Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

MATERI : NILAI – NILAI KEBANGSAAN

DOSEN PENGAJAR : ALFREDO RIMPER, S.AG., M.HUM.

DISUSUN OLEH :

ADRIANUS WOLLAH 14190077

ESTEFANNY CHRISTINA 14190187

TRI ARYANI 14190192

TRY RETNO WULANDARI 14190255

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS BUNDA MULIA

2020
BAB I

PENGERTIAN NILAI KEBANGSAAN

1.1. Pengertian Nilai menurut KBBI

Pengertian Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat (hal-hal)
yang penting atau berguna bagi kemanusiaan dan/atau sesuatu yang menyempurnakan
manusia sesuai dengan hakikatnya

1.2. Pengertian Nilai secara Etimologis

Nilai Secara etimologi nilai berasal dari kata value (Inggris) yang berasal dari kata valere
(Latin) yang berarti : kuat, baik, dan berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value )
adalah sesuatu yang berguna. Menurut Djahiri (1999), nilai adalah harga, makna, isi dan pesan,
semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga
bermakna secara fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan
menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Sedangkan menurut
Dictionary dalam Winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu
dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara instrinsik memang berharga. Contoh :
Nilai benda kayu jati dianggap tinggi, sehingga kayu jati memiliki nilai jual lebih mahal
kualitas yang baik, tangguh, tidak mudah kropos, dan lebih kuat daripada jenis kayu yang lain
seperti kamper. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika kayu jati, menurut pandangan
masyarakat khususnya pemborong, nilainya mahal. Berdasarkan uraian di tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengertian dan makna nilai adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan
yang mendapat dalam berbagai hal yang dianggap sebagai sesesuatu yang berharga, berguna,
dan memiliki manfaat. Dalam pembelajaran, nilai sangat penting untuk ditanamkan sejak dini
karena nilai bermanfaat sebagai standar pegangan hidup.

1.2. Pengertian Nilai secara luas

Secara umum, nilai adalah konsep yang menunjuk pada hal hal yang dianggap
berharga dalam kehidupan manusia, yaitu tentang apa yang dianggap baik, layak,
pantas, benar, penting, indah, dan dikehendaki oleh masyarakat dalam kehidupannya.
Sebaliknya, hal-hal yang dianggap tidak pantas, buruk, salah dan tidak indah dianggap
sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai, apabila
mempunyai kegunaan, kebenaran, kebaikan dan keindahan. Contohnya emas dianggap
bernilai karena ia bermanfaat, berguna serta berharga. Sedangkan limbah dianggap
tidak bernilai karena sifatnya buruk, jelek dan merugikan.
Dengan begitu, maka nilai adalah konsep umum tentang sesuatu yang dianggap baik
dimana keberadaannya dicita citakan, diinginkan, dihayati, dan dilaksanakan dalam
kehidupan sehari hari dan menjadi tujuan kehidupan bersama di dalam kelompok
masyarakat tersebut, mulai dari unit kesatuan sosial terkecil hingga yang terbesar, mulai
dari lingkup suku, bangsa, hingga masyarakat internasional.

1.3. Pengertian Nilai Kebangsaan

Dari pengalaman hidupnya, bangsa Indonesia memperoleh suatu nilai yang kemudian
dijadikan kesepakatan bersama (consensus) yang kemudian dikenal dengan nilai-nilai
kebangsaan. Nilai-nilai kebangsaan tersebut adalah nilai dasar yang bersumber dari nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila, Sebagai dasar Negara; Undang-undang dasar
1945, sebagai konstitusi; Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai sasanti
pemersatu; Bhineka Tunggal Ika. Nilai-nilai dasar tersebut dicerminkan dalam sikap dan
perilaku Warga Negara Indonesia, yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa,
kesatuan wilayah yang terdiri dari pulau-pulau dai dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa.

1.4. Pengertian Kebangsaan

Ada beberapa pengertian tentang bangsa dan kebangasaan yang berkembang. Ernest
Renan menyatakan bahwa bangsa adalah; bukan suatu ras, bukan orang,-orang yang
mempunyai kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi oleh batas-batas geografis atau
batas alamiah. Nation (bangsa) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asa apiritual,
suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengirbanan yang telah lampaudan
bersedia dibuat di masa yang akan datang.

Nation memiliki masa lampau tetapi berlanjut masa kini dalam suatu realita yang jelas
melalui kesepakatan dan keinginan untuk hidup bersama (le desire d’enter ensemble).
Nation tidak terkait oleh Negara karena Negara berdasarkan hukum. Menurutnya,
wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa. Bagi rakyat Negara yang akan
dikuasai ras lain (negara jajahan), para pemimpin pergerakan/kemerdekaan mengobarkan
semangat nasionalisme berdasarkan teori Renan. Oleh karena itu tidak mengherankan
bahwa pada negara nasional baru (dikenal pula sebagai negara dunia ketiga) jiwa
nasionalisme tumbuh seperti terori dari Ernest Renan.

