Membingkai Pemberdayaan
Masyarakat Desa
Sutoro Eko
Draft I
Draft I
Draft I
kerja dan metodologi teori kritik tersebut sering digunakan oleh para
ilmuwan dan praktisi sosial, misalnya melalui action research dengan
menggunakan metode Participatory Action Research (PAR). Metode
PAR antara lain menganjurkan penelitian bersama antara peneliti
dengan masyarakat untuk mengidentifikasi masalah lokal,
menguraikan, menganalisis dan sekaligus memecahkan masalah
bersama-sama. Dengan demikian, PAR yang berbasis pada teori kritik
itu mengutamakan pendekatan intersubyektivitas, sebagai proses
bersama untuk pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat menurut teori kritik ini adalah sebuah upaya refleksi-diri
dan emansipatoris untuk mewujudkan kesadaran kritis yang bisa
dicapai dengan pendidikan pembebasan seperti dibayangkan Paulo
Freire.
2. Pembangunan Alternatif
Gerakan kritis itu tidak hanya terjadi di bilik ilmu sosial dan
metodologi, tetapi juga di kalangan ahli dan praktisi pembangunan.
Sejak tiga dekade silam, para ahli pembangunan berhaluan kritis
telah melontarkan pertanyaan besar, mengapa terjadi kemiskinan di
tengah-tengah gencarnya proyek-proyek pembangunan? Dudley
Seers (1969), misalnya, menilai pertanyaan kritis itu telah
mengundang upaya serius memikirkan kembali doktrin-doktrin
pembangunan. Konon tumbuh ortodoksi yang kuat bahwa
merajalelanya kemiskinan di Dunia Ketiga disebabkan karena
gagalnya model pembangunan ekonomi yang sangat dipengaruhi
oleh teori modernisasi atau doktrin developmentalisme.
Teori modernisasi lahir sebagai peristiwa penting dunia setelah
Perang Dunia Kedua. Pertama, setelah munculnya Amerika Serikat
sebagai negara adikuasa dunia. Pada tahun 1950-an Amerika Serikat
menjadi pemimpin dunia sejak pelaksanaan Marshall Plan yang
diperlukan membangun kembali Eropa Barat setelah Perang Dunia
Kedua. Kedua, pada saat yang sama terjadi perluasan komunisme di
seantero jagad. Uni Soviet memperluas pengaruh politiknya sampai
di Eropa Timur dan Asia, antara lain di Cina dan Korea. Hal ini
mendorong Amerika Serikat untuk berusaha memperluas pengaruh
politiknya selain Eropa Barat, sebagai salah satu usaha
pembendungan penyuburan ideologi komunisme. Ketiga, lahirnya
negara-negara baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yang
sebelumnya merupakan wilayah koloni negara-negara Eropa dan
Amerika. Negara-negara tersebut mencari model-model
pembangunan yang bisa digunakan sebagai contoh untuk
membangun ekonominya dan mencapai kemerdekaan politiknya.
Dalam situasi dunia seperti ini bisa dipahami jika elit politik Amerika
Serikat memberikan dorongan dan fasilitas bagi ilmuwan untuk
mempelajari permasalahan Dunia Ketiga. Kebijakan ini diperlukan
sebagai langkah awal untuk membantu membangun ekonomi dan
kestabilan politik Dunia Ketiga, seraya untuk menghindari
Draft I
Draft I
Draft I
Draft I
Draft I
Draft I
10
Alternative
Draft I
11
Draft I
12
Draft I
13
Draft I
14
Draft I
Demokratisasi
Desentralisasi
Sisi Masyarakat
Memperkuat kapasitas,
kohesivitas, partisipasi dan posisi
tawar:
Pendidikan dan penyadaran
kolektif
Capacity building
Partisipasi (voice, akses,
ownership dan kontrol)
Pengorganisasian gerakan
rakyat (social movement)
Elemen
Sebabsebab
masalah
KONFORMISME/
KARITATIF
Keadaan
rakyat
setempat
Takdir Tuhan
Nasib buruk
15
REFORMASI
Lemahnya
pendidikan
Penduduk
yang
berlebihan
TRANSFORMAS
I
Eksploitasi
Struktur
yang
timpang
Hegemoni
Draft I
negara dan
kapitalis
Sasaran
Program
4
5
Tipe
perubahan
dan asumsi
Tipe
kepemimpin
an
Tipe
pelayanan
Nilai-nilai
tradisional
Korupsi
Mengurangi Meningkatka
penderitaan
n produksi
Mendoakan
Membuat
struktur
Mengharapk
yang ada
an
bekerja
Merubah
nilai-nilai
rakyat
Perawatan
Pelatihan
anak
teknis
Bantuan
Bisnis kecil
kelaparan,
Pengemban
bencana
gan
Klinik
masyarakat
Rumah panti Bantuan
asuhan
hukum
Dompet
Pelayanan
amal
suplementer
Dana
bergulir
Fungsional/keseimbangan
Percaya
pada
pemerintah
Konsultatif
Memberi
derma
kepada
kaum miskin
Kesejahtera
an
16
Partisipatif
Memiliki
tanggungja
wab
bersama
Membantu
rakyat untuk
menolong
dirinya
sendiri
Revolusi
hijau
Pembangun
an
komunitas
Pendidikan
nonformal
Menentang
eksploitasi
Membangun
struktur
ekonomipolitik baru
Kontrawacana
Penyadaran
Pembangun
an ekonomi
alternatif
Serikat tani,
buruh
Koperasi
Kritik
struktural
Fasilitator ,
partisipatif
Disiplin
yang kuat
Land reform
Riset
partisipatif
Pendidikan
rakyat
Draft I
17
Draft I
18
Draft I
19
Draft I
20
Draft I
21
Draft I
22
Draft I
23
Draft I
24
Draft I
Partisipasi
Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kades maupun
Badan Perwakilan Desa (BPD) bukan ukuran partisipasi yang
sempurna. Mengapa? Pertama, partisipasi dalam konteks pemilihan
itu hanya membentuk struktur kekuasaan dan oligarki elite, yang
kemudian elite punya dunia tersendiri yang terpisah dari dunia para
konstituen. Kedua, urusan publik masyarakat desa sangat kompleks
yang tidak bisa diselesaikan oleh para wakil rakyat yang telah dipilih.
Kades dan BPD tidak bisa mengabaikan masyarakat dengan cara
mengklaim bahwa mereka telah dipilih dan dipercaya untuk
membuat keputusan dan mengatur masyarakat. Partisipasi
masyarakat dalam urusan publik sehari-hari jauh lebih penting,
mengingat para wakil rakyat itu akan selalu kehilangan akses
informasi tentang tuntutan, aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Namun, dalam praktiknya, mekanisme perwakilan itulah yang
menjadi salah satu penyebab kemunduran partisipasi masyarakat.
Baik kepala desa maupun BPD selalu mengklaim bahwa mereka telah
dipilih melalui prosedur yang demokratis, sehingga mereka juga
dipercaya penuh untuk membuat keputusan desa dan mengatur
masyarakat, tanpa harus bertele-tele melibatkan partisipasi dan
menampung seluruh aspirasi masyarakat. Di banyak desa, kades dan
BPD cenderung mengandalkan proses konsultasi dan artikulasi
dengan tokoh (elite) desa, yang mereka anggap legitimate mewakili
aspirasi masyarakat. Kalau orang bilang aspirasi masyarakat,
aspirasi yang mana. Kita tidak mungkin menampung seluruh aspirasi
masyarakat. Harus ada prosedur dan wadah perwakilannya. Para
tokoh masyarakat sudah mewakili, mau apa lagi, demikian ungkap
seorang kepala desa.
Wacana penolakan terhadap partisipasi memang menyebar di
mana-mana. Seorang pengacara kondang dari Solo menyatakan
pendapatnya:
Jangan membawa idealisme yang berasal dari kampus.
Partisipasi itu saya kira terlalu naif bagi orang desa. Jangan
dikira orang desa pintar-pintar seperti kita yang diskusi di sini.
Kita harus melihat realitas yang ada di desa. Orang desa itu
tidak banyak tahu tentang partisipasi. Saya pernah punya
pengalaman menyodorkan peraturan kepada warga desa,
maksud saya untuk mengajak diskusi mereka. Tetapi mereka
tidak mengerti apa-apa. Pengarahan dan peraturan itu tetap
penting bagi desa.
Ungkapan itu ternyata didukung oleh dua orang anggota Badan
Perwakilan Desa (BPD) dari Kecamatan Suruh, Semarang, yang
mengklaim tahu persis terhadap keadaan warga desa. Warga desa
itu banyak tergantung, manut, pada para tokoh masyarakat. Ini
25
Draft I
26
Draft I
27