A stra! Penelitian tentang banalitas informasi dalam tayangan infotainment dan dampaknya bagi khalayak, yang dilakukan dengan menggunakan metode etnografi komunikasi di tingkat proses decoding dan endcoding ini memperoleh hasil yang memperlihatkan bahwa dalam proses produksinya infotainment seringkali mengabaikan prinsip etika jurnalistik. Ini terbukti dengan seringnya kasus pertikaian antara kru infotainment dengan artis yang merasa dirugikan dengan pemberitaan infotainment. Pengemasan berita dalam infotainment juga telah menandai babak baru dalam jurnalisme yang dikendalikan oleh libido pasar (market driven journalism). Jurnalisme demikian membawa implikasi bahwa pemberitaan dalam infotainment adalah pemberitaan yang tidak berbanding dua belah pihak (cover both side). alam proses dekoding tayangan infotainment, khalayak di tiga kota yang diteliti memiliki kecenderungan berbeda. !halayak di "ogyakarta cenderung penonton light viewers yang kritis terhadap isi tayangan infotainment. Ibu#ibu di kota ini menyadari tentang bahaya infotainment bagi anak#anak dengan tidak membiarkan anak menonton infotainment sendiri. i !laten, ibu#ibu sebenarnya sadar tentang bahaya tayangan infotainment, namun mereka tetap saja menikmati waktu luang (leisure time) mereka diisi dengan menonton tayangan infotainment. Ibu#ibu di kota ini sadar bahwa infotainment rentan dengan tayangan kekerasan dan karenanya tidak mengijinkan anak mereka menonton infotainment. $erbeda dengan di %ragen dimana khalayaknya secara intens mengkonsumsi tayangan infotainment dan mengabaikan anak saat menonton televisi, sebagaimana terlihat dari pola perilaku menonton
&
televisi yang mayoritas berisi menonton tayangan infotainment sendiri dan tidak bersama anak. Padahal mereka sebenarnya sadar bahwa infotainment rentan dengan adegan kekerasan dengan menyatakan bahwa mereka tidak mengijinkan anak mereka menonton infotainment sendiri. Ke"#$rds % in&$tain'ent( audien)e( j$urna*is' A+ Penda,u*uan Infotainment merupakan jenis tayangan televisi yang cukup populer dewasa ini. 'ingginya popularitas jenis tayangan ini bisa dibuktikan dengan semakin beragamnya nama tayangan infotainment nama ini yang menemui oleh pemirsa. (alaupun semakin acara beragamnya nama tayangan infotainment, namun keberagaman tidak diikuti keberagaman format infotainment. )nehnya di tengah kualitas infotainment yang begitu#begitu saja, infotainment tetap digandrungi para pemirsa Pada jam tayangan utama (prime time) yang berkisar pukul enam sore sampai dengan delapan malam, dimana umumnya di kisaran jam ini program acara memiliki rating tinggi, infotainment juga tidak terlewat ikut meramaikan kompetisi perebutan rating di kisaran waktu ini. $ukti lain yang memperlihatkan kedigdayaan infotainment adalah jumlah jam tayang infotainment, yang menurut sebuah survey yang dilakukan ewan Pers di Jakarta tahun *++,, mencapai empat belas jam dalam satu hari. %etidaknya setiap minggu &*- program tayangan infotainment dijual berbagai stasiun televisi dengan berbagai nama yang beraneka ragam ($ernas Jogja, &, esember *++.). 'ahun *++/ ini angka ini juga tidak berubah, bandingkan dengan jenis program tayangan televisi lainya yang mengalami fluktuasi rating dan share. 0enurut 1al 2. 3imburg dalam bukunya 2lectronic 0edia
banyak daripada bahasa lisan maupun tertulis, karena itu persoalan etika menjadi semakin penting. alam tayangan berita etika yang di televisi, termasuk juga infotainment, menurutnya ada dua
gatekeepers
yang
berperan
dalam
persoalan
berkaiatan dengan visualisasi di layar televisi, yaitu kamerawan yang mengarahkan kemeranya kepada sumber berita dan editor yang berkuasa untuk memilih visualisasi yang layak disiarkan atau tidak B+ Ru'usan Masa*a, $erdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan banalias masalah informasi dalam dalam penelitian ini adalah bagaimana dan pemberitaan infotainment
tanggapan khalayak ( reception ) atas tayangan infotainment di stasiun televisi swasta nasional6 -+ Kajian Te$ri .+ Te$ri E!$n$'i/P$*iti! Media 'eori ekonomi#politik media (political economy media
ekonomi politik komunikasi, sumber daya ini dapat berupa surat kabar, majalah, buku, kaset, film, internet dan sebagainya (0oscow, &44/ 5 *-). %istem ini membawa implikasi mekanisme pasar yang tidak ambil resiko, suatu bentuk mekanisme pasar yang kejam 8