1.4. Teori Kebangsaan menurut pendapat para ahli

Teori Hans Kohn

Hans Kohn adalah seorang ahli antropologi etnis, dia mengemukakan teorinya tentang
bangsa bahwa bangsa itu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban,
wilayah, Negara dan kewarganegaraan. Suatu bangsa juga tumbuh dan berkembang dari
anasir – anasir serta akar – akar yang terbentuk melalui suatu proses sejarah.

Teori Kebangsaan Ernest Renan

Menurut Renan, bangsa memiliki pokok – pokok pikiran yang meliputi

 Bangsa adalah suatu jiwa dan suatu asas kerohanian.


 Bangsa adalah suatu solidaritas.
 Bangsa adalah suatu hasil sejarah.
 Bangsa bukan merupakan sesuatu yang abadi.
 Wilayah dan ras bukanlah suatu penyebab timbulnya bangsa.

Selain itu juga Ernest Renan mengatakan bahwa kejayaan dimasa lampau, suatu
keinginan hidup bersama baik dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang serta
penderitaan – penderitaan bersama adalah factor yang membentuk jiwa bangsa.

Teori Gepolitik oleh Frederich Ratzel

Teori yang mengungkapkan hubungan antara wilayah geografi dengan bangsa. Teori
tersebut dikembangkan oleh Frederich Ratzel dalam bukunya yang berjudul “Political
Geography“ (1987). Dimana teori tersebut menyatakan bahwa Negara merupakan suatu
organisme yang hidup. Suatu bangsa dapat tetap berdiri kokoh, maka Negara tersebut
memerlukan suatu ruangan untuk hidup. Menurut Ratzel, Negara – Negara besar
memiliki semangat ekspansi, militerisme dan optimisme.
BAB II

PENJELASAN NILAI KEBANGSAAN

2.1. Ciri – ciri Nilai Kebangsaan

Nilai kebangsaan memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk


nasionalisme dan patriotisme suatu bangsa. Pada masa penjajahan, nilai kebangsaan lebih
mudah ditanamkan karena rasa cinta terhadap Tanah Air yang dihadapkan pada tantangan
nyata. Para pejuang kemerdekaan rela mempertaruhkan nyawa demi membebaskan
Indonesia dari cengkeraman penjajah. Namun, di era globalisasi, nilai kebangsaan
semakin memudar. Dengan demikian dibutuhkan ciri-ciri nilai kebangsaan yaitu sebagai
berikut:

1. Tumbuhnya sikap nasionalisme sejak dini


2. Bertumbuhnya pandangan positif masyarakat pada negara
3. Adanya sifat menghargai pahlawan bangsa
4. Penggunaan ideologi bangsa oleh masyarakat

2.2. Makna Nilai - nilai Kebangsaan

Nilai kebangsaan merupakan komponen penting yang harus diingat semua masyarakat
Indonesia. Nilai kebangsaan bisa menjadi sumber untuk membentuk rasa kebangsaan
yang bisa mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, Nilai ini bersumber dari budaya yang
dimiliki Indonesia.

Nilai-nilai kebangsaan tersebut menjadi wujud sikap dan perilaku yang akan
Masyarakat lakukan dan tunjukkan sebagai warga negara Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam bersikap, Masyarakat harus tahu
bagaimana Masyarakat bersikap dan berperilaku dalam kumpulan masyarakat dan
berperilaku sebagai warga negara Indonesia.

2.3. Penerapan Nilai – nilai Kebangsaan


Saat ini pendidikan kebangsaan sekadar proses belajar yang harus diselesaikan pelajar
untuk memenuhi beban belajar di sekolah. Penghayatan terhadap nilai-nilai yang
terkandung dalam pembelajaran tersebut sudah semakin luntur sehingga lambat laun
sikap nasionalis para pelajar juga ikut berkurang. Banyak faktor yang menyebabkan
antusiasme terhadap pelajaran tersebut berkurang, antara lain pembelajaran yang
disampaikan guru kurang menarik, guru kurang up to date dengan nilai kebangsaan saat
ini, kurangnya sosialisasi terhadap sikap kebangsaan yang sudah dilakukan para leluhur
terdahulu. Hal itu dibuktikan dengan mudah ditemui pelajar atau bahkan guru yang tidak
hafal lagu kebangsaan Indonesia Raya atau teks Pancasila.

Bagaimana cara menguatkan pendidikan kebangsaan dengan baik kepada pelajar?


Banyak cara yang bisa kita terapkan agar karakter kebangsaan bisa terus melekat dan
berkembang dalam diri pelajar masa kini, yaitu pertama, menerapkan nilai-nilai budi
pekerti yang bersumber dari nilai-nilai agama. Samsuri (2011) mengatakan mengajarkan
kebenaran agama ialah suatu keharusan bagi pemeluk-pemeluknya karena kebenaran
agama memberikan jaminan bagi para pengikutnya dalam menjalankan keyakinannya.

Kedua, mengembangkan ragam seni budaya lewat kegiatan pertunjukan sebagai rasa
syukur kita akan perjuangan yang telah dilakukan para leluhur.

