, meskipun pop-ularitas caleg yang didongkrak lewat guyuran iklan
politik, tapi faktanya tidak dengan serta merta dipilihrakyat. Caleg atau calon pemimpin
bangsa tidak cu- kup bermodalkan popularitas. Mereka harus memiliki pengalaman
lapangan yang sudah teruji ruang dan waktu. Rakyat pun perlu diyakinkan dengan
peng- abdian tulus lewat sebuah karya nyata yang konkret. (Tinurbuko, 2009: 37)
Secara empiris pemilih Indonesia cenderung se-makin rasional. Ini ditandai oleh
semakin sedikitnya warga yang merasa bahwa ikut pemilu merupakan ke- wajiban
seorang warga Negara yang baik (civic duty). Kalaupun sekarang mayoritas pemilih
masih ikut me-milih dalam pemilu ataupun pilpres, kecenderungan-nya menurun, dan
penurunan ini terjadi terutama di kalangan pemilih lebih muda, tinggal di perkotaan,
berpendidikan lebih baik, dan terekspos pada media massa. (Mujani, Liddle, dan
Ambardi, 2011: 453)

Media Massa Sebagai Alat Demokrasi

Kemerdekaan menyatakan pendapat, menyampaiakan, dan memperoleh


informasi bersumber dari kedaulatan rakyat dan merupakan hak asasi manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis yang
dilaksanakan secara bertanggungjawab.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah menjadi kebutuhan
bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Teknologi komunikasi dan informasi dapat menjadi wadah
bagi masyarakat untuk kontrol sosial dan bagi negara dalam hal ini pemerintah untuk
alat sosialisasi kebijakan.
Media massa sebagai salah satu bagian dari teknologi komunikasi dan informasi
menjadi sebuah wadah kontrol rakyat terhadap pemerintah, dimana ada ruang yang
tidak mampu dijangkau oleh rakyat. Oleh sebab itu maka, media massa menjadi
jembatann penghubung bagi hambatan tersebut.
Dengan adanya daya jangkau masyarakat terhadap area tertutup di
pemerintahan melalui media massa, maka akan tercipta sistem kontrol yang baik dari
rakyat yang merupakan hakikat dari demokrasi. Media merupakan sarana yang
dipergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan kepada
komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya atau kedua-
duanya.
Media komunikasi merupakan sarana yang memungkinkan tersampaikannya
suatu pesan. Media massa adalah sarana yang mentransmisikan pesan-pesan yang
identik kepada sejumlah besar orang yang secara fisik berpencar.
Dalam konteks berdemokrasi, media massa mempunyai peranan yang penting.
Pemerintahan yang transparan, akuntabel, professional, bebas kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) meruapakan fondasi dasar untuk membangun kepercayaan publik
kepada pemerintah. Karena paradigm penyelenggaraan pemerintahan baru
mensyaratkan adanya perubahan dalam mekanisme komunikasi pemerintah yang
semula kurang responsive dan akomodatif kepada rakyat menjadi lebih terbuka,
produktif, efektif, dan efisien. Artinya pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi
budgeter tetapi juga regulerent yakni melindungi, melayani dan memberdayakan
masyarakat.
Media massa tidak saja menjadi sarana informasi dan komunikasi pemerintah
pada masyarakat tetapi lebih daripada itu, yaitu sebagai sarana check and balance bagi
pemerintah. Tidak saja pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah terlebih dengan
terbukanya kran otonomi daerah, media massa di daerah-daerah berkembang pesat.
Tidak hanya sebagai kontrol tapi juga sebagai wadah sosialisasi pemerintah. Oleh
karena itu, keberadaan media massa saat ini tidak lagi menjadi lebih penting bahkan
ada yang mengatakan bahwa media massa sebagai pilar utama dalam kehidupan
demokrasi.
Kehidupan demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu
demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu
budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu kerangka pikir dan rancangan
sosial. Bentuk konkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai
pandangan hidup dalam seluk beluk kehidupan bernegara baik oleh rakyat maupun
pemerintah.
Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tata kehidupan sosial dan sistem politik
sangat bergantung kepada tegaknya unsur penopang demokrasi itu sendiri. Unsur-unsur
yang dapat menopang tegaknya demokrasi antara lain :
1) Negara Hukum
2) Masyarakat Madani
3) Infrastruktur politik
4) Pers yang bebas dan bertanggungjawab
Media massa merupakan institusi yang penting dalam penegakan demokrasi,
karena kemungkinannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari sosial kontrol yang
dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah. Hal tersebut
pada akhirnya akan mengarah pada adanya independensi media massa serta mampu
menyajikan berita secara objektif dan transparan.
Media massa harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi
atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis termasuk menjamin kebebasan
berekspresi dengan bertumpu pada asas keadilan, demokrasi, dan supremasi hukum.
Media massa harus harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan
menyeimbangkan antara hak dan kewajiban rakyat ataupun pemerintah termasuk hak
asasi setiap orang dengan mengerti dan tidak mengganggu hak orang lain serta mampu
memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Media Sebagai Alat Pembentuk Citra

