Anda di halaman 1dari 7

Nama: Muhammad Farhan Pratama

NIM: 11211120000081

Partai dan Media

Media massa merupakan bagian dari saluran komunikasi yang dapat menjangkau semua
khalayak luas dan dapat mempengaruhi dari wacana yang berada di publik. Menurut Cangara,
komunikasi massa adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber
kepada masyarakat (menerima) melalui alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film,
radio dan televisi. Sedangkan menurut Rakhmat, komunikasi massa merupakan faktor
lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui konvensi klasik, konvensi terbuka atau
peniruan (pembelajaran sosial). Menurut dari Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim,
membahas tentang dalam pemahaman kedaulatan rakyat yang merupakan dapat menjadi
pemilik dan pamegang kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara yaitu rakyat.
(Asshiddiqie 2006:68)
Di sini, peran pers, baik massa maupun masyarakat, memiliki peran besar dalam
menyampaikan informasi politik kepada publik. Yang dimaksud dengan media massa adalah
segala sesuatu yang meliputi surat kabar, majalah, program radio, program televisi, dan
media sosial atau dunia maya yang didukung oleh teknologi internet, yang kesemuanya
merupakan bagian dari media massa modern. Fungsi komunikasi massa adalah
menyampaikan segala bentuk informasi, nilai, gagasan atau sikap kepada publik dalam
berbagai bentuk dengan menggunakan media massa. Media dan partai politik merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, media akan membawa berita dan informasi tentang
partai, pemerintah dan negara dimana semua informasi yang diperlukan tersedia untuk
publik. (Hikmat, 2011:23)
Eksistensi media ditopang oleh tumbuhnya kapitalisme monolitik melalui berbagai
struktur kontrol, dan kapital dalam industri media berkembang begitu pesat sehingga setiap
ekspresi kebebasan media tidak lagi dapat dilihat sebagai peristiwa yang menyiratkan atau
mewakili masyarakat. kenyataan, tetapi lebih dari itu. Dalam beberapa dinamika, media di
Indonesia (khususnya televisi) bukan hanya sekedar lembaga ekonomi dengan fungsi alamiah
untuk mencari berbagai kepentingan. Beberapa media di Indonesia saat ini bahkan cenderung
dijadikan kendaraan politik oleh para pemilik partai politik. Akibatnya, kualitas demokrasi
publik tidak seperti yang diharapkan, karena pers menghasilkan opini yang dibuat untuk
kepentingan pemiliknya. Perilaku komunikasi menjadi ambigu, tidak konsisten, munafik, dan
berpihak.

Di satu sisi, media hadir sebagai alternatif sumber informasi bagi publik, namun di sisi
lain media memanipulasi atau menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan
pragmatisnya sendiri. Pragmatisme di balik bisnis media didorong oleh keinginan untuk
meraup untung besar dalam waktu singkat. Selanjutnya, pemilik media yang berpartisipasi
dalam politik praktis sebagai pengurus partai didorong untuk menggunakan media mereka
sebagai mesin pembentuk opini. (Syahputra, 2013:14). Dalam membentuk opini publik,
peran televisi adalah yang paling penting, baik secara sosial maupun politik. Televisi
memiliki hak untuk melakukan kontrol negara dan juga hak untuk membela kepentingan
publik. Televisi juga harus mampu menyiarkan program-program yang memberikan
informasi seobjektif dan sejujur mungkin. Tujuan dari program penjangkauan ini adalah
untuk membantu orang membuat pilihan di arena demokrasi. Semakin banyak informasi
yang dimiliki televisi, semakin banyak pilihan yang dimiliki orang. Dilarang keras bagi
media untuk memanipulasi, memalsukan, dan menyembunyikan informasi yang jujur dari
publik. Media yang dimiliki oleh para elit politik akan dengan mudah menyampaikan pesan
politik yang ingin mereka sampaikan. Media massa yang efektif dalam menyampaikan
pesan politik telah menjadi arena baru pertarungan politik. menggunakan media mereka
untuk mengomunikasikan kepentingan mereka dan seolah-olah menutupi kekhawatiran
publik. (Syahputra, 2013:6-8).

