Anda di halaman 1dari 6

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No.

56/DIKTI/Kep/2005

Ekonomi Media: Perlukah?

Bakir Hasan

ABSTRACT

Rapid development of communication technology has shaped a new cultural landscape. In effect,
the nature of mass media industry also changed a lot. To anticipate this new development,
communication discipline needs a new study focused on media economy. Media economy is
combination of two perspectives in media studies: business-economy perspective and media
communication perspectives. The dimension of media in media economy emphasized three
areas: production, content, and audiences. The dimension of economy in media economy studies
focused on structure, conduct/policy, and performance. Meanwhile, the management of media
corporation are consisted of revenue, cost and profit dimensions.

Kata kunci: ekonomi media, perspektif bisnis media, perspektif kajian media

Mengelola perusahaan media dewasa ini, penghasilan industri media dan persaingan di pasar
apakah itu media cetak, radio atau televisi, tidak bertambah sengit dalam rangka merebut kue iklan.
sama dengan mengelola perusahaan yang sama Pada saat itu, industri media tidak lagi menjual
pada masa-masa lalu. Keterbukaan pasar pers sejak atau memasarkan produk content-nya kepada pasar
era reformasi dan pengaruh keterbukaan pasar In- khalayak, tetapi juga menjual produk audience-
donesia terhadap persaingan dari luar atau nya kepada dunia usaha sebagai pengiklan (ad-
globalisasi membawa dampak yang besar pada vertisers), di mana pasar periklanan meningkat dan
pasar media di negara kita. persaingan media untuk merebut kue iklan itu juga
Era perjuangan yang dikenal dalam industri meningkat.
media kita sudah menjadi sejarah masa lalu. Era
yang berjalan sejak zaman kolonialisme itu, telah Cabang Baru Ilmu K omunikasi:
berubah sejak perekonomian Indonesia mengalami Ekonomi Media (Media Economics)1
kemajuan-kemajuan di masa pemerintahan
Soeharto. Industi media tidak lagi tergantung pada Ilmu baru di bidang komunikasi ini merupakan
subsidi partai atau pemerintah. Pada saat itu, penggabungan kajian media dan kajian ekonomi.
industri media mulai memasuki masa baru yang Walaupun baru tumbuh sejak 1970-an, ilmu ini telah
disebut dengan era bisnis dalam media, di mana menunjukkan kemajuan pesat. Bukan hanya
periklanan telah menjadi sumber penting berbagai buku teks bagi para mahasiswa dan

Bakir Hasan. Ekonomi Media: Perlukah? 329


dosen di negara maju tentang ekonomi media telah kempis, meskipun semangat juangnya mendukung
lahir, seperti yang ditulis A.B. Albarran, Robert G. perjuangan untuk merdeka sangat tinggi. Sebagai
Picad, Colin Hoskins bersama Stuart McFadyen akibatnya, media pers nasional ini sering menderita
dan Adam Finn dan Alison dan Alsion Alexander dari tindakan pembredelan dari penguasa. Sampai
dengan James Owers dan Rod Carveth, tetapi juga era Bung Karno, media pers masih dianggap
majalah jurnal ilmiah yang terbit telah menunjukkan sebagai institusi sosial denggan semangat
mantapnya disiplin ilmu baru ini, seperti Journal juangnya, tetapi sekarang dalam konteks
of Media Economics, Journal of Business Media perjuangan partai pendukungnya masing-masing.
Studies, dan Journal of International Media Man- Hal itu dapat dilihat dari bentuk hukum perusahaan
agement, yang telah terbit sejak 1980. media pada era itu, yaitu Yayasan yang pada dasar
nya bersifat nirlaba (non-profit). Baru setelah masa
Mengapa Diperlukan Kajian Baru Ini? pemerintahan Soeharto, di mana ketentuan SIUPP
(business licence) diberlakukan, bentuk hukum yg
Ekonomi media sebenarnya tumbuh harus dipakai adalah PT atau Perseroan Terbatas,
bersamaan dengan tumbuhnya industri media dan di mana laba menjadi motivasi pendirian
perekonomian pada umumnya. Pada awal abad 20, perusahaan media.
kajian media masih menggunakan hanya perspektif Walaupun pada awal abad 20 media pers di
komunikasi, karena memang kajian media AS masih dianggap sebagai institusi sosial, tetapi
merupakan salah satu wilayah kajian komunikasi. setelah Perang Dunia II (1939-1945), perusahaan
Tiga perspektif dimensi komunikasi yang dijadikan media sudah mulai menunjukkan ciri komersialnya.
bidang kajian adalah: (1) dimensi produksi, (2) Ini tentu ada sebabnya, khususnya karena adanya
dimensi content, dan (3) dimensi audiences.2 perubahan lingkungan ekonominya. Pada masa itu,
Pada masa itu memang perusahaan media mesin industri yang selama itu dipergunakan untuk
masih dianggap sebagai institusi sosial. Artinya, perang, mulai kembali dipergunakan untuk
perusahaan media tidak dianggap sebagai menghasilkan produksi untuk memenuhi
perusahaan yang komersial atau lembaga yang kebutuhan masyarakat. Dunia industri yang telah
mencari laba. Yang dicari oleh para entrepreneur memasuki pasar memerlukan media promosi yang
media pada masa itu adalah prestise, power, serta hanya dapat dilakukan oleh perusahaan media, baik
pengaruh karena medianya yang banyak dibaca media cetak, radio maupun televisi, yang muncul
oleh khalayak (audience). Penerimaan atau income setelah era perang itu.
kecil dari usahanya mengelola media tidak terlalu Sejak itu, perusahaan media tidak lagi hanya
merisaukannya. Bahkan pada masa itu, kehidupan menerima pendapatan dari para pelanggan, tapi
media masih tergantung pada bantuan dan subsidi juga dari penerimaan iklan dunia usaha. Dalam
pemerintah atau partai politik. Ini banyak terjadi di perkembangan selanjutnya penerimaan iklan,
Amerika Serikat pada awal pertumbuhan media. bahkan jauh melebihi penerimaan dari langganan.
Di Indonesia, pada zaman kolonial dua me- Pada media pers seperti surat kabar penerimaan
dia pers sudah bisa hidup dengan subur dari dari iklan mencapai 70 – 80% dari total income.
dukungan iklan dunia usaha: media pers milik Pada radio dan televisi, di mana pemirsa atau
Belanda dan media pers milik Tionghoa. Kedua pendengar tidak dipungut biaya, maka pemasukan
media pers ini tergolong media yang mendukung iklan merupakan satu-satunya income atau 100%.
status quo atau dengan kata lain, mereka Dari sini kelihatan bahwa media tidak bisa lagi
mendukung pemerintahan kolonial Belanda. dianggap sebagai institusi sosial. Media telah
Di lain pihak, media pers nasionalis yang menjadi perusahaan bisnis sebagaimana
miskin dari dukungan dunia usaha (dan memang perusahaan lainnya, di mana profit atau laba
dunia usaha nasional atau pribumi pada waktu itu menjadi motivasi dasarnya. Media juga harus
jumlahnya tidak berarti) harus hidup kembang bersaing dipasar, baik dalam merebut pasar con-

330 M EDIATOR, Vol. 7 No.2 Desember 2006


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

tent-nya maupun pasar audience-nya. antara lain, karena tidak adanya audit dari lembaga
Dalam keadaan perusahaan media yang independent seperti yang berlaku pada industri
tumbuh inilah muncul minat dari ekonom dan media pers di negara lain. Lembaga yang dikenal
sarjana bisnis untuk melakukan kajian tentang dengan singkatan ABC (Audit Bureau of Circula-
media dengan perspektif ekonomi. 3 Ini terjadi tion)6 dirasakan kegunaannya oleh siapa pun, tapi
diberbagai kampus di Amerika Serikat dan di Eropa. sulit didirikan di Indonesia karena berbagai
Di samping mulai munculnya buku-buku teks kepentingan yang berbeda dari perusahaan pers .
tentang ekonomi media, munculnya jurnal-jurnal Mungkin di sinilah perlunya campur tangan
ekonomi media dan manajemen, menjelang akhir pemerintah sebagai pihak ketiga untuk mendirikan
abad 20 terjadi berbagai gejala konsentrasi dan lembaga independen itu.
integrasi dalam industri media, yang menjadikan Karena di negara maju saja , ekonomi media
bidang kajian ekonomi pada industri media lebih sebagai ilmu, baru tumbuh pada dekade 1970-an,
menantang, khususnya karena adanya maka tidaklah terlalu terlambat bagi pada sarjana
kekhawatiran hal itu akan mengancam proses komunikasi dan sarjana ekonomi yang berminat
demokratisasi dalam masyarakat, karena timbulnya pada sektor informasi yang strategis ini untuk
gejala monopoli informasi dalam masyarakat. memulai kajian ekonomi media ini di Indonesia.

Apa itu Ekonomi Media? Mengapa Media Massa Berbeda


Ekonomi media adalah gabungan dua kajian: dengan Industri Lainnya?
kajian media dengan perspektif komunikasi dan Ada tiga hal membedakan industri media
kajian media dengan perspektif ekonomi dan bisnis. dengan industri lainnya: (1) Dalam industri media,
Dengan kata lain, ekonomi media tidak lain adalah peran iklan sangat dominan, (2) Media massa bagi
penggunaan peralatan analisis ekonomi (economic masyarakat (warganegara) merupakan sumber
tools of analysis) pada perusahaan media. Kalau informasi penting, (3) Berbeda dengan industri
dalam kajian media dengan perspektif komunikasi lainnya, industri media merupakan industri yang
terdapat 3 dimensi (1) produksi, (2) content, dan dilindungi oleh undang-undang dasar negara.
(3) audience, maka dalam kajian ekonomi, terdapat (kebebasan bersuara). Di samping itu, yang
3 dimensi, yakni (1) dimensi structure, (2) dimensi membedakan industri media dengan industri
conduct atau kebijakan, dan (3) dimensi perfor- lainnya adalah ciri-ciri ekonomisnya, seperti: (1)
mance. 4 Sedang pada tingkat pengelolaan produk ganda (dual product), yakni: content prod-
perusahaan media , studi ekonomi media memiliki uct dan audience product, (2) pasar ganda (dual
3 dimensi : (1) dimensi revenue, (2) dimensi cost, market) yakni: consumer market dan advertiser
dan (3) dimensi profit.5 market, (3) industri media memiliki misi ganda
Penelitian –penelitian di bidang ini untuk (dual missions) yakni: economic mission dan non-
industri media Indonesia masih belum dimulai. economic atau public mission. Ciri-ciri di atas
Gambarannya masih gelap. Penelitian saya tahun cukup membuat masalah pengelolaan perusahaan
2005 dalam rangka disertasi doktoral hanya meliputi media lebih rumit dari industri lainnya. Di atas ciri-
struktur pasar dan persaingan antara surat ciri tersebut, industri media masih memiliki ciri yang
kabar. Salah satu kesulitan penelitian media ini khas melekat pada perilaku biayanya (cost behav-
adalah ketiadaan data sekunder dan sulitnya ior), seperti: (1) skala penghematan (economies of
mendapat dukungan dari dunia media sendiri. Ada scale), (2) penghematan skop (economies of
keengganan dari pihak manajemen media untuk scope), penghematan integrasi (economies of in-
membuka informasi tentang perusahaannya, t e grat i on).
apalagi informasi keuangannya. Kelemahan Ketiga jenis penghematan ini dapat diraih
ketersediaan data dan informasi tentang media ini, industri media apabila jumlah produksinya besar,

Bakir Hasan. Ekonomi Media: Perlukah? 331


produknya bisa beraneka ragam dan bahkan bisa media yang mampu menarik pembaca dari bacaan
merupakan gabungan dari berbagai usaha. Karena lainnya. Sungguh suatu tantangan yang tidak
ciri biaya ini, maka bertambah besar tiras surat mudah. Memang, mengelola industri media
kabar bertambah murah harga yang akan merupakan masalah yang kompleks dan karenanya
dibebankan pada konsumen; sedang di lain pihak, memerlukan kejelian . Mungkin ekonomi media
income dari periklanan akan meningkat, karena bisa menggambarkan dan memberikan solusi bagi
produk audience akan lebih menarik bagi para berbagai masalah yang dihadapi dalam manajemen
pengiklan (advertisers). Dimungkinkannya jumlah perusahaan media.
tiras untuk meningkat tentunya karena daya tarik
mutu dari content koran itu. Kesimpulan
Memang, kalau informasi merupakan business
dari industri koran, maka content merupakan core Industri media dewasa ini bukan lagi
business (usaha inti). Artinya, content adalah merupakan institusi sosial. Ia telah menjadi institusi
segala-galanya bagi mereka yang ingin mengelola bisnis . Dalam pengembangan industri media laba
koran dengan sukses. 7 Hanya mereka yang diperlukan sebagai imbalan bagi kesejahteraan
menyadari akan hal ini akan berhasil dari bisnis pemilik modal, pemberi kredit, pimpinan perusahaan
korannya. Hal ini juga berlaku bagi media radio dan karyawan. Hanya dengan laba yang memadai,
ataupun televisi. Kalau dalam bisnis retailing industri media dapat memperluas usahanya melalui
dikenal motto yang harus selalu diingat oleh mereka usaha-usaha konsolidasi, konsentrasi, maupun
yang akan bergerak di bidang itu: location, loca- konglomerasi. Mengelola industri media yang
tion dan location (yang tidak lain artinya adalah sudah besar itu tidak lagi dilakukan dengan cara-
menekankan pentingya peran lokasi bagi bisnis cara tradisional. Diperlukan peralatan analisa
retailing), maka mungkin motto yang berbeda tapi ekonomi (economic analysis)8 untuk memahami
dengan semangat yang sama bisa dikatakan dalam masalah ekonomi dalam perusahaan dan untuk
industri media: content, content dan content. keperluan pengambilan keputusan. Ekonomi me-
Mungkin inilah kunci rahasia untuk menjawab dia sebagai subdisiplin ilmu komunikasi yang baru
mengapa banyak perusahaan koran yang tumbuh mungkin bisa bermanfaat bagi pengembangan
setelah datangnya era reformasi di negara kita industri media dimanapun, termasuk di Indonesia.
malah justru bangkrut dan keluar dari pasar. Para Juga, bagi para mahasiwa yang mau berkarier
pengusaha pers yang memasuki pasar pers era sebagai jurnalis maupun eksekutif di perusahaan
reformasi ini, yang konon jumlah mencapai ribuan media, dan industri media pada umumnya, media
pada umumnya adalah pemula dalam bisnis pers, economics perlu juga dipelajari.
sehingga seluk beluk pengelolaan pers belum
dipahami benar, sehingga tanpa disadari produk Catatan Akhir
koran yang dihasilkannya tidak menarik dan 1
Untuk buku teks pengantar Media Economics, baca
sebagai akibatnya tidak disukai oleh pembaca di A.B.Albarran (1996), Media Economics. Iowa State
pasar. Univ. Press, Ames, Iowa.
Hukum ini tidak hanya berlaku pada saat ini, 2
Untuk mendalami media process dengan pendekatan
tetapi akan selalu demikian , langgeng setiap masa. sosiologis, baca David Croteau & William Hoyes
Siapa yang tidak memperhatikan aspek mutu con- (1997), MEDIA/ SOCIETY : Industries, Images and
Audiences. A Sage Publication Company. London.
tent dari produk medianya akan digilas oleh
3
persaingan di pasar. Di lain pihak, bertambah besar Pendekatan ekonomi untuk berbagai masalah “non-
ekonomi” memang sudah popular diberbagai kajian
tiras suatu media pers bertambah besar income- ilmu-ilmu sosial, karena adanya anggapan bahwa “eco-
nya dari iklan, bertambah sulit bagi media kecil lain nomic approach is uniquely powerful because it can
untuk mengejarnya, kecuali yang kecil mampu integrate a wide range of human behavior”
secara kreatif menciptakan mutu content produk (G.S.Becker, 1976).

332 M EDIATOR, Vol. 7 No.2 Desember 2006


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

4
Untuk gambaran singkat tentang model IO (Industrial Daftar Pustaka
Organisation), baca Albarran (1996: p 29)
5
Untuk penjelasan tentang model bisnis ni, baca buku
pengantar akuntansi. Paul Starr (?), The Creation of the Media. New
6
Yang berminat pada teori dan praktek riset audience, York: Basics Books.
baca Webster et al (2006), Rating Analysis. LEA,
Publishers. Mahwah, New Jersey dan P.M. Napoli David Croteau & William Hoynes. 1997. Media/
(2003), Audience Economics. Columbia Univ. Pres,
Society. Pine Forge Press. California: A Sage
New York.
7
Publication Company.
Merupakan kelaziman dalam disiplin ekonomi/bisnis
untuk bertanya, yang maksudnya adalah untuk
memokuskan wilayah pasar dan kegiatan usahanya: Albarran, Olmsted, & Wirth. 2006. Handbook of
What business, are you in? Selanjutnya: What is your Media Management & Economics. LEA, Inc,
core business? Fokus seperti dimaklumi adalah kunci New Jersey.
dari daya saing perusahaan.
8
Yang sering dianggap sebagai key economic concepts John D.H. Downing , Chief Editor. 2004. Sage Hand-
adalah Scarcity, Choice, Opportunity Cost, Substitutes,
book of Media Studies. California: Sage Pub-
Specialization, Trade, Incentives, and Economic
Growth. (Colin Hoskins et al :p.15) lication.

Bakir Hasan. Ekonomi Media: Perlukah? 333


334 M EDIATOR, Vol. 7 No.2 Desember 2006

Anda mungkin juga menyukai