Media, saat ini kita sebagai mahluk yang hidup dimuka bumi ini tidak asing lagi
dengan keberadan sebuah media, sebuah alat yang digunakan untuk menyampaikan
sebuah pesan ataupun informasi ke khalayak banyak untuk tujuan tertentu. Media itu
sendiri terbagi menjadi beberapa macam, media elektronik, media cetak, dan new
media. Media eletronik itu sendiri mencakup seperti radio, televisi. Sedangkan media
cetak mencakup seperti tabloid, majalah, koran. Untuk new media itu sendiri seperti
pengunaan internet sebagai alat untuk mencari informasi yang kita gunkana sampai
saat ini.
Penggunan media sangatlah penting, sebab untuk memperoleh sebuah informasi
sangat perlu kita menggunakan media tersebut. Saat ini sebagian besar orang sudahlah
beralih mengunkan new media sebagai salah satu alat untuk mendaptakan informasi
dikarenakan akses yang mudah dan cepat, akan tetapi beberapa orang tersebut
tidaklah meninggalkan media utama yang digunakan sebelumya yaitu televisi, media
utama yang digunakan sebagian orang hingga saat ini.
Dalam sebuah media, citra ataupun nama baik seorang individual maupun kelompok
bisa berubah begitu saja sesuai dengan tujuan tertentu. Pembentukan citra melalui
media bisa berguna untuk memperbaiki citra sesorang maupun suatu kelompok dari
citra yang jelek sekalipun menjadi baik dan bisa juga mengubah citra yang baik
menjadi buruk sekalipun, dan juga merubah citra baik menjadi tambah baik dan buruk
menjadi lebih buruk. Proses perubahan citra sesorang tidak bisa berlangsung begitu
saja, perlu sekiranya proses-proses hingga bisa merubah pola pikir masyarakat tentang
hal tersebut.
Media sebagai sarana pembentuk citra, bagi sebagian orang media adalah hal yang
sangat penting dikarenakan dengan sebuah media akan mengakat citra/ nama baik
orang tersebut. Penggunaan media itu sendiri didasari oleh kepentingan bagi setiap
individu maupun kelompok sesuai dengan kepentingan masing-masing, banyak sekali
saat ini pihak-pihak yang menggunkan media penyiaran sebagai sarana mengangkat
nama baik ataupun citra seseorang, tentu mereka memiliki tujuan tertentu. Menurut
Buchari Alma (2008 : 55) memberikan definisi atau pengertian citra sebagai impresi,
perasaan atau konsepsi yang ada pada public mengenai perusahaan, mengenai suatu
obyek, orang maupun lembaga.
Seperti contoh kasus sebuah acara televisi 86 yang ditayangkan oleh NET TV, pada
tayangan tersebut salah satu instansi pemerintah yaitu Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan sedemikian mungkin mencoba merubah citrra ataupun nama baik
instansi tersebut, dalam hal ini instansi terkait tidaklah mudah untuk mengubah pola
pikir masyarakat, yang dimana sebagian masyarakat Indonesia berpandangan bahwa
kinerja Kepolisian Negara ini sedikit buruk seperti sering terjadinya pungutan liar,
mencari kesalahan seseorang demi keuntungan perseorangan. Akan tetapi semenjak
dibuatnya tayangan televisi 86 tersebut yang dikemas oleh stasiun televisi NET
tersebut membuat citra instansi Kepolisian sedikit membaik daripada sebelumya, pada
hal ini kepolisian dan stasiun televisi yang terkait berupaya sebagaimana mungkin
untuk mengubah sudut pandang masyarakat mengenai Polri menjadi lebih baik dan
tidak seburuk yang dibayangkan oleh mereka.
Dalam mengubah citra ataupun nama baik instani Polri ini, Polri tidak hanya
menggunkan media masa, akan tetapi mereka pun kerap melakukan sosialisi dengan
masyrakat. Menurut saya semenjak acara ini ditayangkan terhitung sejak 2 Agustus