karena membuat media tertentu mendominasi wacana publik dan lainnya terpinggirkan. 2konomi#politik media ditandai dengan pertumbuhan konsentrasi kepemilikan media di tangan segelintir orang saja. 9ejala ini dianggap sebagai sebuah konsentrasi kepemilikan media yang menyebabkan semakin sedikitnya lembaga yang memiliki media (7roteu, *+++ 5 8/). %emakin sedikitnya lembaga yang menguasai media tentu dapat menyebabkan informasi yang disebarkan media dengan mudah dikendalikan oleh segelintir orang saja, akibatnya informasi yang bias dan membela kepentingan pihak#pihak tertentu dapat dengan mudah terjadi. :aktor rutinitas organisasi, latar belakang individu pekerja media, eksternal media (seperti pemasang iklan), pemilik perusahaan dan ideologi media menentukan corak pemberitaan &44&5&-,). 0+ Ide$*$1i Media <ntuk mengkaji apa yang dikandung ideologi secara komprehensif, )lthusser memperkenalkan dua istilah kunci yaitu media bersangkutan (%hoemaker dan ;eese,
Ideological
%tate
)pparatus
(I%))
dan
;epressive
%tate
)pparatus (;%)).
yang represif (%tate )pparatus) terdiri dari pemerintah, tentara, polisi, birokrasi, pengadilan, penjara dsb. Inilah yang oleh )lthusser kemudian dinamakan sebagai ;%). ;%) menjalankan fungsinya melalui kekerasan (by violence), baik dalam bentuk kekerasan fisik maupun non fisik. %edangkan I%) menjalankan fungsinya secara ideologis (by ideology ). Pada titik inilah terlihat secara jelas perbedaan antara I%) dan ;%). !arena itu I%) tidak bisa disamarkan dengan ;%). %ecara lebih jelas )lthusser memaparkan hal ini dengan beberapa alasan yaitu bahwa, pertama, hanya ada satu ;%), namun pada sisi yang lain terdapat pluralitas I%). !edua, ;%)
bergerak terbatas ada wilayah publik, sedangkan I%) dapat bergerak ke wilayah privat, seperti melalui lembaga agama, keluarga, sekolah, media massa dan sebagainya. )da dua tesis dari )lthusser untuk menjawab pertanyaan ini. Pertama, ideologi menghadirkan imaginary relationship agama, ideologi etika, ideologi antara individu dengan eksistensi kondisi realitasnya, seperti yang dikenal sebagai ideologi hukum, ideologi politik dan sebagainya (0c>uail, *++* 5 4?).
'esis ini memperoleh satu pertanyaan yang sangat menarik yaitu mengapa manusia memerlukan imaginary relationship. 0enurut 3udwig :eurbach, dan kemudian dikembangkan oleh 0ar=, manusia memerlukan
imaginary
relationship
untuk
mendapatkan ketenangan dalam hidupnya, padahal sebenarnya mereka mengalami penindasan. !ondisi inilah yang dinamakan sebagai alienasi (keterasingan) manusia dari realitasnya. 'esis kedua, ideologi bisa dipastikan selalu mempunyai eksistensi material dalam segala keberadaannya. 0aksudnya, ideologi memiliki kehidupan. tidak dapat dibatasi sebagai ide semata, namun ia aspek material yang berupa aparat yang bersangkutan dalam realitas
ari kekompakan kerja antara ;%) dan I%) inilah ari sinilah kemudian dua tesis utama
yang menjadikan individu#individu seakan#akan takluk begitu saja di hadapan kekuasaan negara. )lthusser mendefinisikan ideologi tersebut. ($urton, *+++5&?,). 2+ Te$ri Mediu' onald 2llis membuat sebuah ringkasan dari berbagai pandangan mengenai teori medium dan serempak ia juga membuat satu proposisi menarik yang mampu mewakili cara pandang kontemporer mengenai subjek kajian ini. mengamini Innis dan 0c3uhan, 2llis menyatakan engan bahwa dalam
keberadaan
media
dominan
pada
waktu
tertentu
akan
membentuk perilaku dan pemikiran masyarakat bersangkutan. %ejalan dengan berubahnya media, begitu juga cara kita berpikir, mengolah informasi, dan menghubungkan satu dengan yang lain.. (3ittlejohn, &44,5&4/). Perubahan besar gelombang ketiga terjadi ketika media elektronik berhasil ditemukan dan dikembangkan secara revolusioner.. Informasi dalam media elektronik adalah solid seperti komoditas, yang menciptakan tekanan pada informasi agar menarik. Pengetahuan dalam abad media elektronik berubah sangat cepat, dan kita, terutama yang menjadi public
kecenderungan untuk menggunakan konsepsi teori khalayak pasif, meskipun tidak semua teori khalayak pasif dapat dikategorisasi sebagai teori masyarakat massa. (3ittlejohn, &44,588+). alam kajian yang dilakukan oleh :rank $iocca berdasar penelitian yang dilakukannya sebagaimana termuat dalam dalam artikelnya yang berjudul @Apposing 7onceptions of the
)udience
khalayak.