Liputan media massa memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat. Efek
langsungnya adalah bagaimana media dapat mempengaruhi pembentukan sikap politik dan
pola perilaku yang berkembang di masyarakat. Menggunakan urusan saat ini sebagai
contoh konkret memperkuat teori agenda-setting untuk mempengaruhi pendapat orang.
Liputan media untuk membentuk opini tentang isu atau peristiwa politik sambil
mempertimbangkan apa yang benar dan apa yang salah menjadi semakin kabur. Di sisi lain,
teori budaya menyatakan bahwa individu yang paling banyak terpapar televisi cenderung
memiliki pandangan atau penilaian tentang realitas yang serupa dengan yang disajikan di
televisi. Meningkatkan citra publik subjek. (Parwito, 2009:126)

Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, media menjadi alat utama
dalam dunia politik, sehingga media memiliki peran penting antara pemerintah dan
masyarakat. Perannya adalah: (Simartama,2014:96)

 Media dapat memilih berita mana yang akan diliput dan dijadikan headline, dan
berita mana yang akan diambil melemparkan.

 Media membentuk sebuah cerita ketika mereka ingin mempengaruhi wacana


publik.

 Media adalah agen sosialisasi yang mempengaruhi cara orang berpikir dan
bertindak.
 Media terkadang seolah-olah menggantikan partai politik dalam menginformasikan
dan memobilisasi warga.

 Media sering dipandang sebagai alternatif dari fungsi legislatif sebagai ruang
refleksi

 politik yang mendalam.

Menurut Matchesney, keuntungannya adalah soal sistem media dan demokratisasi di era
neoliberalisme global, yang berarti dua hal. Pertama, institusi media jauh lebih
mementingkan kepentingan ekonomi atau komersialisasi daripada kepentingan politik.
Kedua, untuk memaksimalkan keuntungan komersial, sistem media tidak secara langsung
mendukung jenis pendidikan moral dan politik yang harus dimasukkan ke dalam sistem
media. (Subiakto dan Ida, 2015:193-194). Sementara itu, Assegaff menjelaskan bahwa
media biasanya memiliki tiga fungsi utama: memberikan informasi, memberikan hiburan,
dan melakukan kontrol. Selanjutnya menurut Asegaf, dari ketiga fungsi tersebut, fungsi
kontrol sosial (social control) adalah yang paling penting. Karena pers pada dasarnya
dianggap sebagai properti keempat. Dalam memainkan peran ini, media juga berinteraksi
dengan institusi politik lainnya.

Selain pers memiliki fungsi politik, pers di sisi lain memiliki kekuasaan. Kekuasaan
dibagi menjadi tiga hal, yaitu: (Parwito, 2009:104)

a) menyusun dan mendekonstruksi realitas untuk menciptakan citra dan persepsi


tertentu dalam masyarakat.

b) Ringkas dan tentukan minat atau kebutuhan.

c) produksi dan reproduksi identitas budaya

Banyaknya politisi berasal dari pemilik media yang menciptakan kepentingannya sendiri
untuk kelompoknya dengan membangun citranya di mata masyarakat luas. Iklan merupakan
strategi kampanye yang sering digunakan oleh para politisi untuk membangun citra publik.
Politisi yang memiliki media memanfaatkan ini karena mereka dapat beriklan kapan saja.
Menampilkan iklan dapat dilakukan kapan saja dengan frekuensi yang cukup stabil dan tanpa
batasan apapun. Dijelaskan bahwa ada kampanye hitam yang sengaja dilakukan dengan
melibatkan media massa, terkadang media tahu itu pelanggaran tetapi mereka enggan
melaporkan perbedaan tersebut karena menyangkut kepentingan politik mereka. (Subiakto
dan Ida, 2015: 174).
Misalnya dalam kasus Bank Century. Insiden tersebut mendapat perhatian publik setelah
diberitakan oleh media. Departemen Perbankan Century mulai menjadi berita utama ketika
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam pencairan dana talangan
senilai Rp6,7 triliun setelah melakukan audit terhadap Perusahaan Penjamin Simpanan
Saham (LPS). Pertarungan politik juga terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR-RI) terkait kasus Bank Century antara partai politik pendukung
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY-Boediono) atau partai
koalisi. partai-partai oposisi. Sebagai bagian dari perdebatan Bank of the Century melalui
pemberitaan media massa tentang politisi dari dua kelompok yang berlawanan, partai politik
pro-pemerintah (koalisi koalisi) versus partai politik dominan, berebut akses media untuk
mengkonstruksi wacana kelompok dominan. Jika berbicara tentang sistem pers otoriter, dapat
disimpulkan bahwa kelompok dominan adalah partai politik yang mendukung pemerintah.
Dalam sistem pers ini, pemerintah (negara) dapat mengontrol dan mengintervensi pers, tetapi
dalam sistem pers bebas, negara tidak dapat mengontrol dan mencampuri pers, sehingga
dalam pemberitaannya, jurnalistik (media) sangat bergantung pada berbagai media.
preferensi. (Budianto, 2019:2-3)

Komunikasi Pemasaran Politik


Pemasaran politik dilakukan dengan tujuan untuk membangun citra partai dan aktor
politiknya agar lebih dikenal masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan
agenda atau dengan mengangkat isu-isu politik sejalan dengan aspirasi yang dapat menarik
pendukung. Menurut Firmanzah, dengan menerapkan konsep pemasaran politik, ada pesan
yang ingin disampaikan, yaitu: Pertama, jadikan pemilu sebagai subjek, bukan objek. Kedua,
menjadikan persoalan atau persoalan pelik masyarakat sebagai agenda yang harus
diselesaikan selama masa jabatannya. Ketiga, menyediakan alat sebagai sarana menjaga
hubungan aktor atau kedekatan dengan masyarakat (pemilih) untuk membangun rasa percaya
akan menghasilkan suara.
Komunikasi sebagai ilmu memiliki sejumlah fungsi yang dapat digunakan manusia untuk
melakukan aktivitas sosial atau memenuhi kebutuhannya. Dia ditakdirkan. Pertama,
memberikan informasi. Kedua, menghibur. Ketiga, pendidikan. Keempat, pembentukan opini
publik (Susan 1999: 59). Sumber dari semua peristiwa yang berada dalam komunikasi yang
berkaitan dengan sumber sebagai penanggung jawab atau pencipta atau mungkin juga
pengirim informasi. Dalam komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat, sumbernya
dapat berupa satu orang saja, tetapi dapat juga mencakup kelompok-kelompok, misalnya
partai, organisasi sosial, lembaga atau negara (Deddy 2007:18).

Kekuatan komunikasi massa (pemasaran) untuk mempengaruhi persepsi publik


Ada banyak bentuk komunikasi massa yang dapat digunakan dalam pemasaran politik,
seperti: surat kabar cetak, majalah, surat kabar, tabloid, buku; barang elektronik, media
elektronik, seperti film, radio, televisi, komputer, internet, baliho, brosur, logo, rompi, kaos,
anggota himpunan alumni, ormas, bakti sosial dan lain-lain. Kita dapat berasumsi bahwa
semua proses politik dapat dilakukan melalui komunikasi massa. Oleh karena itu, media
massa memegang peranan yang sangat penting dalam siklus politik, apalagi ketika memasuki
masa pemilu, pers tidak hanya mempublikasikan pemberitaan yang relevan, tetapi juga
kampanye.perilaku pasangan calon. , debat dan jajak pendapat kandidat.
Namun, peran media massa sangatlah kompleks, terutama dalam pemilu, di mana
kampanye dipimpin oleh aktor politik dan partai, namun bukan berarti tidak mungkin jika
kita meninjau studi yang ada. Dalam hal ini, Ralph Negrine melihat bahwa peran media
massa selama kampanye pemilu dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, segala sesuatu
yang disajikan media massa, baik berupa liputan berita, talk show, maupun iklan, dapat
mempengaruhi persepsi dan pilihan masyarakat. Kedua, kerja jurnalis, khususnya di
(membanjiri publik dengan liputan kampanye massal) dapat mempengaruhi sifat kampanye
yang sedang berlangsung (Négrine: 1989).
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta: Sekertariat Jendral

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.

Budianto, Heri. Kontestasi Politik Dalam Ruang Media “Perspektif Critical Discourse

Analysis”. Jakarta: Prenadamedia Group, 2019.

Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era

Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Hikmat, Mahi M. Jurnalistik: Literally Journalism. Jakarta: Prenamedia Group, 2011.

Parwito. Komunikasi Politik:Media Massa dan Kampanye Pemilihan. Yogyakarta:

Jalasutra, 2009.

Simartama, Salvatore. Media dan Politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Utama, 2014.

Subiakto, Henry dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta:

Kencana, 2015.

Sumarno. Dimensi-Dimesi Komunikasi Politik. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989.

Syahputra, Iswandi. Rezim Media “Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan Infotainment


dalam Industri Televisi”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013.
Danial, A. 2009. Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru.
Yogyakarta: LKIS.

Negrine, R. 1989. Politics and the Mass Media in Britain. London: Routledge.

Anda mungkin juga menyukai