Ketiga, melakukan kegiatan-kegiatan yang mengandung nilai-nilai kebangsaan, seperti


kegiatan upacara bendera setiap Senin, baris-berbaris, pramuka, dan kerja bakti atau
gotong royong. Keempat, mengisahkan momen-momen bersejarah bangsa dan
mengunjungi tempat-tempat bersejarah untuk menumbuhkan nasionalisme. Kelima,
melibatkan guru, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan kebangsaan.

Nilai-nilai kebangsaan harus tetap tertanam di dalam diri kaum muda masa kini dan
generasi masa depan sehingga nasionalisme dan patriotisme terhadap bangsa dan negara
menjadi nilai yang terpatri dalam kehidupan mereka. Guru, orangtua, dan masyarakat
memiliki peran yang sama pentingnya dalam mempromosikan, menjalankan, dan
mempertahankan nilai kebangsaan agar tetap tumbuh, berkembang, dan berkelanjutan.
BAB III

EMPAT KONSENSUS NEGARA

3.1. Macam-macam Konsensus Negara

Nilai kebangsaan merupakan komponen penting yang harus diingat semua masyarakat
Indonesia. Nilai kebangsaan bisa menjadi sumber untuk membentuk rasa kebangsaan
yang bisa mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Ada empat macam Konsensus
Indonesia yang masing-masing memiliki nilai kebangsaan didalamnya antara lain;

1. Pancasila sebagai Falsafah Bangsa


2. Undang-undang Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945)
3. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
4. Sesanti Bhineka Tunggal Ika

3.2. Pancasila sebagai Falsafah Bangsa

Dalam memorandum DPRGR 9 Juli 1966, yang disahkan oleh MPRS dengan
ketetapannya Nomor XX/MPRS/1966, Pancasila adalah pandangan hidup bangsa
Indonesia yang telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar falsafah negara RI.
Pandangan hidup yaitu pandangan dunia atau way of life, yaitu bagaimana cara
menjalani kehidupan.

Sebagai falsafah hidup atau pandangan hidup, Pancasila mengandung wawasan


dengan hakikat, asal, tujuan, nilai, dan arti dunia seisinya, khususnya manusia dan
kehidupannya, baik secara perorangan maupun sosial. Falsafah hidup bangsa
mencerminkan konsepsi yang menyeluruh dengan menempatkan harkat dan martabat
manusia sebagai faktor sentral dalam kedudukannya yang fungsional terhadap segala
sesuatu yang ada.
Ini berarti bahwa wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila secara
kultural diinginkan agar tertanam dalam hati sanubari, watak, kepribadian serta
mewarnai kebiasaan, perilaku dan kegiatan lembaga-lembaga masyarakat. Kelima nilai
dasar yang tercakup dalam Pancasila memberikan makna hidup dan menjadi tuntutan
serta tujuan hidup. Dengan kata lain Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa
Indonesia yang mengikat seluruh warga masyarakat, baik secara perorangan maupun
sebagai kesatuan bangsa.

Pancasila sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral bangsa Indonesia merupakan inti
semangat bersama dari berbagai moral yang secara nyata terdapat di Indonesia. Seperti
diketahui, di tanah air kita terdapat berbagai ajaran moral sesuai dengan adanya berbagai
agama dan kepercayaan serta adat istiadat. Setiap moral itu mempunyai corak sendiri ,
berbeda satu sama lain, dan hanya berlaku pada umatnya yang bersangkutan. Namun,
dalam moral-moral itu terdapat unsur bersama yang bersifat umum dan mengatasi segala
paham golongan. Moral Pancasila mampu mengatasi segala golongan dan bersifat
nasional.

Moral Pancasila memberikan inspirasi dan menjadi pembimbing dalam pembuatan


undang-undang yang mengatur kehidupan negara, menetapkan lembaga-lembaga negara
dan tugas mereka masing-masing, serta hubungan kerja sama diantara mereka, hak-hak
dan kedudukan warga negara, dan hubungan warga negara dan negara dalam iklim
semangat kemanusiaan.

Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa semua norma moral harus dijadikan
norma yuridis. Norma moral ditetapkan menjadi norma hukum positif selama norma itu
mengatur tindakan-tindakan lahiriah yang menyangkut masyarakat. Sementara itu,
masalah yang semata-mata batiniah merupakan urusan pribadi warga negara. Hal ini
harus senantiasa diperhatikan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengaturan negara
terhadap peri kehidupan bangsa.

Oleh karena itu, tampaklah bahwa materi perundang-undangan terbatas pada moral
bersama rakyat. Sehubungan dengan pengamalan Pancasila dalam konteks moral
perorangan, negara wajib menciptakan suasana yang mampu memupuk budi pekerti
luhur dengan baik. Dalam penjelasan umum UUD 1945 dengan tepat ditandaskan bahwa
“undang-undang dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

3.3. Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945)

Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan penting dalam hukum dasar tertulis
negara kesatuan Republik Indonesia. Pembukaan UUD’45 dapat diibaratkan sebagai
abstrak dari sebuah karya ilmiah atau pendahuluan dalam sebuah buku yang berisi hal-
hal yang sangat mendasar atau inti sari dari keseluruhan isi sebuah karya ilmiah atau
buku.