'he
)ctive
and
Passive
Bemispheres
of
7ommunication 'heory@ (&44/),menjelaskan beberapa kategori Pertama adalah selektifitas (selectivity). !halayak aktif
dianggap selektif dalam proses konsumsi media yang mereka pilih untuk digunakan. media, !arakteristik rangka 0ereka namun tidak asal#asalan alasan dan dalam tujuan mengkonsumsi tertentu. media didasari
kedua
adalah
utilitarianisme
(utilitarianism) di mana khalayak aktif dikatakan mengkonsumsi dalam suatu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu yang mereka miliki. !arakteristik yang
ketiga
adalah
intensionalitas
(intentionality), yang mengandung makna penggunaan secara sengaja dari isi media. !arakteristik yang keempat adalah keikutsertaan (involvement) , atau usaha. 0aksudnya khalayak secara aktif berfikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media. "ang kelima, khalayak aktif dipercaya sebagai komunitas yang tahan dalam menghadapi pengaruh media (impervious to influence), atau tidak mudah dibujuk oleh media itu sendiri (3ittlejohn,&44, 5 888). D+ Met$de Pene*itian ;iset etnografi (ethnografic research) mencoba melihat efek media secara lebih alamiah dalam waktu dan tempat ?
tertentu. 0etode ini berasal dari antropologi yang melihat media massa dan khalayak secara menyeluruh (holistic), sehingga tentu saja relatif membutuhkan waktu yang lama dalam aplikasi penelitian. para alam penelitian yang menggunakan metode ini, menggunakan teknik observasi, pencatatan peneliti
dokumen dan wawancara mendalam. (%traubhaar dan 3arose, &44? 5.&?). Peneliti hanya memerlukan daftar pertanyaan sebagai acuan dalam wawancara yang dapat dikembangkan secara lentur ketika mengadakan wawancara, sehingga daftar pertanyaan dalam metode ini dinamakan sebagai petunjuk wawancara (interview guide). Penelitian berkembang etnografi kajian komunikasi antropologi, (ethnography sosiolinguistik
of
dan
mengeksplorasi
survey (%traubhaar dan 3arose, &44? 5.&?). Peneliti hanya memerlukan daftar pertanyaan sebagai acuan dalam wawancara yang dapat dikembangkan secara lentur ketika mengadakan wawancara, sehingga daftar pertanyaan dalam metode ini dinamakan sebagai petunjuk wawancara (interview guide). E+ Pe' a,asan .+ In&$tain'ent da*a' Bana*itas Jurna*is'e i tengah kritik terhadap tayangan infotainment, justru tayangan ini semakin banyak menebar pesonanya di layar kaca. %etidaknya setiap minggu &*- program tayangan infotainment dijual berbagai stasiun televisi dengan berbagai nama yang beraneka ragam ($ernas Jogja, &, esember *++.). %ebuah riset yang dilakukan 3embaga !onsumen 0edia (3!0) %urabaya pada pertengahan tahun *++. ini memperlihatkan data yang menyatakan bahwa 'rans'1 menayangkan program infotainment sebanyak *? kali tayangan dalam satu minggunya. $isa jadi tayangan infotainment memberi kontribusi bagi perkembangan stasiun televisi yang masih terbilang muda namun berhasil bersaing dengan stasiun televisi lainnya yang lebih dulu mapan. %alah satu faktor yang menyebabkan maraknya tayangan infotainment di layar kaca adalah murahnya biaya produksi jenis program ini, di sisi lain minat para pengiklan masih lumayan tinggi dengan dibuktikan penuhnya slot iklan berbagai program infotainment. !asus perseteruan artis dengan infotainment secara tidak langsung telah menjadi iklan gratis bagi infotainment. !asus terakhir yang @mencuatkan@ infotainment terjadi ketika 3una 0aya menyerang secara tertulis kru infotainment dalam akun twitternya di penghujung tahun *++4. 3ogika pasar bebas yang dikendalikan oleh kepentingan 4
pasar saat ini menjadi the invisible hand dari maraknya tayangan infotainment. %ebagaimana yang dikatakan oleh 1incent 0osco dalam bukunya 'he
know).
