Anda di halaman 1dari 9

NAMA : DINO DELSA PREDINATA

KELAS : 2001 C ILMU KOMUNIKASI

NIM : 2020701049

MATA KULIAH : EKONOMI POLITIK MEDIA

A. RUANG PUBLIK DAN EKONOMI POLITIK MEDIA

Pentingnya ruang publik diutarakan oleh Jürgen Habermas, yang menegaskan bahwa ruang publik
memberikan peran yang penting dalam proses demokrasi di setiap negara. Ruang publik
memberikan
kesempatan kepada setiap warga negara untuk dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-
kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif. Ruang publik tidak hanya sebagai
institusi atau organisasi yang legal, melainkan adalah komunikasi antar warga itu sendiri
(Hardiman, 2009:128). Ruang publik adalah bagian dari kehidupan sosial, dimana setiap warga
negara dapat saling berargumentasi tentang berbagai masalah yang terkait dengan kehidupan publik
dan kebaikan bersama,sehingga opini publik dapat terbentuk. Dalam ruang publik tersebut, warga
berkumpul bersama untuk berdiskusi tentang masalah- masalah politik. Habermas menilai awalnya
ruang publik terjadi di cafe-cafe, komunitas- komunitas diskusi, dan salon. Dengan adanya media
massa, Habermas mengharapkan peran kritis dari media didalam ruang publik. Ia menilai, media
dimasa-masa awal lebih banyak memusatkan diri pada berbagai isu kontroversi dan debat politik
rasional.

Ekonomi politik adalah pendekatan kritik sosial yang berfokus pada hubungan antara struktur
ekonomi dan dinamika industri media dan konten ideologis media. (McQuail,2011:105). Melihat
hal ini maka institusi media merupakan sebagai bagian dari sistem ekonomi dengan hubungan erat
kepada sistem politik. Hal ini mengakibatkan berkurangnya sumber media yang independen,
konsentrasi pada khalayak yang lebih luas, menghindari risiko, dan mengurangi penanaman modal
pada tugas media yang kurang menguntungkan. Pada sisi lainnya, media juga akan mengabaikan
kepentingan khalayak potensial yang kecil dan miskin, karena dinilai tidak menguntungkan.
Kemudian pemberitaan terhadap kelompok masyarakat minoritas, cenderung tidak seimbang.
Barant (2011:250) menyebutnya teori ekonomi politik media fokus pada penggunaan elite sosial
atas kekuatan ekonomi untuk mengeksploitasi institusi media.

Homogenisasi adalah langkah meniru produk perusahaan lain yang tengah trend dan telah menuai
sukses dengan tujuan untuk meminimalkan risiko kerugian dan meraih keuntungan dengan cepat.
Mereka lebih suka melakukan imitasi dibanding membuat sesuatu program yang baru. Karena
membuat program inovasi baru, belum teruji di pasar. Homogenisasi terjadi karena perusahaan
berupaya meminimalkan risiko dan memaksimalkan keuntungan. Sebagai perusahaan raksasa
media, menggunakan strategi sinergisnya untuk mengurangi risiko kerugikan secara finansial, agar
bisa bersaing dari raksasa media lain. Akibatnya adalah perusahaan media melakukan inovasi yang
sangat sedikit dan banyak melakukan peniruan program. Dengan mengikuti rumus-rumus standar
yang sudah terbukti laku pada saat ditayangkan di negara lain.Meskipun cara ini merupakan
langkah untuk mendapatkan keuntungan secara cepat, tapi media semacam ini tidak mungkin untuk
melayani kepentingan publik. Homogenisasi kadang-kadang berkaitan dengan fenomena lain yang
dihasilkan dari konsentrasi kepemilikan media yaitu hilangnya lokalisme di media. Lokalisme
memiliki dua elemen penting yaitu kontrol lokal dan konten lokal. Konsentrasi kepemilikan media
membuat produk lokal: stasiun televisi, surat kabar, dan stasiun radio dikontrol oleh kantor pusat
perusahaan konglomerat media. Untuk berbagai tingkat, anggaran dan keputusan strategis langsung
dibuat oleh eksekutif kantor pusat dengan tidak mengindahkan kepentingan masyarakat lokal. Maka
kontrol media lokal banyak yang
ditangani kantor perusahaan nasional dari beberapa media raksasa. Hal ini menyebabkan isu lokal
yang tengah terjadi di suatu daerah, diberitakan dalam perspektif nasional, yang terkadang
perspektif nasional tidak sesuai dengan budaya dan karakter lokal. Pada akhirnya, gelombang
konsolidasi yang
mengarah pada homogenisasi mengubah wajah industri media. Konsolidasi bisa menyebabkan
banyak
format tetapi hanya menyuarakan satu suara kepentingan yaitu kepentingan nasiohal sehingga
menghilangkan kepentingan lokal. Seperti, menutupi isu-isu lokal, mengurangi pelaporan berita
lokal,
mengurangi program lokal, serta tidak lagi menyediakan tempat untuk kepentingan masyarakat
lokal. Bahkan di beberapa negara maju, banyak stasiun radio telah berubah menjadi "stasiun
virtual", yang tidak memiliki penyiar mereka sendiri. Tetapi seluruh program acara telah direkam
sebelumnya oleh penyiar dari kantor pusat. Kedua, media lebih menyajikan menyiarkan program-
program sensasional dan informasi gosip. Tujuannya adalah media memproduksi dengan biaya
murah, menghasilkan penonton yang banyak, dan meraih iklan besar. Misalnya pemberitaan
tabloid, skandal seksual para politisi, membuat program reality yang menampilkan kecelakaan dan
penangkapan, menjadi cepat kaya melalui permainan, seks, dan kekerasan. Media tidak membuat
program yang melayani kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan umum, sehingga
merugikan setiap misi pelayanan publik. Maka divisi berita tidak ditambah anggarannya. Bahkan
divisi berita a tersebut ditambahkan ke dalam jaringan berita nasional. Ketiga, Perubahan dalam
struktur media memiliki dampak yang signifikan terhadap isi media. Sehingga demi mengejar
keuntungan, media sering melompati batas-batas antara berita dan bisnis pun. Media sering tidak
mengindahkan batas jurnalistik dan bisnis. Kekuatan komersial mempengaruhi profesi jurnalisme
dan isi berita. Bisnis baru media telah mengakibatkan tekanan langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan keuntungan dan melindungi kepentingan perusahaan. Maka, perubahan isi media
adalah efek yang paling jelas dari perubahan dalam industri media. Perubahan struktur bisnis dan
strategi isi media, jelas memiliki dampak yang lebih luas di masyarakat.

B. EKONOMI POLITIK, MEDIA DAN RUANG PUBLIK

Informasi yang cepat dan mampu menjangkau khalayak telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat.
Media massa berperan penting dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi, disamping itu juga
harus
sebagai ruang publik guna menyalurkan partisipasi masyarakat dalam menegakkan sistem
pemerintahan yang demokrasi. Ruang publik adalah bagian dari kehidupan sosial, dimana setiap
warga negara dapat saling berargumentasi tentang berbagai masalah yang terkait dengan kehidupan
publik dan kebaikan bersama. Namun kini media tidak lagi berorientasi untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam hal informasi dan hiburan yang sehat, melainkan lebih dominan pada profit
ekonomi kapitalis, kekuatan pasar secara kompetitif. Pada akhirnya masyarakat tidak mendapatkan
informasi yang ditampilkan secara both of side dan aktual. Pemberitaan media dikemas sedemikian
rupa dengan metode agenda setting. Hal ini menjadi dilematis tersendiri bagi demokrasi media
antara publik atau kepentingan kapiyalis. Sedangkan media digunakan oleh kepentingan pasar
untuk dapat menghasilkan keuntungan

Konsepsi ruang publik atau publicsphere dapat dikatakan merupakan penciptaan ruang sosial di
antara negara (state) dan masyarakat (civil society), di dalamnya setiap warga negara dapat terlibat
dalam pertukaran pikiran dan berdiskusi bersama untuk membicarakan urusan publik tanpa harus
berada dalam kontrol dan intervensi negara maupun kekuatan ekonomi. Kesan penciptaan uang
inilah yang kemudian dapat diperankan oleh media massa yang berfungsi sebagai institusi
sekaligus medium sirkulasi informasi bagi negara dan masyarakat untuk memperbincangkan
masalah publik. Perwujudan ruang publik lewat media massa lalu disadari sebagai bagian penting
yang dapat dijadikan basis dalam menegakkan demokrasi dan penguatan civil society. Oleh
karenanya pengendalian dan intervensi terhadap media massa oleh negara maupun pasar secara
sistematis, sama saja halnya dengan mengendalikan kepentingan publik. Dengan demikian, media
seharusnya diposisikan steril dan netral dari berbagai tekanan yang mempengaruhinya agar dapat
menjalankan fungsi ruang publiknya secara ideal. Namun dalam tataran praktiknya hal itu tentu saja
sangatlah sulit untuk diimplementasikan.

Media massa dibidang pertelevisian Indonesia fasca reformasi 1998 mendapatkan angin segar
semakin terbuka dan kemajuan teknologi. Media massa pada saat ini sering dikritik sebagai sebuah
struktur yang melanggengkan berbagai kepentingan dan dua kekuasaan yang saling tarik menarik
dalam masyarakat. Kepentingan tersebut adalah kepentingan Negara dan kepentingan pasar atau
kapital. Media digunakan Negara sebagai alat hegemoni agar dapat menciptakan kondisi
aman terkendali (LP3ES, 2006:180). Sedangkan media digunakan oleh kepentingan pasar untuk
dapat menghasilkan keuntungan misalnya melaluiiklan. Ruang publik adalah bagian penting dalam
masyarakat demokrasi. Ketika kapitalisme masuk terlalu jauh dan mempengaruhi ruang publik
seseorang, dimungkinkan akan terjadinya kesemuan informasi. Pikiran, ide dan gagasan akan
semakin menurun baik kuantitas maupun kualitasnya. Dampak dari iklim kapitalisme
di media Indonesia mempengaruhi terhadap konten informasi. Informasi yang disuguhkan oleh
media televisi jauh dari informasi pendidikan karena yang menjadi fokus adalah profit. Hal-hal
yang muncul adalah sensasionalisme, gaya hidup kontemporer dan jurnalisme instan. Ketika
budaya kapitalis yang diproduksi untuk dikonsumsi oleh masyarakat, sulit untuk menemukan
dimana ruang publik yang sesungguhnya. Ruang publik yang diharapkan mampu memberikan
kebaikan menjadi tantangan bersama di masa depan. Media massa sebagai bagian dari demokrasi
akan mempengaruhi bagaimana masyarakat mengambil keputusan. Ruang publik tidak hanya
menawarkan informasi secara rasional yang dapat mengubah pandangan tentang isu publik namun
juga dapat mengubah kehidupan seseorang dengan kekuatan untuk menggerakkan masyarakat.
C. PERPEKTIF EKONOMI POLITIK MEDIA MASSA

Setiap orang percaya bahwa media memang memiiki kekuatan persuasi meskipun secara
mengejutkan adalah sulit untuk menetapkan secara akurat kekuatan jenis apakah yang dimiliki
media. Kekuatan utama media terletak pada fakta bahwa media dapat membentuk apa yang kita
ketahui tentang dunia dan dapat menjadi sumber utama untuk berbagai ide dan opini. Media dapat
mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Kekuatan ini makin besar jika kita mengamati
media secara keseluruhan bukan hanya memperhatikan media individual seperti televisi. Media
mencakup bagaimana komponen utama dari komunikasi yang diantaranya seperti proses, produksi
dan distribusi pesan. Institusi media adalah sumber dari banyak tipe pesan yang kita terima. Media-
media ini dapat menanggapi berbagai peristiwa dan opini dalam masyarakat secara umum, tetapi
mereka pada saat yang sama merupakan komposer dan inisiator konsumen. Karena itu, kita perlu
mengamati karakter mereka, cara mereka beroperasi, alasan mereka berkomunikasi, untuk
memahami bagaimana dan mengapa pesan – pesan tersebut dibentuk. Semua pesan dapat
didefinisikan menurut apa yang dikatakan oleh pesan tersebut dan cara pesan tersebut
mengatakannya. Setiappesan menyampaikan suatu makna kepada penerima. Namun, cara pesan itu
ditangani memiliki efek yang sangat besar terhadap cara pesan tersebut dipahami, dan bahkan
terhadap apa yang dipahami. Pesan pada dasarnya sama tetapi representasi yang berbeda berarti
bahwa pesan-pesan tersebut tidak memiliki makna yang benar-benar sama. Semua pesan (terutama
media) harus disusun (dienkodekan) dalam sebuah bentuk komunikasi. Bagaimana pesan disusun
cenderung mempengaruhibagaimana pesan tersebut dipahami.

D. EKONOMI POLITIK MEDIA

Perkembangan kajian ekonomi politik didasarkan pada pemikiran masa pencerahan Skotlandia pada
abad kedelapanbelas dan kritiknya pada abad kesembilanbelas. Bagi Adam Smith, David Ricardo
dan yang lainnya, kajian isu ekonomi disebut sebagai ekonomi politik dan didasarkan pada teori
sosial. Smith (Arianto, 2011) menyebutkan bahwa ekonomi politik merupakan kajian mengenai
“kekayaan (wealth)” atau lebih tepatnya adalah alokasi sumber daya yang lebih menekankan pada
usaha manusia mengatur alokasi sumber daya yang terbatas untuk mendapatkan kepuasaan terhadap
kebutuhan yang diinginkannya. Sehingga fokus dari ekonomi politik adalah pada produksi,
distribusi, pertukaran dan konsumsi dari kemakmuran dan konsekuensinya terhadap kesejahteraan
individu dan masyarakat karenanya dapat dikatakan bahwa dengan mempelajari alokasi sumber
daya, maka sekaligus mempelajari kapitalisme sebagai sebuah sistem produksi sosial
(Arianto,2011). Istilah ekonomi politik diartikan secara sempit oleh Vincent Mosco (Boyd-Barret,
1995) sebagai studi tentang hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang
saling menguntungkan antara sumber-sumber produksi, distribusi dan konsumsi, termasuk
didalamnya sumber-sumber yang terkait dengan komunikasi. Dari pendapat Mosco di atas bahwa
pengertian ekonomi politik dapat dipahami secara lebih sederhana, yaitu hubungan kekuasaan
(politik) dalam sumber-sumber ekonomi yang ada di masyarakat. Bila seseorang atau sekelompok
orang dapat mengontrol masyarakat berarti dia berkuasa secara de facto, walaupun de jure tidak
memegang kekuasaan sebagai eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pandangan Mosco (Hasan &
Satria, 2009) tentang penguasa lebih ditekankan pada penguasa dalam arti de facto, yaitu orang atau
kelompok orang yang mengendalikan kehidupan masyarakat. Boyd-Barrett (1995) secara lebih
gamblang mengartikan ekonomi politik sebagai studi tentang kontrol dan pertahanan dalam
kehidupan sosial. Menurut The New Palgrave (Agung, 2008), politik-ekonomi adalah ilmu
mengenai kesejahteraan dan berkaitan dengan usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk
memenuhi dan memuaskan keinginannya.

