Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengaruh Hukum dan Politik Kepada Media


a. Hubungan antara hukum dan politik
Secara umum politik adalah kegiatan manusia dalam suatu sistem politik yang
menyangkut proses menentukan tujuan – tujuan dari sistem itu. Fungsi politik
adalah untuk mencapai suatu tujuan sosial yang dapat ditempuh melalui upaya –
upaya politik. Setelah upaya tersebut mencapai suatu kesepakatan antarkesatuan
politik, harus memiliki legitimasi untuk dapat direalisasikan menjadi sebuah
hukum. Hukum yang diciptakan oleh sistem politik adalah hukum perundang –
undangan. Hukum tersebut merupakan keluaran / output yang dihasilkan oleh
sistem politik.
b. Contoh Kasus
Pengesahan Rancangan Undang – Undang Pilkada Tidak Langsung.
TEMPO.CO, Jakarta - Kekisruhan seputar Rancangan Undang-Undang (RUU)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berawal dari munculnya usul pemerintah.
Salah satu pokok rancangan itu menyebutkan mekanisme pemilihan kepala daerah
dilakukan oleh DPRD. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi resmi
menyerahkan pembahasan RUU Pilkada pada 6 Juni 2012. Sebelumnya, pada 8
Februari 2012, Komisi Hukum DPR sepakat memilih membahas RUU Pilkada.
Mekanisme itu dimasukkan dalam Pasal 2 RUU Pilkada. Pasal itu menyebutkan
gubernur dipilih oleh anggota DPRD provinsi secara demokratis berdasarkan asas
langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Direktur Jenderal Otonomi Daerah
Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan dalam rapat dengan Panitia
Kerja RUU Pilkada DPR pada 14 Februari 2013 menjelaskan beberapa
keuntungan pilkada melalui DPRD. Di antaranya biayanya bisa lebih murah
dibanding pemilihan langsung dan mencegah praktek politik uang.
Melalui pemaparan contoh diatas, para pelaku politik melakukan suatu upaya
– upaya untuk mencapai sebuah tujuan sosial yakni pengesahan RUU Pilkada
Secara Tak Langsung. Rancangan tersebut kemudian melalui legitimasi di badan
legislatif untuk menjadi sebuah hukum di Indonesia. Meskipun berbagai masalah
muncul seiring dengan rencana pengesahan UU tersebut, DPR tetap pemegang
kekuasaan tertinggi dalam hal legitimasi hukum tersebut. Sehingga dilakukan
voting oleh para anggota DPR dan tercapailah suatu kesepakatan bahwa Pemilu
calon legislatif dilakukan secara langsung oleh DPRD.
Politik dan hukum tidak dapat saling dipisahkan, keduanya merupakan satu
kesatuan. Dapat dilihat bahwa hukum dan politik berhubungan sangat erat
dikarenakan:
1. Hukum merupakan produk Politik
2. Hukum merupakan salah satu alat politik, dimana penguasa dapat mewujudkan
kebijakannya
3. Jika sudah menjadi hukum, maka politik harus tunduk pada hukum.

c. Hubungan Sistem Politik, Hukum dan Media


Bila sebuah sistem politik menghendaki adanya kehidupan media yang dapat
dikendalikan oleh kekuasaan, maka akan lahir hukum media yang mengendalikan
media.

Gambar I.1
HUBUNGAN SISTEM POLITIK, HUKUM DAN MEDIA

Sistem Politik

Sistem (tata) Hukum

Sistem Media

Keterangan : Sistem media dipengaruhi oleh sistem politik baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui sistem hukum.
Pada masyarakat yang organisasinya didasarkan atas kekuasaan, maka mereka
tidak terlalu membutuhkan hukum. Namun pada masyarakat yang diatur oleh
hukum, maka hukum tidak hanya berfungsi untuk membatasi melainkan juga
mengawasi dan menyalurkan kekuasaan.
Dengan kata lain, hukum dapat berfungsi sebagai alat pengawas sosial (social
control) dan alat untuk perubahan atau rekayasa sosial (social engineering).

B. Hukum Mengatur Politik dan Media


Dalam sistem politik yang totaliter, peranan hukum lebih kecil dibandingkan
dengan kekuasaan. Namun dalam sistem politik demokratis, peran hukum
cenderung lebih besar. Indonesia sejak tahun 1998 memasuki era reformasi, pada
hakikatnya juga memasuki sistem demokrasi. Meskipun belum sepenuhnya
memenuhi kriteria sebagai negara demokrasi yang berdasar rule of law, namun
Indonesia sudah memenuhi beberapa elemen yang merupakan syarat dari asas
rule of law, antara lain :
1. Perlindungan konstitusional
Konstitusi selain menjamin hak setiap individu harus menentukan pula cara untuk
memperoleh perlindungan hak – hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3. Pemilihan umum bebas
4. Kebebasan menyatakan pendapat
5. Kebebasan untuk berserikat/ berorganisasi dan beroposisi
6. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam upaya memperoleh kekuasaan, seseorang atau partai politik perlu
melakukan proses – proses politik. Pada masyarakat demokratis, proses tersebut
diatur dalam hukum. Hukum tersebut mengatur mekanisme politik yang
dilakukan oleh partai bahwa kekuasaan dapat diperoleh melalui cara yang damai
yang menggunakan legitimasi dukungan dari masyarakat yaitu melalui lembaga
pemilihan umum. Kekuasaan tidak boleh dicapai dan dipertahankan dengan cara
kekerasan dan melalui dukungan senjata.
Karena dukungan massa sangat penting, maka setiap kekuatan politik
berlomba memperoleh simpati dari massa, bukan menakut-nakuti massa. Teknik
yang sangat efektif dan efisien dalam menjangkau massa seluas-luasnya adalah
dengan menggunakan media massa. Di sinilah terjadi interaksi antara kepentingan
politik yang mencari massa dan kepentingan media yang memiliki akses kepada
media.
Pemahaman profesionalisme dari kacamata media memiliki dua arti. Pertama,
profesionalisme tentang isi materi atau isi media massa. Kedua, profesionalisme
dalam arti kepentingan ekonomi.
Dalam dunia media massa yang terpengaruh oleh sistem ekonomi kapitalis,
memungkinkan kepemilikan oleh perusahaan swasta. Dalam perusahaan tersebut,
wartawan menghendaki profesionalisme untuk dapat mengakses sumber-sumber
informasi penting yang dimiliki kaum politisi secara langsung dan menyiarkan
secara bebas kepada massa. Sedangkan bagi perusahaan media, profesionalisme
adalah untuk pengembangan bisnis. Dalam hal ini kedekatan dengan politisi
diharapkan dapat memberikan kelonggaran kebijakan untuk pengembangan bisnis
media.
Dalam interaksi inilah hukum mengatur penggunaan media massa untuk
kepentingan politik. Karena politik identik dengan kekuasaan maka hukum
mengatur hubungan antara kekuasaan dan media massa.
Hukum bukanlah sebuah lembaga yang otonom melainkan berada pada
kedudukan yang saling kait mengkait dengan sektor kehidupan lain. Di sini
hukum memiliki kelenturan dengan lingkungannya, dengan tuntutan masyarakat
termasuk dengan lingkungan politik.
Hukum media bukan satu-satunya cara mengatur media massa. Komitmen
para politisi, kalangan bisnis, dan masyarakat akan menentukan bagaimana suatu
pengaturan media massa berlangsung.
a. Contoh Kasus
Proses pemilihan presiden dan wakil presiden RI pada tanggal 9 Juli 2014
lalu sempat memanas. Pencalonan yang menampilkan dua kubu membuat
masyarakat seperti terbelah menjadi dua. Media pun seolah saling menyerang
satu sama lain. Yang paling mencolok adalah keberpihakkan media televisi yang
dimiliki pimpinan partai politik yang menjadi bagian dari pendukung pasangan
capres. Yaitu TV One yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie (kubu Prabowo) dan
Metro TV dengan pemiliknya Surya Paloh (kubu Jokowi). Secara terang-
terangan, 2-3 kelompok televisi saling memuji setinggi langit capres yang
didukung dan menyajikan informasi negatif capres lawan.
Dalam situasi ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) gagal menunjukkan
wibawanya sebagai lembaga regulator isi siaran. Meskipun pada 30 Mei 2014,
KPI mengeluarkan peringatan kepada lima stasiun televisi yang dianggap tidak
netral dan melanggar prinsip keseimbangan dalam pemberitaan pasangan capres
dan cawapres. Kelima stasiun TV itu adalah TVOne, RCTI, GlobalTV, MNCTV,
dan MetroTV.
Sebelumnya pada 8 April 2014, kelima stasiun TV tersebut, ditambah
TransTV, Trans7, Indosiar dan TVRI, juga mendapat teguran dari KPI karena
beramai-ramai melanggar batas maksimum pemasangan iklan kampanye. Pada
tanggal 11 Maret sebelumnya, 10 stasiun TV mendapat teguran karena melanggar
Surat Keputusan Bersama (SKB) antara KPU, Bawaslu, KPI, dan KIP tentang
penayangan iklan politik sebelum jadwal kampanye.
KPI juga menegur acara dari dua stasiun televisi yaitu RCTI dan GlobalTV.
Masing-masing dalam program Kuis Kebangsaan dan Kuis Indonesia Cerdas. Ini
merupakan teguran kedua setelah teguran pertama pada Desember 2013, atas
keresahan publik dengan tayangan iklan politik berkedok kuis yang disampaikan
ke KPI. Bahkan acara tersebut cenderung membohongi rakyat. Banyak bukti yang
tidak sengaja terbongkar sendiri oleh pihak televisi. Seperti nomor telepon yang
palsu, penelepon menjawab terlebih dahulu sebelum pertanyaan dibacakan. Hal
itu menjadi bukti bahwa acara bagi – bagi hadiah tersebut adalah rekayasa.
Pada Desember 2013, KPI telah menyatakan enam stasiun televisi yang tidak
proporsional dalam menayangkan siaran politik. Dengan kata lain, keenam
stasiun televisi tersebut dinilai partisan atau menunjukkan keberpihakkan kepada
partai dan kandidat tertentu.
Imbauan, peringatan, teguran yang bertubi-tubi, terbukti tidak membuat
pimpinan stasiun penyiaran atau pemiliknya berubah. Publik menilai pemilik dan
pengelola stasiun televisi tersebut melecehkan aturan bahkan meremehkan KPI
yang diberi kewenangan UU sebagai regulator penyiaran.

Anda mungkin juga menyukai