"ang lebih mendesak untuk segera diperhatikan adalah kesadaran penerapan etika jurnalisme saat meliput berita yang akan dijadikan konsumsi infotainment. $erbagai kasus yang terjadi selama ini, seperti yang dialami Parto Patrio, Cicky )stria dan 3una 0aya berpangkal pada kurang dihormatinya hak sumber berita untuk tidak berkomentar atau memberi jawaban atas pertanyaan reporter infotainment. 0enjawab pertanyaan dalam mekanisme pencarian berita merupakan hak, bukan kewajiban yang menjadi sebuah keharusan untuk dipenuhi oleh sumber berita. )palagi jika kemudian para kru infotainment, baik reporter maupun kamerawan ramai#ramai mengejar sumber
berita demi mendapatkan jawaban atau komentar yang semakin sensasional. 9ambar (visual) dalam tayangan di layar televisi lebih mampu berbicara banyak daripada bahasa lisan maupun tertulis, karena itu persoalan etika menjadi semakin penting. tayangan berita ada di televisi, termasuk juga menurutnya dua gatekeepers yang berperan alam dalam infotainment,
persoalan etika yang berkaiatan dengan visualisasi di layar televisi, yaitu kamerawan yang mengarahkan kemeranya kepada sumber berita dan editor yang berkuasa untuk memilih visualisasi yang layak disiarkan atau tidak (3imburg, &44. 5 &*-). %ebetulnya memasukan infotainment tayangan realitasnya infotainment yang berada dalam ranah dalam kategorisasi genre pemberitaan tayangan
kemudian menjadi sangat mungkin diperdebatkan karena dalam yang sering mengemuka dalam adalah sekedar gosip yang ditampilkan dengan
prosedur jurnalisme yang kelihatan sangat minim, terutama dari segi etika. Pencampuradukan antara gosip dan berita, diobok# oboknya wilayah privat dan penyajian secara tidak berimbang (cover both side) sering kali menjadi bumbu dari infotainment yang memperlihatkan indikasi lemahnya etika jurnalisme dalam tayangan infotainment. Jika kalau kemudian untuk sementara disepakati bahwa infotainment bisa dimasukan dalam wilayah pemberitaan, sebenarnya infotainment merupakan tayangan yang sah#sah saja untuk dijual kepada publik dan serempak pula bukan merupakan tayangan yang haram atau bahkan harus dihilangkan dari layar televisi. %ebagai sebuah bentuk pemberitaan tentu saja, etika jurnalisme Pada merupakan sesuatu kondisi yang yang harus terjadi dikedepankan. kenyataannya,
semakin tidak dipedulikan dalam infotainment, sehingga wajar saja jika kemudian berkembang wacana bahwa infotainment sekedar Dberita sampah@ yang hanya berorientasi kepada segi entertainment untuk mereguk keuntungan dengan mengorbankan hak#hak dan kepentingan sumber berita. ibandingkan dengan laki#laki, perempuan nampaknya lebih sering muncul dalam berbagai tayangan infotainment. %etidaknya penanda (signified) ini dengan sangat jelas dapat diamati dari para pembawa acara (host) infotainment yang mayoritas adalah perempuan, dengan beberapa tayangan infotainment yang dibawakan perempuan bersama laki#laki, seperti Insert. engan menggunakan pendekatan strukturalisme yang dikembangkan ;oland $arthes, direpresentasikanya para pembawa acara yang mayoritas perempuan pada tayangan infotainment, pada tingkatan secondary signification menandai perempuan sebagai tukang gosip yang hanya suka menyebarkan Dberita tidak serius@ atau Dberita sampah@ yang mencampuradukan fakta dengan gosip yang merasuki pelbagai sisi wilayah privat. )palagi sajian infotainment dikelola dengan profesionalisme yang minim etika, sehingga perempuan semakin terepresentasikan sebagai biang gosip. 0+ Pr$ses Pr$du!si In&$tain'ent Produksi sebuah program televise, termasuk juga di dalamnya adalah infotainment, selalu dimulai dari ide atau gagasan yang kemudian dituangkan kedalam sebuah naskah atau script. Caskah menjadi sebuah landasan atau basis yang diperlukan untuk membuat sebuah program televisi apapun bentuknya. Penulisan sebuah naskah program video dan televisi yang didasarkan pada sebuah ide biasanya mempunyai tujuan
yang spesifik yaitu memberi informasi (to inform), memberi inspirasi (to inspire), menghibur (to entertain) dan propaganda, yang sebenarnya tidak jauh dari hakikat tujuan komunikasi massa. <ntuk mengetahui bagaimana tahapan proses yang dilakukan dalam proses produksi infotainment, maka kita perlu memahami tentang naskah produksi terlebih dahulu. %ebuah naskah program mempunyai televisi. peran sentral naskah dalam adalah produksi ide sebuah yang %ebuah dasar
diperlukan dalam sebuah produksi program video. !ualitas sebuah naskah sangat menentukan hasil akhir dari sebuah program. alam tayangan fiksi seperti drama fungsi naskah ini menjadi kian penting karena sebuah naskah pada umumnya berisi gambaran atau deskripsi tentang pesan atau informasi yang disampaikan seperti alur cerita, karakter tokoh utama, dramatisasi, peranEfiguran, setting, dan property atau segala hal yang berkaitan dengan pembuatan sebuah program televisi. Camun demikian fungsi naskah juga tidak kalah penting dalam produksi tayangan yang bersifat non fiksi, termasuk juga di dalamnya infotainment. <raian ringkas secara deskriptif, bukan tematis, yang dikembangkan dari synopsis dengan bahasa visual tentang suatu episode cerita, atau ringkasan dari rangkaian suatu peristiwa. )rtinya dalam membuat treatment bahasa yang digunakan adalah bahasa visual. %ehingga apa yang dibaca dapat engan memberikan gambaran mengenai apa yang akan dilihat. dapat dibayangkan. ari treatment kemudian dibuat naskah produksi atau scenario. Penulisan naskah produksi atau scenario harus operasional karena digunakan sebagai panduan tidak saja &8
kerabat kerja (crew) tetapi juga pemain dan pendukung lain yang terlibat. disampaikan. %udah Penulisan naskah (skenario) sekaligus menyuarakan <rutan pada dasarnya ingin menggambarkan apa yang
sinopsis#treatment#skenario
merupakan
rangkaian yang baik untuk membuat naskah video (televisi), menjadi standar dalam produksi tayangan televisi, termasuk tentu saja infotainment, ada tiga tahap dalam menulis naskah, yaitu 5 concept, story board, dan script. alam pembuatan naskah,yang penting juga adalah riset tentang apa yang akan ditulis di dalam naskah produksi. %ecara standar tahap#tahapnya bisa dipetakan sebagai berikut. Pertama adalah merumuskan ide dari apa yang akan diproduksi. alam produksi infotainment ide ini bisa didapatkan dari perkembangan terkini dalam dunia selebritis. !emudian dari ide ini dilakukan riset terhadap ide tersebut sebagai pengembangan dari ide tersebut. $erdasarkan hasil wawancara dengan pekerja infotainment diperoleh data bahwa pekerja infotainment selalu berusaha mendapatkan data terbaru dari kehidupan artis, bahkan dengan mengawasi selama beberapa hari keseharian artis bersangkutan. )ntar program infotainment saling bersaing agar data terbaru yang mereka kuasai lebih update dan lebih mendalam dibandingkan program sejenis di stasiun televisi lain. Persaingan antar program infotainment, membuat masing# masing program jurnalisme tayangan infotainment berinovasi, seperti oleh Insert. ari naskah dengan melakukan model jurnalisme yang diklaim sebagai investigasi, seperti yang dilakukan %etelah mendapatkan data dari riset dilakukan penulisan outline, yang menjadi garis besar dari rencana produksi. terhadap sinopsis. outline kemudian dilakukan penulisan sinopsis dan treatment i dalam naskah ini ada kolom tentang video dan audio yang akan ditampilkan lengkap beserta durasinya.
Caskah yang sudah final kemudian diserahkan ke editor dan narator untuk siap digunakan sebagai panduan dalam editing dan tayangan live. <ntuk memudahkan dalam proses produksi, desk infotainment juga menggunakan data yang ada di library, seperti koleksi dari divisi atau desk news. Camun, untuk membedakan dengan news, infotainment memiliki kebijakan redaksional yang lebih mengutamakan pada sisi human interest. i sisi yang lain, dari tayangan
desk
news
juga
bisa
mengambil
bagian
infotainment, karena artis adalah sosok yang laku secara pemberitaan. %ebagai sebuah pemberitaan, infotainment juga tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, seperti faktor intra media dan ekstra media. 2+ In&$tain'ent di Mata K,a*a"a! 8.&. 'ipologi !halayak <ntuk membahas tipologi khalayak akan di bagi berdasarkan wilayah yaitu urban, sub urban dan rural F dengan menggambarkan bagaimana proses decoding dari tayangan infotainment. a+ Pen$nt$n In&$tain'ent di Y$1"a!arta % Li1t, Vie#ers dan Kritis 0ayoritas penonton di "ogyakarta, adalah penonton ringan (light viewers) sebanyak ,+G dan sisanya adalah heavy viewers. 0enurut ennis 0c>uail, penonton yang menonton lebih dari 8 jam dalam waktu satu hari adalah penonton kategori heavy viewers, sedangkan penonton yang menonton kurang dari 8 jam adalah light viewers. %elanjutnya jika dilihat pada jam tayang utama (prime time) yang selama ini menjadi maskot berbagai stasiun televisi untuk menaikan angka rating dengan meraup jumlah penonton sebesar mungkin. Pada jam tayang inilah, yaitu &-
tepatnya jam &/.++ sampai dengan **.++ (I$ para penonton televisi di "ogyakarta, terutama kaum perempuan, menikmati suguhan dari layar kaca yaitu 4&G. Perilaku menonton televisi di "ogyakarta di "ogyakarta dilihat dari teman menonton didominasi oleh suami dan anak sebagai teman menonton televisi yaitu *.G menyatakan bahwa mereka menonton televisi bersama suami dan anak. ilihat dari genre program acara yang paling sering ditonton, ternyata tayangan infotainment tidak masuk tiga besar dari tayangan yang paling sering ditonton. $erita, sinetron dan musik#lah yang menjadi tiga besar tayangan program televisi yang paling banyak ditonton oleh ibu#ibu di "ogyakarta ketika mereka ditanyai tentang program acara televisi yang paling sering ditonton. %edangkan infotainmnet yang paling sering ditonton oleh ibu#ibu di "ogyakarta adalah Insert yang ditonton oleh &- responden, diikuti oleh 7ek n ;icek sebanyak &8 orang dan %ilet 4 orang !ebiasan menonton infotainment ini juga diikuti dengan kebiasaan ditayangkan perilaku untuk membicarakan 8+G berita yang bahwa infotainment sekitar menyatakan
mereka membicarakan infotainment dengan teman. %ebanyak ,- G responden menyatakan bahwa tayangan di infotainment sebenarnya tidak memiliki nilai penting bagi kehidupan mereka. !esadaran ini berbanding lurus dengan seluruh responden yang menyatakan bahwa infotainment tidak layak ditonton anak#anak. )lasan yang dikemukakan oleh responden beragam, namun memiliki titik temu yaitu infotainment dianggap sebagai tayangan yang tidak sehat bagi anak + Pen$nt$n In&$tain'ent di K*aten % Kritis na'un Teta4 Setia Men$nt$n In&$tain'ent
Penonton infotainment di kota !laten mayoritas adalah penonton kelas ringan yang menonton televisi maksimal * jam selama satu hari. %ebagaimana khalayak penonton televisi di "ogyakarta, penonton televisi di !laten juga cenderung menonton tayangan televisi di jam tayang utama yaitu ,-G
responden menyatakan bahwa mereka lebih sering menonton televisi pada pukul &/.++ sampai dengan **.++ (I$. )cara dialog atau talkshow, seperti
menjadi preferensi utama penonton televisi dari kalangan ibu#ibu di !laten. Perilaku ini berbeda dengan di "ogyakarta dimana para penonton infotainment di sana lebih banyak menonton bersama suami dan anak. Jenis berita infotainment yang miring yang sering ditonton ini ternyata pararel dengan perilaku penonton infotainment di !laten yang memang menyukai berita negatif tentang artis, daripada berita positif tentang artis. Perilaku menonton infotainment yang dilakukan oleh khalayak di !laten tidak berhenti tatkala siaran acar infotainment selesai. %ekitar ,+G responden menyatakan bahwa mereka memperbincangkan acara infotainment setelah menonton infotainment. %edangkan sisanya, menyatakan mereka tidak membicarakan tentang isi berita infotainment setelah selesai menonton. !halayak yang memperbincangkan isi infotainment di !laten menyatakan bahwa mereka umumnya membicarakan isi infotainment bersama tetangga. !ultur agraris masyarakat !laten yang masih diwarnai corak patembayan memungkinkan terjadinya interaksi sosial antaranggota masyarakat di !laten untuk memperbincangkan isi tayangan infotainment. )+Pen$nt$n In&$tain'ent di Sra1en % K,a*a"a! Pasi& $erbeda dengan "ogyakarta dan !laten, penonton tayangan infotainment di %ragen lebih berimbang antara heavy &?
membicarakannya, dan menganggap isi berita infotainment sebagai angin lalu. 8.*. Peri*a!u Men$nt$n In&$tain'ent Para ibu yang menonton televisi biasanya untuk mengisi waktu senggang. 0ereka tidak meluangkan waktu khusus untuk
menonton infotainment. 0eskipun jika dianalisis berdasarkan pada pola menonton televisi berdasarkan tiga kategori wilayah yaitu urban, sub urban dan rural menunjukkan bahwa jam menonton sub urban televisi dan ibu#ibu urban, di wilayah rural lebih besar banyak ibu#ibu dan dibandingkan dengan jam menonton televisi ibu#ibu di daerah namun penonton sebagian yang sesungguhnya bukanlah terdominasi
terhegemoni oleh tayangan infotainment di televisi. Bal ini nampak dari pernyataan#pernyataan para ibu yang mengatakan bahwa menonton televisi terutama acara infotainment hanyalah untuk mengisi waktu senggang sajaF dan merupakan hiburan yang paling murah dan selalu tersedia di rumah .Perilaku menonton mereka lebih disebabkan pada ketiadaan aktivitas yang dilakukan sehingga mereka menonton tayangan infotainment atau bahkan dilakukan sambil lalu misalnya sambil menyiapkan masakan untuk keluarga Jadi dapat dikatakan bahwa jika kita mengacu pada konsep kategori penonton berdasarkan pada sikap atau perilakunya terhadap tayangan#tayangan isi media, penonton infotainment di 8 kota yaitu !abupaten %leman, !abupaten !laten dan !abupaten %ragen sebagian besar merupaka penonton yang berada dalam kategori negotiated reading terhadap tayangan# tayangan infotainment. )rtinya dalam menerima dan yang mengkonsumsi tayangan#tayangan infotainment
ditayangka oleh stasiun#stasiun televisi swasta nasional mereka tidak dapat posisi yang menerima begitu saja tayangan# tayangan tersebut, dan bahkan sampai addictive ( kecanduan menonton). $ahkan salah seorang peserta :9 dari kabupaten !laten menyatakan bahwa sesungguhnya dia tidak menyukai acara &4
infotainment, namun ternyata acaranya sama saja di semua stasiun televisi, yaitu acara infotainment dan berita yang disajikan sama, misalnya kalau stasiun ) memberitakan kasus 0ais dan hani, maka seluruh stasiun televisi lain juga akan memberitakan berita yang sama.%ikap kritis dalam menonton acara infotainment ini tidak hanya untuk mengambil pelajaran hidup dari kisah#kisah selebritis, bahkan di antara ibu#ibu tersebut ada yang kemudian mendiskusikan dengan teman# temannya 'ingkat pendidikan mempengaruhi bagaimana penonton memberikan penilaian terhadap tayangan#tayangan sinetron. Ibu#ibu yang di kabupaten !laten rata#rata berpendidikan tamat % dan tamat %0P, sedangkan ibu#ibu informan di kabupaten %leman rata#rata tamat %0) dan ada lulusan perguruan tinggi. Aleh karena itu, dalam kaitannya dengan perilaku menonton infotainment ini, ibu#ibu informan di kabupaten !laten menjadikan materi sebagai bahan untuk ngobrol dengan ibu#ibu yang lain ketika bertemu, misalnya berbelanja bersama#sama atau sedang berkumpul bersama. alam hal ini, menonton tayangan infotainment salah satu manfaatnya adalah menghubungkan dia dengan ibu#ibu lain untuk saling bercerita, dan memberikan komentar atas kasus yang mereka tonton. %edangkan di %leman, ibu#ibu yang menonton program infotaintment mengkritisi misalnya kenapa infotainment selalu menampilkan hal#hal yang bersifat pribadi dari artis dan selalu hal yang negatif, bahkan remeh temeh. Para ibu mempertanyakan mengapa tayangannya tidak dominan berkaitan dengan prestasi yang telah dicapai artis, seperti dalam acara#acara di luar negeri. %elain berkaitan dengan isi acara yang berisi pertengkaran dan konflik saja, para ibu juga sesungguhnya mempertanyakan
mengapa acara#acara infotainment isinya sama saja di semua stasiun televisi dan cenderung melakukan pengulangan, atau diulang terus menerus, apalagi jika di stasiun televisi tersebut ada dua atau tiga program acara infotainment , misalnya pagi, siang dan sore hari. F+ Penutu4 alam mengabaikan yang merasa proses prinsip produksinya etika infotainment Ini seringkali dengan jurnalistik. terbukti
seringnya kasus pertikaian antara kru infotainment dengan artis dirugikan dengan pemberitaan infotainment. Pengemasan berita dalam infotainment juga telah menandai babak baru dalam jurnalisme yang dikendalikan oleh libido pasar (market driven journalism). Jurnalisme demikian membawa implikasi bahwa pemberitaan dalam infotainment adalah pemberitaan yang tidak berbanding dua belah pihak (cover both
side).
alam proses dekoding tayangan infotainment, khalayak di tiga kota yang diteliti memiliki kecenderungan berbeda. !halayak di "ogyakarta cenderung penonton light viewers yang kritis terhadap isi tayangan infotainment. Ibu#ibu di kota ini menyadari tentang bahaya infotainment bagi anak#anak dengan tidak membiarkan anak menonton infotainment sendiri. i !laten, ibu#ibu sebenarnya sadar tentang bahaya tayangan infotainment, namun mereka tetap saja menikmati waktu luang (leisure
time)
diisi intens
dengan di
menonton %ragen
infotainment.. khalayaknya
dengan
mengkonsumsi
infotainment dan mengabaikan anak saat menonton televisi, sebagaimana terlihat dari pola perilaku menonton televisi yang mayoritas berisi menonton tayangan infotainment sendiri dan tidak bersama anak. Padahal mereka sebenarnya sadar bahwa *&
infotainment
rentan
dengan
adegan
kekerasan dengan
dengan proses
menyatakan bahwa mereka tidak mengijinkan anak mereka menonton infotainment sendiri. $erkaitan produksi acara infotainment ini para awak yang membidani acara#acara infotainment ini memang dituntut untuk menyajikan hal#hal yang sensasional agar menarik penonton apalagi di tengah persaingan program#program infotainment yang terdapat di televisi lain. %ementara itu berkaitan infotainment yang dengan ini, aktif perilaku para dan ibu tidak dalam ibu#ibu menonton menerima mereka tayangan begitu percaya ini program
sesungguhnya
acara#acara dipercaya.
infotainment %ebagian
meskipun
disampaikan besar
infotainment
merupakan penonton yang negotiated reading bahkan kritis terhadap tayangan acara sinetron baik terhadap isinya sendiri maupun programnya yang diuang#ulang dan bahkan beritanya sama antara satu stasiun televisi dengan stasiun televisi yang lainnya
DAFTAR PUSTAKA $urton, 9raeme. *+++. 'alking 'elevision 5 )n Introduction to 'he %tudy of 'elevision. 3ondon 5 )rnold Junaedi, :ajar (*++?). !omunikasi 'eoritis. "ogyakarta, %antusa 0assa, Pengantar
3indlof, 'homas ; dan 'aylor, $rian 7 (*++*). >ualitative 7ommunication ;esearch 0ethods, *nd 2dition. 3ondon, %age Publication 3ittlejohn, %tephen ( (&44.). 'heories of Buman 7ommunication, -th 2dition. $elmont 7),(adsworth Publising 7ompany
3imburg, 1al 3. (&44.). 2lectronic 0edia 2thic. Cew "ork, ;outhledge 0osco, 1incent (&44/). 'he Political 2conomy of 7ommunication, ;ethinking and ;enewal. 3ondon, %age Publications %hoemaker, Pamela J. and ;eese, %tephen . (&44&). 0ediating the 0assage 5 'heories of Influence on 0ass 0edia 7ontent, *nd 2dition. Cew "ork, 3ongman Publisher %traubhaar, Joseph and 3arose, ;obert 7ommunication 0edia in 'he Information 7alifornia, (adsworth Publishing (&44?). %ociety.
0c>uail, enis (*++*). 0c>uailHs 0ass 7ommunication 'heory. 3ondon, %age Publications
Bi$data Penu*is Tri Hastuti Nur R$),i'a,( S+S$s( M+Si adalah dosen epartemen Ilmu !omunikasi <niversitas 0uhammadiyah "ogyakarta. %aat ini sedang mengambil program doktor di <niversitas 9adjah 0ada dan aktif di 3embaga Penelitian dan Pengembangan PP I)isyiyah. )lamat e# mail 5 nursoloJyahoo.com
Fajar
Junaedi
S+S$s(
M+Si
adalah
dosen
broadcasting
pada
epartemen Ilmu !omunikasi <niversitas 0uhammadiyah "ogyakarta. %aat ini menjabat sebagai koordinator 3aboratorium Ilmu !omunikasi <0". )lamat e#mail fajarjunJgmail.com, akun facebook di www.facebook.comEfajarjun
*8