2014 hingga sekarang ini banyak sekali masyarakat yang sudah bisa mengubah sudut
pandang polisi yang dulunya mungkin mereka berpikiran polisi = uang akan tetapi
tidaklah dengan sekarang, masyarakat saat ini pun sudah menegrti bagaimana kinerja
polisi yang sesungghunya.
Saya rasa dalam hal ini Polri pun sudah berusah mengubah sudut pandang masyrakat
tantang instansi tersebut. Dalam hal ini kedua belah pihak yaitu stasiun televisi NET
dan instansi terkait Kepolisian Negara Indoesia bagaikan simbiosis mutulaisme,
dimana kedua belah pihak ini saling menguntungkan, yang satu membutuhkan
berita dan yang satu membutuhkan sebuah citra.
Membentuk sebuah citra tidak hanya terjadi pada sebuah perusahan ataupun
kelompok, membentuk sebuah citra pun juga bisa terjadi pada seorang individual
untuk tujuan tertentu, hal ini sangat sering terjadi dan sering kita jumpai disaat
menjelang pemilu, banyak sekali pasangan calon yang berupaya mempromosikan
dirinya demi merubah pola pikir masyarakat bahwa dia adalah sosok pemimpin yang
baik, tujuan mereka adalah ingin memotivasi ataupun memberi sebuah dorongan
untuk memilh pasangan calon tersebut.
Hal ini terdapat dua sisi yaitu pencitraan positif yang tujuannya untuk mengangkat
elektabilits pasangan calon berserta partai pengusungnya, maupun pencitraan negatif
untuk menjatuhkan lawannya. Seperti yang terjadi pada pesta demokrasi yang terjadi
lima tahunan ini yang berlangsung dari tingakt kabupaten/kota hingga provisi.
Dimana setiap partai politik berusaha menampilkan pasangan calon terbaiknya demi
meyakinkan masyarakat bahwa paslon meraka lah yang paling tepat untuk menata
kota tersebut.
Uraian diatas merupakan bentuk sebuah pembentukan citra untuk kepentingan
sesesorang maupun kelompok, sebuah media memiliki peran untuk mengubah citra
sesorang entah itu menjadi lebih baik maupun buruk. Dari uraian yang telah saya
tulis, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada era modern ini media telah mengambil
peran dalam pembentukan citra bagi setiap individu maupun kelompok. Media
menjadi sarana sebagai penyampai informasi mengenai citra setiap individu maupun
kelompok.
Pada masa sekarang ini masyarakat lebih bersifat konsumtif terhadap berita yang
disajikan oleh para media massa baik dalam bentuk tertulis maupun televisi. Sebagian
banyak masyarakat akan mempercayai berita maupun informasi yang disampaikan
oleh media penyampai informasi, maka dari itu citra yang akan terebentuk dari setiap
individual atau kelompok sangat bergantung pada media.
Apabila media menyajikan informasi yang positif maka akan terbentuk citra yang
baik dan masyarakat pun memandang baik, namun sebaliknya apabila media
menyampaikan informasi yang negatif makan terbentuklah citra yang buruk dan
terjadilah pandagan buruk masyarakat terhadap satu indvidu atau kelompk. Karena
masyarakat di Indonesia sifatnya cenderung kurang menyaring informasi yang mereka
peroleh, maka media kini sebaiknya lebih berperan lebih baik dalam hal ini
menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai baik buruknya satu individu atau
kelompok sesuai dengan fakta yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

http://politik.news.viva.co.id/news/read/295239-iklan-tv-ikut-kerek-elektabilitas
nasdem

https://hasyimsoska.blogspot.com/2013/10/media-massa-sebagai-
pilardemokrasi.html

Buchari Alma. 2008. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai