Anda di halaman 1dari 19

Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 25

EKONOMI POLITIK MEDIA :


PADA PEMBERITAAN PEMILUKADA BANTEN 2011 OLEH RADAR BANTEN
DAN BARAYA TV

Achmad Nashrudin P
FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Email: nashrudin.achmad@gmail.com

ABSTRAK
Media massa, baik cetak ataupun penyiaran (TV dan Radio, memegang peranan
yang sangat signifikan dalam menyebarluaskan pesan-pesan yang penting untuk publik
/ masyarakat. Karl Marx menyebutkan”bahwa media massa disebut sebagai kelas yang
mengatur, dalam sistem kapitalisme modern”. Sehingga, media pada era sekarang, menjadi
komoditas ekonomi dan politik, karena fungsinya dan karena kepemilikan yang massive oleh
perorangan (Pemilik modal). Yang memungkinkan, posisi media, bukan hanya menjalankan
fungsinya sebagai penyebar informasi, tetapi karena kepemilikan perorangan tersebut,
sangat mungkin untuk menjadi alat bagi ”transaksi politik”, alih-alih sebagai fungsi social
control. Dalam praktik komunikasi politik, media menjadi medium yang tidak terelakan
dalam menyampaikan pesan-pesan Politik, khususnya saat kampanye, dalam pelaksanaan
pemilihan pemimpinan politik, baik pemilihan anggota legislatif, pemilihan presiden,
maupun pemilihan kepala daerah. Radar Banten dan Baraya TV adalah lembaga media yang
merupakan lembaga besar dan berpengaruh di Provinsi Banten, yang merupakan anggota
dari Jawa Pos (Jawa Post News Network) beperan besar dalam menyerbarluaskan pesan-
pesan para calon kepala daerah dalam aktifitas kampanye. Fenomena praktik ekonomi
politik, menjadi pertaruhan bagi fungsi dan positioning ke dua lembaga media tersebut.
Apakah mereka mampu menjalankan fungsi media (baca : pers) atau lebih cenderung
mengedepankan sisi bisnis, bahkan mungkin, posisi politik mereka.

Kata kunci: Media massa, Komunikasi politik, Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) Banten,
Ekonomi politik media.

ABSTRACT
The mass media, whether print or broadcast (TV and Radio,) play a significant role in
disseminating important messages to the public / society. Karl Marx said “that the media
is the class that controls, in the system of modern capitalism. Therefore the media in the
present era, into a commodity economy and politics, because of its function and because of
its ownership that owned by individuals (owners of capital). That allows, position the media
and not only to function as a disseminator of information, but because of the ownership of
such individuals, are very likely to be a tool for “political dealings”, rather than as a function
of social control. in the practice of political communication, media becomes a medium that
is not inevitable in conveying messages politics, especially during the campaign of political
elections, such as: political leadership, legislative elections, presidential elections, and the
governor and mayor elections. Radar Banten and Baraya TV are media agencies which are
recognized as a great and influential in Banten province, which members of the Jawa Pos (
Java Post News Network) that broadcast major messages of the prospective head region in
the activities of the campaign. The phenomenon of political economic practices, becomes a
bet for the function and positioning to the two media institutions. Are they having capability
of functioning media (read: news) or tend to promote the business side, perhaps, their
political position?
26 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

Keywords: media, political communication, the Regional Head Election (Election) Banten,
The political economy of the media.

A. PENDAHULUAN dan politik di suatu negara. Satu prinsip


yang perlu diperhatikan adalah, bahwa,
“Media massa adalah kelas yang
dalam sistem kapitalis, media massa harus
mengatur”. Demikian premis teori Marxis
diberi fokus perhatian yang memadai
tentang posisi media dalam sistem
sebagaimana institusi-institusi produksi dan
kapitalisme modern (Ekonomi Politik Media
distribusi yang lain. Kondisi-kondisi yang
Penyiaran, Agus Sudibyo, hal. 1. 2004).
ditemukan pada level kepemilikan media,
Media massa diyakini bukan sekedar
praktik-praktik pemberitaan, dinamika
medium lalu-lintas pesan antara unsur-
industri radio, televisi, perfilman, dan
unsur sosial dalam suatu masyarakat,
periklanan, mempunyai hubungan yang
melainkan juga berfungsi sebagai alat
saling menentukan dengan kondisi-kondisi
penundukan dan pemaksaan konsensus
ekonomi politik spesifik yang berkembang
oleh kelompok yang secara ekonomi dan
di suatu negara, serta pada gilirannya juga
politik dominan. Melalui pola kepemilikan
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi
dan melalui produk-produk yang disajikan,
politik global (Dedi N. Hidayat dalam
media adalah perangkat ideologis yang
Sudibyo, 2004 : 2).
melanggengkan dominasi kelas pemodal
terhadap publik yang diperlakukan semata- Salah satu isu utama dalam diskursus
mata sebagai konsumen, dan terhadap komunikasi modern belakangan adalah
pemegang kekuasaan untuk memuluskan pola kepemilikan serta praktik produksi dan
lahirnya regulasi-regulasi yang pro-pasar. distribusi produk media yang terkonsentrasi
pada kelompok-kelompok bisnis besar.
Sejarah menunjukkan, media
Fenomena konsentrasi media di satu sisi-sisi
massa pada akhirnya mencapai puncak
dianggap tak terhindarkan ketika situasi-
perkembangan sebagai lembaga khusus
situasi global memang mengendaki upaya-
dalam masyarakat modern. Media massa
upaya yang mengarah pada konsolidasi dan
mampu mempresentasikan diri sebagai
konvergensi dalam bisnis media modern.
ruang-publik yang utama dan turut
Namun di sisi lain, konsentrasi media juga
menentukan dinamika sosial, politik, dan
menimbulkan sejumlah paradoks berkaitan
budaya, di tingkat lokal maupun global.
dengan fungsi media sebagai ruang publik
Media juga menjadi medium pengiklanan
dengan sejumlah fungsi-fungsi yang
utama yang secara signifikan mampu
melekat di dalamnya. Struktur industri media
menghasilkan surplus ekonomi dengan
yang terkonsentrasi sesungguhnya adalah
menjalankan peran penghubung antara
tahapan akhir dalam siklus evolusi menuju
dunia produksi dan konsumsi.
lembaga industrial modern (Golding &
Namun, hampir selalu terlambat Murdock dalam Sudibyo, 2004 : 3).
disadari bahwa media massa di sisi lain
Menyikapi fenomena media, dalam
juga menyebarkan atau memperkuat
hal ini fenomena independensi media,
struktur ekonomi dan politik tertentu. Media
khususnya media lokal, akan segera muncul
tidak hanya mempunyai fungsi sosial dan
“seribu satu” pertanyaan. Mengingat
ekonomi, tetapi juga menjalankan fungsi
positioning media lokal vis-a-vis penguasa
ideologis. Oleh karena itu, fenomena media
(baca: pemerintah daerah). Fenomena
bukan hanya membutuhkan pengamatan
deviasi independensi media lokal ini
yang didasarkan pada pendekatan-
akan lebih mudah dilihat saat perhelatan
pendekatan ekonomi, melainkan juga
pemilihan kepala daerah (Pemilukada).
pendekatan politik (Sudibyo, 2004 :2).
Pertanyaan pertama yang relevan
Selalu menarik mengamati bagaimana dikemukakan adalah, masih mungkinkah
peran media dalam struktur ekonomi kita mendapatkan media yang bersikap
Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 27

independen di tengah persaingan bakal Konflik kepentingan pemilik modal


calon kepala daerah, contohnya pemilihan media yang berafiliasi ke politisi tertentu
gubernur di Provinsi Banten. jangan sampai menyudutkan wartawan
semata-mata sebagai petugas kampanye.
Dalam hubungan media dan politik,
Dalam terminologi Foucault (dalam Eriyanto,
independensi media menjadi salah satu
2005), kekuasaan menyebarkan wacana ke
genre dalam ilmu komunikasi politik yang
tengah-tengah publik yang dipegang oleh
memandang media sebagai cabang
media massa, hendaklah diperhambakan
kekuasaan keempat (fourth state). Media
pertama-tama bagi kepentingan publik.
harus independen agar ketiga cabang
kekuasaan lainnya mendapat pengawasan Penelitian ini mengangkat peran dan
yang memadai. Jika media berpihak atau fungsi media dalam perspektif ekonomi
terkooptasi oleh cabang-cabang kekuasaan politik. Konsepsi ekonomi politik pada
lainnya, niscaya fungsinya sebagai anjing awalnya bermula dari upaya dukungan
penjaga (watchdog) sulit dijalankan. terhadap akselerasi kapitalis yang menolak
Dengan demikian kehidupan berdemokrasi sistem politik merkantilis yang dianggap
akan berjalan timpang. Demikianlah premis tidak efektif dan efesien pada abad ke-18.
dasar dari genre tersebut. Secara historis, Palgrave membuat definisi
ekonomi politik sebagai studi tentang
Persoalannya, ketika konsentrasi
kesejahteraan dan usaha manusia untuk
kepemilikan modal dalam industri media
memenuhi nafsu perolehan (penawaran
kian menguat, jurnalisme pun makin
dan pemenuhan hasrat).
terancam untuk menjadi sekadar bisnis,
barang dagangan.  Rupert Murdoch Untuk alasan itulah, menarik untuk
menjadi simbol terkenal bagaimana bisnis mengangkat isue “seksi” ini dalam judul
media yang mengglobal kian menyudutkan EKONOMI POLITIK MEDIA: PADA
jurnalisme sebagai produk dagangan. Di PEMBERITAAN PEMILUKADA BANTEN
Indonesia, khusunya di Banten, fenomena 2011 OLEH RADAR BANTEN DAN BARAYA
serupa bisa ditemui dalam kelompok TV.
Jawapos (di Banten, Jawa Pos memiliki
Penelitian ini diarahkan untuk
rantai, melalui anak perusahaannya Wahana
mendapatkan informasi mengenai (1)
Semesta Banten, yang merupakan holding
Bagaimana Relasi Media dan kekuasaan
bagi Radar Banten, Baraya Pos dan Baraya
dalam praktik ekonomi politik, masa
TV).
Pemilukada Banten tahun 2011 (Baraya TV
Orientasi jurnalisme pun telah berubah dan Radar Banten)? dan; (2) Bagaimana
drastis dalam dua dekade terakhir. Saat praktik ekonomi politik media (Baraya TV
ini market driven journalism memaksa dan Radar Banten) dalam menjaga netralitas
para pekerja media, terutama kalangan dan profesionalisme, selama Pemilukada
wartawan, untuk menjadi sekadar salah Banten 2011?.
satu sekrup dari rangkaian proses produksi
untuk menghasilkan produk yang bernama
berita. Jenis-jenis berita pun kian seragam, B. TINJAUAN PUSTAKA
aspek entertainment kian dominan, laporan-
EKONOMI POLITIK
laporan investigatif yang serius semakin
berkurang. Ekonomi politik merupakan disiplin ilmu
yang berkembang sejak abad 18 terutama
Pertanyaan kemudian muncul di tengah sebagai respons terhadap akselerasi
konsentrasi kepemilikan modal media kapitalisme. Perspektif yang dipergunakan
massa dan orientasi jurnalisme yang kian dalam riset ini adalah perspektif ekonomi
market-driven, bisakah kita berharap muncul politik kritis, yaitu varians studi ekonomi
independensi media lokal kita dalam politik yang mencoba bersikap kritis
menyikapi Pemilukada Banten tahun 2011? terhadap proses-proses liberalisasi,
28 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

dengan mengedepankan aspek-aspek sosial. Kedua, politik ekonomi komunikasi


moral dan etika sosial. Varian yang lain, memperlihatkan kekhususan pada
ekonomi politik liberal adalah sebaliknya bagaimana kepemilikan, mendorong kinerja
cenderung memberikan afirmasi terhadap atau mekanisme (misalnya periklanan),
proses dan dampak liberalisasi. Oscar H. dan kebijakan pemerintah berpengaruh
Gandy Jr menjelaskan ekonomi politik kritis terhadap perilaku media dan isi (berita atau
merupakan respons terhadap ortodoksi informasi dalam media tersebut).
paradigma ekonomi neoklasik (Oscar H.
Perkembangan yang terjadi di dunia,
Gandy Jr dalam Sudibyo, 2004 :6). Kritik
termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa
utama ditujukan pada kecenderungan
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
determinisme ekonomi, yang melihat faktor-
dan kemajuan teknologi komunikasi, media
faktor ekonomi sebagai satu-satunya faktor
massa tumbuh menjadi industri yang cukup
yang menentukan dinamika masyarakat
vital dalam suatu negara. Dalam hal ini, Denis
modern. Paralel dengan kecenderungan itu
McQuail (1989 :3) antara lain mengatakan :
adalah kecenderungan untuk memberikan
perhatian lebih pada faktor-faktor struktural, “media massa adalah suatu industri
dengan mengabaikan potensi dan yang tumbuh dan berkembang
pengaruh agen-agen sosial: negara (state), yang menciptakan lapangan kerja,
pasar (market) dan masyarakat (society). memproduksi barang dan jasa, serta
menghidupi industri lainnya yang terkait;
Ekonomi politik dalam komunikasi
media massa juga merupakan suatu
(informasi) menurut literatur para ahli
industri yang memiliki aturan-aturan dan
sebagaimana dikemukakan oleh Robert
norma-norma yang menghubungkan
W.McChesney (1997) meliputi dua
dirinya dengan masyarakat dan institusi-
aspek. Pertama, sebagai alamat yang
institusi sosial lainnya, dan sebagai
menghubungkan media dengan sistem
institusi sosial, media massa diatur oleh
komunikasi pada suatu struktur masyarakat.
masyarakat”.
Dengan kata lain, hal tersebut menguji
bagaimana media (dan sistem komunikasi) Menurut McQuail (1989),
dan isi saling menguatkan, menantang, operasionalisasi fungsi dan tujuan media
atau mempengaruhi kelas (stratifikasi massa di suatu negara ditentukan oleh
masyarakat) yang sudah ada dan hubungan beberapa pihak atau unsur sebagai berikut :

Penampang 2.1
OPERASIONALISASI FUNGSI & TUJUAN MEDIA (DENNIS McQUAIL, 1987)

Sumber : Dennis McQuail dalam Jurnal ISKI No. 1/Juli/1998, h. 8


Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 29

Gambaran konseptual dari McQuail tersebut akan dikenakan tindakan hukum.


tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pemilukada adalah peritiwa politik, yang
Sebagai bagian dari sistem kenegaraan, didalamnya terjadi aktivitas komunikasi
maka kepentingan nasional/negara/ politik dengan perantaraan media. Arifin
bangsa yang dirumuskan oleh kalangan (2003; 5) menyebutkan bahwa komunikasi
pembuat kebijakan akan menentukan dan politik saling mencakupi. Komunikasi
mekanisme opersionalisasi media mencakup politik dan politik meliputi
massa dalam menjalankan fungsi dan komunikasi. Banyak aspek kehidupan
tujuannya. Misalnya, pihak pemerintah politik dapat dilukiskan sebagai komunikasi.
menginginkan agar media massa Sebaliknya, para ilmuwan politik
berfungsi sebagai sarana pemeliharaan memandang bahwa sesungguhnya politik
integritas bangsa dan negara, sarana meliputi komunikasi.
pemeliharaan kestabilan politik,
Secara khusus, hubungan yang seiring
dll. Sementara itu, pihak khalayak
antara pers/media dan Pemilukada tersebut
mengharapkan media massa berfungsi
dapat dilihat dari peranan pers dalam
sebagai sumber informasi yang
masyarakat. Bernard C. Cohen dalam
dipercaya, sarana pengetahuan dan
Iswara (2005; 7) menyebutkan bahwa
budaya, dan lain-lain.
beberapa peran yang umum dijalankan pers
Bagi para pengusaha/pemiliknya, diantaranya sebagai pelapor (informer) yakni
media massa merupakan sarana bisnis. pers bertindak sebagai mata dan telinga
Sedangkan bagi para komunikator publik, melaporkan peristiwa-peristiwa yang
massa khususnya kalangan wartawan di luar pengetahuan masyarakat dengan
dan karyawan media massa lainnya, yang netral dan tanpa prasangka. Selain sebagai
diutamakan adalah kepuasaan profesi. pelapor, pers juga memiliki peran sebagai
Bagi kalangan masyarakat tertentu, interpreter yang memberikan penafsiran
khususnya tokoh pemuka pendapat, atau arti terhadap suatu peristiwa.
media massa merupakan infrastruktur
Peristiwa politik selalu menarik
kekuasaan (power). Adapun kebijakan-
perhatian media massa sebagai bahan
kebijakan perundang-undangan,
liputan. Hal ini terjadi karena dua faktor
peraturan-peraturan, dll, merupakan
yang saling berkaitan. Pertama, dewasa ini
refleksi dari keterlibatan kalangan
politik berada di era mediasi (politics in
“dominant class”. Di lain pihak, kalangan
the age of mediation), yakni media massa,
masyarakat umum (subordinate class)
sehingga hampir mustahil kehidupan atau
mengharapkan media massa sebagai
fenomena politik dipisahkan dari media
alat kontrol sosial dan perubahan.
massa. Malahan para aktor politik senantiasa
Dari gambaran di atas, jelas bahwa berusaha menarik perhatian wartawan agar
media massa dihadapkan pada suatu aktivitas politiknya memperoleh liputan
dilema, yakni menghadapi berbagai dari media. Kedua, peristiwa politik dalam
benturan kepentingan. Kehidupan media bentuk tingkah laku dan pernyataan para
massa bergantung pada bagaimana aktor politik lazimnya selalu mempunyai
memelihara keseimbangan di antara nilai berita sekalipun peristiwa politik itu
berbagai benturan kepentingan tersebut. bersifat rutin belaka, seumpamanya rapat
Misalnya, apabila yang dipentingkan hanya partai atau pertemuan seorang tokoh politik
kepentingan “dominant class”, maka media dengan para pendukungnya. Apalagi jika
massa tersebut tidak akan memperoleh peristiwa politik itu bersifat luar biasa seperti
keuntungan, artinya aspek ekonomi hanya pergantian presiden di tingkat nasional,
akan menjadi harapan. Tetapi bila hanya atau seperti pemilihan kepala daerah, yang
mementingkan kepentingan dan kebutuhan senantiasa menghiasi berbagai media
khalayak sementara kebutuhan “dominant massa, terutama media massa lokal (Ibnu
class” diabaikan, bisa jadi media massa Hamad, 2004 :1)
30 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

Liputan politik juga cenderung disnggung oleh Alex Sobur (2006) bahwa
lebih rumit ketimbang reportase bidang media massa sesungguhnya berada di
kehidupan lainnya. Pada satu pihak, liputan tengah realitas sosial yang sarat dengan
politik memiliki dimensi pembentukan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta
opini publik (public opinion), baik yang yang kompleks dan beragam.
diharapkan oleh para politisi maupun oleh
Peristiwa yang sering diberitakan media
para wartawan. Terutama oleh para aktor,
massa baik media elektronik maupun media
berita politik diharapkan mempengaruhi
cetak sesungguhnya seringkali berbeda
sikap khalayak mengenai masalah yang
dengan peristiwa sebenarnya. Mengapa
dibicarakan aktor. Para aktor politik
bisa terjadi demikian? sebab media tidak
menginginkan publik ikut terlibat dalam
semata-mata sebagai saluran pesan yang
pembicaraan dan tindakan politik melalui
pasif akan tetapi media pun aktif melakukan
pesan politik yang disampaikannya. Dalam
konstruksi terhadap peristiwa. Melalui
komunikasi politik, aspek pembentukan
berbagai instrumen yang dimilikinya
opini ini memang menjadi tujuan utama,
media berperan serta membentuk realitas
karena hal ini akan mempengaruhi
yang tersaji dalam pemberitaan. Kontruksi
pencapaian-pencapaian politik para aktor
terhadap realitas dapat dipahami sebagai
politik (Hamad, 2004).
upaya “menceritakan” (konseptualisasi)
Dalam kerangka pembentukan sebuah peristiwa, keadaan, benda atau
opini publik ini, media massa umumnya apapun.
melakukan tiga kegiatan sekaligus. Petama,
menggunakan simbol-simbol politik
(language of politic). Kedua, melaksanakan
strategi pengemasan pesan (framing
strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda
media (agenda setting function). Tatkala
melakukan tiga tindakan itu, boleh jadi
sebuah media dipengaruhi oleh berbagai
faktor internal berupa kebijakan redaksional
tertentu mengenai suatu kekuatan politik,
kepentingan politik para pengelola media,
relasi media dengan sebuah kekuatan politik
tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan
pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik
yang berlaku, dan kekuatan-kekuatan luar
lainnya. Dengan demikian, boleh jadi satu
peristiwa politik bisa menimbulkan opini
publik yang berbeda-beda tergantung dari
cara masing-masing media melaksanakan
tiga tindakan tersebut.
Media massa sebagai sarana komunikasi
dan informasi memberi peran penting
dalam pembentukan opini publik. Namun
demikian, dalam kaca mata pengamat
media, banyak ditemukan berita-berita
yang bias dalam memandang sebuah kasus
atau isu tertentu. Sehingga terkesan adanya
pretensi yang bersifat konspiratif (hidden
agenda) baik yang bersifat politik maupun
interest (kepentingan). Sebagaimana
Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 31

Penampang 2.2
Kerangka Kerja Teori (Theoritical Framework)
Ekonomi Politik Media: Pemberitaan Pemilukada Banten 2011
Oleh Radar Banten dan Baraya TV

Kerangka kerja teori (penampang 2.2) dan ekonomi. Ada 3 (tiga) hal yang diukur,
dapat dijelaskan sebagai berikut. Wacana yaitu : Struktur, perilaku, dan kinerja atau
/ teks berita kampanye terjadi (6) terjadi biasa disebut S-C-P (Structure-Conduct-
berdasarkan realitas politik dalam peristiwa Performance) merupakan tiga pilar utama
Pemilukada (1) yang dilakukan oleh para yang dapat digunakan untuk melihat kondisi
pasangan calon, diliput oleh wartawan (2) struktur dan persaingan di dunia industri,
berdasarkan pertimbangan ke ”menarik” termasuk pasar media massa. Struktur pasar
an berita. Berita yang akan dimuat media media yang kepemilikannya terkonsentrasi
mengalami proses konstruksi realitas oleh sebagaimana indikasi adanya konglomerasi
media (wartawan – redaktur – pemimpin yang terjadi dalam peta persaingan pers
media ) (5). Konstruksi realitas tersebut daerah di Indonesia, dalam praktiknya
dipengaruhi oleh faktor internal berupa mempengaruhi perilaku perusahaan media
kebijakan bisnis media dan pemberdayaan yang secara bersama-sama menentukan
Sumber Daya yang dimiliki dan notabene kinerja sistem pasar media cetak di tanah air.
terbatas (3) di samping dipengaruhi pula
Dalam industri media, konglomerasi
oleh faktor eksternal berupa Fakta ekonomi
memiliki pengaruh yang cukup kuat, antara
(kebutuhan akan pemasukan/iklan) dan
lain ditunjukkan melalui pola-pola kerjasama
fakta politik (struktur kekuasaan di Banten)
yang dibangun dalam struktur jaringan,
(6) yang pada ujungnya akan memunculkan
sentralisasi sumber informasi dan distribusi,
berita atau opini (publik) dan konstruksi
serta homogenisasi sistem keagenan dalam
realitas dari pembuat teks berita (7).
jaringan distribusi dan sirkulasi. Pengaruh
konglomerasi tersebut pada akhirnya
Pendekatan Relasi Industri Media dan
membentuk karakteristik media yang khas,
Berita
menunjukkan output produk media dalam
Banyak cara untuk mengukur pola struktur pasar oligopoli.
hubungan antara media – struktur politik
32 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

Hoskins dkk (2004), Hiebert dkk (1991), b. Perilaku  (Conduct). Menurut Fergu-
McQuaill (1992) dan Albarran (1996)  son dan Ferguson (1994), istilah  con-
mengemukakan 3 kerangka analisis yang duct  mengacu pada perilaku perusa-
dapat menjelaskan berbagai sisi kerja haan terhadap pasar dalam menentukan
bisnis media. Ketiga kerangka tersebut harga (baik harga yang ditentukan se-
sekaligus merupakan indikator yang cara independen ataupun berdasar-
cukup relevan untuk menilai karakteristik kan kesepakatan), strategi produk dan
industri media karena menyajikan informasi iklan, serta riset dan inovasi (Wirth dan
pokok terkait dengan keunikan operasi Bloch, 1995). Penekanan hal ini ada-
bisnis media massa. Ketiga kerangka lah bagaimana perusahaan menentu-
analisis yang dimaksud meliputi struktur kan pilihan media iklan dan menyusun
ekonomi  (structure),  operasionalisasi anggaran belanja untuk riset/melaku-
perusahaan  (conduct),  dan kinerja kan penelitian terhadap produk dalam
perusahaan (performance).  masyarakat. Scherer dan Ross (1990: 4)
mengidentifikasi dua variabel lain da-
Pendekatan SCP sendiri pertama
lam  conduct:  investasi dalam fasilitas
kali diperkenalkan oleh Mason (1939)
produksi (misalnya, bagaimana perusa-
yang kemudian diaplikasikan oleh Bain
haan menyusun anggaran) dan sesuai
(1951) melalui studi lintas disiplin (Wirth
dengan aturan hukum (yaitu penggu-
dan Bloch, 1995). Esensi pendekatan
naan sistem hukum untuk menentukan
SCP terhadap analisis organisasi industri
posisi perusahaan dalam pasar) (Wirth
adalah adanya hipotesis yang menyatakan
dan Bloch, 1995).
bahwa performance atau keberadaan pasar
(atau   industri) dipengaruhi oleh perilaku c. Kinerja (Performance). Terdapat beber-
perusahaan dalam   pasar, sedangkan apa kriteria yang dapat digunakan untuk
perusahaan dipengaruhi pula oleh menilai kinerja ekonomi industri media,
berbagai variabel yang membentuk struktur antara lain: keuntungan perusahaan;
pasar (Wirth dan Bloch, 1995). Berikut akan alokasi dan efisiensi produksi (dalam hal
dipaparkan masing-masing bagian: ini bagaimana caranya agar perusahaan
tidak mengeluarkan sumber daya den-
a. Struktur  (Structure) mengacu pada gan percuma, dan bagaimana perusa-
struktur pasar yang biasanya ditentu- haan dapat menghasilkan produk yang
kan oleh rasio konsentrasi pasar. Rasio tepat baik dalam kuantitas, dan kualitas
konsentrasi pasar adalah perbandin- untuk memenuhi kepuasan konsumen);
gan yang mengukur distribusi pangsa dan distribusi pendapatan yang sesuai.
pasar dalam industri. Sebuah   industri Lebih jauh, variabel  performance yang
yang 70 % pangsa pasarnya dikuasai melengkapi pengambilan keputusan in-
oleh hanya 2 perusahaan dalam indus- dustri media mencakup bagaimana pe-
tri misalnya, dapat disebut memiliki rusahaan dalam pasar media member-
struktur pasar yang sangat terkonsen- ikan kontribusi terhadap kesempatan
trasi. Untuk menilai struktur pasar ini yang sama bagi para pegawainya. Un-
diperlukan sejumlah variabel, antara tuk keperluan analisis, variabel-variabel
lain jumlah penjual dan pembeli, ting- tersebut dapat disederhakan menjadi 3
kat diferensiasi produk, kemampuan indikator: (1) efisiensi, (2) penggunaan
perusahaan (khususnya bagaimana pe- teknologi, dan (3) kemampuan mening-
rusahaan menciptakan pilihan-pilihan katkan akses audiens (pembaca/penon-
produk bagi konsumen), kemampuan ton/pengakses).
perusahaan dalam menembus pasar
bebas, seperti memperoleh lisensi dari
pemerintah, franchise, hak monopoli, C. METODE PENELITIAN
hak paten, dan hambatan yang terkait Penelitian ini menggunakan pendekatan
dengan biaya. kualitatif. Penelitian kualitatif adalah sebuah
Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 33

proses penelitian untuk memahami masalah Data yang telah dikumpulkan pada
sosial atau masalah manusia, berdasarkan penelitian dengan menggunakan
pada penciptaan gambaran holistik pendekatan penelitian kualitatif dengan
lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melakukan analisis terhadap teks berita
melaporkan pandangan informan secara kampanye Pemilukada. Menurut Patton
terperinci dan disusun dalam sebuah latar dalam Moleong (2006), analisa data
alamiah (Cresswell, 2002: 1). adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikan data ke dalam suatu
Menurut Fraenkel & Wallen, (1990)
pola, kategori dan satuan uraian dasar.
penelitian kualitatif memusatkan perhatian
Dari pengertian ini, Patton membedakan
pada proses yang berlangsung. peneliti
antara analisis data dengan penafsiran,
terutama tertarik untuk memahami
yaitu memberikan arti yang signifikan
bagaimana suatu hal terjadi. semenatara itu
terhadap analisis, menjelaskan pola uraian,
menurut Lincoln & Guba, penelitian kualitatif
dan mencari hubungan di antara dimensi-
merupakan sebuah desain berkembang
dimensi uraian.
dalam hal hasilnya. pengertian dan
interpretasi dinegosiasikan dengan sumber
data manusia karena realitas subyeklah D. PEMBAHASAN
yang ingin dipahami peneliti (Cresswell,
2002:156). Relasi Media dan kekuasaan dalam praktik
ekonomi politik, masa Pemilukada Banten
Sedangkan paradigma penelitian yang tahun 2011 (Baraya TV dan Radar Banten)
digunakan adalah konstruktivis. Paradigma
konstruktivis merupakan penolakan Ekonomi politik sebagaimana
terhadap pandangan positivis/empiris yang sebagaimana dikemukakan oleh Robert
memisahkan objek dengan subjek. Faktor W.McChesney (1997) meliputi dua
sentral dari penelitian serta hubungan- aspek, Pertama, sebagai alamat yang
hubungan sosialnya. Subjek, menurut menghubungkan media dengan sistem
AS. Hikam (dalam Eriyanto, 2006, hal. 5), komunikasi pada suatu struktur masyarakat.
memiliki kemampuan melakukan kontrol Dengan kata lain, hal tersebut menguji
terhadap maksud-maksud tertetu dalam bagaimana media (dan sistem komunikasi)
setiap wacana. Bahasa dipahami sebagai dan isi saling menguatkan, menantang,
sesuatu yang diatur dan dihidupkan oleh atau mempengaruhi kelas (stratifikasi
peryataan-pernyataan yang bertujuan. masyarakat) yang sudah ada dan hubungan
Setiap pernyataan pada dasarnya adalah sosial.
tindakan penciptan makna, yakni tindakan Kedua, ekonomi politik komunikasi
pembentukan diri serta pengungkapan jati memperlihatkan kekhususan pada
diri dari sang pembicara. Wacana dalam bagaimana kepemilikan, mendorong kinerja
paradigma konstruktivis adalah suatu upaya atau mekanisme (misalnya periklanan),
pengungkapan maksud tersembunyi dari dan kebijakan pemerintah berpengaruh
sang subjek yang mengemukakan suatu terhadap perilaku media dan isi (berita atau
pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan informasi dalam media tersebut).
diantaranya dengan menempatkan diri pada
Sebagaimana sebuah masyarakat
posisi sang pembicara dengan penafsiran
yang mulai tumbuh dan bergeliat secara
mengikuti struktur makna dari pembicara.
“ekonomi”, biasanya partisipasi masyarakat
Metode pengumpulan data selain belum menyebar secara merata.
pengamatan atas teks dan berita / informasi Masyarakat secara umum, lebih bersifat
tentunya tidak cukup hanya dengan pasif. Dan kelompok lain yang lebih kecil
melakukan pengamatan, tetapi dalam dan sedikit justru bersifat aktif. Dalam
kelaziman dalam metode kualitatif adalah tatanan masyarakat yang relative baru
dengan melakukan wawancara secara berkembang, baik secara ekonomi maupun
mendalam (depth-interview). politik, peran kelompok elit pada awalnya
34 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

menjadi stimuli bagi berkembangnya Motif tersebut menjadikan proses dan kerja
partisipasi masyarakat yang lain. Mereka berita bukan lagi didasarkan pada landasan
(baca: massa) mengharapkan kiprah etis dan profesional, namun pada landasan
kelompok elit tersebut untuk memberikan politik. Motif politik mampu menjadi ruh
dorongan dan peran yang berpengaruh sekaligus menentukan arahnya sebuah
dan mempengaruhi masyarakat kelompok laporan.
non elit. Sehingga, suka tidak suka, dalam
Prosesnya berdasarkan kebijakan
kondisi tertentu, kelompok elit tersebut tidak
redaksional media yang menginginkan
menjadi ”masalah” serius bagi masyarakat.
adanya sebuah frame yang didasarkan atas
Karena, seperti disebutkan oleh Gaetano
kepentingan internal media. Individu atau
Mosca (Wijaya, 1986), kelompok elit diyakini
seorang jurnalis mengkonstruksi realitas
merupakan kelompok masyarakat yang
sosial, dan merekonstruksikannya dalam
“kuat” dan dominan secara ekonomi pada
dunia realitas, sekaligus memantapkan
awalnya. Dan selanjutnya, mereka akan
realitas itu berdasarkan kepentingan
merambah pula pengaruhnya pada bidang
institusi medianya. Hal itu juga diperkuat
politik.
oleh adanya latar belakang pendidikan,
Dalam halnya dengan sistem komunikasi agama, jenis kelamin, etnisitas, yang
lokal, praktik ekonomi-politik media, tidak kesemuanya turut mempengaruhi wartawan
banyak berpegaruh dalam praktik media, dalam menghasilkan sebuah liputan (media
setidaknya yang di teropong melalui praktik content). Akibatnya, cepat atau lambat,
jurnalistik dan bisnis media di Baraya TV dan media terjebak ke dalam trial by the press.
Radar Banten. Walaupun disadari bahwa,
Pasca lahirnya UU No. 40/1999,
“kedekatan” wartawan terhadap pimpinan
semakin memperkuat wacana kebebasan
partai politik tertentu berimbas pada spot
pers. Pers lalu mulai diarahkan pada peran
iklan.
tanggungjawab sosial mereka. Baik sebagai
Kedekatan wartawan dengan sistem maupun fungsi keempat dalam pilar
tokoh politik, menurut GM Baraya TV demokrasi. Munculnya otonomi daerah dan
(Maulana Wahid Fauzi), hal yang senada Pemilukada dengan beragam persoalan
dikemukakan Pemred radar Banten didalamnya diharapkan diimbangi
(Mashudi) saat diwawancara, memang tidak oleh keberadaan media local, sebagai
bisa dihindarkan. Selama mereka (baca: penyeimbang keberadaan dari pilar
wartawan Baraya TV) mampu bersikap keempat demokrasi dalam wilayah daerah.
objektif dan profesional, dianggap tidak Media lokal diharapkan bisa membaca
menjadi masalah. Namun akan lebih baik kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
jika wartawan tidak ”terlalu dekat” dengan dalam proses politik lokal yang didasarkan
partai atau tokoh politik tertentu, karena pada konteks masyarakat.
dikhawatirkan akan berpengaruh pada
Tentu yang diharapkan adalah bukan
pemberitaan. Dalam kondisi yang lebih
mengangkat salah satu nama calon, tapi
jauh, jangan sampai wartawan melakukan
kondisi yang terjadi. Masyarakat tidak
”framing” tertentu terhadap tokoh politik
akan tahu kredibilitas, kapabilitas maupun
atau partai politik atau pejabat tertentu.
loyalitas calon dalam musim kampanye.
Sehingga media lokal secara intens Karena kita tidak akan bisa melihat
kerap menciptakan suatu realitas yang kemampuan dari calon tersebut. Akan
dimiliki dan dialaminya secara subyektif. tetapi, kondisi yang nyaman dan demokratis
Subyektivitas tersebut muncul, terutama adalah harapan masyarakat.
jika terdapat tuntutan pragmatisme dari
Sehingga, konstruksi realitas yang
instiusi media yang harus dipenuhi oleh
dibangun bukan pada wilayah keunggulan
seorang jurnalis. Wujudnya adalah motif
calon. Tapi pada persoalan rasionalitas
kepentingan pada tingkat perorangan,
dan partisipasi penuh masyarakat terhadap
diantaranya yang bersifat politis (partisan).
Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 35

proses politik ini. Sehingga kontrol Sepintas relasi demikian adalah sesuatu
masyarakat terhadap pemerintah semakin yang lumrah terjadi antara penyedia jasa dan
ketat, dan media massa sebagai forum kliennya sebagaimana yang terjadi dalam
dialog antar komunitas tersebut. transaksi jasa lainnya. Namun persoalannya
menjadi lain manakala diingat bahwa media
Keberadaan pers lokal pada dasarnya
sesungguhnya mengemban fungsi kodrati,
adalah membangun kearifan lokal dalam
yakni kontrol sosial.
politik, sebab pers nasional tidak akan
mampu melakukannya karena harus melihat Dalam konteks Pemilukada, publik
kondisi masyarakat pembacanya. berharap agar media lokal mampu secara
kritis mengupas tuntas latar belakang setiap
Dalam pelaksanaan pemilihan kepala
calon penguasa daerah berikut program
daerah sejumlah calon kepala daerah tidak
yang ditawarkannya sehingga publik
terkecuali di Banten gencar melakukan memiliki pengetahuan yang cukup akurat
sosialisasi tentang profil, visi misi, dan guna menjatuhkan pilihan dengan tepat di
programnya. Berbagai isu strategis bilik suara nantinya. Asumsi yang mendasari
yang dianggap mampu mendongkrak ekspektasi publik sederhana saja; media
popularitas ditonjolkan, mulai dari sentimen lokal adalah media yang dianggap tahu
putra asli daerah, prestasi sebagai pejabat atau semestinya paling paham seluk-beluk
dalam rezim yang sedang berkuasa, permasalahan lokal.
program pengentasan kemiskinan,
Sayangnya, alih-alih menjadi pengawal
hingga keunggulan peringkat dalam jajak
demokrasi pada tataran lokal, yang banyak
pendapat.
terjadi adalah media lokal justru bermain
Dalam melakukan pendekatan mata dengan calon pemegang kekuasaan.
terhadap publik, hampir semua calon Keuntungan yang didapatkan dan terus
memanfaatkan media lokal, baik cetak diharapkan dari para calon penguasa
maupun elektronik. Bisa dimengerti, daerah baik selama masa sosialisasi maupun
media mampu menjangkau khalayak jika kelak menjabat menjadikan media lokal
sasaran yang lebih luas dibandingkan kerap kali tidak saja bersikap lunak, tetapi
berbagai cara konvensional, seperti rapat bahkan fasilitatif total terhadap kepentingan
umum, pemasangan spanduk, baliho, calon kepala daerah. Bukannya menurunkan
atau penempelan stiker. Kita menyaksikan laporan yang sesuai dengan kredo bad news
berbagai sosialisasi calon kepala daerah is good news demi kepentingan umum,
dikemas tidak saja dalam bentuk iklan kita mengamati begitu banyak media lokal
display, tetapi juga berita advertorial dan justru berlomba-lomba menampilkan
dialog interaktif yang melibatkan sejumlah yang terbaik dan terindah tentang elite
stasiun radio dan televisi swasta. Bukan hal politik yang menjadi kliennya. Serangkaian
yang aneh, bila seorang calon kepala daerah program yang digelar, mulai dari talk
bahkan menjadi sponsor tunggal kontes show hingga dialog interaktif kesemuanya
adu bakat muda-mudi yang ditayangkan mempunyai ending yang sama: puja-puji
untuk sang calon. Sepanjang seorang calon
oleh televisi lokal.
mampu menjalin “hubungan baik” dengan
Momen Pemilukada menciptakan relasi media, calon tersebut bisa menentukan apa
saling menguntungkan antara media lokal yang ingin dimuat, bagaimana pemberitaan
dan para kandidat calon kepala daerah. (coverage) tentang dirinya mesti dikemas
Kebutuhan setiap calon akan sosialisasi dan seterusnya.
diterjemahkan media sebagai peluang
Secara singkat media memiliki
emas untuk meraup pemasukan guna
dua peran. Pertama, media dapat
meneguhkan atau bahkan mempertahankan
mempengaruhi kebijakan institusi. Kedua,
eksistensi di tengah ketatnya persaingan media dapat dijadikan sebagai katalis atau
bisnis media lokal. penetral manakala terjadi konflik perubahan
36 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

institusional. Hal ini menguatkan keyakinan menyangkut ketersediaan informasi yang


bahwa media sangat berperan penting bagi berguna bagi kehidupan publik.
institusi politik.
Selain kontribusi dalam menjamin
Baik institusi politik, pemerintah, proses demokratisasi, di satu sisi, media
maupun kekuatan kekuasaan lain pasti lokal juga membawa efek ambivalen
akan selalu memiliki kepentingan terhadap karena kuatnya nilai primordialisme dan
media massa. Hal ini tidak dapat dihindari, keterdekatan sosiokultural-ekonomi
karena media adalah alat yang paling pemodal media dengan stakeholder daerah
efektif untuk melakukan hegemoni dan yang menyebabkan media lokal juga
mempengaruhi masyarakat. Padahal memiliki posisi dilematis, misalnya dalam
di sisi lain, media massa harus dijaga peliputan Pemilukada (Kandyawan,
independensinya sebagai salah satu pilar 2005). Synder (2003) dengan berbagai
demokrasi. penelitiannya bahkan menyimpulkan pers
lokal bisa mengobarkan kepentingan
Politik akan selalu mengejar otoritas
jangka pendek, terutama karena pada
untuk melebarkan kekuasaanya. Otoritas
masa awal demokratisasi-bermedia terjadi,
merupakan bagian dari kekuasaan. Otoritas
suasana berpendapat bebas terjadi, pers
adalah kekuasaan yang terlindungi secara
lebih mudah didirikan, dan semuanya bisa
hukum untuk menjalankan kekuasaan atas
menjadi alat bagi para maniak kekuasaan
diri orang lain. Otoritas memiliki legitimasi,
untuk menaikkan posisinya (Haryanto, 2005;
sehingga kemudian dapat membuat
Tim LSPP, 2005: 8).
masyarakat mau menerima kebijakan dan
mengakui wewenang negara sebagai Dengan kata lain, pers daerah kadang-
pemilik kekuasaan. kadang gagal menjaga jarak dan ikut
larut secara emosional dengan dinamika
Jack Snyder (2003, sebagaiamana
kompetisi sosial politik dan konflik di
dikutip Tim LSPP, 2005: 8) melihat
wilayahnya, akibatnya liputan menjadi
peran positif yang dapat dimainkan
kurang berimbang. Di sisi lain, tekanan pasar,
media lokal, seperti sebagai pendidik,
baik yang berupa ketatnya persaingan antar
pengidentifikasi masalah, penyedia forum,
media maupun kehausan publik bawah
dan penguat (revitalitator) sosiokultural
terhadap tuntutan sensasionalitas berita,
bagi komunitasnya. Robert Dahl (seperti
sering memperkeruh proses dan wajah
dirujuk Oetama, 2001: 76) menyebut
liputan pers daerah (Kandyawan, 2005) .
peran pers yang bebas sebagai  “the
availability of alternative and independent
Ekonomi politik Media (Baraya TV dan Radar
sources of information”.  Peran utama ini
Banten) : Netralitas dan profesionalisme,
bersinergi dengan prinsip-prinsip  good
selama Pemilukada Banten 2011
local governance  seperti partisipasi,
transparansi, dan akuntabilitas di tingkat Prasyarat bagi terwujudnya proses
lokal. Partisipasi berarti adanya peran demokratisasi adalah kebebasan ekspresi
aktif masyarakat dalam pengambilan dan informasi, oleh karena itu diperlukan
keputusan. Transparansi didasarkan pada subsistem berupa media massa yang
adanya mekanisme penjaminan akses independen. Dimulai dengan memberikan
umum bagi pengambilan keputusan. informasi yang benar, relevan, dan objektif
Sedangkan akuntabilitas menyatakan bagi masyarakat sampai pada fungsi
seberapa besar efektivitas pengaruh dari pengawas kekuasaan. Pengertian kekuasaan
pihak yang diperintah (objek) terhadap dalam konteks masyarakat demokratis
pihak pemerintah (subjek). Sementara itu tidak hanya berorientasi pada kekuasaan
Keane (1991:116-117) menggarisbawahi pemerintah, melainkan ada ruang lingkup
pentingnya media sebagai pelayan publik yang cukup luas yang meliputi kegiatan
(public servant) yang memiliki andil besar politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Hal
dalam negara demokrasi. Andil ini terutama ini sinkron dengan apa yang dikemukakan
Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 37

Schieck (2003: 8) bahwa kehadiran media pada satu hal, minimnya profesionalisme.
yang independen dapat mengarah pada Profesionalisme pers dapat diindikasi dari
dua peran;  Pertama,  menjadi “anjing tiga tataran: mikro, meso, dan makro. Meski
penjaga”  (watchdog)  bagi pemerintah. kadang di antara tiga level ini tidak tegas
Kedua,  mengedukasi publik atas berbagai pembedaanya karena saling tumpang tindih
isu yang berpengaruh terhadap kehidupan dan dipertautkan satu sama lain, namun
mereka sehari-hari. secara sederhana pengkategorian di atas
dapat mempermudah dalam pembahasan.
Interaksi ini terlihat di banyak sektor
kehidupan. Dalam konteks yang lebih Pertama, level mikro, yaitu produk akhir
politis, pemilu misalnya, menurut survei media berupa isi atau teks, yang secara
The Asia Foundation yang dikeluarkan pada sederhana terlihat dari berita yang disajikan.
2004, lebih dari 90 persen masyarakat Ketidakprofesionalan pers lokal terutama
menggunakan media sebagai sumber sangat terlihat dari berbagai pemberitaan
informasi pemilihan umum (Tim LSPP, tentang proses penyelengaraan pemilihan
2005: 2). Dari besarnya angka ini tentu kepala daerah yang ditampilkan kurang
sangat membuka penyalahgunaan berimbang. Terbukti dari penelitian
media sebagai sarana “main mata” antara yang dirilis LSPP tahun 2005 tentang isu
pemilik media dan elit politik daerah. transparansi (korupsi) dan pelayanan publik
Mulai dari kesepakatan transaksioal untuk terhadap 8 media cetak lokal di 4 wilayah
menyediakan  space  iklan politik, meliput (Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat,
pelantikan pejabat daerah, hingga publikasi Nusa Tenggara Barat) memperlihatkan
yang mem-blow up  aktivitas kampanye ketergantungan surat kabar lokal tersebut
pemilu. Kondisi ini lebih parah jika kebetulan yang masih tinggi dengan kekuasaan lokal.
pemilik media atau orang kuat di struktur Kondisi ini jelas mempersempit ruang
organisasi media adalah salah satu kandidat gerak media cetak sebagai pengontrol
peserta Pemilukada. Yang terjadi tidak lain kekuasaan (Tim LSPP, 2005: x). Pada
pers menjadi aparatus kepentingan sesaat penelitian tahun sebelumnya (2004), LSPP
guna menggalang konstituen di daerah melakukan monitoring terhadap 1.136
komunitasnya. Jelas dari bentuk-bentuk berita dari 10 surat kabar terkemuka
penyimpangan seperti ini, pers tidak lagi Indonesia pada periode 11-25 Maret 2004.
dapat berfungsi sebagaimana konsepsi Hasil yang diperoleh adalah kesimpulan
tradisional pers: majelis keempat demokrasi. bahwa media kurang memperhatikan asas
keberimbangan  (cover both  sides) dalam
Pilar keempat  (the fourth estate),
menyajikan berita. Isu seputar KKN dan
tidak berarti pers harus memposisikan
uapaya reformasi militer misalnya, atau isu
diri “beroposisi” terhadap pemerintah
Dewan Perwakilan Daerah yang kandidatnya
atau “melawan” pemerintah. Kedudukan
mencapai ribuan orang, hanya memperoleh
pers dalam konsep majelis keempat sama
perhatian peliputan yang sangat minim
dengan parlemen, yang lebih ditekankan
dibanding peristiwa-peristiwa lain yang
pada sifat independensi atau kebebasan
diberitakan (Luwarso. ed, 2004).
menyebarkan informasi dan pendapat
tanpa rintangan dari pemerintah. Pers hanya Di sisi lain, secara teoritik, profesionalisme
bertanggung jawab secara yuridis kepada dalam berita mensyaratkan beberapa kondisi,
pengadilan, dan juga bertanggungjawab terutama objektivitas. Dalam konsepsi yang
etika kepada organisasi wartawan (Muis cenderung positivistik ini, definisi objektivitas
(2000: 56-57). dirumuskan dalam dua prinsip, yaitu
kesesuaian dengan kenyataan (factuality) dan
Tarik-menarik kepentingan antara pers
tidak memihak  (impartiality).
dengan elite lokal dan penyalahgunaan
Prinsip  factuality  terdiri dari dua unsur,
fungsi pers lokal dalam proses pemilihan
yaitu benar  (truth)  dan relevan (relevance).
kepala daerah dapat dimungkinkan terjadi
Unsur benar  (truth)  ditentukan oleh
karena beberapa penyebab yang berpangkal
38 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

ketepatan (accuracy) dalam mendeskripsikan gaji tetap dari medianya (lihat misalnya Tim
fakta. Kebenaran akan kuat jika disertai LSPP, 2005: 102). Pada kasus lain, pendirian
akurasi pada seluruh unsur berita (5W+1H). pers merupakan agenda politik elite lokal
Keakuratan ini dalam praktiknya memerlukan yang membawa misi menjadikan media
kelengkapan  (completeness)  berbagai sebagai corong membela kepentingannya.
instrumen. Sementara itu, unsur-unsur Ini tampak dari nama-nama elite poltik lokal
yang digunakan untuk mengukur tingkat yang tercantum dalam  masshead  (struktur
relevance meliputi: (1) proximity psikografis, redaksional) suratkabar.
(2)  proximity  geografis, (3)  timeliness,
Kurangnya profesionalisme pers lokal
(4) significance, (5)  prominence  dan
juga diperlihatkan dari kondisi wartawan
(6)  magnitude. Item-item tersebut dikenal
yang tidak memiliki kompetensi dan
sebagai    news values.  Prinsip tidak
idealisme sehingga hanya menjadikan
memihak  (impartiality)  juga menentukan
institusi media lokal sebagai lahan mencari
tingkat objektivitas. Ada dua unsur yang
keuntungan. Kolaborasi mutualisme
mendukung ketidakberpihakan, yaitu
wartawan dengan pemerintah daerah
seimbang  (balance)  dan  neutral. Seimbang
mengarah pada kesepakatan-kesepakatan
adalah memberi tempat yang adil pada
yang menyimpang dari idealisme dan
pandangan yang berbeda, sering disebut
etika jurnalistik dilegalkan dalam anggaran
dengan istilah cover both sides, sedangkan
pemerintah daerah (APBD), mulai dari biaya
netral berarti harus ada pemisahan antara
perwatan gedung PWI, pembinaan ini itu,
fakta dan opini pribadi wartawan (McQuail,
hingga mensponsori sejumlah kegiatan
2000: 196 – 222).
fiktif bagi para wartawan. Inilah yang
Mengungkap fakta dengan seharusnya dihapuskan dalam anggaran
objektivitas sesuai unsur-unsur yang pemerintah daerah sekaligus ditolak oleh
telah disebutkan di atas, maka dengan wartawan. Penghapusan pos tersebut
sendirinya media akan menjadi dapat mendudukkan pers pada posisi yang
anjing penjaga  (watchdog)  terhadap proporsional sebagai lembaga independen.
berbagai penyelewengan, baik
Ketiga,  indikasi untuk melihat
di level negara  (state)  maupun
profesionalisme pers lokal adalah pada
masyarakat  (public),  termasuk perorangan.
tataran  makro  yang merujuk pada
Dalam kondisi ini masyarakat akan berpikir
dinamikan sosial budaya, ekonomi politik,
serta menentukan sendiri, mana yang
konteks sejarah, dan regulasi media. Isu
benar dan mana yang salah. Pers tidak
yang mencolok dari aspek makro adalah
perlu mendikte atau mengarahkan, cukup
ketidakjelasan aturan main bagi pers
mengungkap fakta apa adanya, dan
lokal dalam mengartikulasikan fungsinya.
masyarakatlah yang memberi penilaian.
Penegakan etika yang kurang tegas, siapa
Kedua,  indikasi profesionalisme pers yang memberi sanksi dan sanksi apa
lokal dapat dilihat dari elemen  meso. yang dilakukan jika terjadi pelanggaran
Aspek ini meliputi dinamika proses-proses tampaknya belum sepenuhnya diakomodasi
memproduksi dan mengonsumsi teks dengan baik oleh berbagai sistem hukum
media. Hal mencolok dalam pembahasan di negara kita, dalam pengertian lemah
ini adalah lemahnya manajemen pers lokal pada aspek penegakan, bukan pada bunyi
dengan SDM yang kurang kompeten serta pasal-pasal perundang-undangan. Di sisi
tidak profesional. Selain itu, lemahnya lain, dari segi historis, menjamurnya pers
manajemen media ini juga berujung lokal juga tidak sepenuhnya berangkat
pangkal pada rendahnya kesejahteraan dari basis pemikiran kontemplatif bagi
hidup jurnalis lokal, yang dalam banyak kemanfaatan publik, melainkan tak lebih
kasus diberi gaji di bawah standar UMR. sebagai tren, bahkan euforia kebebasan
Bahkan, ada sebagian wartawan daerah yang pada titik tertentu ternyata tidak
yang hanya memperoleh kartu pers tanpa dipahami maknanya oleh baik pengelola
Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 39

pers maupun publik media itu sendiri. (Tim LSPP, 2005). Dari besarnya angka ini
Inilah yang mendorong perlunya lembaga tentu sangat membuka penyalahgunaan
pengawas media  (media watch)  yang media sebagai sarana “main mata” antara
independen guna mengingatkan jika terjadi pemilik media dan elit politik daerah.
penyelewengan oleh pers. Selain itu bagi Mulai dari kesepakatan transaksional untuk
masyarakat diperlukan edukasi bermedia menyediakan  space  iklan politik, meliput
melalui pendidikan literasi media sehingga pelantikan pejabat daerah, hingga publikasi
mereka tidak hanya menjadi objek pasif yang mem-blow up  aktivitas kampanye
media, melainkan memiliki kesadaran pemilu. Kondisi ini menjadi lebih buruk jika
peran sebagai stakeholder aktif yang kebetulan pemilik media atau orang kuat
berhak terlibat dalam proses produksi dan di struktur organisasi media adalah salah
distribusi informasi. satu kandidat peserta Pemilukada. Yang
terjadi tidak lain pers lokal menjadi aparatus
Dalam sebuah tulisan di Majalah  Time,
kepentingan sesaat guna menggalang
Henry Gunward pernah menulis jargon: no
konstituen di daerah pemilihan. Jelas dari
democracy without free press. Statement
bentuk-bentuk penyimpangan seperti ini,
ini senada dengan pidato Presiden Thomas
pers tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana
Jefferson yang sangat populer: “Jika saya
konsepsi tradisional pers: majelis keempat
disuruh memilih antara pemerintah tanpa
demokrasi yang artinya pers sebagai pilar
pers yang bebas dan pers bebas tanpa
pengawas kekuasaan.
pemerintah, maka saya akan memilih pers
bebas tanpa pemerintah”. Hal itu tidaklah aneh di tengah semangat
desentralisasi dan kebebasan informasi
Di tengah semangat desentralisasi dan
yang diusung pasca gerakan reformasi
kebebasan informasi, terlebih dengan telah
1998, bangkitnya industri media lokal telah
lahirnya UU No. 14 tahun 2008 tentang
memberi kontribusi dalam tradisi bermedia
Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Semakin
dan kehidupan demokrasi di Indonesia. Tak
membangkitkan industri pers lokal untuk
terkecuali di Banten.
memberi kontribusi dan warna baru dalam
tradisi bermedia dan kehidupan demokrasi Berdasarkan sinyalemen tersebut,
di Indonesia. Namun demikian, lanskap ada 3 (tiga) hal yang menjadi perhatian
kehidupan bermedia, terutama di ranah sentral: Pertama, tinjauan teoritik mengenai
lokal masih menunjukkan karut marut relasi media, demokrasi, dan proses menuju
persoalan yang berkelindan dan pelik untuk demokratisasi di ranah lokal.  Kedua,
diurai. Netralitas pers lokal dalam pemilihan sebagai respon dari penyelenggaraan
kepala daerah (Pemilukada) misalnya, atau otonomi daerah, media memegang peran
eksistensinya yang lebih mengutamakan vital sebagai mediator informasi antar
fungsi ekonomi daripada aspek informatif- pemimpin politik dengan konstituennya,
edukatif bagi publik daerah adalah dua maka diskusi tentang netralitas media
isu utama yang mengemuka, bahkan dalam pemilihan kepala daerah menjadi
berpotensi mereduksi peran pers; alih-alih penting untuk dikemukakan. Apalagi
menjadi pilar keempat  (fourth estate)  yang dinamika industri media lokal di tanah air
mengawal proses demokratisasi, justru pasca Orde Baru menunjukkan bagaimana
misfungsi menjadi kepanjangan tangan tarik menarik kepentingan antara media,
“raja-raja” daerah yang menyokong pemerintah lokal, dan pengiklan (termasuk
kepentingan kekuasaan jangka pendek, pemerintah yang juga kerap berposisi
nasionalisme kesukuan, dan primordialisme sebagai pengiklan) dalam proses konstruksi
lokal. berita politik yang disajikan media lokal.
Ketiga,  pentingnya peran media lokal
Menurut survei The Asia Foundation
dalam proses demokratisasi di Indonesia,
yang dikeluarkan pada 2004, lebih dari 90
sekaligus memberikan tawaran alternatif
persen masyarakat menggunakan media
bagaimana seharusnya format media lokal
sebagai sumber informasi pemilihan umum
40 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

di masa mendatang, baik sebagai subsistem politik (political variety) yang sangat berguna


demokrasi maupun pilar industri. untuk menyalurkan dan menampung  local
voice dan local choice.
Maraknya media lokal atau media
daerah sesungguhnya merupakan reaksi
simultan dari reformasi politik tahun
E. SIMPULAN
1998. Gerakan reformasi sendiri berhasil
mendorong setidaknya dua perubahan Demokrasi mengandung makna
signifikan.  Pertama,  era kebebasan pers independensi dan otonomi. Dengan kata
yang menggantikan tirani-autoritatif lain, kehidupan politik disangga oleh
pemerintah melalui rezim surat perizinan. berbagai institusi yang memiliki tingkat
Kedua, perubahan mendasar dari reformasi kebebasan dan otonomi, namun saling
adalah agenda otonomi daerah yang bersinergi satu sama lain. Dalam kondisi
mengusung asas desentralisasi. Kebijakan semacam ini kehadiran media pers
yang dituangkan Undang-undang Nomor merupakan keniscayaan (conditio sine
32 Tahun 2004 membawa dua tujuan yang qua non).  Keberadaan pers lokal sebagai
tidak dapat dilepaskan dari peran media (1) subsistem arena percaturan politik di tingkat
tujuan politik dan (2) tujuan administratif. lokal mengharuskan adanya landasan
Tujuan politik memposisikan pemerintah profesionalisme dan idealisme yang kuat.
daerah sebagai medium pendidikan Tanpa profesionalisme, media pers tidak
politik bagi masyarakat tingkat lokal yang akan memperoleh kepercayaan masyarakat.
secara agregat akan berkontribusi pada Berkembangnya pers lokal harus dimaknai
pendidikan polilik tingkat nasional dalam secara bijaksana oleh stakeholder media
rangka mempercepat terwujudnya civil sehingga fungsi  “memberdayakan”
society. Sedangkan tujuan administratif (empowering) masyarakat lewat media tidak
memposisikan pemerintah daerah berubah makna menjadi “memperdayakan”
sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal (disempowering) sebagaimana euforia
yang berfungsi menyediakan pelayanan kebebasan pers di awal era reformasi
masyarakat secara efektif, efisien, dan beberapa waktu lalu: “Yang penting terbit,
memberi hasil yang lebih baik dibanding urusan lain belakangan”.
pemerintahan sebelum reformasi (Mawardi, Di sisi lain, sebagai sebuah institusi bisnis,
2002: 2). Di satu sisi, otonomi daerah pers lokal juga harus meningkatkan mutu
mempunyai kecenderungan identik manajemen media yang pada gilirannya
dengan kebebasan di daerah  (freedom mampu menyehatkan perusahaan dan
of locality)  untuk menentukan nasib meningkatkan kesejahteraan para pekerja
sendiri  (self determination)  atau demokrasi media yang bersangkutan. Gempuran
lokal (Akbar dan Khan, 1982, seperti dikutip persaingan dengan media-media lain juga
Sarundajang, 2000: 57). akan menguji sampai sejauh mana eksistensi
Dua perubahan elementer di atas pers daerah di masa-masa mendatang.
mendorong media lokal mengartikulasikan Dalam menyikapinya maka peningkatan
kebutuhan informasi masyarakat kapasitas manajerial harus dilakukan melalui
sekaligus mengisi ceruk pasar  (market berbagai pendidikan dan pelatihan yang
niche).  Mengingat kondisi masyarakat intensif.
yang beraneka ragam, media lokal lahir Keberadaan media lokal sebagai
dengan mengusung kebernekaragaman subsistem arena percaturan politik di tingkat
pula. Fungsi desentralisasi dan  local lokal mengharuskan adanya landasan
autonomy  bagi media daerah ditunjukkan profesionalisme dan idealisme yang kuat.
dengan kemampuan mengakomodasi Tanpa profesionalisme, media tidak akan
kemajemukan aspirasi masyarakat lokal- memperoleh kepercayaan masyarakat. Di
komunitas. Desentalisasi media pada sisi lain, sebagai sebuah institusi bisnis,
tingakan ini melahirkan kemajemukan media lokal juga harus meningkatkan mutu
Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 41

manajemen media yang pada gilirannya kekuatan yang signifikan dalam melakukan
mampu menyehatkan perusahaan dan produksi dan reproduksi citra politik
meningkatkan kesejahteraan para pekerja dan isi media sebagai realitas yang telah
media yang bersangkutan. Gempuran dikonstruksikan(constructed reality)  ,hal
persaingan dengan media-media lain juga ini seperti pendapat Tuchman,1980. Maka
akan menguji sampai sejauh mana eksistensi dari itu munculah rumusan “Siapa yang
media daerah di masa-masa mendatang. menguasai media maka akan menguasai
Dalam menyikapinya maka peningkatan dunia”, jika kita hubungkan pada konteks
kapasitas manajerial harus dilakukan melalui Pemilukada maka calon yang dapat
profesionalisme. Terakhir, publik pembaca menguasai opini publik maka dia akan lebih
juga harus berupaya meningkatkan berpeluang untuk menang.
pemahaman tentang melek media  (media
Independensi dan netralitas media,
literacy)  sehingga dapat meningkatkan
dalam hal ini Radar Banten, ketimbang
apresiasi dan partisipasi bermedia
Baraya TV, patut dipertanyakan. Alih alih
secara sehat dan kritis guna mendorong
mengusung profesionalisme media, media
terciptanya  good local government  dalam
lokal tampak lebih cenderung memerankan
arti sesungguhnya, yaitu menjamin adanya
sebagai institusi ekonomi, dengan lebih
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
mengedepankan praktik-praktik ekonomi
Kekuatan media begitu dahsyat melalui spot iklan (kampanye) yang
dalam  menyebar arus informasi secara mendapat space lebih besar dan lebih
cepat dan meluas. Para calon jelas lebih ”longgar”.
memanfaatkan media massa sebagai
Melihat kondisi seperti ini, nampaknya
sarana untuk bersosialisasi agenda politik.
fenomena ekonomi media, menampakkan
Publik secara otomatis akan terbius
wajah yang sebenarnya. Dalam arti,
oleh manisnya informasi melaui media
media relatif kesulitan melakukan tugas
massa yang telah  disetting. Hal ini sangat
jurnalistiknya dengan konsisten dengan
bersinggungan dengan    teori jarum
penilaian ketidaknetralan oleh beberapa
hipodermiks (hypodemic nodle), yaitu teori
pihak dan di pihak lain, pemanfaatan
klasik mengenai proses terjadinya efek
kesempatan memperoleh ”ceruk” iklan,
media massa. Dalam teori ini, isi media
cukup dominan. Hal tersebut, dianggap
dipandang sebagai obat yang disuntikan ke
sebagai hal yang sering ditemui dalam
dalam pembuluh audien, yang kemudian
fenomena media lokal, terutama pada saat-
diasumsikan akan bereaksi seperti yang
saat pemilukada.
diharapkan.    Media memang memliki

DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto. 2005. Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media). LKIS. Yogyakarta
Eriyanto, 2006. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. LKIS. Yogyakarta
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Kencana. Jakarta.
Cresswell, John W. 2002. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. KIK
Press. Jakarta
Denzin Norman K. dan Egon Guba. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. (Penyunting
Agus Salim). Jakarta
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (suatu studi Critical
Discourse Analysis terhadap berita-berita Politik). Granit, Jakarta.
Juanedie, Kurniawan. 1980. Pers Indonesia. Gramedia, Jakarta.
42 Komuniti, Vol. IX, No. 1, Maret 2017 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama. 2005. Jurnalistik : Teori dan Praktek. Rosda Karya.
Bandung
Moeleong, Lexy. 2006. Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya, Bandung
Mulyana, Dedi. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nurudin, 2003. Komunikasi Massa. Cespur. Malang
Severin J, Werner dan Tankard Jr. W. James. 2007. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Massa : Terjemahan. Jakarta. Kencana
Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media: Suatu Pengatar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. LKIS. Yogyakarta
Sudibyo, Agus. 2006. Politik Media dan Pertarungan Wacana. LKIS. Yogyakarta
Suwardi, Harsono. 1993. Peranan Pers dalam Politik di Indonesia. Sinar Harapan, Jakarta.
Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Simbiosa Rekatama Media.Bandung

Sumber lain :
Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 1993. Komunikasi dan Politik
Jurnal Komunikasi ”Mediator”. 2002. Risalah penelitian karya Yenni Yuniati ”Pengaruh Media
Terhadap Persepsi Politik”. Unisba Press, Bandung.
Jurnal Komunikasi ”Thesis”. Januari-Juli. 2005
Mansyur, Johansyah. 2005. Thesis. ”Anlisis Kebebasan Pers Terhadap Pemberdayaan Politik
Masyarakat : Studi Framing pada Harian Pedoman Rakyat dan Harian Fajar, tentang
Suksesi Gubenrnur Sulsel. Usahid. Jakarta
Nashrudin, Achmad P. 2007. Thesis ” Framing Pemberitaan Kampapanye Pemilukada Banten
2006 pada koran Radar Banten dan Fajar Banten. Tidak dipublish.
Panuju, Redi. 2003. Framing Analysis. Makalah. Surabaya: Universitas dr. Sotomo
Sobur, Alex. 2000. Jurnal Sosial dan Pembangunan : Paradigma Komunikasi Politik dalam
Mewujudkan Masyarakat Madani. Unisba Press, Bandung

Peraturan Perundang-udangan :
UU No. 40 Tahun 1999, Pers
UU No. 32 Tahun 2002, Penyiaran
UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintahan Daerah

Sumber Lain :
www.kompas.com
www.radarbanten.com
Luthvia.net
Manunggal K Wardaya, Unsoed Purwokerto, 2008.
Blog Iwan Kurniawan (dosen Prodi Komunikasi UII), 2008
Peran Mediasi Citra Merek Dan Persepsi Risiko 43

Baraya TV
Radar Banten, 5 – 18 Oktober 2011
Republika, 26 Mei 1999
Kompas, 20 Juni 2006
Kompas, 12 November 2011

Anda mungkin juga menyukai