Anda di halaman 1dari 16

POLA KERJA JURNALIS INFOTAINMENT

(STUDI KUALITATIF PADA PT. BINTANG ADVIS MULTIMEDIA,


CREATIVE INDIGO PRODUCTION, DAN PT. SHANDIKA WIDYA
CINEMA – JAKARTA)

Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami


Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jendral Sudirman Purwokerto
Jl. HR Bunyamin 993 Purwokerto
E-mail : sripangestuti@yahoo.co.id

Abstract
The growth of journalism, now days, has been following market demand. The global
condition, such as capitalism and social politic situation have contributed significant impact to
television programs.
This research is entitled “The Pattern of Work Infotainment Journalist (Descriptive Study
at PT. Bintang Advis Multy Media, Creative Indigo Production, and PT. Shandihika Widya Cin-
ema) at Jakarta-Indonesia. It aims at revealling the thruth of assumsion among television audi-
ence, as well as, to understand the work modelis accured in the infotainment program.
Result of the research are : there is deviation of paradigm on the infotainment program,
such as, a program which is inserted with amusement has become a program “gossip” / intriguye
in fact, it said by the “ Persatuan Wartawan Indonesia” that program is part of journalism. The
pattern of work at infotainment of work is linier think.

Keywords : infotainment journalist, pattern of work infotainment journalist

Pendahuluan Kemudian hasil observasi peneliti dari


Gejala konglomerasi pers yang mulai mengamati dan mencatat acara televisi sepekan
meningkat sejak dekade 80-an di Indonesia pada tabloid Bintang Indonesia edisi 822 minggu
merupakan salah satu indikasi semakin besarnya keempat Januari 2007 menunjukkan bahwa
peluang usaha melalui lapangan pers. Kehadiran tayangan infotainment seolah menjadi tayangan
media massa yang semakin menjamur tersebut wajib stasiun televisi, karena hampir setiap hari
telah melahirkan berbagai gaya dalam mentrans- pasti selalu ada tayangan infotainment. Berikut
misikan informasi. Ada fenomena menarik di layar disertakan tabel tayangan infotainment sepekan
kaca, beberapa tahun belakangan ini, sehubungan dari 11 stasiun TV.
dengan aspek profit dan tuntutan stasiun TV dalam Menurut Siregar (2001:33) program TV
memberi dan menyajikan tayangan atau program dapat dipandang sebagai produk budaya bahkan
acara yang diminati audiens, yaitu lahirnya puluhan informasi yang berkonteks moral. Namun dalam
tayangan infotainment. kenyataan empiris program TV adalah komoditas
Data rating dan share program tayangan yang karenanya harus dihadapi dengan hukum dan
televisi dari Media Indonesia pada minggu keempat politik ekonomi. Sebagai komoditas, sama seperti
Januari 2007 menyebutkan banyak sekali program komoditas lainnya yang akan memperoleh
tayangan televisi yang banyak ditonton oleh keleluasaan dari ketentuan pasar.
pemirsa, dan infotainment termasuk ke dalam Logika pasar bebas yang dikendalikan oleh
tayangan yang diminati pemirsa televisi. kepentingan pasar saat ini menjadi the invisible

212 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 213


Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

hand dari maraknya tayangan infotainment. Menjawab pertanyaan dalam mekanisme


Sebagaimana yang dikatakan oleh Vincent Mosco pencarian berita adalah hak, bukan kewajiban yang
dalam bukunya The Political Economy of Com- harus dipenuhi sumber berita. Apalagi jika
munication, Rethinking and Renewal (dalam kemudian para kru infotainment, baik reporter
www.sctv.co.id:2004), pasar konsumen media maupun kamera-men ramai-ramai mengejar
audio-visual saat ini merupakan pasar global yang sumber berita demi mendapatkan jawaban atau
dikendalikan oleh kepentingan pasar yang komentar yang sensasional.
berorientasi profit. Sesungguhnya banyak hal lain dari
Ekonomi media yang padat modal kehidupan selebritis yang dapat digali untuk lebih
membuat industri penyiaran harus terjamin menegaskan eksistensi jurnalistik infotainment.
kelangsungannya. PH sebagai produsen terbesar Jurnalistik infotainment bisa memulai dari
tayangan infotainment, harus memutar otak agar memberikan informasi yang berguna dan
program atau tayangan yang dilahirkannya terus dibutuhkan oleh masyarakat. Tentunya banyak sisi
bertahan dengan mengandalkan kelangsungan kehidupan selebritis yang dapat digali sisi kehidupan
hidupnya berdasarkan patokan standar pemasukan positifnya, humanisnya, hak kewargaannya,
iklan (Siregar, 2001:50). bahkan privasinya namun bukan pada memburu
Pekerja infotainment yang dalam hal ini informasi seputar urusan ranjang, selingkuh,
adalah wartawan infotainment, bekerja penuh perebutan anak dan lain-lain. Pada sisi inilah,
tekanan karena terbentur deadline, untuk agenda setting belum dimainkan oleh infotainment
mendapatkan berita menarik. Sehingga terkadang sehingga sulit menghubungkan infotainment dengan
ketika meliput di lapangan, etika menjadi kepentingan publik.
terabaikan. Dari sederetan fakta yang muncul atas
Dampaknya, berita yang ditimbulkan tayangan infotainment, maka penelitian bertujuan
adalah berita yang sepihak menyangkut masalah- untuk mengetahui bagaimanakah pola kerja jurnalis
masalah pribadi artis yang penuh sensasi. Berbagai infotainment tersebut ?. Sistem dan regulasi seperti
kasus pemberitaan artis dalam wajah infotainment apa saja yang mengukuhkan tayangan infotainment
berpangkal dari kurang dihormatinya hak sumber tersebut, sehingga menjadi eksis di tengah tayangan
berita untuk tidak berkomentar atau memberi televisi yang lain ?.
jawaban atas pertanyaan reporter infotainment.

214 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment

Regulasi Media instrument profesional. Mereka memahami kerja


Ideologi industri media massa adalah profit media dan memberi kontribusi bagi kelangsungan
tinggi yang diperoleh melalui produk yang memiliki industri media. Sebaliknya dalam pendekatan
nilai jual tinggi. Bahasa teknisnya adalah kritikal, instrument ekonomi politik dimaknai
menyesuaikan dengan keinginan pasar. Dengan sebagai fungsi kontrol terhadap media, menurut
begitu, kecenderungan industrial ini sebenarnya pendekatan ini baik pemasang iklan maupun
bersifat demokratis karena tidak pernah ada pro- pemilik modal dalam industri media dapat mela-
gram yang tanpa bertolak dari motivasi khalayak kukan dominasi atau pemaksaan terhadap jenis
(keinginan pasar) terbanyak. Seluruh upaya kreatif produk media (Syahputra, 2006:97-98):
berarti membaca motivasi massa untuk kemudian Pendekatan kritikal memiliki tiga varian.
mengemasnya dalam produk (Siregar, 2001:77). Varian instrumentalis melihat elemen ekonomi
Kaitannya dalam tayangan TV, berarti suatu sebagai variabel determinan yang paling menen-
industri media berhubungan dengan aspek ekonomi tukan isi media. Dalam hal ini dijelaskan berbagai
politik media. produksi acara infotainment di televisi sangat
Menurut Palgrave (dalam: http:// ditentukan oleh kepentingan ekonomi dibaliknya.
ekawenats.blogspot.com:2006) politik ekonomi Bagaimana kepentingan ekonomi dibalik tayangan
dipandang sebagai kombinasi dari kajian relasi infotainment bekerja? Hal tersebut dapat dilihat
negara/pemerintah terhadap aktivitas industri dari pertarungan ekonomi di dalamnya. Realitas
individu. Dengan demikian konsepsi politik terpisahnya proses produksi sejumlah tayangan
ekonomi dapat dirumuskan sebagai studi tentang infotainment yang dilakukan oleh sejumlah Pro-
relasi-relasi sosial khususnya relasi kekuasaan yang duction house dengan stasiun televisi sebagai
dalam interaksinya secara bersama-sama media tempat tersebut ditayangkan. Bagi stasiun
menentukan sisi produksi, distribusi, dan konsumsi televisi dengan menggunakan sistem beli lepas jam
sumber daya. tayang sebuah acara infotainment, pihak televisi
Bila dikaitkan dalam wilayah komunikasi, lebih leluasa mencari iklan sebanyak-banyaknya
khususnya industri media massa, sumber daya yang tanpa repot-repot memproduksi sebuah acara,
dimaksud berupa surat kabar, buku, video, film, sementara bagi production house yang mem-
audiens dan seterusnya. Produk-produk ini men- produksi acara infotainment merasa hasil yang
jadi sumber daya (resource) untuk didistribusikan diperoleh dari penjualan kepada stasiun televisi
ke publik dan dikonsumsi. Rangkaian pola pro- yang berminat menayangkan tidak cukup untuk
duksi, distribusi, dan konsumsi dalam industri me- menutupi biaya produksi.
dia massa melibatkan relasi pihak jurnalis organisasi Akhirnya pihak production house mencari
media, pemilik modal atau kapitalis (perspektif cara lain untuk menambah penghasilan tambahan
ekonomi bisnis), dan negara atau tepatnya pe- dengan teknik berupa memasukkan sponsor
merintah (perspektif politis). Yang diutamakan berjalan yang ditayangkan pada akhir acara.
terjadinya alur umpan balik proses produksi yang Sementara varian konstruktivis, berpandangan
melibatkan jaring-jaring produsen, agen, pengecer, bahwa maraknya acara infotainment bukan
dan konsumen beli sewa dalam mata rantai didorong atau dipicu oleh kepentingan ekonomi,
komersial (http://ekawenats.blogspot.com:2006). tetapi oleh relasi dari berbagai bidang kehidupan,
Pada studi ekonomi media massa terdapat individual, sosial, ekonomi, budaya, dan politik.
dua bagian pendekatan ekonomi media. Pertama, Dalam pendekatan ini kelangsungan industri me-
yaitu pendekatan ekonomi politik liberal sebagai dia tidak hanya tergantung pada faktor ekonomi.
mainstream dan yang kedua yaitu pendekatan Pendekatan ini akan menjelaskan acara infotain-
ekonomi politik kritikal, perbedaan mendasar dari ment dikonstruksi oleh berbagai relasi lintas
dua bagian pendekatan ekonomi politik media variabel. Pendekatan strukturalis lebih mem-
tersebut terletak pada aspek bagaimana ekonomi fokuskan kajian pada relasi berbagai unsur dan
politik media itu dikaji. Bagi kaum liberal, iklan struktur internal dan industri media. Dalam
dan pemodal dalam industri media dilihat sebagai pandangan strukturalis, struktur media bersifat solid

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 215


Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

dan sulit berubah-ubah (Syahputra, 2006:102- sebagai institusi yang menjalankan fungsi
104). pendidikan sosial. Stasiun ini dimaksudkan sebagai
Selain itu ada hal lain yang mempengaruhi perpanjangan dari lembaga masyarakat yang
konsep ekonomi politik media. Hubungan timbal berupaya mendidik warga masyarakat agar lebih
balik bahwa demokrasi media dalam pengertian mengapresiasi kehidupan dalam konteks norma
“pemberian power” jurnalis media untuk bekerja sosial, dapat berupa kehidupan keagamaan atau
sesuai dengan profesi dan etika jurnalisnya serta idealisme sosial yang menjadi acuan bagi kehi-
peniadaan faktor hegemonik dan intervensi, pada dupan normatif. Sementara itu televisi komersial
gilirannya juga mendorong perkembangan iklim (Commercial TV) mengemban fungsi hiburan dan
demokrasi. Hallin (Mufid, 2005:86-87) jurnalisme. Stasiun ini hadir dengan menjual
menggambarkan relasi mutual tersebut dengan informasi fiksional dan faktual. Dalam kehadirannya
ini, dia sendiri merupakan industri yang memiliki
Sphere of consensus sifat ekonomi (economical traits). Pada pihak
Sphere of legitimate lain, televisi komersial adalah faktor penting sebagai
controversi
pendukung mekanisme ekonomi pasar (Siregar,
Sphere of deviance
2001:108).
Blum dan Hilliard (Siregar, 2001:110)
mengemukakan bahwa jurnalisme televisi secara
teknis perlu menyesuaikan diri dengan karakter
Gambar 1. Model Relasi Mutual (Mufid, 2005:86) medianya. Dari sini, sudah terformat kaidah kerja,
yaitu menjadikan fakta sosial yang dapat “ditulis”
modelnya : dengan kamera dan menulis narasi kata untuk
Hallin menyebut wilayah legitimate untuk telinga.
kontroversi (sphere of legitimate controversi) Sementara pengelola televisi swasta pada
sebagai ‘where objectivity and balanced are saat harus mengembangkan jurnalisme televisi,
shought’ yaitu wilayah penerapan objektifitas dan berbeda pangkal tolaknya. TV komersial tidak
keseimbangan tampilan media; wilayah untuk didukung oleh personil yang memiliki tradisi
konsensus (sphere of consensus) sebagai ‘moth- sinematografi dan radio. Kalaupun ada personil
erhood and applepie, within this region jour- yang memiliki tradisi sinematografi biasanya
nalists do not feel compelled either to present ditugaskan untuk memproduksi program fiksional.
opposing views or to remains this interested Sementara mereka yang punya latar belakang
observers’ atau wilayah bebas berekspresi; dan tradisi radio nyaris tidak seperti intake karena
wilayah perbedaan ‘sphere of deviance’ adalah kendati stasiun radio swasta sudah hadir sejak awal
wilayah dimana jurnalis tidak lagi bersifat netral. Orde Baru, jurnalisme radio (swasta) sama sekali
Ruang ini memiliki peran untuk mengekspos, me- beku akibat terhambat oleh regulasi pemerintah.
ngutuk dan meniadakan (exposing, condemming, Maka kehadiran jurnalisme televisi (swasta) di
or excluding) dari agenda-agenda publik, sehing- Indonesiapun bersifat anomali. Pengelola yang
ga berseberangan dengan political consensus. berasal dari media cetak harus jatuh bangun dalam
Televisi publik sendiri terdiri atas, menghadirkan jurnalisme televisi. Namun, dari
Pertama, televisi pendidikan (Educational TV) anomali ini, ada hikmahnya yaitu tidak mewarisi
yang difungsikan sebagai pendukung langsung pola-pola jurnalisme radio dan televisi ala stasiun
untuk proses pendidikan seperti pengajaran/ pemerintah yang sudah ada sebelumnya (Siregar,
instruksional. Tipe stasiun televisi ini dapat 2001:112).
dijabarkan sebagai substitusi pelatih/instruktur yang
mengajar warga masyarakat untuk mencapai Infotainment
tingkat kemahiran teknis yang dapat digunakan Konsep infotainment awalnya berasal dari
dalam kehidupan sosialnya. Sedangkan yang John Hopkins University (JHU), Baltimore,
Kedua, adalah televisi publik yang berfungsi Amerika Serikat. Misi kemanusiaan JHU di bidang

216 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment

kesehatan didukung oleh Center of Communi- ringan) dan investigative reports (laporan
cation Program (CCP) yang bertugas meng- penyelidikan). Tayangan infotainment masuk dalam
komunikasikan pesan-pesan kesehatan guna ruang lingkup news reporting. Terbatas pada soft
mengubah perilaku kesehatan masyarakat. Ide news, yaitu berita yang sifatnya bisa dimuat kapan
dasar konsep infotainment berasal dari asumsi saja, human interest, bahasa yang dipakai
informasi, kendati dibutuhkan oleh masyarakat konotatif, bersifat mengisahkan informasi, dan
namun tidak dapat diterima begitu saja, apalagi relatif subjektif. Lebih jauh lagi, Siregar (2002:58)
untuk kepentingan merubah sikap negatif menjadi mengelompokkan ragam berita ke dalam empat
sikap positif manusia. Dari sini kemudian muncul bagian, yaitu: (1.) Berita langsung (straight/hard/
istilah infotainment, yaitu kemasan acara yang spot news), (2.) Berita ringan (soft news), (3.)
bersifat informatif namun dibungkus dan disisipi Berita kisah (feature), (4.) Laporan mendalam
dengan entertainment untuk menarik perhatian (indepth report)
khalayak sehingga informasi sebagai pesan utama- Pada perkembangan selanjutnya media
nya dapat diterima, tapi pada perkembangannya tidak hanya meneguhkan pada persoalan-
pengertian hiburanpun menjadi distorsi (Syahputra, persoalan yang bersifat ideal, akan tetapi media
2006:65-66). lebih menekankan pada fungsi hiburan informasi,
Tujuan awal dari program infotainment sehingga banyak sekali informasi kurang mendidik
adalah memberikan informasi dari dunia hiburan yang dikemas sedemikian rupa agar layak
yang belum banyak di angkat oleh media. Akan dikonsumsi masyarakat termaksud di dalamnya
tetapi, semakin ketatnya persaingan antara media, infotainment (www.parasindonesia.com:2006).
maka infotainment beralih fungsi menjadi tayangan Akibatnya seperti yang dirasakan oleh konsumen
gossip yang menonjolkan hal-hal menarik, pers belakangan ini, karena lemahnya SDM,
menyentuh perasaan dan sensasional. pemberitaan di media massa dipenuhi berita
Menurut Muda (2003:40-43). Berita pada sepihak, berita memojokkan, berita statement
umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga bagian (talking news), berita informasi tanpa latar
yaitu hard news (berita berat), soft news (berita belakang.

Peristiwa + penyediaan informasi dan


budaya secara berkesinambungan

Kekuatan Kekuatan sos-bud


ekonomi

Pesaing Kontrol
Hukum/
Agen politik
berita/info
rmasi
Manajemen Teknik
Pemasang
iklan
Institusi
Pemilik sosial
Pelaksana Media
lainnya
Serikat
Kerja

Kepentingan

Tuntutan khalayak

Gambar 2. Organisasi Media di Tengah Kekuatan Sosial (Mc Quail, 1994:142)

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 217


Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Para awak media dalam pemberitaan, Purposive sampling (sample bertujuan) dilakukan
selalu memperhatikan aspek konsensus sosial. dengan cara mengambil subjek sebagai informan
Meskipun demikian, pemahaman media terhadap bukan didasarkan pada strata, random atau daerah
sesuatu peoses produksi, sangat dipengaruhi oleh melainkan didasarkan atas adanya tujuan tertentu
proses pengelolaan peta ideologi pada seriap awak (Arikunto, 2002:117). Informan yang dipilih dalam
media. penelitian ini dapat memberikan informasi
Pola kerja jurnalistik infotainment pada mendalam mengenai pola kerja jurnalis
prinsipnya bersifat linier, yaitu mencari berita, infotainment. Kriteria sumber informan yang layak
menyusun dan kemudian disajikan kepada publlik. untuk dijadikan informan dalam penelitian ini adalah
Secara sederhana dapat dilihat pada bagan berikut: sebagai berikut : (1.) Berprofesi sebagai wartawan

SUMBER BERITA PRODUKSI BERITA SAJIAN BERITA


(PIR) (ABC) (PKM)
- Peristiwa - Accurate - Publik

Gambar 3. Pola Kerja Jurnalistik (Syahputra, 2006:5)

Metode Penelitian infotainment pada PH yang bersangkutan, (2.)


Pendekatan yang digunakan dalam Selain wartawan, informan lainnya yaitu sebagai
penelitian ini adalah menggunakan pendekatan tim produksi pada suatu tayangan infotainment.
kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,
2004:4) mendefinisikan metodologi kualitatif Metode Analisis Data
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan Analisis data adalah proses mengorga-
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan nisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
Jenis penelitian yang digunakan dalam ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
penelitian ini adalah studi deskriptif. Rakhmat kerja seperti yang disarankan oleh data (Patton,
(2004:26) menyatakan bahwa penelitian deskriptif dalam Moleong, 2004:280) Analisis data yang
tidak jarang melahirkan apa yang disebut Seltiz digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
Wrightsman, dan Cook sebagai penelitian yang kualitatif. Analisis data kualitatif menurut Bogdan
instimulatting. Peneliti terjun ke lapangan tanpa dan Biklen (dalam Moleong, 2004:248) adalah
dibebani atau diarahkan oleh teori. Ia tidak upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
bermaksud menguji teori sehingga perspektifnya data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
tidak tersaring. Ia bebas mengamati objeknya, menjadi satuan yang dapat dikelola, mensinte-
menjelajah dan menemukan wawasan baru sepan- siskan, mencari, dan menemukan pola, menemkan
jang jalan. Penelitiannya terus menerus mengalami apa yang penting dan apa yang dihadapi dan
reformulasi dan redireksi ketika informasi- memutuskan apa yang diceritakan kepada orang
informasi baru ditemukan. lain.
Sasaran penelitian ini adalah pekerja
infotainment pada PT Bintang Advis Multimedia, Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Creative Indigo Production, dan PT. Shandhika Pada awalnya peneliti tertarik pada sebuah
Widya Sinema di Jakarta. wacana di Tabloid Bintang Indonesia nomor 698
minggu pertama September 2004. Artikel tersebut
Teknik Pemilihan Informan berjudul “Infotainment Berlomba Mengejar Rat-
Teknik pemilihan informan yang digunakan ing”. Peneliti tertarik untuk membedah wacana
dalam penelitian ini adalah purposive sampling. tersebut dengan metode analisis wacana kritis.

218 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment

Namun, setelah melalui proses bimbingan, peneliti Widya Cinema. Penelitian hari kedua masih di PT.
diarahkan menggunakan metode deskriptif Shandhika Widya Cinema, yaitu keesokan harinya
kualitatif dengan memfokuskan penelitian pada pada tanggal 15 Maret 2007. Peneliti mewawan-
pola kerja jurnalis infotainment. Artikel dari Tab- carai tiga orang lagi, yaitu Navis Qurtubi (Reporter
loid itu digunakan sebagai data pendukung. Infotainment Pagi), Deri Marwin (Reporter
Penelitian dimulai dengan mengamati Kasak-Kusuk), dan Andre Suhanda (Kamera-
tayangan infotaintment di televisi. Peneliti men). Pada hari kedua inilah, peneliti diberi ke-
mengklasifikasi setiap tayangan infotainment per sempatan untuk terjun langsung ke lapangan dan
harinya dan mencari tahu rumah produksi yang melihat langsung cara kerja jurnalis infotainment.
memproduksi tayangan tersebut. Peneliti juga Saat itu peneliti diajak ikut untuk meliput launch-
mencari data rating tayangan infotainment. Baik ing album Sherina Munaf.
dari banyaknya jumlah infotainment yang
diproduksi, keeksissan dalam terus memproduksi Pembahasan
dan rating yang diperoleh, peneliti mendapat Pergeseran Makna Infotainment
benang merah tiga rumah produksi teratas dalam Tayangan infotainment yang booming pada
tayangan infotainment. Ketiga rumah produksi itu tahun 2003-2004 telah memberikan suatu bidang
adalah PT. Shandhika Widya Cinema, Creative usaha baru dalam industri televisi, yaitu lahirnya
Indigo Production, dan PT. Bintang Advis Multi- rumah produksi. Tayangan infotainment turut
media. mewarnai beragamnya tayangan hiburan televisi di
Langkah selanjutnya setelah mengamati Indonesia, seperti reality show, tayangan komedi
tayangan dan mencari tahu alamat ketiga rumah situasi, kontes-kontes menyanyi, dan sebagainya.
produksi lewat tayangan ataupun browsing Konsep awal infotainment sendiri berasal dari John
internet, peneliti mulai mendatangi kantor rumah Hopkins University (JHU), Baltimore, Amerika
produksi itu satu per satu. Tempat pertama yang Serikat. Misi kemanusiaan JHU di bidang
didatangi peneliti adalah PT. Shandhika Widya kesehatan didukung oleh Center of Communi-
Cinema. Di sana peneliti bertemu dengan Asih, cation Program (CCP) yang bertugas mengko-
beliau adalah manager marketing sekaligus tangan munikasikan pesan-pesan kesehatan guna
kanan Remy Soetansah (salah satu pendiri mengubah perilaku kesehatan masyarakat. Ide
Shandhika merangkap penanggung jawab pro- dasar konsep infotainment berasal dari asumsi
gram dan Humas PT. Shandhika), lalu peneliti informasi, kendati dibutuhkan oleh masyarakat
dikenalkan pada produser pelaksana Kasak- namun tidak dapat diterima begitu saja, apalagi
Kusuk, yaitu Abdul Razak Hadi. Dialah yang untuk kepentingan merubah sikap negatif menjadi
membantu peneliti dalam serangkaian penelitian di sikap positif manusia. Dari sini kemudian muncul
PT. Shandhika Widya Cinema. istilah infotainment, yaitu kemasan acara yang
Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan bersifat informatif namun dibungkus dan disisipi
purposive sample dalam memilih informan. dengan entertainment untuk menarik perhatian
Informan yang dipilih diharapkan dapat mewakili khalayak (Syahputra, 2006:65-66.
informasi, maka informan yang dipilih itu yang Demikian pula dinyatakan oleh Fanny
dianggap tahu dan mengerti secara mendalam Rachmasari ( produser sekaligus presenter Cek
mengenai masalah yang diteliti. Penelitian hari & Ricek; Siti Nur Aisyiah (Reporter Hot-Spot);
pertama di PT. Shandhika Widya Cinema pada dan Navis Qurtubi ( reporter infotainment pagi),
tanggal 14 Maret 2007. Peneliti mewawancarai bahwa :
Abdul Razak Hadi (Produser Pelaksana tayangan “...Program infotainment, sifatnya
infotainment Kasak-Kusuk) dan Loyanitha generately. Subyekbya para tokoh, artis
Huraera (Reporter tayangan infotainment Kasak- dan dunia seni. Beritanya, diambil pada sisi
Kusuk). Setelah wawancara, peneliti ditemani human interest. Jadi suasananya dibuat
Abdul Razak Hadi untuk mengambil gambar guna soft / menghibur...“
keperluan dokumentasi foto-foto di PT. Shandhika Berita (Spencer, 2003:21) dapat dide-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 219


Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

finisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau Pra Produksi


suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan
sejumlah besar pembaca atau penonton. wawancara, konsep mengenai tahap pra produksi
Infotainment termasuk dalam berita kisah atau fea- tayangan infotainment, dimulai dari penentuan
ture. Berita feature lebih menekankan cerita informasi atau berita yang akan disampaikan
mengenai kehidupan manusia. Hal itu dikuatkan sampai pemilihan narasumber. Aktivitas tersebut
dengan mengacu pada salah satu situs ensiklopedia dituangkan dalam tahap pertama proses kerja
(www.wikipedia.org) : jurnalis infotainment yaitu meeting proyeksi.
“...Infotainment refer to a general type of Hampir sama dengan news, ada rapat redaksi,
media broadcast program which provides yaitu rapat dimana semua ide mengenai pemilihan
a combination of current events news and berita, peristiwa apa yang akan diliput, maupun
“feature news” or “features stories”. pemilihan narasumber disampaikan pada saat
Infotainment also refers to the segments meeting proyeksi.
of programming in television news pro- Penjelasan Navis Qurtubi bahwa itu
gram which overall consist of both “hard memang ada kawan-kawan infotainment yang
news” segments and interviews, along with belum mengerti sepenuhnya mengenai kaidah-
celebrity interviews and human drama sto- kaidah pemberitaan. Hal itu dikuatkan oleh
ries...” pernyataan Afif Yufril, reporter Cek & Ricek.
Namun, menurut Afif, sebagai seorang jurnalis, ia
Di sisi lain Abdul Razak Hadi menam- berusaha semaksimal mungkin untuk mericek
bahkan, yaitu : Ada naluri pemirsa lebih tertarik setiap pemberitaan yang ditayangkan.
pada gosip miring, dari pada prestasi seseorang. “...Selama ini orang kan selalu memandang
Survey AC Nielsen membuktikan bahwa kasus- negatif pada infotainment, karena gosip yang
kasus pribadi, seperti kasus rumah tangga, intrik, diketengahkan. Tapi entah itu mendadak jadi
memperoleh rating yang sangat signifikan. bagian hidup dari penonton kita orang Indo-
Atas kenyataan tersebut, maka setiap nesia, toh stasiun televisi tetap menerima.
tayangan televisi, baik itu program news (jurnalisme Infotainmentlah yang banyak memberi
faktual) atau tayangan infotainmen dan hiburan masukan iklan bagi stasiun televisi. Stasiun
lainnya (jurnalisme fiksional ) memgang rating dan televisi banyak yang tetap menayangkan
share sebagai pedoman. Althusser dan Gramsci infotainment bahkan ada yang in-house
(Sobur, 2004:30), menegaskan bahwa media (diproduksi sendiri oleh stasiun itu). Nah,
televisi bukan media yang bebas nilai, independ- memang tidak semua infotainment itu bergerak
ent, tapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial di bidang jurnalistik sebagaimana yang
dan ekonomi. seharusnya disepakati kaidah jurnalistik, nah
di Cek & Ricek, kita berusaha semaksimal
Pola Kerja Jurnalis Infotainment mungkin dan itu merupakan suatu kewajiban
Pola adalah bentuk atau struktur yang untuk mericek setiap pemberitaan yang kita
tetap. Sedangkan kerja adalah kegiatan melakukan tayangkan. Jadi tidak hanya sepihak kalau
sesuatu. Berarti pola kerja adalah serangkaian sepihak itu kan jatuhnya bisa gosip, makanya
bentuk mengenai kegiatan (jurnalis) yang namanya itu kan Cek & Ricek, Kroscek dan
terstruktur. Pola kerja jurnalistik pada prinsipnya salah kalau dibilang gosip. Karena tidak
bersifat linier, yaitu merumuskan ide pemberitaan, semua menayangkan berita yang kaya orang
mencari berita, menyusun, atau menghimpun berita pacaran, tidak selalu seperti itu. Banyak yang
untuk kemudian disajikan kepada publik kita tayangkan seperti artis umrah segala
(Syahputra, 2006:5). Pada penelitian ini, peneliti macam. Kita juga coba mengemas berita
menyajikan pola kerja, pada serangkaian proses bagaimana orang yang bercerai kaya misalnya
kerja yang terdiri dari tahap pra produksi, produksi, Tamara dan Rafli bisa bersatu lagi dalam arti
dan pasca produksi. Berikut diuraikan secara detil. persoalan dengan anaknya akan selesai

220 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment

dengan baik-baik. Lepas dari stigma orang mengetahui informasi atau menemukan sebuah
bahwa ini adalah sekedar gosip, yaitu fakta yang kemudian terconnect oleh semua
berpegang pada kaidah jurnalistik, jangan pekerja infotainment atau bisa muncul dari si
memberitakan sepihak tapi musti konfirmasi narasumber itu sendiri untuk membicarakan
kedua belah pihak...” sesama profesinya ke para pekerja info-
tainment. Atau kita tahu dari publik dari
Lebih lanjut lagi, Fanny Rahmasari masyarakat, itu menjadi sebuah data kasar/
menyatakan bahwa : awal... “
“...Terdapat kritera pemilihan berita antara
lain, keekslusifan berita, maksudnya di sini Kemudian, rating merajai dunia televisi.
adalah berita itu hanya dimiliki oleh tayangan Hal itu akan berpengaruh pada cara kerja pekerja-
tertentu saja, berita juga harus mengandung pekerja televisi. Pekerja televisi melihat rating
konflik dan yang terpenting adalah mengetahui sebagai patokan penilaian suatu tayangan. Begitu
inti permasalahannya. Berita bagi tayangan juga dengan pekerja infotainment.
infotainment memiliki jaringan kerja yang khas. Menurut Siti Nur Aisyah, dalam hal
Informasi pada tayangan infotainment berasal kepentingan bisnis yang berbasis pada rating jelas
dari berbagai sumber. Dari hanya berupa gosip mempengaruhi cara kerja jurnalis infotainment. Hal
kosong belaka sampai fakta yang ada ini dapat dilihat pada skema tahap pra-produksi.
datanya...” Berdasarkan wawancara dan pengamatan
peneliti, bahwa tahap pra produksi memulai
Berikut Abdul Razak Hadi mengutarakan: pekerjaan eksplorasi ide pada saat meeting
“...Kami memiliki networking (jaringan kerja) proyeksi. Ide bisa berawal dari TV, radio, internet,
semua itu terconnect pada semua pekerja ataupun informasi dari masyarakat. Ide, dida-
infotainment dan lingkungannya yaitu selebritis. lamnya termasuk, hiburan, atau berita sensaional
Bisa saja itu berasal dari satu orang yang yang ada dalam kehidupan artis, karena pemirsa
melihat dengan mata kepala sendiri atau suka melihat keberadaan artis. Dari meeting

Outline diberikan
pada reporter.
(plotting)

ide Meeting Outline


Proyeksi Outline juga
diberikan
scriptwriter untuk
dibuat narasi.

Ide bisa berasal


dari TV, radio, Membahas
tabloid, informasi mengenai berita
dari masyarakat. yang akan
Ide juga diangkat dan
dipengaruhi oleh pemilihan
unsur hiburan narasumber.
dalam Meeting proyeksi
infotainment mempengaruhi
dimana agar berita nilai berita yang
disukai pemirsa. akan disajikan

Gambar 4. Pola Kerja Jurnalistik (Syahputra, 2006:5)

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 221


Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

proyeksi, menghasilkan outline yang akan belum ada faktanya, janganlah diberitakan dan
diberikan kepada scriptwritter untuk dibuat ditayangkan media. Gak usahlah ditambah-
naskah, sebagai pedoman untuk liputan. tambah dengan narasi – seolah-olah didalam
kenyataan terjadi. Kasihan orang itu. Belum
Tahap Pra-Produksi lagi narasumber tidak kooperatif.. Misalnya,
Aspek menghimpun dan menyusun berita kasus Luna Maya yang dulu pernah punya
akan menghantarkan pada sebuah kajian tentang hubungan dengan Ariel peterpan. Hubungan
produksi berita, cover both side, dan konstruksi itu dulu, dan sekarang tidak lagi. Faktanya juga
realitas oleh media. Peristiwa tidak dapat belum tentu ada. Tetapi, karena reporternya
menunjukkan, untuk dapat dipahami, peristiwa menambahi dengan narasi yang dibuat oleh
dijadikan bentuk-bentuk simbolis. Komunikator scriptwriter, maka ceritanya jadi lain. Wuah
(media) memiliki kode atau kumpulan simbol. para penonton televisi sangat percaya isu itu.
Pilihan tersebut akan mempengaruhi makna dan Jadi pembuatan narasi itu, memang harus hati-
simbol hadir bersamaan dengan ideologi hati. Narasi akan membentuk opini publik ...“
(Syahputra, 2006:33).
Pada tayangan infotainment, sesungguhnya Berdasarkan pengamatan peneliti, seiring
prinsip obyektifitas, aturan kode etik jurnalistik dan dengan perkembangan kapitalis yang terjadi di
etika hati nurani itu dipegang teguh oleh para media, maka tayangan infotainment menjadi
jurnalis infotaintment. Dua orang reporter, dari Siti tayangan gosip – yang isinya, intrik, fitnah, dan lain-
Nur Aisyah ( Hot-Spot) dan Deri Darwin (Kasak lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan /
Kusuk), memberikan penjelasan bahwa: dipercaya kebenarannya. Banyak kasus, yang
“...Saat aku terjun ke lapangan mencari berita merugikan para artis dan orang-orang lain, seperti
ke nara sumber. Aku harus mengerti kondisi : terjadinya perceraian, pencemaran nama baik,
kejiwaan narasumber. Kalau dia tidak karir yang berantakan, dan sebagainya.
bersedia, atau tidak mood, ya .... ... aku ga
jadi. Kita tidak boleh memaksa. Privacy, hal Pasca Produksi
yang harus diperhatikan oleh kita. Tetapi, di Pasca produksi, adalah kemasan pada
lain pihak, aku juga gunakan strategi suatu tayangan. Kemasan, bisa saja terjadi pada
kedekatan personal. Namun, apabila suatu penyiar / presenter dan juga pada visualisasi
masalah masih ada dalam ranah publik, maka (gambar, warna), urutan cerita, serta waktu yang
kita berhak untuk meliputnya. Misalnya, si dipakai. Setiap tayangan memiliki strategi yang
artis, terlibat dalam kasus hukum, konflik berbeda.
dengan orang lain, dan yang lainnya...” Prio Budi Wibowo – Produser Pelakana
Hot Spot, mengatakan bahwa : diperhitungkan juga
Adapun, Abdul Razak Hadi - produser karakter tayangan. Artinya, tayangan ini ingin
pelaksana Kasak Kusuk, menambahkan bahwa : digambarkan seperti apa, lugas, aktual, kocak atau
“...Ada hal yang sangat penting dalam serius ? Maka presenternya harus dipilih dalam
peliputan infotainment, yaitu sering sekali kami konteks karakter yang diharapkan. Pemilihan pre-
belum ketemu kesepakatan pemahaman. Satu senter seorang artis bukan tanpa alasan. Seorang
sisi, sang artis beralasan privacy, tetapi di sisi artis dipandang fotogenic, camera face, dan
lain menurut jurnalist, berita yang menyangkut umumnya sudah dikenal lebih dulu oleh pemira
dia dan publik – itu sah-sah saja. Yang tampil televisi.
di televisi, artis tersebut komplain, bahwa Ditambahkan oleh Produser Pelaksana
kehidupan pribadinya dibuka oleh media...” Cek & Ricek – Aprilia J. Moenaf, menyatakan
bahwa :
Proses klarifikasi dilanjutkan kepada : Siti ‘...Kalau untuk lay out, kosep awal tetap
Nur Aisyiah, bahwa : produser dan produser pelaksana yang
“...Kalau suatu issue itu memang gosip, dan membuat. Karakter seperti apa yang kita

222 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment

Produksi Pasca Produksi-----

Persiapan
liputan,
antara lain
mengecek
peralatan

Proses liputan.
Koordinasi
antara reporter
dengan
kameramen dan
komunikasi
dengan
Produser
outline Pelaksana

Narasi
dibuat
oleh Syutting Edit Dubbing Edit
scriptwri
tter

Narasi yang baik


adalah narasi yang
berimbang (balanced),
cover both side sesuai
dengan kaidah
jurnalistik

Gambar 5. Pola Kerja Tahap Produksi


Pada tahap ini, narasi diupayakan seimbang atau cover both side,

inginkan – bisa didiskusikan dengan editor. mempersiapkan pembuatan shot list, sehingga re-
Manakala sudah terjadi kesepakatan yang — porter mengetahui gambar apa yang akan
— langsung dibuat... “ memvisualisasikan komentar berita tersebut.
Kedua, mendampingi tape editor atau penyunting
Para kerabat kerja yang telah meliput suatu gambar untuk menyunting gambar hasil liputannya
peristiwa berita di suatu tempat, belumlah selesai di lapangan.
disitu saja. Mereka masih memprosesnya lagi. Berdasarkan pengamatan peneliti di
Iskandar Muda (2003:153), menjelaskan bahwa lapangan, bisa diuraikan bahwa ;
terdapat dua hal yang harus dilakukan oleh “... Narasi, setelah selesai dibuat oleh script-
seorang reporter untuk mengolah hasil liputannya writter dan diberikan kepada presenter,
dari lapangan. Pertama, ia menyusun atau menulis maka dilakukan proses syuting di studio. Re-
nakah terlebih dahulu. Untuk itu pertimbangannya porter yang sudah selesai liputannya menye-
meliputi : (1) data harus memaai; (2) visualisasi rahkannya kepada produser pelaksana dan
yang direkam juru kamera cukup banyak sehingga kemudian diserahkan kepada editor untuk
memenuhi durasi untuk berita yang akan diusun editing sampai menunggu proses syuting
oleh reporter yang bersangkutan; (3) Juru kamera selesai. Setelah itu kemudian dilakukan proses

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 223


Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

dubbing – dan kemudian masuk ke ruang terbaru, kita udah siap. Besok pagi tinggal
editing lagi untuk disatukan antara : (1) pre- liputan, statemennya tinggal dipasanga.
senter membawakan berita dari opening Artinya, informasi pagi bisa tayang sore hari...”
sampai closing; (2) Gambar-gambar di
lapangan dan gambar dokumentasi pelengkap; Dapat dilihat pada skema sebaga berikut:
dan (3) narasi. Untuk kebutuhan itu semua,

Liputan

Tranf Kirim ke
Narasi Edit Dubbing Edit er stasiun
Shooting kaset TV
Betac lewat
am Messang
er

memperhatikan packaging/
kemasan, yaitu presenter
dan lay out yang disesuaikan
oleh karakter tayangan.

Gambar 6. Pola Kerja Tahap Pasca Produksi

produser pelaksana mengawasi dan berdiskusi Pola kerja tahap pasca produksi pada
dengan editor mengenai kesesuaian narasi dan tayangan infotainment, merupakan proses
gambar . Biasanya editor, menyisakan spase kemasan yang sangat berhitung dari berbagai
kosong kalau memungkinkan ada berita macam kebutuhan dan kepentingan. Produk akhir
terbaru. Tenggang waktu yang tersisa itu bersifat siap tayang dan ditonton oleh pemirsa
biasanya, sudah buat embargo naskah, baru televisi dimana saja berada.
esok paginya untuk kebutuhan gambar.
Setelah proses editting selesai, barulah masuk Kesimpulan
pada proses print to tape. Maksudnya, Penelitian ini memfokuskan pada pola
adalah print dari hasil print offline kedalam kerja jurnalis infotainment. Berdasarkan pemba-
kaset betacam lalu dikirim ke stasiun televisi hasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
lewat messanger...” ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1.) Terdapat
pergeseran makna infotainment, yang saat ini
Senada apa yang dikemukan oleh Fanny diartikan sebagai informasi mengenai dunia
Rachmasari dan Abdul Razak Hadi, bahwa proses hiburan, bahkan sarat dengan gosip/kasak-kusuk
pasca produksi memang sangat berhitung dengan belaka. Bukan seperti konsep awal, yaitu informasi
performence / kemasan agar menari untuk ditonton. yang diselipkan unsur hiburan agar tetap bernilai
Berikut ini wawancaranya : berita (news). Pertimbangan keuntungan menjadi
“... Setelah naskah selesai dari semua segmen, faktor utama dalam acara ini, (2.) Pola kerja jur-
kemudian dibacakan oleh Voice Over di stu- nalis infotainment terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:
dio dubbing, lalu masuk editing lagi baru Pra Produksi, Kegiatan utama pada tahap pra
dirangkai jadi gambar – suara. Kemudian, produkasi adalah penentuan isi berita dan
tetap dilakukan pengecekkan. Nah kalau pemilihan narasumber melalui meeting proyeksi.
memungkinkan ada penambahan berita Isi berita lebih mengacu pada sosok artis atau orang

224 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment
Kirim ke

messang
stasiun
lewat

er
Betacam
Transfer
ke kaset
Edit
Pasca Produksi

yaitu presenter dan lay out yang disesuaikan


Memperhatikan packaging atau kemasan
Dubbing

Gambar 7. Pola Kerja Jurnalis Infotainment


dengan karakter tayangan
Pola Kerja Jurnalis Infotainment

Edit

syuting

berimbang dan
Scriptwriter
ini juga terjadi
liputan. Tahap
Produksi

Narasi harus
membuat
Reporter

cover both
klarifikasi
Persiapan

liputan

narasi
proses

berita

side
writte
Plotti

scrip
ng

r
Outline
Pra Produksi

Hasil :

Penentua

narasum
berita
n isi

dan

ber
Proye
Meeti

ksi
ng

hibura
garuhi
dipen

oleh
sisi
ide

Ide

n
ternama, sehingga isi pemberitaannyapun menye- adalah berita gosip. Upaya-upaya itu dilakukan
suaikan selera pasar. Tak jarang, beritanyapun, dengan mencari data dan fakta yang jelas,
agar lebih sensasional, berujung pada berita gosip Produksi, Kegiatan utama pada tahap produksi
atau berita bohong. Namun saat ini pekerja adalah mencari berita. Infotainment berupaya
infotainment berusaha menepis bahwa infotainment menerapkan kaidah jurnalistik pada proses
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 225
Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

produksi. Namun diakui pula oleh pekerja info- Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
tainment, banyak infotainment yang masih tidak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
seimbang dalam menurunkan berita. Hal itu bisa Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988,
dilihat dari buruknya narasi. Narasi masih banyak Jakarta : Balai Pustaka.
yang tendensius dan berpretensi. Dalam hal Kusumaningrat, Hikmat & Purnama
konstruksi realitas oleh media (bagaimana media Kusumaningrat, 2005, Jurnalistik Teori
menggambarkan peristiwa), infotainment memiliki Dan Praktik. Bandung : PT Remaja
politik pemberitaan tersendiri yang berbeda-beda Rosdakarya.
mengenai pesan apa yang ingin infotainment Kuswandi, Wawan, 1996, Komunikasi Massa:
sampaikan pada pemirsanya. Proses teknis Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta:
produksi tayangan infotainment meliputi peliputan Penerbit Rineka Cipta.
berita oleh reporter dan kameramen, dan pembu- Margantoro, YB., 2001, Biar Berita Bicara.
atan narasi oleh scriptwritter dari outline yang Yogyakarta : Universitas Atmajaya
sudah dihasilkan dari meeting proyeksi. Pada Yogyakarta.
tahap peliputan ini, reporter infotainment juga Mcquail, Denis, 1994, Teori Komunikasi Massa
berusaha menerapkan kaidah jurnalistik, misalnya Suatu Pengantar Edisi Kedua. Jakarta :
dengan tidak memaksa narasumber berkomentar, Penerbit Erlangga.
bila narasumber tidak mau berkomentar, reporter Miles, Mattew dan Huberman, 1992, Analisis
mencoba mengerti dan menghargai itu. Data Kualitatif. Jakarta : UI Press.
Pasca Produksi, Tahap pasca produksi Moleong, Lexy J., 2004, Metodologi Penelitian
adalah tahap mengemas bahan-bahan berita men- Kualitatif. Bandung : PT Remaja
jadi produk siap tayang. Kegiatan utama pada Rosdakarya.
tahap ini adalah syutting, edit, dubbing, transfer Muda, Deddy Iskandar, 2003, Jurnalistik
kaset ke betacam dan kirim ke stasiun televisi Televisi : Menjadi Reporter Profesional.
melalui messanger. Pemilihan presenter dan lay Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
out pada gambar virtual untuk opening, jeda iklan, Mufid, Muhamad, 2005, Komunikasi dan
pengantar berita, sampai closing disesuaikan de- Regulasi Penyiaran. Jakarta : Prenada
ngan karakter tayangan. Media.
Pekerja infotainment telah mulai berusaha Muhtadi, Asep Saeful, 1999, Jurnalistik
menjalankan kerja jurnalistiknya sesuai dengan Pendekatan Teori Dan Praktik. Jakarta
kaidah-kaidah jurnalistik yang telah disepakati, : Logos Wacana Ilmu.
karena sejak tahun 2004, infotainment telah masuk Rakhmat, Jalaludin, 2004, Metode Penelitian
menjadi bagian dari PWI Infotainment (Persatuan Komunikasi. Bandung : PT Remaja
Wartawan Indonesia), itu berarti tayangan Rosdakarya.
infotainment punya UU Pers dan badan hukum Shoemaker, Pamela J. dan Stephen D. Reese.,
yang jelas. Namun pekerja infotainment tidak 1996, Mediating The Message: Theories
menampik realitas bahwa masih banyak of influences on Mass Media Content,
infotainment yang tidak menjalankan kaidah Second Edition. New York: Longman.
jurnalistik dalam menjalankan pekerjaannya. Siregar, Ashadi, 2001, Menyingkap Media
Penyiaran : Membaca Televisi Melihat
Daftar Pustaka Radio. Yogyakarta : LP3Y.
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian: Sobur, Alex, 2004, Analisis Teks Media. Bandung
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : : PT Remaja Rosdakarya.
Rineka Cipta. Sugiyono, 2005, Memahami Penelitian
Henshall, Peter & David Ingram, 2000, Menjadi Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Jurnalis. Yogyakarta : Institut Studi Arus Suroso, 2001, Menuju Pers Demokratis: Kritik
Informasi. atas Profesionalisme Wartawan.
Irawan, Soehartono, 2000, Metode Penelitian Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi

226 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment

Pendidikan. empat Januari 2007.


Syahputera, Iswandi, 2006, Jurnalistik ————, 2006, Ekonomi Politik Regulasi
Infotainment : Kancah Baru Jurnalistik Media. http://ekawenats.blogspot.com/
Dalam Industri Televisi. Yogyakarta : 2006/03/ekonomi-politik-regulasi-
Pilar Media. media.html. Diakses 4 Januari 2007.
Wahyudi, JB., 1996, Dasar-Dasar Jurnalistik ————, 2007, Programs Station Genre Rat-
Radio Dan Televisi. Jakarta : PT Pustaka ing Share. Media Indonesia.
Utama Grafiti. Juliastuti, Nuraini, 2002, Media Selebritis Di In-
Wirodono, Sunardian, 2005, Matikan TV-Mu : donesia. http://kunci.or.id/esai/nws/11/
Teror Media Televisi di Indonesia. seleb_meida.html. Diakses 4 Januari
Yogyakarta : Resist Book. 2007.
Junaedi, Fajar, 2004, Etika Jurnalisme
Sumber Lain : Mengekspos Wilayah Privat Dalam
Anonim, Infotainment, http://en.wikipedia.org/ Infotainment.http//www.sctv.co.id/com-
wiki/infotainment. Diakses 4 Januari 2007. munity/archieve/index.php/t-1280 html.
————, 2006, Production House Diakses 15 November 2006.
Infotainment. www.sinarharapan.co.id/ Desiningsih, 2005, Skripsi : Infotainment dalam
berita/0504/15/hib02.html. Diakses 26 Kacamata Pemirsa (Studi Uses and
Januari 2007. Gratification mengenai Kesenjangan
————, 2006, Shandika Widya Sinema Pro- Kepuasan Yang Diharapkan Dan
duction House. www.pintunet.com/ Kepuasan Yang Diperoleh Tentang
lihat_opini.php?pg=2006/09/ Tayangan Infotainment Kabar-Kabari
010901092006/45044&ref+daftar_opini. di RCTI di Kalangan Ibu Rumah Tangga
php?upid+4403). Diakses 26 Januari di Perumahan Taman Gading
2007. Kabupaten Cilacap).
————, 2006, Kebebasan Pers, Susanto, M. Ridlo, 2006, Skripsi : Wartawan
Infotainment, dan Fatwa NU. dalam Pembentukan Wacana Media
www.parasindoesia.com/read.php?gi (Studi Deskriptif Kualitatif mengenai
=422. Diakses 26 Januari 2007. Subjektivitas Wartawan Radar
————, Acara Televisi Sepekan. Tabloid Banyumas dalam Proses Penulisan
Bintang Indonesia edisi 822 minggu ke Berita).

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 227

Anda mungkin juga menyukai