Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH EKONOMI POLITIK KOMUNIKASI

Dosen :
Dr.Aminah Saraswati

Disusun Oleh :
Haki Algifari Jama

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
EKONOMI POLITIK MEDIA DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI DAN SOSIAL-BUDAYA

Penulis : Rangga Saptya Mohamad Permana , Pandu Watu Alam

Bidang ekonomi jelas tidak dapat dipisahkan dari kapitalisme; serta kapitalisme dan industri
merupakan dua hal yang tidak bisa dilepaskan. Lebih lanjut, budaya adalah salah satu konten yang paling
menarik untuk “dijual” dan kerap dimasifikasi oleh media untuk menghasilkan keuntungan besar oleh
para kapitalis media.

METODE PENELITIAN Kajian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, tepatnya metode
deskriptif-kualitatif. Metode deskriptif-kualitatif dipilih karena penulis menghimpun fakta-fakta dan
konsepkonsep tentang ekonomi politik media, komunikasi, dan budaya; lalu setelahnya berusaha untuk
menggambarkan fakta-fakta tersebut dalam sebuah penjabaran analitis.

Harold Innis (1950), ekonomi politik komunikasi menjadi bidang yang dikenal secara luas.
Sementara itu dapat dikatakan bahwa Innis bertanggung jawab untuk beberapa derajat yang signifikan
untuk pemisahan teknologi komunikasi buatan dari komunikasi yang lebih umum, dengan berfokus pada
hubungan antara media baru dan bentuk politik baru. Kontribusi Innis yang paling signifikan terhadap
pengembangan ekonomi politik komunikasi adalah teori pokok dari komunikasi: "Komunikasi, bila
dianggap sebagai media yang difasilitasi, dapat dilihat sebagai pokok dasar dalam pertumbuhan Empire"
(Innis, 1950).
Marx, dalam upaya untuk memahami ekonomi politik klasik pada tingkat yang paling dasar, wawasan Innis
yang membawanya untuk menentukan karakter politik sistem ekonomi dalam hal waktu dan ruang,
dengan fokus pada bagaimana tantangan media baru dan mengubah hubungan antara budaya, tempat,
formasi politik, dan periode waktu
McLuhan menjadi salah satu tokoh kunci dalam pengembangan ekonomi politik komunikasi.
Dalam banyak hal, McLuhan dan Innis membuka jalan bagi karya sejarawan sosial teknologi.

Dalam jurnal ini Terdapat lima tema umum di dalam riset tentang ekonomi politik dari komunikasi yakni:

1. Masalah kepemilikan cenderung fokus pada agenda perusahaan, baik dari segi penguasaan
ekonomi berkembang melalui kepemilikan media, dan bagaimana kepemilikan terhadap media
memberikan kekuatan politik kepada perusahaan atau orang-orang yang mengendalikannya
2. Isu monopoli cenderung berfokus pada peran perusahaan media dalam membentuk karakter
umum dari masyarakat yang beroperasi dalam kerangka "monopoli kapitalisme". Konsep
kapitalisme monopoli yang berorientasi pada komunikasi mengambil konsep-konsep dari teori
Lenin tentang imperialisme dan hal itu memengaruhi Dallas Smythe (1981), yang mendefinisikan
kapitalisme monopoli sebagai bentuk ekonomi politik global yang berhubungan dengan
“perusahaan monopoli besar” di dalam “penghindaran dari kompetisi harga”. Praktik media
massa sangat penting dalam pengembangan dan pemeliharaan dari masyarakat massa dan
kapitalisme monopoli. Salah satu contoh nyata adalah iklan, karena iklan didesain untuk
menggerakkan “kebutuhan konsumen untuk membeli produk baru” melalui “manipulasi selera
publik yang dimodifikasi” (Smythe, 1981).
3. Isu seputar khalayak cenderung berfokus pada dampak dari praktik media terhadap orang dan
persepsinya, bagaimana khalayak membentuk praktik media, bagaimana fungsi praktik dalam
komodifikasi pengetahuan, epistemologi, dan komunikasi, dan bagaimana karya khalayak
dialokasikan dan dijual oleh perusahaan media. Penelitian khalayak dalam ekonomi politik
komunikasi cenderung jatuh ke dalam dua kategori: mereka yang fokus pada efek pesan media
terhadap khalayak dan orang-orang yang fokus pada peran khalayak.
4. Isu-isu seputar tema demokrasi cenderung berfokus pada bagaimana informasi yang terdistorsi
melemahkan kebebasan politik dasar, dan bagaimana media baru memberikan (atau tidak
menyediakan) bentuk potensi yang lebih langsung dan partisipatif terhadap demokrasi.
5. Masalah akses yang paling jelas ditandai dengan istilah "kesenjangan digital," yang menunjukkan
pembagian kelas sesuai dengan tingkat akses ke teknologi komunikasi, dan oleh perbandingan
"informasi yang kaya" dan "miskin informasi," yang menunjukkan kurangnya akses terhadap
konten media dan pasar konten.

Di sini, media difungsikan untuk memproduksi kesadaran palsu (false consciousness) khalayak.
Iklan tersebut memanipulasi pikiran khalayak. Lebih lanjut, akhir-akhir ini iklan semakin tidak dapat
dibatasi penyebarannya karena jangkauan media yang semakin luas dan kemunculan internet. Melalui
internet, seseorang atau perusahaan dapat beriklan tanpa dibatasi wilayah oleh negara atau bangsa.
Sebuah perusahaan dapat mempromosikan barang atau jasanya melalui website-nya sendiri atau
memasang iklannya di e-commers, maka iklan dari perusahaan tersebut dapat dilihat oleh semua
orang di seluruh dunia.
ANALISIS EKONOMI POLITIK KOMUNIKASI PADA HAK SIAR PERTANDINGAN SEPAKBOLA
Studi Deskriptif Praktik Spasialisasi Dalam Siaran Langsung Sepakbola Liga Eropa di Indonesia

Roy Amri

Sepakbola adalah jenis olahraga yang sangat digemari di Indonesia, kalau tidak bisa dikatakan
sebagai yang paling digemari. Sejak Indonesia belum merdeka, olahraga ini sudah populer dan
dimainkan hampir di setiap pelosok negri. Bukan hanya memainkannya, penggila sepakbola juga
sangat antusias menonton sebuah pertandingan olahraga yang konon berasal dari Britania Raya ini

Kemajuan teknologi media komunikasi khususnya televisi, membuat penyebaran informasi sudah
tidak lagi mengenal batas (negara). Semua penduduk bumi bisa menerima informasi tentang kejadian
di satu tempat di satu negara pada saat yang sama.McQuail mengetengahkan hal ini dengan
menjelaskan bahwa perkembangbiakan dan percepatan saluran untuk penyiaran dan perubahan
komunikasi membuat kontak langsung dengan sumber dan tujuan lain dan sehari-hari menjadi
mungkin. Kita tidak lagi harus menunggu berita atau menunggu untuk mengirimnya, dari manapun.
Secara efektif, tidak ada batasan waktu atas informasi yang dapat dikirim dan menerima apa yang
ingin kita terima. Teknologi penyimpanan dan akses memungkinkan kita untuk mengabaikan batasan
waktu dalam sebagian besar perilaku komunikasi (McQuail, 2011)

Vincent Mosco dalam The Political Economy of Communication menyebutkan bahwa, ada tiga
pendekatan dan proses untuk menggambarkan dan mengkaji politik ekonomi komunikasi, yakni
komodifikasi, spasialisasi dan strukturisasi (Mosco, 2009). Dari ketiga proses tersebut, spasialisasi
akan digunakan penulis untuk menganalisa salah satu fenomena dalam media modern saat ini, yakni
hak siar tayangan langsung sepakbola liga elit Eropa.
penelitian ini menggunakan teori ekonomi politik komunikasi. Teori ekonomi politik (political
economy theory) adalah pendekatan kritik sosial yang berfokus pada hubungan antara struktur
ekonomi dan dinamika industri media dan konten ideologis media. Dari sudut pandang ini, lembaga
media dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi dengan hubungan erat kepada sistem politik

metode penelitian ini menggunakan studi deskriptif literatur atau desk study dengan pendekatan
kualitatif. Menurut Bibikas et al dalam Hatzipanagos & Warburton (2009, hlm. 287), metode desk
study dianggap sebagai tinjauan literatur belaka agar peneliti dibiasakan dengan latar belakang
pengetahuan.

Jurnal ini membahas potensi pasar yang begitu besar dari penggemar sepakbola di Indonesia
ternyata oleh industri media dinilai tetap menjanjikan. Sudah lumrah pula bila pemilik hak siar bukan
hanya mengharapkan balik modal dan profit hanya dari pelanggan saja. Iklan/commercial adalah salah
satu yang diincar, disamping brand image perusahaan melalui social media dan advertorial. Puput
Purwanti, 2018 seperti yang dimuat dalam pakarkomunikasi.com menyebut iklan masih dianggap
sebagai sesuatu yang efektif untuk menjaring minat dan perhatian massa. Sebagaimana dalam
komunikasi massa iklan dan komunikasi massa secara luas memiliki hubungan yang erat. Dimana
keduanya memiliki hubungan yang saling menyesuaikan sebagaimana komunikasi bisnis . Sebab
dalam iklan memang difokuskan untuk dapat membangun komunikasi massa (Purwanti, Puput: 2018).
Praktik spasialisasi memperlihatkan hasil bahwa semua diuntungkan, melihat jumlah
pelanggan tv kabel dan pelanggan tv internet yang meningkat beberapa tahun belakangan ini.
Operator tv kabel atau tv internet pemegang hak siar sepertinya dituntut harus mengambil langkah
ini. Selain dalam rangka mempercepat balik modal dan meraih keuntungan, cakupan layanan tv kabel
harus diakui belum merata ke semua wilayah nusantara. Dan ini terjadi bukan hanya di pinggiran kota
atau masuk wilayah pedesaan, bahkan di kota besar seperti Jakarta pun belum semua area cakupan
bisa dicover oleh semua operator tv kabel.
PENGARUH YOUTUBE DAN MEDIA SOSIAL FACEBOOK TERHADAP EKONOMI POLITIK KOMUNIKASI

Anna Kurniawati

Sejak internet meluas dan menjadi pemicu lahirnya media baru, fungsi media semakin bertambah
sebagai pendorong terjadinya gerakan sosial. Media sosial dengan segala fiturnya sangat mudah untuk
diakses dan memudahkan komunikasi interaktif semakin mengembangkan peran media dalam gerakan
sosial di masyarakat.

Globalisasi dan digitalisasi merupakan salah satu faktor yang berdampak pada perubahan industri
media. Isu-isu komunikasi global seperti imperialisme media, teori modernisasi mengubah pandangan
tentang praktik ekonomi politik global dan sistem media. Integrasi yang terjadi pada perusahaan media
selain terjadi dalam lingkup antarperusahaan, negara, dan regional namun juga terjadi pada lingkup kecil
atau cabang (devide) (Mosco, 2009).

Menurut Schramm (1964) terdapat fungsi-fungsi sosial dari media massa, pertama, media
bertindak sebagai penjaga publik, dengan menjalankan fungsi pengawasan terhadap lingkungan,
termasuk pengawasan terhadap pemerintah yang berkuasa. Kedua, media membantu pengambilan
keputusan sosial dengan memberikan informasi, pendapat, dan penilaian terkait suatu peristiwa, institusi
dan orang. Ketiga, media mengajar dengan memberikan informasi dan pengetahuan yang terkait dengan
keterampilan kepada masyarakat umum atau dengan penggunaan formal dalam lingkungan pendidikan.

Seorang ahli politik, Michael Rush dan Philip Althoff (Rusnaini, 2008 dalam Budiyono, 2017)),
berpandangan bahwa “komunikasi politik adalah proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan
dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-
sistem politik”. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informassi
diantara individu-individu dan kelompok paa semua tingkatan. Komunikasi politik adalah komunikasi yang
melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintah, dan
kebijakan pemerintah (Lataya, 2009).

Pasar media saat ini dapat diasumsikan media sebagai platform sedangkan pembaca atau
pengiklan adalah “pasar”. Dalam hal ini media menyediakan platformnya dan organisasi berita atau
penulis lepas menyumbangkan konten berita didalam platform tersebut.

Ekonomi politik Komunikasi yang terjadi dalam platform new media atau media sosial memiliki
prinsip yang sama dengan ekonomi politik komunikasi mainstream. Penggunaan new media dalam praktik
ekonomi politik membuat perusahaan mampu mengembangkan perusahaannya secara lebih luas.

Konsep ekonomi politik tidak terlepas dari pandangan Adam Smith dan Karl Marx. Adam Smith
sebagai Bapak Ekonomi memandang ekonomi tidak terlepas dari pembentukan relasi dalam kehidupan
sosial yang mencakup politik, ekonomi, moral dan budaya.Adam smith beranggapan bahwa dalam sistem
ekonomi, pemerintah berkewajiban untuk melindungi rakyatnya, menegakkan keadilan, dan menyiapkan
sarana prasarana guna mencegah terjadinya monopoli.

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan literature review yang
dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen
kunci.Penelitian kualitatif lebih bersifat deskripsif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar,
sehingga tidak menekankan pada angka.

Aktivitas yang dilakukan oleh Youtube dan televisi tersebut dapat digolongkan kedalam praktik
komodifikasi audiens yang terjadi pada era digitalisasi.Sebab audiens yang justru berperan aktif dalam
memproduksi konten dan audiens dijadikan komoditi untuk memperoleh keuntungan. Ada tiga konsep
penting yang ditawarkan Mosco untuk mengaplikasikan pendekatan ekonomi politik pada kajian
komunikasi yaitu komodifikasi (commodification), spasialisasi (spatialization) dan strukturasi
(strukturation).

Proses komodifikasi didorong oleh tiga kekuatan utama yaitu perusahaan media

 pertama, korporasi yang memproduksi dan mendistribusikan media, mengembangkan


teknologi baru seperti web, situs jejaring sosial, aplikasi mobile untuk tujuan komersial,
yaitu membangun pasar, mendapatkan nilai lebih dan menghasilkan keuntungan.
Kekuatan
 kedua adalah negara, yang telah berkontribusi secara luas untuk memobilisasi lembaga,
dukungan publik, dan hukum untuk proses komodifikasi. Peran negara adalah
memberikan kerangka kerja kelembagaan bagi produsen media.
 Ketiga, adalah kumpulan para pemilik modal (kapitalis) yang menggunakan media untuk
menyampaikan pesan emreka, khususnya melalui iklan komersial yang bekerja sama
dengan produsen pesan (media) untuk memastikan bahwa pesan informasi dan hiburan
mempromosikan produk-produk mereka.
Tata kelola industri dan bisnis media sepertu Youtube tidak berbeda dengan bisnis lainnya, pada
satu sisi telah menjadikan lembaga media dalam hal ini Youtube sebagi bisnis yang menguntungkan bagi
pemilik modal. Pada sisi lain, pemilik modal yang memiliki pengetahuan tentang bisnis dan pengelolaan
sumber daya manusia (pekerja) dapat melanggengkan dominasi dan hegemoninya terhadap para pekerja
media. Pemilik modal dapat memperoleh data mengenai konten apa yang disukai Youtuber maupun
penonton Youtube untuk selanjutnya melanggengkan dominasinya dengan menyajikan konten yang
digemari. Pemilik modal dalam hal ini Youtube dengan segala sumberdaya ekonomi dan politik yang
dimilikinya, membangun sistem nilai di dalam korporassi media untuk mengabadikan struktur yang
mereka inginkan.
Fenomena Ekonomi Politik Komunikasi di Indonesia (Studi kasus Komodifikasi Hijab dalam Iklan
Hijab Fresh Body & Lotion Unilever)
Wasvita Sari

Trend fashion hijab yang semakin tinggi inilah yang membuat para industry media terutama
produsen produk membuat produk yang meman faatkan potensi besarnya muslimah di Indonesia.
Sehingga wajar banyak bertebaran iklan-iklan pro duk hijab di layar televisi. Salah satunya adalah produk
untuk wanita hijab yang bernama Hijab Fresh Body & Lotion yang ditayangkan di televisi. Uniknya iklan ini
adalah menawarkan produk lotion khusus wanita berhijab dan dibintangi oleh Annisa Rachma mantan
personil cherrybelle yang sekarang baru menggunakan hijab dalam penampilan sehari harinya. Di iklan ini
ditampilkan wajah perempuan berhijab yang berbeda seperti menampilkan wanita yang bebas
beraktifitas apa saja yang secara tidak langsung membuat frame perubahan tentang hijab.

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuali tatif dengan menggunakan data
sekunder yakni dengan metode referen dengan menggunakan informasi literatur terkait seperti hasil pene
litian dan informasi internet yang akan dianalisa secara rasional yaitu dengan melakukan penga matan,
ketatan logika dengan teori yang digu nakan terkait komodifikasi dan semiotika. Teori semiotika
ditambahkan dengan tujuan membe rikan tambahan analisis kritis dari hasil penga matan yang dilakukan
penulis.

Pendekatan teori ini digunakan untuk menge tahui bagaimana indikasi terjadinya ekonomi politik
komunikasi dalam peristiwa. Dengan mengetahui arti atau definisi ekonomi politik maka kita akan dapat
memahami bentuk konkrit masuknya nilai kapitalisme yang dilakukan media. 1. Vincent Moscow
Pengertian ekonomi politik yang diungkapkan oleh Vincent Mosco, yaitu sebuah studi mengenai
hubungan sosial, hubungan kekuatan yang satu sa ma lain berhubungan dan membentuk produksi,
distribusi, dan konsumsi dari sumber daya termasuk komunikasi. Awal kemunculan dari teori ini dida sari
pada besarnya pengaruh media massa terhadap perubahan kehidupan masyarakat.

Pembahasan kontruksi hijab di masyarakat ini menjawab bagaimana pandangan atau pemikiran
yang ada di masyarakat tentang hijab. Hal ini diper lukan guna memberikan pemahaman yang sebe narnya
tentang hijab lalu dikontraskan dengan hasil pengubahan hijab yang dilakukan oleh industri me dia
komunikasi. Wanita berhijab di Indonesia bisa disimpulkan dari data lingkungan sekitar dan tampilan di
media dalam menampilkan sosok wanita berhijab. Pema haman pemakaian hijab dipahami dengan
memiliki dan menjadikan pedoman agama yang utama. Sehingga seringkali wanita berhijab dipersepsikan
dengan wanita yang tinggi agamanya, ibadah, perbuatan dan perkataan. Dalam perwujudan sosok wanita
berhijab dapat dilihat dilayar televisi yang dianggap sebagai wanita yang memiliki kepribadian anggun
yang sangat menjunjung tinggi syariat agama.

Telah terjadi perubahan nilai hijab pada iklan Hijab fresh Lotion yaitu hijab yang kini berubah
menjadi trend fashion muslimah dan tidak ada hal yang menjadi pembatas bagi wanita berhijab yang
sebenarnya hijab justru menjadikan wanita lebih baik dengan memiliki batasan berpakaian dan
berperilaku. konomi politik dengan jalan masuk dengan komodifikasi conten atau isi dalam media. Dengan
terindikasinya termasuk ekonomi politik komu nikasi ini berarti fenomena kapitalisme dilaksa nakan
dalam iklan ini yaitu pertukaran nilai hijab dengan komersilisme perusahaan hanya untuk men dapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya karena dianggap pasar berhijab sekarang menjadi pasar yang
“empuk” bagi produsen produk dan media. Fenomena ini sebagai contoh salah satu iklan wujud tindakan
ekonomi poltik komunikasi yang secara tidak sadar kita juga menjadi konsumen pro duk tersebut. Dan
pastinya fenomena ekonomi politik juga banyak terjadi di layar televisi di Indonesia.
Fenomena Industri Buzzer di Indonesia: Sebuah Kajian Ekonomi Politik Media

Shiddiq Sugiono

Fenomena munculnya buzzer politik perlu mendapatkan perhatian khusus dalam dunia akademik.
Buzzer politik telah menjadi bagian dari pengguna media sosial dan digunakan sebagai propaganda politik
di berbagai negara (Bradshaw & Howard, 2019). Dalam konteks Indonesia Buzzer politik dinilai telah
mencederai proses demokrasi, karena konten-kontennya mampu memecah belah masyarakat
(Syahputra, 2017) Selain itu, terdapat isu bahwa buzzer pro-pemerintah telahkebal terhadap jeratan
hukum (Arigi, 2019). Dibalik kemampuannya dalammengamplifikasi pesan secara masif, buzzer cenderung
menyampaikan kampanyepolitik negatif (Mustika, 2019). Buzzer memiliki peran penting
untukmemfasilitasi elit politik dalam melakukan kampanye (Saraswati, 2018).Berdasarkan beberapa
gagasan tersebut maka sudah seharusnya fenomenamunculnya industri buzzer tidak hanya dilihat dari
perspektif positivistik yangmelihat bahwa mereka adalah dampak dari kemajuan teknologi
komunikasi,namun perlu ada kajian yang membongkar suatu alasan mengapa mereka terusdibiarkan
bertumbuh dan tetap menyuarakan pesan-pesan yang negative.

Implementasi teori ekonomi politik dalam kajian komunikasi akan mengaplikasikan konsep
komodifikasi, spasialisasi dan strukturasi (Mosco, 2009).Komodifikasi dalam kajian komunikasi melibatkan
transformasi pesan menjadiproduk yang menarik sehingga dapat dijual di pasaran (Mosco, 2009).
Strukturasiadalah suatu proses dimana struktur sosial saling dijaga oleh agen sosial danmasing-masing
bagian dapat bertindak untuk melayani bagian lainnya. Isumengenai kelas sosial, pergerakan sosial dan
hegemoni merupakan bagian daribahasan strukturasi. Seiring dengan berkembangnya teknologi media,
teoriekonomi politik saat ini telah memasuki ranah media online, dalam hal inispasialisasi adalah suatu
upaya untuk mengatasi hambatan ruang dan waktudengan memanfaatkan teknologi komunikasi sehingga
memberikan kemudahanbagi pengguna media sosial untuk mendapatkan konten kampanye politik

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untukmenjelaskan suatu kasus serta
menerapkan paradigma kritis untuk membongkarketidakberesan sosial yang terjadi dalam kampanye
politik menggunakan buzzer.Data dikumpulkan melalui berbagai macam sumber dan diutamakan
bersumberdari studi literatur dan dokumen. Adapun data penelitian dipilih secara purposive,sehingga
data yang dipilih tersebut mampu menunjukan bukti-bukti bahwaterdapat suatu ketidakberesan sosial
dalam indusktri buzzer politik. Data yangtelah terkumpul akan dianalisis menggunakan teori yang menjadi
landasanpenelitian ini dan disajikan sesuai dengan konsep-konsep yang relevan.

Tulisan ini akan menunjukan bagaimana peran pemerintahan, elit politikserta tokoh publik dalam
menggunakan kuasanya untuk menggerakan buzzermelalui teori ekonomi politik media. Kajian ekonomi
politik dalam arti sempitberusaha untuk menjelaskan relasi kuasa antara berbagai aktor yang
mampumempengaruhi alur produksi, distribusi hingga konsumsi suatu pesan media.Sedangkan dalam arti
yang luas adalah kajian yang mempelajari kontrol dankelangsungan hidup dalam kehidupan sosial (Mosco,
2009). Pengertian mengenaiekonomi politik secara sederhana adalah hubungan yang melibatkan
kekuasaan(politik) dan berbagai sumber ekonomi di masyarakat. Sudut pandang Moscomengenai
penguasa lebih menekankan pada orang-orang yang mengendalikankehidupan bermasyarakat, adapun
dasar kehidupan sosial adalah ekonomi.Sehingga pendekatan ekonomi politik ialan suatu cara pandang
untukmembongkar permasalahan yang tampak pada permukaan (Manggaga, 2019)

Pada jurnal ini Berdasarkan penjelasan pada bagian-bagian sebelumnya, terdapat indikasi bahwa
buzzer politik menjadi suatu industri yang memiliki relasi dengan berbagaiaktor dalam meraih ataupun
mempertahankan kepentingan politik. Selain itu,terdapat pula motif ekonomi dibalik kerja buzzer dibalik
relasi dengan aktor-aktortersebut. Fenomena ini menunjukan bahwa teori ekonomi politik dinilai
mampuuntuk menjelaskan fenomena industri buzzer politik. Adapun fenomena industribuzzer di
Indonesia akan dibedah menggunakan konsep spasialisasi, strukturasidan komodifikasi.

Fenomena buzzer politik di media sosial tidak terlepas dari terjadinya komodifikasi terhadap
pekerja. Komodifikasi pekerja berhubungan dengan tugas mereka dalam memproduksi dan
mendistribusikan produk media yang mungkin saja tidak sesuai dengan upah ataupun beban kerja.
Penguasa dalam hal ini memiliki kontrol terhadap pekerja untuk meningkatkan profit finansial. Pekerja
dalam hal ini memiliki tugas untuk menjadikan khalayak sebagai komoditas.

Temuan penelitian ini menunjukan bahwa terdapat relasi antara berbagaiaktor yang ingin
mencapai tujuan politiknya dengan menggunakan buzzer politik.Dalam konteks mempertahankan
kekuatannya, Pemerintah diindikasikan telahmenggunakan buzzer politik untuk melakukan perlawanan
terhadap serangankonten-konten dari pihak oposisi. Bahkan aktor pengelola buzzer pemerintahtersebut
diindikasikan mendapat imbalan dalam bentuk kursi jabatan dalam suatuinstitusi. Adapun dalam konteks
kontestasi politik, berbagai aktor dari pihakoposisi diindikasikan turut menjadi buzzer politik dengan
menyampaikanberbagai isu SARA. Pada akhirnya, seluruh aktor yang terlibat dalam fenomenaindustri
buzzer dinilai telah menciptakan suatu hegemoni bahwa cara berpolitikdengan mekanisme saling serang
atau memprovokasi adalah cara berpolitik yangbenar
Perbandingan Pendekatan Ekonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi
Massa

S. Sarwoprasodjo-Agung

Di dalam era informasi, peran media massa dalam kehidupan manusia menjadi sangat sentral.
Sehingga kajian mengenai peran media dalam kehidupan manusia menjadi penting. Berbagai pendekatan
terhadap penelitian media yakni pendekatan yang sifatnya fungsionalis, pluralis dan kritis. Dalam
pendekatan kritis yakni yang diwakili dengan terminologi pendekatan Marxisme terdapat tiga kelompok
pendekatan yakni pen- dekatan strukturalist, ekonomi-politik dan pendekatan kulturalis.
Seperti halnya dalam pendekatan ekonomi politik, dalam studi kebu- dayaan terdapat berbagai varian
yang antara lain ditunjukkan dengan pengelompokkan berikut: dekonstruk- si, rekonstruksi dan
strukturalis. Pengelompokan lainnya (Golding dan Murdock, 1996) adalah analisis teks, analisis relasional
dan supremasi khalayak.

Menurut Gurevitch terdapat 3paradigma dalam pendekatan KajianMedia Marxisme yakni:

1. Kelompok “strukturalis” , antaralain adalah Althuserian Marxismedengan fokus pada artikulasi inter-nal
dari sistem penandaan media.

2. Kelompok “political economy”memandang ideologi sebagaisubordinat dari ekonomi. Yangtermasuk


dalam kelompok iniadalah Graham Murdock yang me-nempatkan kekuatan media dalamproses ekonomi
dan struktur pro-duksi media. Pemilikan dan pe-ngendalian media dilihat sebagaifaktor kunci dalam
mengendalikanpesan media.

3. Kelompok “kulturalis” yang terma-suk didalamnya adalah Stuart Hallyang mewakili Culturalist
Marxismmempunyai pandangan bahwa me-dia massa bersifat habis dalammempengaruhi pembentukan
kesa-daran publik (Curran et all,1982:28 dikutip oleh Chandler,1995). Kulturalis mengikutistrukturalis
dalam hal menolakeconomism, tetapi tidak sepertistructuralism, pendekatan inimenekankan pada
pengalamanaktual; dari sub-kelompok dalammasyarakat dan mengkonteks-tualisasi media dalam
masyarakatyang dilihat sebagai “a complex expressive totality”. Pendekatan Kulturalis tercermin dalam
karya- karya the Centre for Contemporary Cultural Studies (CCCS) di Uni- versity of Birmingham dimana
Stuat Hall pernah menjadi direkturnya. Seperti dikatakan Curran, teori-teori Marxist bervariasi dalam hal
pem- bahasannya mengenai pengaruh me- dia massa dan pengaruh karakteris- tik dan kekuasaan dari
ideologi media massa.

Menurut The New Palgrave (Mosco, 1996) politik-ekonomi adalah ilmu mengenai kesejahteraan
dan berkaitan dengan usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi dan memuaskan
keinginannya. Sedangkan Mosco sendiri memberi pengertian politik-ekonomi sebagai studi mengenai
relasi-relasi sosial terutama relasi kekuasaan, yang secara bersama-sama mendasari produksi, distribusi
dan konsumsi sumberdaya

Menurut The New Palgrave (Mosco, 1996) politik-ekonomi adalah ilmu mengenai kesejahteraan
dan berkaitan dengan usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi dan memuaskan
keinginannya. Sedangkan Mosco sendiri memberi pengertian politik-ekonomi sebagai studi mengenai
relasi-relasi sosial terutama relasi kekuasaan, yang secara bersama-sama mendasari produksi, distribusi
dan konsumsi sumberdaya

MEDIA SEBAGAI ALAT UNTUK KOMUNIKASI PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK VINCENT MOSCOW
DIKOMODIFIKASI OLEH MEDIA

Jatayu Hadi Prakoso

Studi kasus dalam tulisan ini adalahsumber berita/informasi dari media baru, khu-susnya
informasi dunia entertainment. Salahsatu kanal yang menjadi fokus dalam tulisanini adalah situs media
online terpopuler diIndonesia. Dalam penyampaian informasi,situs seperti Detik.com, Kompas.com,
Viva.co.id, Tempo.co, sangat fasih dalam menggu-nakan prinsip fluid dan dinamis dalam pergan-tian
informasinya. Kemudian prinsip tabloi-disasi juga digunakan dalam pemberitaan,agar terkesan bombastis.
Begitu silih bergan-tinya pemberitaan mengenai selebritis; mulaidari yang saling tuding, saling
melaporkan kepihak polisi, membuat sensasi baru, kematian,kelahiran, pernikahan, hingga informasi pen
gadaan konser-konser musik, peluncuran film terbaru, baik itu dari tingkat lokal hingga dikonsumsi
transnasional

Berbagai akses dapat digunakan oleh konsumen dalam mendapatkan berita, salah satunya
melalui gadget. Hal ini menjadi capaian media online, dengan mengejar berita dalam waktu tercepat,
dengan memanfaatkan kecanggihan dunia siber yang mampu mencerabut ruang dan waktu melalui
teknolo- gi. Menyadari bahwa setiap pemberitaan tidak terlepas dari kode etik jurnalistik, pemberitaan
harus tetap konsisten walaupun pada akhirnya disandingkan dengan orientasi profit.

Melalui kacamata ekonomi politik media, Vincent Moskow, bahwa terdapat tiga fase, yakni
komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi dalam media massa yang diguna- kan oleh pemiliknya untuk
mendapatkan keu- ntungan. Karena pada umumnya latar bela- kang pemilik media adalah pengusaha, jadi
bagaimana sebisa mungkin apa saja yang dimiliki, dapat digunakan untuk menghasilkan keuntungan.
Teori Ekonomi Politik MediaEkonomi politik media terkait dengan masalah kapital atau modal dari
para investoryang bergerak dalam industri media. Para pe-milik modal menjadikan media sebagai
usahauntuk meraih untung, dimana keuntungan ter-sebut diinvestasikan kembali untuk pengem-bangan
medianya. Sehingga pengakumulasiankeuntungan itu, menyebabkan kepemilikanmedia semakin besar.
Dalam menjalankanmedia, investor mempekerjakan karyawan un-tuk menghasilkan produk media. Untuk
me-ngetahui lebih jauh tentang bagaimana mediamemproduksi isi, mendistribusikan sehinggabernilai
ekonomis, Vincent Mosco menawar-kan tiga konsep untuk mendekatinya yakni:komodifikasi
(commodification), spasialisasi(spatialization) dan strukturasi (structuration)(Mosco, 1996:139).
Komodifikasi berhubu-ngan dengan bagaimana proses transformasibarang dan jasa beserta nilai gunanya
menjadisuatu komoditas yang mempunyai nilai tukardi pasar. Spasialisasi, berkaitan dengan sejauhmana
media mampu menyajikan produknya didepan pembaca dalam batasan ruang danwaktu. Pada batas ini
maka struktur kelem-bagaan media menentukan perannya di dalammemenuhi jaringan dan kecepatan
penyam-paian produk media di hadapan khalayak.Strukturasi berkaitan dengan relasi ide antaragen
masyarakat, proses sosial dan praktiksosial dalam analisis struktur. Strukturasi da-pat digambarkan
sebagai proses dimana struk-tur sosial saling ditegakkan oleh para agensosial, dan bahkan masing-masing
bagian daristruktur mampu bertindak melayani bagianyang lain. Hasil akhir dari strukturasi
adalahserangkaian hubungan sosial dan proseskekuasaan diorganisasikan di antara kelas,gender, ras dan
gerakan sosial yang masing-masing berhubungan satu sama lain

Dalam penelitian ini paradigma penelitian yang di gunakan adalah paradigma konstruktivisme.
Paradigma konstruktivis memerupakan respon paradigm positivism, yang berangkat dari subjek yang
bermakna dan memberikan makna dalam realitas tersebut.Menurut Creswell (2010:15)

paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri.
Kenyataan itu bersifat ganda, dan dapat dibentuk merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil
bentukan dari kemampuanberfikir seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat
tetap, tetapiberkembang terus. penelitian kualitatif berlan-daskan paradigm constructivism yang merupa-
kan hasil konstruksi pemikiran subjek yangditeliti.

Dalam penelitian ini, penulisi menggunakan metode penelitian kualitatif denganpendekatan


menggunakan studi kasus yangpada dasarnya bertujuan untuk mengetahuilebih dalam tentang
bagaimana komodifikasimedia melalui infotaintment di Indonesia.

Tiga aspek komodifikasi isi media khalayak pekerja menjadi determinan bagi sukses tidaknya
proyek ideologi kapitalisme media. Permasalahan penelitian adalah adanya komodifikasi infotaintment di
industry media yang memantik reaksi negative dari khalayak dan diperlukannya pendekatan ekonomi
politik Vincent Moskow dalam tiga fase tersebut. Karenanya, proses komodifikasi memastikan orientasi
ketiganya dapat berjalan baik dan saling terkait, sehingga infotainment sebagai industri media tidak
melulu memantik reaksi negatif dankritik dari khalayak aktif tetapi juga mendorong aksentuasi khalayak
pasif yang haus akan beritafaktual selebriti untuk terus setia mengikuti di depan layar televisi mereka.
hasil penelitian inimenyimpulkan, terjadi komodifikasi terhadap kapitalisme dengan menciptakan
konglomerasibagi pemilik modal yang besar. ini mempengaruhi kualitas acara infotainment dalam
memberikeuntungan. Komodifikasi memosisikan khalayak pasif dalam rasa penasaran yang tak
berujungpangkal, sebab rasa penasaran sudah merupakan separo keberhasilan dalam marketing media
Ekonomi Politik Media Penyiaran: Rivalitas Idealisme Nilai Islami dan Mekanisme Pasar

Gun Gun Heryanto

Ada beberapa catatan penting dalam menilai posisi media massa termasuk TV dalam konteks isi
siaran keislaman. Pertama, harus disadari bahwa televisi saat ini, telah tumbuh dan berkembang menjadi
industri padat modal. Dalam hal ini penulis setuju dengan pendapat Shoemaker (1991 :121), bahwa
organisasi media merupakan entitas ekonomi. Sebagai capitalist venture media penyiaran beroperasi
dalam sebuah struktur industri kapitalis. Dalam pandangan Smythe, fungsi utama media pada akhirnya
menciptakan kestabilan segmen audien bagi monopoli penjualan pengiklan (Smythe,1997:1). Stasiun-
stasiun televisi komersil tentunya memakai logika berpikir yang sama dalam memaknai acara keislaman.
Misalnya, selama bulan Ramadhan, ada perubahan kondisi kejiwaan, perasaan dan selera khalayak.
Perubahan ini ditangkap, kemudian dikomodifikasi dalam bentuk beragam format acara yang
‘memanjakan’ jiwa, perasaan dan selera khalayak tersebut

Dalam literatur komunikasi massa, konsonansi diartikan sebagai isi informasi tentang sesuatu
yang disampaikan oleh berbagai media massa yang relatif sama atau serupa. Kesamaan dalam hal materi
isi, arah dan orientasinya termasuk juga dalam hal waktu, frekuensi dan cara penyajiannya. Berbagai
stasiun TV yang rame-rame menanyangkan sinetron, talkshow, reality show, ceramah yang berbau
keislaman seyogianya tidak dapandang secara skeptis. Realitas simbolik tentang keislaman yang diusung
TV, bisa menghadirkan pesan Islam bisa menjangkau hingga ke ruang-ruang keluarga. Namun di sisi lain,
terintegrasinya program program keislaman ke dalam media penyiaran komersial juga melahirkan
sejumlah paradoks. Mulai dari soal kualitas program, substansi pesan yang kerapkali tereduksi serta
ketegangan kreatif antara idealisme nilai islami dan tuntutan pasar.

Hal yang menarik dikaji dalam pembahasan media massa adalah relasi yang terjadi antara
kelompok yang memiliki posisi vital dalam mempangaruhi eksistensi media. Mekanisme pasar yang
melibatkan pasar pertukaran (exchange market) dan negara (state) yang merupakan institusi pemangku
otoritas publik, memiliki karakteristik khas dalam pola hubungannya dengan media penyiaran di
Indonesia. Dalam tinjauan Garnham, insitusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang
juga bertalian erat dengan sistem politik. Kualitas pengetahuan tentang masyarakat yang diproduksi oleh
media untuk masyarakat menurut Garnham sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar beragam isi
dan kondisi yang memaksakan perluasan pasar dan juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para
pemilik dan penentu kebijakan. Kepentingan-kepentingan tersebut berkonsekuensi pada makin
berkurangnya jumlah sumber media yang independen, munculnya sikap masa bodoh terhadap khalayak
pada sektor kecil serta menciptakan konsentrasi pada pasar bebas (Garnham, 1997). Media massa di
Indonesia secara lebih luas, umumnya memiliki keterikatan dengan sistem kapitalis. Dalam struktur
mekanisme pasar, media banyak “dipaksa” berorientasi pada keuntungan dan akumulasi modal, sensitif
terhadap dinamika persaingan pasar, karena itu ia harus berusaha untuk menyajikan produk informasi
yang memiliki keunggulan pasar. Tulisan ini membahas tentang ekonomi politik televisi kaitannya dengan
ruang publik dan idealisme program Islami.
RUANG PUBLIK DAN EKONOMI POLITIK MEDIA

Media Sucahya

Media memiliki empat karakter yang harus dipunyai bila mengedepankan kepentingan
(Croteau,Hoynes,2006:156). publik Pertama, keragaman. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis,
media harus mencerminkan berbagai pandangan dan memuat pengalaman masyarakat yang beragam.
Warga harus menggunakan media sebagai representasi budaya dan ekspresi politik. Sebaliknya, media
yang homogen kurang memberikan keragaman. Kedua, inovasi. Media harus menyatukan teknologi dan
modal untuk mendorong kreativitas dan inovasi dalam menciptakan format dan isi berita. Inovasi harus
membuat hiburan menjadi imajinatif, segar, kreatif, asli, mencerminkan sifat dinamis masyarakat.
Sebaliknya, media peniru mengandalkan formula mencoba-coba dan menduplikasi dari yang sudah ada.
Ketiga, substansi. Hiburan ringan mirip dengan kembang gula; semakin enak tapi tidak baik untuk
kesehatan diet. Suatu masyarakat demokratis yang sehat harus memiliki media yang menyertakan berita
substantif dan hiburan yang menangani isu-isu signifikan yang dihadapi masyarakat, disajikan dalam cara
yang melibatkan partisipasi masyarakat. Sebaliknya, media sensasional lebih fokus pada sensasi dan berita
selebritas. Keempat, independen. Masyarakat bebas menolak budaya dan informasi yang terkonsentrasi.
Media harus menyediakan informasi dan pendapat yang independen bagi masyarakat dan informasi tidak
terkonsentrasi dari pemerintah atau perusahaan. Sebaliknya, media disensor karena tekanan ekonomi
dan idelogi dengan membatasi isu dan berbagai pandangan lainnya

Teori Ekonomi Politik Media Ekonomi politik media terkait dengan masalah kapital atau modal
dari para investor yang bergerak dalam industri media. Para pemilik modal menjadikan media sebagai
usaha untuk meraih untung, dimana keuntungan tersebut diinvestasikan pengembangan kembali
medianya. untuk Sehingga pengakumulasian keuntungan itu, menyebabkan kepemilikan media semakin
besar. Dalam menjalankan media, investor mempekerjakan menghasilkan karyawan produk media. untuk
Untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana media memproduksi isi, mendistribusikan sehingga
bernilai ekonomis, Vincent Mosco menawarkan Keempat, independen. Masyarakat bebas menolak
budaya dan informasi yang terkonsentrasi. Media harus menyediakan informasi dan pendapat yang
independen bagi masyarakat dan informasi tidak terkonsentrasi dari pemerintah atau perusahaan.
Sebaliknya, media disensor karena tekanan ekonomi dan idelogi dengan membatasi isu dan berbagai
pandangan lainnya tiga konsep mendekatinya yakni: komodifikasi (commodification), untuk spasialisasi
(spatialization) dan strukturasi( structuration) (Mosco, 1996:139).

Teori masing-masing ekonomi politik memiliki kekuatan pada tiga hal yaitu berfokus pada
bagaimana media dibangun dan dikendalikan, menawarkan penyelidikan empiris mengenai keuangan
media, dan mencari hubungan antara proses produksi konten media dan keuangan media (Barant,
2010:263) Teori ekonomi politik bersifat kritis, dimana teori ini mengajukan pertanyaan pertanyaan
tentang segala sesuai dan menyediakan cara-cara pengganti untuk menafsirkan peran (Barant,2010:252).
sosial media. Teori ekonomi politik media fokus pada media massa dan budaya massa, dimana keduanya
dikaitkan dengan berbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Teori ini mengindentifikasi
berbagai kendala atau hambatan yang dilakukan para praktisi media yang membatasi kemampuan
mereka untuk menantang kekuasaaan yang sedang mapan. Dimana penguasa membatasi produksi konten
yang dilakukan pekerja media, sehingga konten media yang diproduksi tersebut kian memperkuat status
quo. Sehingga menghambat berbagai upaya untuk menghasilkan perubahan sosial yang konstruktif.
Upaya penghambatan para pemilik pemodal, bertolak belakang dengan teoritikus ekonomi politik ini,
yang justru aktif bekerja demi perubahan sosial.

Ekonomi Politik Media dalam Perspektif Komunikasi dan Sosial-Budaya

Imsar, Ahmad Husaini

Dimulai dengan Harold Innis (1950), ekonomi politik komunikasi berubah menjadi bidang yang
dianggap umum. Sementara itu, bisa dikatakan bahwa Innis sangat bergantung pada pemisahan
komunikasi palsu yang berkembang dari komunikasi yang lebih luas, dengan memusatkan perhatian pada
hubungan antara media baru dan struktur politik baru.

McLuhan, Marshall. (1964). mendorong perspektif teknologi untuk titik di mana orang merasa
terdorong untuk menyebarkan "determinisme teknologi" sebagai julukan negatif untuk menggambarkan
pekerjaan-pekerjaan dalam studi media yang menekankan aspek transformatif media baru (McLuhan,
Marshall. 1964). Dalam banyak hal, McLuhan dan Innis membuka jalan bagi karya sejarawan sosial
teknologi, seperti Arnold Pacey (2000), Lynne White Jr. (1940, 1965, 1974), Lewis Mumford (1961, 1964),
Langdon Winner (1986), dan David F. Noble (1997), untuk dimasukkan dalam literatur ekonomi politik.

Para tokoh di atas mengakui kenyataan bahwa teknologi memiliki dimensi komunikatif dalam dan
dari diri mereka sendiri dan memainkan peran penting dalam formasi ekonomi politik.
kajian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, tepatnya metode deskriptif kualitatif.
Metode deskriptif-kualitatif dipilih karena penulis menghimpun fakta-fakta dan konsep-konsep tentang
ekonomi politik media, komunikasi, dan budaya; lalu setelahnya berusaha untuk menggambarkan fakta-
fakta tersebut dalam sebuah penjabaran analitis. Penelitian sosial menggunakan format deskriptif
bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel
yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu (Mokodongan, A. 2010).

Pembahasan pada jurnal ini Salah satu contoh yang menggambarkan konteks ekonomi politik di
Indonesia berdasarkan masalah kepemilikan adalah kepemilikan media untuk kepentingan politis. Seperti
yang telah kita ketahui bersama, menjelang pemilihan presiden dan anggota DPR/DPRD Indonesia di
tahun 2019, para pemilik media berlomba-lomba untuk meraih simpati masyarakat melalui perusahaan
media yang mereka miliki. Contohnya Surya Paloh yang membawahi Media Group serta Hary
Tanoesoedibjo dengan MNC Group-nya berusaha untuk menanamkan ideologi mereka kepada khalayak
melalui media yang mereka miliki.

Contoh lainnya adalah iklan, di mana tujuan utama dari iklan adalah membuat orang seakan-akan
membutuhkan barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Di sini, media difungsikan untuk
memproduksi kesadaran palsu (false consciousness) khalayak. Iklan tersebut memanipulasi pikiran
khalayak. Lebih lanjut, akhir-akhir ini iklan semakin tidak dapat dibatasi penyebarannya karena jangkauan
media yang semakin luas dan kemunculan internet. Melalui internet, seseorang atau perusahaan dapat
beriklan tanpa dibatasi wilayah oleh negara atau bangsa. Sebuah perusahaan dapat mempromosikan
barang atau jasanya melalui website-nya sendiri atau memasang iklannya di e-commers, maka iklan dari
perusahaan tersebut dapat dilihat oleh semua orang di seluruh dunia.
Salah satu jenis media yang paling efisien untuk membangun kekayaan finansial adalah budaya.
Budaya yang dimassifikasi, khususnya budaya populer dan disukai oleh berbagai lapisan dan segmen
khalayak, menjadi senjata ampuh bagi pemilik media untuk memperoleh keuntungan dan kekayaan;
dimana budaya tidak lagi dipandang semata-mata dari sudut pandang estetis atau penyampaian
kebenaran, namun dipandang sebagai “alat” untuk memperoleh keuntungan semata.

Anda mungkin juga menyukai