Anda di halaman 1dari 3

LINUS SANDI SATYA

PRODI KOMUNIKASI/043310298

PERTANYAAN
1. Jelaskan tentang kaitan teori Montequieu tentang pemisahan kekuasaan dengan terciptanya
komunikasi politik!

2. Jelaskan fungsi hype making pada media massa dan bagaimana tujuan komunikasi politik dengan
adanya hype making!

3. Kemukakan gambaran sistem pers pada sistem komunikasi politik tanggung jawab sosial! berikan
contoh fenomena yang terjadi pada negara yang menganut sistem komunikasi politik tanggung
jawab sosial tersebut!

JAWAB:
1. Pemisahan kekuasaan, teori yang dikemukakan oleh Montequieu dengan pembagiaanya berupa
Trias Politica adalah bertujuan bahwa pembagian kekuasaan tersebut sebagai upaya untuk
menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan pada satu pihak atau satu lembaga saja. Kekuasaan
yang berpusat pada satu tangan maka akan menjadikan pemerintah otoriter. Maka dari itu,
pembagian kekuasaan adalah sebuah prinsip di mana kekuasaan negara sebaiknya tidak diserahkan
kepada orang atau satu badan saja. Montesquieu membagi kekuasaan negara ke dalam tiga bagian,
yaitu:

- Kekuasaan Eksekutif yang merupakan kekuasaan negara yang melaksanakan atau menjalankan
undang-undang. Kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang raja atau presiden beserta kabinetnya.
Kekuasaan eksekutif juga memiliki kewenangan diplomatik, yudikatif, administratif, legislatif, dan
militer. Di Indonesia, lembaga eksekutif dipimpin oleh presiden dan wakil presiden. Lembaga eksekutif
di Indonesia diduduki jabatan politis yaitu presiden, wakil presiden, dan para menteri. Selain jabatan
politis, lembaga eksekutif juga terdiri atas aparat birokrasi pemerintahan yang membantu
mengimplementasikan kebijakan yang ditetapkan oleh presiden.

- Kekuasaan legislatif yang merupakan kekuasaan negara yang bertugas membuat peraturan dan
undang-undang. lembaga legislatif dibuat untuk mencegah kesewenang-wenangan raja atau presiden.
Kekuasaan legislatif adalah wakil dari rakyat, yang diberi kekuasaan untuk membuat undang-undang
dan menetapkannya. Kekuasaan legislatif memiliki hak untuk meminta keterangan terkait kebijakan
kepada lembaga lain. Selain hak meminta keterangan, kekuasaan legislatif juga memiliki hak mosi
tidak percaya. Hak ini berpotensi untuk menjatuhkan kekuasaan eksekutif. Pelaksana fungsi
kekuasaan legislatif di Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, Dewan Perwakilan
Daerah atau DPD, Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR, dan Badan Pemeriksa Keuangan atau
BPK.

- Kekuasaan yudikatif yang merupakan kekuasaan negara yang mengawasi pelaksanaan peraturan
perundang-undangan dan memiliki kekuasaan kehakiman. Kekuasaan yudikatif dibentuk sebagai alat
penegak hukum, penguji material, penyelesaian perselisihan, serta mengesahkan atau membatalkan
peraturan yang bertentangan dengan dasar negara. Di Indonesia, kekuasaan yudikatif dijalankan oleh
dua lembaga negara yaitu Mahkamah Konstitusi atau MK dan Mahkamah Agung atau MA. Selain itu,
terdapat Komisi Yudisial atau KY yang memiliki kewenangan mengusulkan calon hakim agung, tetapi
kedudukan KY adalah sebagai lembaga pelengkap karena KY bersifat mandiri atau lembaga
independen.

Kaitannya dengan terciptanya suatu komunikasi politik dalam hal ini adalah kegiatan komunikasi yang
melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan,
pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan,
komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi
LINUS SANDI SATYA
PRODI KOMUNIKASI/043310298

antara "yang memerintah" dan "yang diperintah". Melalui pembagian kekuasaan yang dikemukakan
oleh Montesquieu yang juga diterapkan oleh negara kita Indonesia, kita dapat melihat bahwa banyak
pro dan kontra dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan dari oleh masing-masing bagian yaitu
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Misalnya, Ketika DPR yang merupakan bagian dari legislatif
membentuk suatu peraturan perundang-undangan, presiden dari bagian eksekutif berdasarkan
pandangannya menekan DPR untuk terus mengkaji serta mempertimbangkan segala hal, sementara
DPR juga terus berusaha sesuai yang diharapkan bersama. Menurut Gabriel Almond (1960):
komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. Komunikasi
politik terdiri dari berbagai unsur, antara lain:

a) Komunikator Politik
Komunikator politik adalah mereka yang dapat memberi informasi tentang hal-hal yang
mengandung makna mengenai politik. misalnya presiden, menteri, anggota DPR, politisi, dan
kelompok-kelompok penekan dalam masyarakat yang bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan.
b) Pesan Politik
Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik
secara verbal maupun nonverbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun
tidak disadari yang isinya mengandung politik. Misalnya pidato politik, pernyataan politik, buku,
brosur dan berita surat kabar mengenai politik, dll.
c) Saluran atau Media Politik
Saluran atau media politik ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikator dalam
menyampaikan pesan-pesan politiknya. Misalnya media cetak, media elektronik, media online,
sosialisasi, komunikasi kelompok yang dilakukan partai, organisasi masyarakat, dsb.
d) Sasaran atau Target Politik
Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk
pemberian suara kepada partai atau kandidat dalam Pemilihan Umum. Mereka adalah pengusaha,
pegawai negeri, buruh, pemuda, perempuan, mahasiswa, dan semacamnya.
e) Pengaruh atau efek Komunikasi Politik
Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem
pemerintahan dan partai-partai politik, keaktifan masyarakat dalam partisipasi politik, dimana
nantinya akan berdampak pada pemberian suara dalam Pemilihan Umum.

Sumber:
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/11/01000031/teori-pembagian-kekuasaan-menurut-
montesquieu
https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_politik

2. Hype making sendiri dibuat untuk pembetukan keriuhan massa yang menggunakan pendekatan
publisitas. Hype making memiliki tujuan untuk menciptkan brand image atau citra yang baik dari
seorang politisi. Fenomena ini melibatkan seperti politisi lain yang diposisikan sebagai penampil, spin
industry, pekerja media seoerti jurnalis, presenter, dan peneliti dan audiens. Sejumlah pemain
tersebut berupaya memaksimalkan pemanfaatan media sebagai sarana mekanisme kontrol
kepentingan masing-masing. Contoh adanya hype making ini adalah seperti menjelang pemilu 2024,
tentu tidak dapat dipungkiri lagi bahwa fenomena ini akan terjadi karena sebagai wadah bagi pelaku
politisi dalam sebagai wadah mempresentasikan sisi terbaiknya dalam memberikan program-program
terbaik yang adakn diberikan kepada masyarakat. Kesadaran akan peran media yang sangat penting
dalam konteks komunikasi politik dan pencapaian tujuan politik. Melihat bahwa sebagian besar
masyarakat Indonesia sudah mulai terbuka dan tidak dapat terlepas dengan media baru, hal ini
LINUS SANDI SATYA
PRODI KOMUNIKASI/043310298

menjadi kesempatan para pelaku politisi dengan mengoptimalkan sebaik mungkin segala sarana
dalam berkampanye untuk menciptakan citra yang baik.

Sumber:

http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/11337/2/E11116308_skripsi_05-11-2021%20Bab%201-2.pdf

3. Sistem ini beranggapan bahwa pada hakikatnya manusia memiliki rasa sosial yang tinggi sehingga
moralitas dalam pandangan teori tanggung jawab sosial tampaknya lebih relatif. Moralitas bukanlah
kewajiban pada diri sendiri, namun sebagai makhluk sosial ia mempunyai kewajiban kepada
sesamanya, khususnya kepentingan-kepentingan masyarakat. Salah satu contoh fenomena yang
terjadi pada negara yang menganut sistem komunikasi politik tanggung jawab sosial tersebut adalah
sebagai bentuk kepedulian kepada negara. Dalam kegiatan komunikasi politik, pers merupakan salah
satu media yang digunakan. Negara Indonesia merupakan negara yang menerapkan sistem pers
tanggung jawab sosial. Hal ini bisa dilihat dari penerapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers. Undang-undang tersebut memberikan kewangan pada masyarakat untuk mengontrol
kinerja pers. Contohnya adalah melalui program berita yang diproduksi, TVRI berupaya menyajikan
informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui berita yang akurat, berimbang, dan dapat
dipercaya. Semua itu sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat dan dalam statusnya sebagai
lembaga penyiaran publik. Namun, ada beberapa hal yang cukup menyita perhatian, yaitu peristiwa
yang terjadi di tahun 2013 silam tepatnya di bulan November, KPI menemukan pelanggaran yang
dilakukan oleh TVRI dan sanksi yang diberikan oleh KPI berupa teguran tertulis kepada TVRI karena
telah menyiarkan konvensi Partai Demokrat pada Ahad lalu. Menurut penuturan Rahmat Arifin, selaku
Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI, Jumat, 20 September 2013 “TVRI terbukti telah melanggar
asas netralitas dan independensi,” (www.tempo.com). Hal ini menjadi perhatian karena TVRI sebagai
LPP dalam setiap pemberitaanya harus mengacu pada undang-undang penyiaran. Di poin tersebut
mengharuskan TVRI harus bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan
layanan untuk kepentingan masyarakat. Artinya, setiap pemberitaan yang dikeluarkan oleh pers harus
bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat serta pers harus bisa menghormati hak asasi yang
dimiliki oleh setiap warga negara.

Sumber:

https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/22/202558169/konsep-pers-yang-bebas-dan-
bertanggung-jawab
Desakan TVRI Layani Publik di antara Gelombang Media yang Partisa. Diakses pada 12 Agustus 2018,
dari https://tirto.id/desakan-tvri-layanipublik-di-antara-gelombang-media-yangpartisan-cG14.

Anda mungkin juga menyukai