Dengan demikian Pembukaan Undang-Undang 1945 berisi pokok-pokok pikiran dan


kaedah negara fundamental yang dengan jalan hukum tidak dapat diubah, disamping itu
berisi pernyataan kemerdekaan. Oleh karena isinya yang sangat essensial ini maka
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disepakati sebagai sumber cita moral dan cita
hukum Indonesia (AW. Wijaya, 1991:62)

Pembukaan Undang-Undang Dasar dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan


Indonesia (PPKI) yang mewakili seluruh rakyat Indonesia yang menetapkan dan
mengesahkannya pada tanggal 18 Agustus 1945. Adapun naskah Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai berikut: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak
segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Atas berkat Rahmat Tuhan Yang
Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia, yang
melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan 5 berdasar kepada: Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh khikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat sifat-sifat fundamental dan asasi


bagi negara yang pada hakikatnya mempunyai kedudukan tetap dan tidak dapat dirubah.
Sesuai yang ditetapkan oleh MPR/MPRS dalam ketetapan No. XX/MPRS/1966 yang
menerima baik Memorandum DPR-GR tanggal 9 Juni 1966 (Jo. Tap No. V/MPR/1973
yang menyatakan: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pernyataan
Kemerdekaan yang terinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagai Dasar Falsafah
Negara, merupakan satu rangkaian dengan Proklamsi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
dan oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun juga termasuk MPR hasil Pemilu
yang berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945, karena mengubah
isi Pembukaan Undang-Undang dasar 1945 berarti sama halnya pembubaran negara.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
baik secara formal maupun material didak dapat diubah. Secara material memuat
Pancasila Dasar Falsafah Negara Indonesia, oleh karenanya terlekat pada kelangsungan
hidup negara Proklamasi 17 Agustus 1945 yang hanya satu kali terjadi dan merupakan
fakta sejarah yang tidak dapat terulang kembali. Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental berisi:

a. Dasar tujuan negara baik tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
terdapat dalam” ... ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Tujuan umum menyangkut hubungan antar
bangsa (pergaulan masyarakat internasionl) Tujuan umum inilah yang merupakan
dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Tujuan khusus ada dalam
“ ........melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa........” Tujuan ini
meliputi tujuan nasional yaitu sebagai tujuan bersama bangsa Indonesia dalam
membntuk 6 negara untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur,
material spiritual.

b. Ketentuan diadakannya Undang Undang Dasar Negara. Pernyataan tersebut


tersimpul dalam kalimat “...........maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia”. Hal ini
merupakan suatu ketentuan bahwa negara Indonesia harus berdasarkan pada suatu
Undang-Undang Dasar dan merupakan suatu dasar yuridis formal bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum.

c. Bentuk Negara Pernyataan ini tersimpul dalam kalimat: “...yang terbentuk dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”. d. Dasar
filsafat negara (asas kerohanian negara) Pernyataan ini tersimpul dalam kalimat:
“... dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

3.4. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Bangsa Indonesia adalah bangsa baru yang sangat majemuk. Lahir melalui Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928, bangsa muda ini berhasil meraih kemerdekaan pada 17
Agustus 1945. Bangsa baru ini, yang berdiam dalam wilayah kepulauan yang sangat
luas, diperhadapkan dengan kemajemukan yang sudah lama. Pada masa penjajahan,
Belanda dan Jepang, keragaman itu dipersatukan dengan paksa oleh kekuatan penjajah
yang memiliki kekuatan organisasi pemerintahan, kekuatan teknologi militer, dan
melalui politik divide‐et‐impera serta dengan mengeksploitasi kelemahan kerajaan‐
kerajaan Nusantara pada waktu itu.

Dalam era kemerdekaan, persatuan itu kokoh berdiri ditegakkan oleh cara pandang
bangsa Indonesia (wawasan kebangsaan bhinneka‐tunggal‐ika) dan kehendak bersama
untuk mewujudkan cita‐cita kemerdekaan dalam satu negara kesatuan berbentuk
republik, milik bersama bangsa, yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
Ditempa oleh sejarah perjuangan nasional yang panjang, dengan bimbingan para tokoh
perjuangan pendiri bangsa, ikatan batin bangsa Indonesia telah tumbuh kuat. Sejarah
pergerakan nasional yang panjang itu mengukuhkan bangsa Indonesia sebagai bangsa
pejuang. Pada dasarnya orang Indonesia yang berbeda‐beda itu memandang dirinya
(national insight) sebagai satu kesatuan dan seluruh wilayah Indonesia adalah tanah air
dan tumpah darahnya.

Berlandaskan bekal semangat negara kesatuan, bangsa Indonesia berhasil mengatasi


berbagai masalah besar, seperti pemberontakan RMS di maluku, GAM di Ach dan OPM
di Papua. Demikian juga dalam mengatasi luapan kemarahan daerah pada pemerintah
pusat dalam bentuk pemberontakan PRRI/Permesta. Modal semangat yang sama juga
memberi kekuatan untuk mengatasi pemberontakan DI/TII yang mencoba mendirikan
negara Islam dan PKI/kaum Komunis yang ingin mendirikan negara komunis.

Namun, sejarah juga mencatat ada masanya ketika pemerintahan negara kesatuan
dijalankan dengan sangat sentralistik dan mengabaikan keragaman dan kebersamaan
seluruh daerah. Cara pandang kebangsaan yang bhinneka‐tunggal‐ika dikesampingkan.
Penguasa sangat menekankan ke‐tunggal‐an (persatuan) dan sangat tidak memberi
tempat bagi ke‐bhinneka‐an (keberagaman). Berbagai kebijakan untuk menyeragamkan
segala sesuatu dijalankan. Kekayaan sumber daya alam di daerah dieksploitiasi dan
dipergunakan dengan mengabaikan rasa keadilan terhadap daerah. Kepala daerah sering
ditunjuk dari Pusat dengan mengabaikan faktor objektif daerah. Kesenjangan kemajuan
antar‐daerah sangat meningkat.

NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah negara kesatuan yang berupa
republik dengan sistem desentralisasi, yang mana pemerintah daerah menjalankan
otonomi dengan luas pada bidang pemerintahan, yang sudah ditentukan oleh undang-
undang yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 1 ayat 1 NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Ketetapan ini sudah disusun dalam
pasan 18 UUD 1945 ayat (1) yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu terbadi atas kota
dan kabupaten yang masing-masing kota, kabupaten dan provinsi tersebut memilki
pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang.
Pasal 18 UUD 1945 menjelaskan dengan detail NKRI adalah berikut ini:

 Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas daerah provinsi dan daerah
provinsi tersebut terbagi atas kabupaten dan kota, yang setiap provinsi,
kabupaten serta kota tersebut memiliki pemerintahan daerah yang diatur dalam
Undang-Undang.
 Pemerintahan Daerah Provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dengan
menjalankan sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan
 Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten serta kota mempunyai DPRD
yang anggotanya dipilih dari pemilihan umum (Pemilu)
 Gubernur, Bupati dan Walikota adalah kepala pemerintahan masing-masing
daerah provinsi, kabupaten dan kota yang dipilih dengan cara demokrasi
 Pemerintahan dearah menjalankan otonomi dengan seluasnya kecuali bidang
pemerintahan yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi bidang
pemerintah pusat
 Pemerintah daerah memiliki hak menentukan peraturn daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk menjalankan otonomi dan tugas pembantuan
 Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
Undang-Undang.

3.5. Sesanti Bhineka Tunggal Ika

Secara etimologi atau asal-usul bahasa, kata-kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari
bahasa Jawa Kuno yang bila dipisahkan menjadi Bhinneka = beragam atau beraneka,
Tunggal = satu, dan Ika = itu. Artinya, secara harfiah, jika diartikan menjadi beraneka
satu itu. Maknanya, bisa dikatakan bahwa beraneka ragam tetapi masih satu jua.
Semoboyan ini diambil dari kitab atau kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular, yang
hidup pada masa Kerajaan majapahit sekitar abad ke-14 M.

Hal ini menunjukkan persatuan dan kesatuan yang terjadi diwilayah Indonesia, dengan
keberagaman penduduk Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, bahasa
daerah, ras, agama, dan kepercayaan, lantas tidak membuat Indonesia menjadi terpecah-
belah. Melalui semboyan ini, Indonesia bisa dipersatukan dan semua keberagaman
tersebut menjadi satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sejak Negara Republik Indonesia ini merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan
kalimat Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan pada lambang negara Garuda
Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan
Majapahit yang juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan
oleh Patih Gajah

Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:

Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa,

bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn,

mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa (Pupuh 139: 5).

Terjemahan:

Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang

berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas

pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua.
Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran
yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa).

Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuna dan diterjemahkan dengan kalimat
berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati
diri bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan
hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat
bangsa di negeri ini. Munandar (2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J. mengungkapkan
bahwa sumpah palapa secara esensial, isinya mengandung makna tentang upaya untuk
mempersatukan nusantara. Sumpah Palapa Gajah Mada hingga kini tetap menjadi acuan,
sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya berkenaan dengan diri seseorang, namun
berkenaan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan. Oleh karena itu, sumpah palapa
merupakan aspek penting dalam pembentukan Jati Diri Bangsa Indonesia.

Menurut Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Palapa karena di dalamnya terdapat


pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan “lamun huwus
kalah nusantara isun amukti palapa” (kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan
puasa/tirakatnya). Naskah Nusantara yang mendukung cita-cita tersebut di atas adalah
Serat Pararaton. Kitab tersebut mempunyai peran yang strategis, karena di dalamnya
terdapat teks Sumpah Palapa. Kata sumpah itu sendiri tidak terdapat di dalam kitab
Pararaton, hanya secara tradisional dan konvensional para ahli Jawa Kuno menyebutnya
sebagai Sumpah Palapa. Bunyi selengkapnya teks Sumpah Palapa menurut Pararaton
edisi Brandes (1897 : 36) adalah sebagai berikut:

Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa,

sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti

palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring

Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang,

Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Terjemahan:

Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan

puasa (nya). Beliau Gajah Mada: Jika telah mengalahkan

nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil)

mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo,

Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru)

melepaskan puasa (saya)

Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam
sejarah perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004)
menyatakan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara
historis merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu,
karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda
yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam isi putusan
Kongres Pemuda Kedua.
Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia,
setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan latar
kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa
memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan
para pemuda pada waktu itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah
tidak ada lagi ide kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide
federaslisme.  Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu
tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah
Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah
mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan
persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.

Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh


Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil
mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara
RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga
kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak
ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-koyak
sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya bisa memisahkan diri
dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang berlebihan.

Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang


yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang
“jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia, yang harus kita lakukan adalah, dengan
kesadaran baru yang ada pada tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita
sekarang ini, bahwa bangsa ini dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika
yang telah mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin
besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia, meskipun
berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia).

Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang
mengikrarkan persatuan dan kesatuan Nusantara / bangsa Indonesia, serta proklamasi
kemerdekaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan
menyeluruh. Hal itu tidak terlepas dari pembentukan jati diri daerah sebagai dasar
pembentuk jati diri bangsa.
BAB IV

WAWASAN KEBANGSAAN

4.1. Pengertian Wawasan Kebangsaan

Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari 2 kata yaitu “Wawasan” dan “Kebangsaan”.
Wawasan artinya meninjau atau pandangan. Sedangkan Kebangsaan adalah kumpulan
masyarakat yang keturunan, adat, budaya, bahasa dan sejarahnya sama. Wawasan
Kebangsaan berarti cara pandang yang dilandasi oleh pemikiran warga dari suatu negara
tentang lingkungannya sendiri dalam kehidupan bernegara.

Wawasan kebangsaan Indonesia adalah konsep politik yang memandang Indonesia


sebagai satu wilayah yang menyatukan bangsa secara utuh dan menyeluruh mencakup
kehidupan nasionalnya yang mempunyai aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan lain
sebagainya. Wawasan kebangsaan Indonesia juga menjadi sumber perumusan kebijakan
pemerintah dan pembangunan untuk pengembangan otonomi daerah yang dapat
mencegah pemecahan negara kesatuan dan mencegah timbulnya konflik antar
pemerintah pusat dan daerah. Dengan upaya tersebut, terwujudnya pemerintahan yang
bersih dan bagus akan tercapai.

4.2. Makna Wawasan Kebangsaan

Makna wawasan kebangsaan Indonesia antara lain:

Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar dapat menempatkan


persatuan, kesatuan dan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi
Wawasan kebangsaan mempertahankan asas Bhineka Tunggal Ika
Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat terhadap patriotisme yang licik
Wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa
Indonesia berhasil merintis jalan menjalani misinya ditengah – tengah tata kehidupan di
dunia
NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur mempunyai tekad untuk
mewujudkan bangsa yang maju dan sejahtera

Kebanyakan orang keliru memahami makna sejarah kebangsaan. Kejayaan Sriwijaya,


kejayaan Majapahit yang menguasai kerajaan-kerajaan kecil di seluruh wilayah
nusantara, hanya “dikenang” sebagai peristiwa masa lalu.

Demikian pula hasil penelitian selama 30 tahun Prof. Arysio Santos dari Brazil yang
akhirnya dapat menemukan Benua Atlantis yang hilang, dan dengan sangat berani serta
yakin berkesimpulan bahwa Benua Atlantis yang tenggelam tersebut adalah Indonesia.
Apakah hal ini juga hanya dipandang sebagai “masa lalu” bagi bangsa Indonesia ? Jika
demikian halnya maka sebenarnya bangsa Indonesia sungguh “sangat miskin” terhadap
nilai-nilai kebangsaan.
Keris dan kemudian wayang yang dinyatakan oleh UNESCO sebagai warisan dunia
(world heritage) ditanggapi adem ayem saja oleh bangsa Indonesia. Tidak ada pihak
yang berusaha menyosialisasikan keris dan wayang agar dikenal lebih dalam oleh
bangsa Indonesia sendiri. Karena bangsa Indonesia, sekali lagi, miskin terhadap nilai-
nilai kebangsaan.

Pancasila yang menjadi dasar negara dan ideologi bangsa yang mampu merekat
keaneka ragaman dan kemajemukan bangsa, hanya dipandang sebagai masa lalu dan
kuno. Baik pemerintah maupun para elit politik hanya menjadikan Pancasila sebagai
wacana seremonial dalam upacara-upacara kenegaraan dan dalam “upacara” peringatan
hari lahirnya Pancasila. Sesudah upacara, perduli amat ! Tanpa tindak lanjut yang
berarti.
Karena dipandang sebagai masa lalu maka sejarah kebangsaan tidak pernah dijadikan
mata pelajaran utama atau mata kuliah utama, baik di sekolah maupun di perguruan
tinggi. Kalau ditanya, siapa Bung Karno dan siapa Bung Hatta ? Jawabanya: “Oh, itu
Sukarno-Hatta nama lapangan terbang internasional di Cengkareng ! Mereka juga tidak
tahu bahkan tidak perduli, siapa para Bapak Pendiri Bangsa dan Negara Indonesia !
Terdapat beberapa tujuan dari wawasan kebangsaan. Yang pertama adalah
terbentuknya bangsa yang kuat, kukuh bersatu, berdaya saing tinggi, dan sejahtera.
Selain itu, wawasan kebangsaan juga menjaga sejarah kebangsaan Indonesia &
kecintaan akan NKRI. Tujuan lain dari wawasan kebangsaan adalah revitalisasi dan
reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, serta secara khusus meredam berkembangnya
penonjolan primordialisme sempit, kesukuan, kedaerahan, dan mencegah disintegrasi
bangsa. Terakhir, wawasan kebangsaan dapat meningkatkan kualitas penangkal maya
demi lestarinya bangsa.

Wawasan kebangsaan Indonesia tercetus pada sumpah pemuda tanggal 28 Oktober


1928 sebagai tekad perjuangan dan merupakan konvensi nasional. Terdapat dua aspek
wawasan kebangsaan, yaitu aspek moral dan aspek intelektual. 

Berdasarkan dua aspek tersebut, wawasan kebangsaan memiliki 6 nilai, yaitu


penghargaan terhadap harkat dan martabat sebagai makhluk Tuhan Yang Mahakuasa,
tekad bersama untuk berkehidupan yang bebas, merdeka, dan bersatu, cinta tanah air
dan bangsa, demokrasi dan kedaulatan rakyat, kesetiakawanan sosial, dan masyarakat
adil dan makmur. Selain nilai-nilai tersebut, wawasan kebangsaan juga memiliki makna
penting, yaitu mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan dan
kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi dan golongan.

Menggugah semangat kebangsaan. Bung Karno dan Bung Hatta sebagai bapak bangsa
senantiasa menggelorakan semangat kebangsaan bangsa Indonesia dengan menanamkan
sejarah kebangsaan. Bung Karno selalu menanamkan kejayaan dan kebesaran bangsa
Indonesia melalui pemahaman sejarah kebangsaan. Bangsa yang tidak memahami
sejarah kebangsaannya bagaikan wayang kulit yang tiada gagangnya. Ia akan lemas,
lunglai dan tidak mampu berdiri tegak dengan gagahnya. Bangsa yang tidak menghayati
sejarah kebangsaannya tidak akan mampu menyerap nilai-nilai kebangsaan yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi bangsa berikutnya.

Nilai-nilai dasar kebangsaan bersumber dari nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa
itu. Nilai-nilai dasar kebangsaan mengalir dari sumbernya mengarungi bukit, lereng,
jurang dan lembah menjadi aliran semangat kebangsaan yang dahsyat, yang mampu
menembus dan menggerus bebatuan yang menghalangi cita-cita kebangsaan yang
hendak diraih oleh bangsa Indonesia.
Semangat kebangsaan adalah penggerak nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa dan
menjadi ruh bangsa Indonesia. Nilai dasar kebangsaan itu statik, sedangkan nilai
yang bergerak terus yang menjadi pendorong semangat kebangsaan adalah nilai
instrumental atau nilai praksis yang senantiasa dapat disesuaikan dengan konteks dan
situasi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia setiap saat. Oleh sebab itu semangat
kebangsaan inilah yang senantiasa harus terus menerus digugah, didorong dan
dibangkitkan, agar terus menerus bergejolak di dalam hati setiap bangsa Indonesia.

Bangsa tidak dapat terwujud dengan sendirinya, melainkan harus diusahakan. Seperti
bangsa Indonesia, dibangkitkan sejak awal permulaan abad ke 20 (KebangMasyarakatn
Nasional 1908), dibangun atau diwujudkan sejak awal pertengahan abad ke 20 (Sumpah
Pemuda 1928) dan bangsa Indonesia menegara sejak pertengahan abad ke 20
(Proklamasi

Usaha menggugah dan membangkitkan nilai-nilai kebangsaan adalah untuk


membangun satu bangsa, yang kemudian dinamakan bangsa Indonesia. Nilai
kebangsaan yang secara umum terdapat pula dalam nilai-nilai budaya masyarakat suku
bangsa yang terdapat di Indonesia tersebut, dijadikan tali pengikat atau simpai yang
menjalin persatuan berbagai suku bangsa tersebut menjadi satu bangsa, bangsa
Indonesia.

Namun usaha menjalin persatuan bangsa Indonesia waktu itu masih dalam proses,
karena nilai-nilai kebangsaan yang membingkai persatuan menjadi satu bangsa masih
dalam proses penanaman atau inplantasi melalui pendidikan. Upaya penanaman
tersebut ternyata memerlukan waktu satu generasi. Setelah satu generasi, generasi
berikutnya inilah yang mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dalam bentuk wujud nyata
bangsa Indonesia. Walaupun bangsa Indonesia yang diikrarkan itu masih dalam
kekuasaan penjajahan bangsa asing atau bangsa lain, namun kesepakatan menjadi
bangsa Indonesia tidak dapat dibatasi atau dihambat oleh penjajahan bangsa lain.
Bangsa Indonesia secara nyata (de facto) telah ada sejak 28 Oktober 1928. Usaha
memerdekan bangsa Indonesia yang terjajah merupakan perjuangan tersendiri.

Dalam kurun waktu satu generasi pula kemudian bangsa Indonesia menyatakan diri
kemerdekaannya melalui Prolamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Sejak itulah bangsa Indonesia benar-benar
bersatu, merdeka.dan berdaulat. Dengan kemerdekaan kebangsaan itulah bangsa
Indonesia mendirikan negara bangsa Republik Indonesia.

Menggugah dan membangkitkan nilai-nilai kebangsaan untuk siapa? Tentu saja


menggugah dan membangkitkan nilai-nilai kebangsaan untuk bangsa Indonesia. Seperti
telah dikemukakan, terwujudnya dan terbentuknya bangsa Indonesia tidak dengan
sendirinya melainkan harus diupayakan, diusahakan dan diperjuangkan terus menerus.
Setiap kali upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan kendor maka merosot pulalah
semangat kebangsaan bangsa Indonesia. Dalam upaya menanamkan nilai-nilai
kebangsaan atau membangun bangsa (nation building) perlu adanya institusi yang
melaksanakan, memantau dan mengevaluasi usaha-usaha pembangunan bangsa
Indonesia secara terus-menerus dan berlanjut. Pembangunan bangsa Indonesia tidak ada
hentinya dan tidak ada akhirnya selama bangsa Indonesia ini masih eksis dan masih
dikehendaki eksistensinya.

BAB V

KESIMPULAN

Kerukunan dalam kehidupan dapat mencakup 4 hal, yaitu: Kerukunan dalam rumah
tangga, kerukunan dalam beragama, kerukunan dalam mayarakat, dan kerukunan dalam
berbudaya. Indonesia yang sangat luas ini terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan
agama serta sangat rawan akan terjadinya konflik pertikaian jika seandainya saja setiap
pribadi tidak mau saling bertoleransi.

Dengan demikian masyarakat Indonesia dituntut untuk hidup rukun yang berpusat
pada Nilai-nilai Kebangsaan. Bayangkan bagaimana bisa sekumpulan Warga Negara
hidup tanpa adanya pedoman Nilai-nilai kebangsaan? Bagaimana seorang remaja dapat
menghafalkan Lagu Kebangsaan jika tidak diajarkan ketika Ia duduk dibangku Sekolah
Dasar.

Pada kehidupan biasanya kita juga dapat mengimplementasikan Nilai-nilai


kebangsaan sehingga dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Dengan berpedoman pada poin-poin penting Nilai kebangsaan.
DAFTAR PUSTAKA

https://nusantaranews.co/nilai-nilai-kebangsaan-adalah-masa-kini-dan-masa-depan-bangsa/

https://prezi.com/n5dy_h-m1faf/nilai-nilai-kebangsaan-indonesia/

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/19/070000569/pengertian-4-pilar-kebangsaan-
dan-tujuannya?page=all

http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/ahkam/article/view/1461

https://media.neliti.com/media/publications/28564-ID-eksistensi-nilai-nilai-filosofi-
kebangsaan-dalam-kepemimpinan-nasional.pdf

https://www.kompasiana.com/fajararianto/54f85bf8a33311fa7d8b4794/filsafat-pancasila-
dan-perkembangan-ilmu-pengetahuan

https://sinergibangsa.org/makna-pancasila-sebagai-falsafah-hidup-bangsa/

https://www.warganegara.org/blog/negara-kesatuan-republik-indonesia/

https://www.kompasiana.com/poerdiepew/5c0e2c62677ffb5d5b70bf03/makna-bhineka-
tunggal-ika-bagi-bangsa-dan-negara?page=all
https://www.warganegara.org/blog/negara-kesatuan-republik-indonesia/

https://ngada.org/uud01-1945pjl.htm

Dasim, Budimansyah. 2010. Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Menbangun


Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Sabigin, Cecep Dudi Muklis. 2009. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: CV


Insan mandiri

Winataputra, U.S. dan Dasim Budimansyah. 2007. Civic Education, Konteks, Landasan,
Bahan Ajar dan Kultur Kelas. UPI: Bandung.

Suwarso, 1981. Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional Keamanan Nasional, Bandung :


Alumni.

Maskan, Akan, Dkk. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta ; PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Azra, A. (2006). Pancasila dan Identitas Nasional Indonesia: Perspektif


Multikulturalisme dalam Restorasi Pancasila: Mendamaikan Politik Identitas dan
Modernitas. Bogor: Brighten Press.

Smith D. Anthony. (2003). Nasionalisme: Ideologi, dan Sejarah. Jakarta: Erlangga

Wahab & Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung:


Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai