Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH EKONOMI POLITIK MEDIA

3 PIK 3

Dosen Pengajar:

Mohammad Alfansyah, S.Sos., MM., M.I.Kom

Disusun oleh:

Adrianus Wollah
14190077

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora


Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Bunda Mulia
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh


virus severe acute  respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan seperti flu, hingga
infeksi paru-paru, seperti pneumonia. Menurut data yang dirilis Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19 Republik Indonesia, jumlah kasus terkonfirmasi positif hingga 18
September 2020 adalah 232.628 orang dengan jumlah kematian 9.222 orang. Dari kedua
angka ini dapat disimpulkan bahwa case fatality rate atau tingkat kematian yang disebabkan
oleh COVID-19 di Indonesia adalah sekitar 4%. Case fatality rate adalah presentase jumlah
kematian dari seluruh jumlah kasus positif COVID-19 yang sudah terkonfirmasi dan
dilaporkan. [1]

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan


surat edaran untuk pencegahan virus corona (Covid-19) pada satuan pendidikan, Minggu
(9/3/2020). Surat tersebut ditujukan kepada kepala dinas pendidikan provinsi, kepala dinas
pendidikan kabupaten/kota, kepala lembaga layanan pendidikan tinggi, pemimpin perguruan
tinggi, dan kepala sekolah di seluruh Indonesia. Nadiem Makarim mengajak berbagai pihak
di dunia pendidikan untuk bergerak bersama menghadapi virus corona yang telah resmi
ditetapkan WHO sebagai pandemi global untuk melakukan langkah-langkah mencegah
berkembangnya penyebaran Covid-19 di lingkungan satuan pendidikan. Sehingga beliau
secara tertulis memerintahkan seluruh jenjang Pendidikan untuk memulai PJJ secepatnya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terbitkan Peraturan


Sekretaris Jenderal Nomor 14 Tahun 2020, tentang Petunjuk Teknis Bantuan Kuota Data
Internet Tahun 2020. Petunjuk teknis (juknis) ini menjadi pedoman dalam penyaluran
bantuan kuota data internet bagi pendidik dan peserta didik sehingga dapat mendukung
penerapan pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi COVID-19.

1
https://www.alodokter.com/covid-19
“Bantuan kuota data internet diberikan kepada siswa, mahasiswa, pendidik dan
guru, serta dosen,” jelas Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Na’im, di Jakarta, Senin
(21/09/2020).

Paket kuota internet untuk peserta didik PAUD mendapatkan 20 GB per bulan
dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB. Peserta didik jenjang
pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk
kuota umum dan kuota belajar 30 GB. Sementara itu paket kuota internet untuk pendidik
pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 42 GB per bulan
dengan rincian 5 GB kuota umum dan 37 GB kuota belajar. Paket kuota internet untuk
mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan
45 GB kuota belajar.2

1.2 Rumusan Masalah

1. Konsep-konsep Ekonomi Politik Media


2. Karakteristik Ekonomi Politik Media
3. Peranan kepentingan struktur dalam mengendalikan Media

1.3 Tujuan Makalah

1. Mendeskripsikan Ekonomi Poitik Media berdasarkan Permasalahan yang


disajikan
2. Mengidentifikasi pengaruh Struktur Politik dalam mempengarhui Media
3. Menjelaskan keterkaitan Konsep-konsep dengan Karakteristik Ekonomoi Politik
Media

2
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/09/kemendikbud-terbitkan-petunjuk-teknis-
bantuan-kuota-data-internet-tahun-2020
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ekonomi Politik Media

A.1. Pengertian Ekonomi Politik Media

"Media massa adalah kelas penguasa." Inilah premis teori Marxis tentang
tempat media dalam sistem kapitalis kontemporer (Political Economy of Broadcast
Media, Agus Sudibyo, hal 1. 2004). Media massa diyakini tidak hanya menjadi sarana
penyampaian informasi antar elemen masyarakat, tetapi juga berfungsi untuk
menundukkan diri dan menegakkan konsensus kelompok yang dominan secara
ekonomi dan politik. Melalui pola kepemilikan dan produk yang disajikan, media
merupakan instrumen ideologis yang melanggengkan dominasi kelas kapital atas
masyarakat yang diperlakukan semata-mata sebagai konsumen dan terhadap
mereka yang memiliki kekuasaan untuk mengatur pro pasar.

Namun, hampir selalu terlambat disadari bahwa media massa di sisi lain juga
menyebarkan atau memperkuat struktur ekonomi dan politik tertentu. Media tidak
hanya mempunyai fungsi sosial dan ekonomi, tetapi juga menjalankan fungsi
ideologis. Oleh karena itu, fenomena media bukan hanya membutuhkan
pengamatan yang didasarkan pada pendekatanpendekatan ekonomi, melainkan juga
pendekatan politik (Sudibyo, 2004 :2).

Selalu menarik mengamati bagaimana peran media dalam struktur ekonomi


dan politik di suatu negara. Satu prinsip yang perlu diperhatikan adalah, bahwa,
dalam sistem kapitalis, media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai
sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi yang lain. Kondisi-kondisi
yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktik-praktik pemberitaan,
dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan
yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi politik spesifik yang
berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi-
kondisi ekonomi politik global (Dedi N. Hidayat dalam Sudibyo, 2004 : 2).
A.2. Teori Ekonomi Politik Media

Graham (tanpa tahun) mendefinisikan ekonomi politik sebagai studi tentang


bagaimana berbagai nilai diproduksi, didistribusikan, dipertukarkan, dan dikonsumsi;
bagaimana listrik diproduksi, didistribusikan, dan digunakan; dan bagaimana
berbagai aspek dunia sosial saling berhubungan dalam konteks ruang dan waktu.
Ekonomi politik banyak digunakan untuk mempelajari berbagai bidang keilmuan,
salah satunya komunikasi. Hal ini terlihat dari masuknya ekonomi politik, yang
merupakan cara negara-negara Eropa dan Amerika untuk mengeksplorasi dan
memahami media sejak tahun 1960-an dan 1970-an.

Mosco (1995) mendefinisikan ekonomi politik komunikasi sebagai studi


hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang memengaruhi produksi,
distribusi, dan konsumsi berbagai sumber daya termasuk sumber daya komunikasi.

Mengenai penerapan ekonomi politik di media, McQuail (McQuail)


mengajukan definisi teori ekonomi politik, yaitu metode kritis sosial, terutama
berfokus pada struktur ekonomi dan dinamika industri media serta konten ideologis
media. Hubungan antara. Sebagai salah satu teori media massa, teori ekonomi politik
media ini menggeser fokus penelitian ke analisis empiris kepemilikan dan struktur
kontrol media serta pengoperasian kekuatan pasar media. Dari perspektif ini,
organisasi media harus dilihat sebagai bagian dari sistem ekonomi yang terkait erat
dengan sistem politik.

Sedangkan menurut Jin (2018), ekonomi politik media mencakup beberapa


bidang penelitian yaitu jurnalisme, penyiaran, periklanan, dan teknologi informasi
dan komunikasi. Dia lebih lanjut menunjukkan bahwa metode ekonomi politik media
menganalisis hubungan antara kekuasaan dan politik, dan mediasi dan ekonomi.
Untuk menganalisis hubungan tersebut, beberapa hal perlu dilakukan, diantaranya
sebagai berikut.

 Mengidentifikasi sejarah intelektual ekonomi politik yang menitikberatkan


pada pembentukan dan pertumbuhan ekonomi politik media sebagai sebuah
bidang kajian akademis.
 Diskusi mengenai epistemologi bidang kajian ekonomi politik dengan
menekankan pada beberapa karakteristik utama yang membedakannya
dengan pendekatan media dan penelitian komunikasi lainnya.
 Pemahaman terhadap regulasi-regulasi yang memberi dampak terhadap
teknologi komunikasi dan informasi dan/atau lingkungan komunikasi media
digital, khususnya memetakan dimulainya kajian ekonomi politik media
dalam industri budaya. Lebih khusus lagi perlu untuk memahami bagaimana
cara para ahli ekonomi politik mengembangkan dan menggunakan ekonomi
politik dalam media digital dan lingkungan media baru yang digerakkan
oleh berbagai perangkat teknologi dalam tiga area yakni perangkat
digital, big data, dan tenaga digital. Area-area ini sangat penting untuk
menganalisia hubungan antara kekuasaan dengan politik, mediasi, dan
ekonomi. Hal ini dikarenakan mereka tidak hanya terhubung secara rumit
melainkan juga karena mereka telah menjadi bagian utama dari kapitalisme
modern yang masif.

A.3. Fungsi Ekonomi Politik Media

Sebagaimana teori komunikasi massa lainnya, seperti teori efek media massa,
teori pengaturan rencana, teori kultivasi, teori disonansi kognitif, teori aplikasi dan
gratifikasi, teori jarum suntik, teori spiral diam dan teori pembelajaran sosial dalam
komunikasi massa, Ekonomi politik media memiliki beberapa fungsi. mengikuti.

• Teori ekonomi politik media membantu kita memahami perubahan sosial


dan transformasi historis.

• Teori ekonomi politik media membantu kita memahami keseluruhan


sosial.

• Teori ekonomi politik media membantu kita memahami filosofi moral,


yaitu nilai-nilai sosial dan konsep praktik sosial yang relevan.

• Teori ekonomi politik media membantu kita memahami pengaruh


aktivitas bebas dan kreatif manusia yang mengubah dirinya dan dunia di
sekitarnya.
A.4. Konsep Ekonomi Politik Media

Metode ekonomi politik merupakan sudut pandang yang dapat mengungkap


dasar permasalahan yang muncul. Untuk memahami bagaimana menggunakan
metode ekonomi politik dalam penelitian media massa, pertama-tama kita harus
memahami tiga konsep awal (Hasan & Satria, 2009): (a) komoditisasi, semuanya
dikomoditisasi (sebagai komoditas); (b) spasialisasi, Proses mengatasi hambatan
jarak dan waktu dalam kehidupan sosial; (c) Terstruktur, pemersatu struktur
ideologi.

 Komodifikasi adalah upaya mengubah apapun menjadi komoditas atau


komoditas untuk memperoleh keuntungan (Hasan dan Satria, 2009). Tiga
hal yang saling berkaitan adalah: konten media, ukuran audiens, dan iklan
(Hasan dan Satria, 2009). Konten berita atau media merupakan komoditas
yang meningkatkan audiens atau sirkulasi Anda. Audiens atau sirkulasi
juga menjadi komoditas yang bisa dijual kepada pengiklan. Uang yang
masuk adalah keuntungan dan dapat digunakan untuk ekspansi media.
Ekspansi media memberikan kekuatan yang lebih besar untuk mengontrol
masyarakat melalui sumber produksi media dalam bentuk teknologi,
jaringan, dan lainnya. Untuk ini tentu saja untung bagi pengusaha.
Komodifikasi berkaitan dengan proses transformasi barang dan jasa dari
nilai pakai menjadi barang yang berorientasi pada nilai tukarnya di pasar.
Proses transformasi dari nilai guna menjadi nilai tukar, dalam media massa
selalu melibatkan para awak media, khalayak pembaca, pasar, dan negara
apabila masing-masing di antaranya mempunyai kepentingan (Mosco,
1996).
 Spasialitas merupakan cara untuk mengatasi hambatan jarak dan waktu
dalam kehidupan sosial, seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi,
jarak dan waktu tidak lagi menjadi kendala dalam praktik ekonomi politik
(Hasan dan Satria, 2009). Spasialisasi berkaitan dengan proses
pembatasan, dan lebih tepatnya diartikan sebagai transformasi batas waktu
dan ruang dalam kehidupan sosial (Hasan dan Satria, 2009). Dapat juga
dikatakan bahwa spasialisasi adalah proses perluasan kelembagaan media
melalui bentuk korporasi dan ukuran perusahaan media (Mosco, 1996).
Ukuran entitas media bisa horizontal atau vertikal. Horizontal artinya
wujud entitas media merupakan wujud konglomerasi dan monopoli. Proses
spasial vertikal merupakan proses integrasi antara perusahaan induk dan
anak perusahaan yang dilakukan dalam satu industri untuk mencapai
sinergi, terutama untuk mendapatkan kendali atas produksi media (Mosco,
1996).
 Terstruktur, yaitu kesatuan struktural ideologi. Media dengan ideologi
yang sama juga akan berbagi. Isi media selalu mencerminkan kepentingan
orang yang mendanainya (McQuail's, 2001). Dalam analisis struktural,
hubungan antara pemikiran keagenan, proses sosial dan praktik sosial
terstruktur. Struktur adalah interaksi yang saling tergantung antara subjek
dan struktur sosial sekitarnya (Mosco, 1996).

A.5. Pendekatan Ekonomi Politik Media

Pendekatan ekonomi politik pada dasarnya mengaitkan aspek ekonomi


(seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan kepemimpinan dan
faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta
dengan elit politik, ekonomi dan sosial. Atau dalam bahasa El1iot, studi ekonomi
politik media melihat bahwa isi dan maksud-maksud yang terkandung dalam pesan-
pesan media ditentukan oleh dasar ekonomi dari organisasi media yang
menghasilkannya. Organisasi media komersial harus memahami kebutuhan para
pengiklan dan harus menghasilkan produk yang sanggup meraih pemirsa terbanyak.

Sedangkan institusi-institusi media yang dikendalikan institusi potitik


dominan atau oleh pemerintah, harus senantiasa mengacu kepada inti dari konsensus
umum. Menurut Golding dan Murdock, pendekatan ekonomi politik mempunyai tiga
karakteristik penting.

1. Pertama, holistik, dalam arti pendekatan ekonomi politik melihat


hubungan yang saling berkaitan antara berbagai faktor sosial,
ekonomi, politik dan budaya di sekitar media dan berusaha melihat
berbagai pengaruh dari beragam faktor iri.
2. Kedua historis, dalam artian analisis ekonomi politik mengaitkan
posisi media dengan lingkungan global dan kapitalistik, dimana
proses perubahan dan perkembangan konstelasi ekonomi merupakan
hal yang terpenting untuk diamati.
3. Ketiga, studi ekonomi politik juga berpegang pada falsafah
materialisme, dalam arti mengacu pada hal-hal yang nyata dalam
realitas kehidupan media.

Pendekatan ekonomi politik media dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
pendekatan ekonomi politik liberal (sebagar mainstream) dan pendekatan ekonomi
politik kritis. Perbedaan prinsip antara pendekatan liberal dan kritis terletak pada
bagaimana aspek ekonomi politik media itu dilihat. Dalam pendekatan liberal, aspek
ekonomi dilihat sebagai bagian dari kerja dan praktek profesional. Iklan, pemodal
dilihat sebagai instrumen profesional dalam menerbitkan media. Sebaliknya, dalam
pendekatan kritis, aspek ekonomi politik selalu dilihat dan dimaknai sebagai kontrol.
Iklan dan pemodal bukan semata-mata dilihat sebagai bentuk kerja dan praktek
profesional, tetapi iklan dan pemodal itu adalah instrumen pengontrol, melalui mana
kelompok dominan memaksakan dominasi.yu kepada kelompok lain yang tidak
dominan.

Struktur ekonomi media dalam pendekatan liberal juga semata dilihat dalam
kerangka profesional. Bagian iklan atau pemilik media adalah salah satu fungsi dari
beragam fungsi dalam media. Sebaliknya dalam pendekatan kritis, beragamnya
posisi dan ketidaksamaan posisi dalam sebuah organisasi medii menyebabkan
dominasi satu kelompok kepada kelompok lain.

Bagian iklan atau pemilik media dapat menjadikan kekuasaannya untuk


mendominasi Pihak lain, misalnya untuk memaksa bagian redaksi agar
memberitakan kasus-kasus yang menguntungkan pemilik media saja. Golding dan
Murdock mengklasifikasikan perbedaan antara dua varian pendekatan ekonomi
politik media ini dari aspek epistemology, historicits, issues dan focus serta concern
Klasifikisi tersebut adalah sebagai berikut:
A.6. Perkembangan Global dan pengaruhnya terhadap Ekonomi Politik Media

Ilmuwan politik dan hubungan internasional selalu gigih dalam menganalisa


globalisasi dan dampaknya terhadap negara-bangsa, sedangkan ilmuwan lainnya
terus mempelajari kemunculan budaya global, lokalisme, dan masyarakat global.
Jika Anda menelusuri dokumen-dokumen ini, Anda akan menemukan betapa
sulitnya mencapai konsensus tentang apa yang disebut globalisasi dan bagaimana
hal itu memengaruhi globalisasi di bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Namun, argumen bahwa globalisasi telah mempengaruhi hampir semua bidang
kehidupan manusia tampaknya lebih dapat diterima, meskipun harus ditunjukkan
bahwa globalisasi memiliki tingkat dampak yang berbeda. Dalam pembahasan
tentang globalisasi, perkembangan media dan teknologi komunikasi menjadi faktor
penting, meskipun pada awalnya kurang menarik perhatian (Rantanen, 1999).
Integrasi, interkoneksi, dan bahkan interdependensi (Keohane dan Nye, 1977) tidak
dapat dilepaskan dari keberadaan media dan teknologi komunikasi yang beroperasi
lintas batas negara bangsa. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika ada yang
mengatakan bahwa tanpa adanya teknologi komunikasi, maka tidak ada pasar-pasar
global sebagaimana adanya sekarang. Tanpa adanya komunikasi global maka tidak
akan muncul pasar global (Tehranian, 1999: 4)

Mengenai peran media dalam proses globalisasi tersebut, Thompson (2000:


202) mengemukakan sebagaimana dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“The reordering of space and time brought about by the


development of the media is part of broader set of processes which have
transformed (and are still transforming) the modern world. These processes
are commonly described today as ‘globalization’”

Pada bagian lain, Thompson (Rantanen, 2006:9) mengemukakan bahwa


perkembangan media baru dan komunikasi tidak hanya dalam jaringan-jaringan
transmisi informasi di antara individu yang masih mempunyai hubungan-hubungan
sosial. Namun, perkembangan media dan komunikasi menciptakan bentuk-bentuk
tindakan dan interaksi dan hubungan-hubungan sosial jenis baru-suatu bentuk
hubungan yang berbeda jika dibandingkan dengan bentuk hubungan face-to-face
yang hadir dalam hampir keseluruhan sejarah manusia. Di sini, komunikasi
memberikan kontribusi bagi globalisasi dunia dalam tiga cara (Rantanen, 1999:4).

 Pertama, komunikasi global menyediakan “infrastructures” bagi


aliran data, berita, dan citra lintas batas negara bangsa yang
memungkinkan pan-kapitalisme berkembang.
 Kedua, komunikasi global telah mendorong peningkatan permintaan
melalui “channels of desire” periklanan global.
 Ketiga, komunikasi global memberdayakan kelompok-kelompok
marginal (the silent voices) di negara-negara periferi akan hak
menentukan nasib sendiri (self-determination) dan keadilan sosial
yang biasanya hadir dalam bentuk pemujaan mendalam atas identitas
vis-a-vis komoditas di negaranegara center.

B. Analisis Kasus
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) bekerja sama dengan penyedia layanan hiburan streaming kelas
dunia, Netflix, untuk menyuguhkan tayangan berkualitas dalam mengisi liburan
sekolah.

Hal ini diumumkan melalui laman resminya kemdikbud.go.id, Rabu (17/6/2020).

Melalui kerja sama ini, untuk pertama kalinya di dunia, film-film dokumenter Netflix
akan ditayangkan melalui saluran televisi.

"Memasuki kalender akademik libur sekolah, Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan (Kemendikbud) hari ini mengumumkan kemitraan dengan penyedia
layanan hiburan streaming kelas dunia, Netflix," terang pihak Kemendikbud, dikutip
dari kemdikbud.go.id. Informasi ini juga dirilis di akun Instagram @netflixid dan
@kemdikbud.ri.

"Akhir pekan nonton kartun udah sering, tapi kalo hari Sabtu ditemenin
dokumenter Netflix udah pernah belom? Eng ing eeeeng!

Aku bareng @kemdikbud.ri bakal nyajiin dokumenter terpilih di @tvrinasional, setiap


Sabtu mulai dari tanggal 20 Juni. Ini pertama kalinya di dunia program Netflix tayang
di televisi lho. Biar Belajar dari Rumah makin seru!" tulis @netflixid di keterangan
unggahannya.

Menurut saya setelah menganalisa Artikel tersebut, saya sebagai seorang yang
peranh duduk dibangku SMA sangat merasa dibantu dan juga merasa terhibur dengan
adanya program kerja sama ini. Karena dengan ini pemerintah sudah berupaya
membuat Rakyatnya dapat menikmati hiburan dari rumah dengan hasil birokrasi antar
kedua pihak baik Netflix maupun Kemendikbud.

Namun ini menimbulkan pertanyaan bagi saya, bagaimana dengan pelajar yang
berada di pelosok negeri, apakah mereka dapat mendapatkan kesetaraan hak dalam
mendapatkan hak mereka tersebut. Mengingat mereka dapat bersekolah saja sudah
bersyukur, bagaimana bisa dengan kondisi tersebut mereka dapat memperoleh hak
mereka itu
Menurut saya program ini terlalu terburu-buru dan tidak situasional juga realistis
dengan keadaan sekarang, diamati dari bidang ekonomi, tindakan ini justru merugikan
pengeluaran negara karena tidak juga disamaratakan dengan pelajar pelosok yang
sudah saya singgung. Sehingga alangkah baiknya anggaran tersebut di alokasikan
dalam anggaran penanganan COVID-19 nasional.
BAB III

PENUTUP

Kebijakan pemberitaan media tidak terlepas dari kepentingan pemilik dan ekonomi politik

media yang diikutinya. Karenanya, jika media saat ini mengalami komersialisasi yang luar biasa, hal

ini bisa dimaklumi. Media memperlakukan khalayak sebagai pasar saja, bukan sebagai warga

negara (warga negara). Tujuan utama pembentukan media adalah untuk mencari keuntungan bagi

pemilik dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, fungsi media sebagai penyampai

berbagai gagasan, informasi, pendidikan dan integrasi sosial (yang merupakan inti dari ruang

publik) semakin tergantikan oleh kepentingan komersial.

Keberadaan media lokal sebagai subsistem arena politik lokal membutuhkan landasan

profesionalisme dan idealisme yang kokoh. Tanpa profesionalisme, media tidak akan mendapatkan

kepercayaan publik. Di sisi lain, sebagai organisasi komersial, media lokal juga harus meningkatkan

kualitas pengelolaan media, sehingga mampu memberi makan perusahaan dan meningkatkan

kesejahteraan pekerja media.

Sebagai subsistem dari percaturan politik lokal, keberadaan media lokal membutuhkan

landasan profesionalisme dan idealisme yang kokoh. Tanpa profesionalisme, media tidak akan

mendapatkan kepercayaan publik. Di sisi lain, sebagai organisasi bisnis, media lokal juga harus

meningkatkan kualitas pengelolaan media agar dapat memberi makan perusahaan dan

meningkatkan kesejahteraan pekerja media.


DAFTAR PUSTAKA

Combs, James E dan Dan Nimmo. 1993. Propaganda Baru: Kediktatoran Perundingan dalam

Politik Masa Kini. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Dennett, Charlotte. 2006. “Perang Melawan Teror dan Permainan Besar Minyak: Bagaimana

Media Kehilangan Konnteks”. Dalam Kristina Borjesson (ed.) Mesin Penindas Pers:

Membongkar Kebebasan Pers di Amerika, 71-106. Bandung: Q-Press.

Hachten, William A.1993. “Sistem berita International“, diedit oleh Dedy Djamaluddin Malik,

Jalaluddin Rakhmat, dan Mohammad Shoelhi (eds.). Komunikasi Internasional. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Henderson, Conway W. 1998. International Relations: Conflict and Cooperation at

The Turn of The 21st Century. Boston: McGraw Hill.

Herman, Edward S dan Noam Chomsky. 2002. Manufacturing Consent: The Political Economy of

the Mass Media. New York: Pantheon Books.

Keohane, Robert O dan Robert S. Nye. 1977. Power and Interdependece: World Politics in

Transition. Boston, Toronto: Little, Brown and Company.

Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. 2001. Elemen-Elemen Jurnalisme. Jakarta: ISAI.

Steger, Manfred. 2002. Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar. Yogyakarta: Lafadl

https://www.tribunnews.com/nasional/2020/06/17/kemendikbud-gandeng-netflix-dalam-program-

belajar-dari-rumah-tvri-hadirkan-film-film-dokumenter Dikunjungi pada 25/9/2020 Pukul 20.57

Anda mungkin juga menyukai