Pendekatan ekonomi politik merupakan cara pandang yang dapat membongkar dasar atas sesuatu
masalah yang tampak pada permukaan. Untuk memahami bagaimana penerapan pendekatan
ekonomi politik digunakan dalam studi media massa, ada tiga konsep awal yang harus dipahami
(Hasan & Satria, 2009), yaitu:
(a) Commodification, segala sesuatu dikomoditaskan (dianggap barang dagangan);
(b) Spatialization, proses mengatasi hambatan jarak dan waktu dalam kehidupan social; dan,
(c) Structuration, penyeragaman ideologi secara terstruktur.
Commodification (komodifikasi) adalah upaya mengubah apapun menjadi komoditas atau barang
dagangan sebagai alat mendapatkan keuntungan (Hasan & Satria, 2009). Tiga hal yang saling
terkait adalah: Isi media, jumlah audience daniklan (Hasan & Satria, 2009). Berita atau isi media
adalah komoditas untuk menaikkan jumlah audiencee atau oplah Golding dan Murdock (Triyono,
2012), membagi studi ekonomi politik media dalam dua varian besar, yakni ekonomi politik liberal
dan ekonomi politik kritis. Dalam varian ekonomi politik liberal, fokus kajian utamanya terdapat
pada prosespertukaran pasar dimana individu sebagai konsumen mempunyai kebebasan untuk
menentukan komoditas-komoditas yang sedang bersaing berdasarkan pada asas manfaat dan
kepuasan yang ditawarkan oleh komoditas tersebut (Triyono, 2012). Hukum yang berlaku
selanjutnya adalah bahwa semakin besar kekuatan pasar menjalankan perannya, maka kebebasan
konsumen untuk menentukan pilihannya pun akan semakin besar. Mekanisme pasar yang demikian,
menurut Adam Smith dikendalikan oleh “tangan tersembunyi” (hidden hand) (Triyono, 2012).
Dalam pandangan ekonomi politik liberal, media massa secara utuh dilihat sebagai
produkkebudayaan yang harus diberikan kesempatan sebebas-bebasnya serta seluas- luasnya untuk
kemudian dimiliki oleh siapapun juga dan yang terpenting adalah untuk berkompetisi secara bebas
di dalam pasar tersebut. Dengan demikian, ekonomi politik liberal lebih menekankan pada proses
dan dampak dari liberalisasi pasar. Berbeda ekonomi politik liberal yang menekankan pada proses
pertukaran komoditas dari industri budaya, varian ekonomi politik kritis yang mengikuti Marx,
memberikan afirmasi pada pengorganisasian kepemilikan dan produksi industri budaya. Akan
tetapi, bukan berarti perspektif ini mengabaikan pilihan yang telah ditentukan oleh produsen
maupun konsumen, akan tetapi melihatnya dalam struktur yang lebih luas. Dalam pandangannya,
ekonomi politik kritis menolak anggapan neoklasik bahwa negara dapat berperan sebagai lembaga
pengatur yang objektif dan mandiri. Dalam realita yang ada, Negara acap kali bertindak subjektif
dan melakukan intervensi yang bias kepentingan pasar ketika berada dibawah tekanan kapitalisme
domestik maupun global. Ekonomi politik kritis juga menentang tesis neo klasik yang mengatakan
bahwa kondisi ekuilibrium adalah suatu keniscayaan dalam pasar bebas kapitalis.
Analisa ekonomi politik kritis juga memperhatikan perluasan dominasi perusahaan media, baik
melalui peningkatan kuantitas dan kualitas produksi budaya yang secara langsung dilindungi oleh
pemilik modal. Perluasan dominasi media dikendalikan melalui dominasi produksi isi media yang
sejalan dengan preferensi pemilik modal. Dampak yang ditimbulkan selanjutnya adalah adanya
usaha untuk melakukan komodifikasi produk dengan memperhatikan pasar sebagai acuan. Alih-alih
memberikan kebebasan kepada konsumen untuk bebas menentukan pilihan, hal yang demikian
berimplikasi pada terbatasnya pilihan yang disediakan oleh produsen (Triyono, 2012).
Studi ekonomi politik kritis, menurut Golding dan Murdock (Triyono, 2012) setidaknya terdapat
dua varian utama, yakni: instrumentalis dan strukturalis. Dalam analisis instrumentalis dari Herman
dan Chomsky fokus utama diletakan pada bagaimana cara para pemilik modal menggunakan
kekuasaan ekonomi mereka dalam sebuah sistem pasar komersial untuk menjamin aliran informasi
publik yang sejalan dengan misi dan tujuan mereka. Sehingga yang terjadi adalah adanya
berubahnya fungsi media sebagai dominasi kelas. Akan tetapi, meskipun kapitalis mempunyai
kekuasaan untuk menentukan aliran informasi yang sesuai dengan pandangan mereka, masih
terdapat struktur yang lebih luas yang memberikanketerbatasan kepada kapitalis. Menjadi penting
untuk dilakukan adalah tugas dari analisis instrumentalis ini adalah berusaha untuk menganalisa
berbagai sifat dan sumber-sumber keterbatasan yang dimiliki oleh kapitalis dan elit politik dalam
struktur yang lebih besar tersebut. Di sisi yang lain, analisis strukturalis dari Schudson (Triyono,
2012) cenderung melihat struktur sebagai sesuatu yang monopolitik, mapan, statis dan determinan.
Karakteristik produksi dan konsumsi media semata-mata dilihat sebagai representasi struktur
dominan yang ada, baik struktur politik otoritarian maupun kapitalis. Analisis ini mengabaikan
potensi dan kapasitas agen sosial untuk memberikan respon terhadap kondisi-kondisi struktural.
Sehingga interaksi antar agen sosial serta interaksi timbal balik antara agen dan struktur kemudian
dinafikan keberlangsungannya. Sebagai upaya menjembatani kedua analisis tersebut, maka lahirlah
analisis konstruktivis dari Golding dan Murdock (Triyono, 2012) yang memandang struktur
sebagai sesuatu yang belum sempurna dan bergerak dinamis. Kehidupan mediatidak hanya
dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga oleh faktorfaktor lain: budaya, politik, individu dan
lain-lain. Menurut analisis konstruktivis, negara dan pemodal tidak selalu menggunakan media
sebagai instrumen penundukan terhadap kelompok lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang
bukan hanya menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi praktik dominasi dan
hegemoni. Dalam pandangannya, melakukan analisa terhadap bagaimana makna diproduksi dan
direproduksi melalui aktivitas konkrit dari produsen dan konsumen merupaka sesuatu yang
esensial. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan bagaimana struktur tersebut dibentuk
melalui tindakan dan begitu pula sebaliknya, bagaimana tindakan tersebut dibentuk secara
struktural. Dengan demikian, Golding dan Murdock melihat struktur bukanlah sebagai bangunan
yang solid, permanen dan dan tidak bias dipindahkan. Struktur merupakan formasiformasi dinamis
yang secara terus menerus direproduksi dan diubah melalui tindakan praktis (Sudibyo, 2001).
Keberadaan struktur semacam tersebut dipahami dalam pengertian Gidden sebagai sebuah formasi
dinamis yang secara konstan memproduksi dan mereproduksi dirinya sendiri melalui tindakan-
tindakan praktis

E. SEPUTAR EKONOMI POLITIK MEDIA

Teori ekonomi politik media Moscow memiliki tiga konsep utama yaitu komodifikasi, spasialisasi,
dan strukturasi. “Political economy is the study of the social relations, particularly the power
relations, that mutually constitute the productions, distribution, and consumption of resource,
including communication resources”. (Moscow, 1996:2)

Komodifikasi merupakan salah satu konsep kunci dalam teori ekonomi politik media. Menurut
Moscow komodifikasi digambarkan dengan sebagai sebuah perubahan nilai fungsi atau guna
menjadi sebuah nilai tukar. Kaitan komodifikasi dan komunikasi, dapat digambarkan dari dua
dimensi hubungan.
Pertama adalah proses komunikasi dan terknologinya memiliki kontribusi terhadap proses umum
komodifikasi secara keseluruhan. Kedua adalah proses komodifikasi yang terjadi dalam masyarakat
secara keseluruhan menekan proses komunikasi dan institusinya, jadi perbaikan dan bantahan
dalam proses komodifikasi sosial mempengaruhi komunikasi sebagai praktik sosial. Terdapat
beberapa bentuk komodifikasi menurut Mosco, yakni komodifikasi isi, komodifikasi
audiens/khalayak dan komodifikasi pekerja.

a. Komodifikasi Isi atau Content Komoditas pertama dari sebuah media massa yang paling pertama
adalah konten media. Bentuk pertama yang tentu kita kenali adalah komodifikasi content atau isi
media komunikasi. Proses komodifikasi ini dimulai ketika pelaku media mengubah pesan melalui
teknologi yang ada menuju sistem interpretasi yang penuh makna hingga menjadi pesan yang
marketable.

b. Komodifikasi Audiens atau Khalayak Audiens merupakan komoditi penting untuk media media
massa dalam mendapatkan iklan dan pemasukan. Media dapat menciptakan khalayaknya sendiri
dengan membuat program semenarik mungkin dan kemudian khalayak yang tertarik tersebut
dikirmkan kepada para pengiklan. Program tersebut biasanya menjawab kebutuhan audiensnya,
programmer media massa akan menggabungkan beragam kebutuhan audiens dalam satu program
atau beberapa program. Dengan demikian audiens dapat menikmati beragam kebutuhan hiburan
(misalnya) dalam satu program saja.

c. Komodifikasi Pekerja (Labour) Pekerja merupakan penggerak kegiatan produksi. Bukan hanya
produksi sebenarnya, tapi juga distribusi. Pemanfaatan tenaga dan pikiran mereka secara optimal
dengan cara mengkonstruksi pikiran mereka tentang bagaimana menyenangkannya jika bekerja
dalam sebuah institusi media massa, walaupun dengan upah yang tak seharusnya.

Spasialisasi memfokuskan pada bagaimana media massa menyebarkan produk-produk mereka


(komoditas media massa) kepada seluas-luasnya pasar mereka dengan berbagai cara. Dapat
dikatakan aksi ini adalah bentuk perpanjangan tangan dari korporat di dalam industri komunikasi.
Spasialisasi dapat dilihat dari perkembangan korporasi tersebut dalam aset, pendapatan,
keuntungan, pekerjanya atau pertukaran yang sering dilakukan dengan industry lain, dan lain-lain.
Atau contoh yang kian muncul di Indonesia adalah integrasi yang dilakukan para pemilik industri,
baik itu vertical, horizontal maupun diagonal sekalipun.

Strukturasi memaparkan bagaimana struktur media dan agen yang dalam hal ini pelaku atau
professional media dapat mempengaruhi operasionalisasi media, terutama produksi dan isi.
Menurut Giddens, strukturasi merupakan penggabungan antara teori structural dan teori individual
(agency). Ia menggambarkan bahwa sebenarnya individu (agen) memang dapat mempengaruhi
struktur dengan kemampuannya, tetapi struktur juga dapat mengikat dan menggerakkan agen
dengan kuatnya. Jadi sebenarnya tak ada yang paling kuat yang dapat mempengaruhi salah satunya.
Inilah yang sering disebut dengan prinsip dualitas, dimana keduanya seperti mata uang yang saling
mempengaruhi satu sama lain dan tak dapat dipisahkan.

Menurut Golding dan Murdock, pendekatan ekonomi politik mempunyai tiga karakteristik penting.
Pertama, holistik, dalam arti pendekatan ekonomi politik melihat hubungan yang saling berkaitan
antara berbagai faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya di sekitar media dan berusaha melihat
berbagai pengaruh dari beragam faktor ini.Kedua, historis, dalam artian analisis ekonomi politik
mengkaitkan posisi media dengan lingkungan global dan kapitalistik, dimana proses perubahan dan
perkembangan konstelasi

ekonomi merupakan hal yang terpenting untuk diamati. Ketiga, studi ekonomi politik juga
berpegang teguh pada falsafah materialism, dalam arti mengacu pada hal-hal yang nyata dalam
realitas kehidupan media. Pendekatan ekonomi politik media dapat dibagi dalam dua bagian yakni
pendekatan ekonomi politik liberal dan pendekatan ekonomi politik kritis (gagasan ini banyak
dipengaruhi oleh Marxis dan Neo Marxis). Pendekatan ini secara prinsip terletak pada bagaimana
aspek ekonomi politik media dilihat. Dalam pendekatan liberal, aspek ekonomi politik dilihat
sebagai bagian dari kerja dan praktek professional. Iklan, pemodal dilihat sebagai instrumen
professional dalam menerbitkan media massa. Sebaliknya dalam pendekatan kritis aspek ekonomi
politik selalu dilihat dan dimaknai sebagai kontrol dari pemilik modal atau penguasa. Iklan dan
pemodal bukan semata-mata dilihat sebagai bentuk kerja dan praktik professional, tetapi iklan dan
pemilik modal itu adalah instrumen pengontrol melalui mana kelompok dominan memaksakan
dominasinya kepada kelompok lain yang tidak dominan (yang tidak memiliki modal atau kelas
bawah).

Struktur ekonomi media dalam pendekatan liberal semata-mata dilihat dalam kerangka kerja
professional. Bagian iklan atau pemilik media adalah salah satu fungsi dari beragam fungsi dalam
media. Pendekatan kritis beragamnya posisi dan ketidaksamaan posisi dalam sebuah organisasi
media menyebabkan dominasi satu kelompok kepada kelompok lain. Bagian iklan atau pemilik
media dapat menjadikan kekuasaannya untuk mendominasi pihak lain, misalnya untuk
memaksakan bagian redaksi agar memberitakan kasus-kasus yang menguntungkan pemilik media
saja, atau pemilik media yang berafiliasi dengan kekuasaan politik lainnya. Klasifikasi perbedaan
antara dua varian pendekatan ekonomi politik media ini dari aspek epistimilogi, historic, issue dan
focus serta concern.

Neo Liberalisme, paham yang dibuat untuk menerobos segala batasan, inilah yang terjadi wujud
asli era globalisasi yang meminang keuntungan dari hal-hal yang harusnya dapat terjaga menjadi
terancam karena batasan-batasan yang harus dilanggar. Neo liberalisme merupakan paham yang
berasal dari paham liberal, paham liberal sendiri merupakan perwujudan dari penindasan atas rezim
penguasa yang membelenggu kehidupan masyarakat bawah, menentang mati-matian sentralisme
dan absolutisme kekuasaan di masa lampau atau dalam kaidah ekonomi, liberalisme meminimalkan
peran negara dalam jangkauan pasar. Neo liberal sendiri adalah pemahaman masa lalu (liberal)
yang dikemas dalam perwujud pada masa yang lebih modern seperti saat ini atau upaya untuk
mengembalikan paham liberalisme klasik yang dibawa oleh Adam Smith . Upaya pemahaman
liberal merupakan paham yang meninggikan rasionalitas serta menentang pembagian struktur
ekonomi wilayah seperti domestik dan internasional. (Jill Steans & Lloyd Pettiford). Pada dasarnya
liberal sepertinya lebih memanusiakan individu dalam mengambil kebebasannya untuk hidup, akan
tetapi di balik akan meninggikan asas rasionalitas sungguh berbanding terbalik dengan apa yang
dialami negara ini yang berasaskan pancasila sebagai dasar penyangga kehidupan bernegara, yang
di dalamnya melindungi seluruh tumpah darahnya dalam kebebasan kehidupan beragama.
Perubahan bentuk pemahaman kaum neo-liberalis terhadap liberal klasik seperti sedikit merubah
arah haluannya, dengan menyatakan bahwa negara merupakan aktor penting yang terdapat peran
vital di dalamnya dalam hubungan internasional antar negara. Di sinilah peran hubungan neoliberal
dengan globalisasi. Wujud asli globalisasi ternampak dari neoliberalisme yang mengacu pada
rasionalitas dan ketiadaan sektor A dan B, akan tetapi hari ini paham yang mengatasnamakan
humanitas ini berpaling meninggalkan pahamnya dan berubah menjadi predator kelas. Para
kapitalis seperti pemilik modal kelas international memainkan perannya, bukan kepentingan dan
kebebasan invidu yang dianut paham klasik akan tetapi meperbudak individu-indivdu kecil yang
berada di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai